OLEH
1.2 Klasifikasi
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus
secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih
dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat
(stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1
sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
1.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
9) Penyakit umum diluar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
1.4 Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (Akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat.Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti
steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik
sering denga ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam yang
berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi fosfat dan
asma organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin,
suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal
ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat maka yang
lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal
ginjal tubuh berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi
renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon. Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan
yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan
darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
Menurut Muhammad (2012:34) tahap-tahap gagal ginjal kronik, pada tahap awal
gagal ginjal kronik ditandai dengan adanya penurunan cadangan ginjal, kemudian terjadi
indufisiensi ginjal, gagal ginjal dan tahap akhir penyakit ini diakhiri dengan uremia. Berikut
tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis selengkapnya:
1) Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
(3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.
(4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan,
karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum
merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium menunjukan bahwa
faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen) masih berada
dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui
setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu
lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
2) Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
(3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
(4) Anemia dan azotemia ringan
(5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat
untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain itu,
penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-
langkah ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih
berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain
itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
3) Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
(2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
(3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
(4) Poliuria dan nokturia.
(5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain mual, muntah,
nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang
tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan kesadaran hingga koma. Oleh karena itu,
penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
4) Stadium IV (End-stage Meal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
(3) BUN dan kreatinin tinggi.
(4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
(5) Berat jenis urine tetap 1,010.
(6) Oliguria.
(7) Gejala gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10%
dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari
jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat
secara mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria
(Pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.
5) Stadium V
Pada stadium akhir,kurang lebih 90% masa nefron telah hancur. Nilai GFR 10%
dibawah batasnormal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah
tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara
mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya penderita menjadi oliguria
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glumerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.
WOC Gagal Ginjal Kronik
mual, muntah anemia Kelebihan timbunan as. laktat naik fatigue, nyeri sendi Intoleransi
volume cairan aktivitas
1.5 Manifestasi Klinis
1) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2) Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
b. Stomatitis uremia
c. Pankreatitis
3) Kelainan mata
4) Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5) Kelaninan kulit
a. Gatal, terutama pada pasien dengan dialisis rutin. Hal ini dikarenakan toksik
uremia yang kurang terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor, alergi
bahan-bahan dalam proses HD.
b. Kering bersisik karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal
urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Rambut tipis dan kasar
1.6 Komplikasi
1) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6) Asidosis metabolic
7) Osteodistropi ginjal
8) Sepsis
9) Neuropati perifer
10) Hiperuremia
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif dan Siti Kumala. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
BalaiPenerbit FKUI