Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Uu no 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan

DISUSUN OLEH :

Rika febrianti.k

AKADEMI KEBIDANAN
GRAHA ANANDA KAB. TOLITOLI
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-


dalamnya kepada Yth :

1. dosen mata kuliah yang telah memberi banyak bimbingan


2. rekan rekan mahasiswi akbid graha ananda kab. tolitoli
3. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari


sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman
bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Tolitoli, juni 2015

Rika febrianti .k
Delni rahyana
Firna ntalo
Hadrawati
Hardianti wulandari
Hasriani sarifuddin
Jumria
Nurainun
Nurfaisa
Ririn reskiyah
Ririn sulistia k
Riska aulia
Sahdania salman
Vidya eka astuty
wahda
Daftar Isi

Sampul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4

D. Krangkan Konseptual............................................................................. 5

Bab II Pembahasan

A. Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita ................................................ 7

Bab III Penutup

A. Kesimpulan .............................................................................................. 10

B. Saran ........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya

industri-industri baru, menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria

maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja banyak memberi peluang bagi

tenaga kerja wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak dan adanya kesempatan

untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi

tenaga kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa

yang sudah dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita

yang belum dewasa yang selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.

Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluarga masalah yang timbul

berbeda dengan yang sudah berkeluarga. Perhatian pemerintah dan

masyarakat terhadap tenaga kerja terlihat pada beberapa peraturan-peraturan yang

memberikan kelonggaran-kelonggaran maupun larangan-larangan yang

menyangkut diri seseorang wanita secara umum seperti cuti hamil, kerja pada

malam hari dan sebagainya.

Selain itu, masalah gangguan seksual (sexual harressment) seringkali

dialami oleh perempuan di tempat kerja, baik oleh teman sekerja maupun oleh

majikan. Gangguan ini bisa berbentuk komentar-komentar atau ucapan-ucapan

tidak senonoh, tindakan atau kontak fisik yang mempunyai konotasi seksual.

Walaupun seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan tersebut tampak

tidak membahayakan secara langsung, namun dengan adanya tindakan itu yang

mempunyai unsur kekuasaan, pekerja atau buruh wanita tersebut selalu menjadi
sadar akan keperempuannya dan keperawanannya terhadap gangguan-gangguan

tersebut. Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan

yang seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering

dianggap peristiwa tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak

menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.

Berikut merupakan salah satu contoh studi kasus permasalahan yang

terjadi pada buruh atau tenaga kerja wanita dalam berita media online harian

Kompas tanggal Jumat, 19 April 2013.

JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga kini, masih banyak tindak

kejahatan seksual yang kerap diterima oleh para buruh wanita. Di Jakarta, terdapat

sekitar 80.000 orang buruh. Sebanyak 90 persen dari angka tersebut merupakan

buruh wanita dan 75 persen buruh wanita yang ada di Jakarta telah mengalami

kekerasan seksual.

Dari catatan tahunan yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan tahun

2012, terdapat 216.156 kasus kekerasan seksual. Di antaranya diterima oleh buruh

wanita sebanyak 2.521. Angka itu berdasar kepada buruh wanita yang melaporkan

kejadian yang dialaminya.

Menurut Jumingsih, ketua komunitas buruh tingkat pabrik, kasus

pelecehan seksual yang diterima oleh para buruh wanita sering kali diterima di

dalam pabrik. Pelakunya pun bisa dari siapa saja, mulai dari atasan mereka,

hingga teman buruh yang berjenis kelamin pria.


"Biasanya buruh diperkosa dengan ancaman tidak akan diperpanjang kontraknya.

Ini sudah biasa dilakukan di pabrik di Jakarta Utara," ujarnya di kantor Kontras,

Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2013).

Tidak hanya itu, menurut Jumingsih, para buruh juga kerap menjadi obyek

pelecehan seksual di luar pabrik. Hal tersebut biasanya terjadi ketika para buruh

itu pulang pada malam hari karena lembur. "Pada saat pulang lebih jam 22.00,

kami tidak disediakan transportasi yang aman sehingga pas pulang kena

pemerkosaan," katanya.

Jumingsih mengatakan, sebenarnya setiap ada kejadian pelecehan, mereka

sudah melaporkan kepada polisi. Akan tetapi, masih banyak dari kasus-kasus ini

yang tidak diselesaikan oleh pihak kepolisian. Hal ini menurut Jumingsih karena

masih lemahnya hukum di Indonesia dalam tindak kasus pelecehan ini, apalagi

jika korban pelecehan ini ialah seorang buruh. "Di sini, kami bisa melihat adanya

diskriminasi yang diterima kaum buruh wanita," kata Jumingsih.

Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks

sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Menghadapi pergeseran nilai

dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan

ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif

serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi.

Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan

ketenagakerjaan harus terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat

dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan.


Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun

majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan,

waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan.

Dengan demikian,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti dalam

mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di

dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian dan batasan masalah di atas, penulis akan mengangkat

permasalahan guna dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No.

13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ?

2. Permasalahan apa sajakan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga

kerja wanita?

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau

dari UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


2. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam perlindungan hukum

tenaga kerja wanita dan memberikan solusi penyelesaian.

D. Kerangka Konseptual

Bekerja/pekerja seseorang pada orang lain maksudnya adalah seseorang yang

bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan

menguasainya sehingga orang tersebut harus tunduk pada orang lain yang

memberikan pekerjaan tersebut. Dengan demikian, dalam hukum kerja tidak

tercakup seseorang yang bekerja untuk kepentingan sendiri, dengan resiko dan

tanggung jawab sendiri.

Namun, dengan diundangkannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan istilah pekerja digandengkan dengan istilah buruh sehingga

menjadi istilah pekerja/buruh. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3 bahwa pekerja/buruh ialah “setiap orang yang

bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Menyadari pentingnya pekerja/buruh bagi perusahaan, maka perlu adanya

keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula ketenangan dan

kesehatan pekerja/buruh agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat

diperhatikan semaksimal mungkin sehingga kewaspadaan dalam menjalanan

pekerjaan itu tetap terjamin. Hal-hal tersebut merupakan bentuk dari perlindungan

kerja.

Zaeni menjelaskan bahwa perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan

jalan memberikan tuntutan, santunan, maupun dengan jalan meningkatkan


pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui

normal yang berlaku dalam perusahaan.

Tentunya, pekerja/buruh ada yang berjenis kelamin perempuan.

Mempekerjakan perempuan di suatu perusahaan tidaklah semudah yang

dibayangkan, karena para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun.

Tentunya juga memberikan norma-norma susila agar tenaga kerja wanita tidak

terpengaruh oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja pria, terutama pekerjaan pada

malam hari.
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

sendiri maupun untuk masyarakat”.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja

Wanita adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan

perjanjian kerja dengan menerima upah.

Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja

laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam

perlindungan dan lain-lain.

A. Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita

Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal

76, 81, 82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan

Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi:

a. Perlindungan Jam Kerja

Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai

pukul 07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu

pengusaha yang mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:


1) Memberikan makanan dan minuman bergizi

2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja

3) Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan

pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00.

Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berum7ur di

bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan

keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya

apabila bekerja antara pukul 23.00 – 07.00.

Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan

makanan dan minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya

tidak boleh diganti dengan uang.

b. Perlindungan dalam masa haid

Padal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan

terhadap pekerja wanita yang dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari

pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya

lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan tidak mendapatkan

premi hadir.

c. Perlindungan Selama Cuti Hamil

Sedangkan pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin

selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan
dengan upah penuh. Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang

tidak membayar upah secara penuh.

d. Pemberian Lokasi Menyusui

Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

mengatur masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada

pekerja wanita yang anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya

efektif untuk yang lokasinya dekat dengan perusahaan.

e. Peranan Penting Dinas tenaga Kerja

Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum

terhadap pekerja wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP &

PKB Perusahaan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di

bidang ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada Bab II dapat disimpulkan:

1. Pelaksanaan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut,

khususnya dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan

dilaksanakan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja pada perusahaan-

perusahaan.

2. Pemerintah dan pelaksana peraturan perundangan tersebut telah melakukan

pengawasan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, dengan

memperhatikan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan kultur yang

berkembang dalam masyarakat.

3. Peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentang perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup untuk mengatur dan memberikan

perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan, yaitu

memberikan perempuan berserikat dan berdemokrasi di tempat kerja,

perlindungan tenaga kerja perempuan terhadap diskriminasi, perlindungan

terhadap pemenuhan hak-hak dasar pekerja, perlindungan terhadap keselamatan

dan kesehatan kerja.

B. Saran dan Kritik

Mengingat masih banyak perusahaan dalam hal ini pengusaha meskipun

sudah mengetahui peraturan yang berlaku tetapi tidak melaksanakannya


sebagaimana mestinya, perlu dikenakan sanksi bagi pengusaha yang tidak

melaksanakan peraturan tersebut oleh pihak yang berwenang demi tercapainya

hubungan industrial, adanya saling membutuhkan antara pihak pengusaha dan

tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita. Selain itu pemerintahan harus

meningkatkan pengawasannya terhadap pengusaha yang mempekerjakan pekerja

wanita apakah sudah mentaati peraturan yang ada atau belum. Dan peran aktif

kesadaran pekerja wanita sendiri serta perusahaan juga sangat diperlukan.


DAFTAR PUSTAKA

Asyhadie, Zaeni. 2005. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya Di Indonesia.

Jakarta: RajaGrafindo Persada (Rajawali Perss).

Agusmidah, 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia: Dinamika & Kajian Teori.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

http://yogalih.wordpress.com/about/

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/19/16235648/75.Persen.Buruh.Wan

ita.di.Jakarta.Alami.Kekerasan.Seksual

http://jantukanakbetawi.blogspot.com/2011/01/makalah-aspek-hukum-

perlindungan.html

Anda mungkin juga menyukai