Anda di halaman 1dari 4

TUGAS RESUME MEKANIKA BATUAN

“KLASIFIKASI MASSA BATUAN ROCK MASS RATING OLEH BIENIAWSKI 1979”

SINDY FEBRI NURMALASARI


072001600040

TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2019
Klasifikasi massa batuan dengan metode RMR (Rock Mass Rating) dahulu sudah
dikembangkan pada awalnya oleh Bieniawski (1973) di South African Council of Scientific
and Industrial Research (CSIR). Klasifikasi massa batuan ini diterapkan pada pembuatan suatu
terowongan dangkal pada batuan sedimen (Kaiser et al., 1986; dalam Singh, 2006). Tujuan
menggunakan klasifikasi ini adalah sebagai sarana komunikasi para ahli untuk menyelesaikan
permasalahan geoteknik misalnya memperkirakan sifat-sifat dari massa batuan dan dapat juga
merencanakan kestabilitas terowongan atau lereng. adalah suatu metode sederhana untuk
menentukan pembebanan dari suatu massa batuan, yang digunakan untuk mengevaluasi
ketahanan massa batuan sebagai salah satu cara untuk menentukan kemiringan lereng
maksimum yang bisa diaplikasikan untuk hal pembuatan terowongan (Bieniawski, 1973;
dalam Nurfalah 2010). Pada klassifikasi metode RMR terdapat parameter-parameter yang
digunakan untuk pengukuran diantaranya :
1. Kekuatan Batuan (Rock Strength)
Bieniawski (1984),untuk mengetahui kekuatan suatu batuan bila dikenai gaya hingga
pecah dapat diperoleh dari Point Load Strength Index atau Uniaxial Compressive
Strengh. Beliau menggunakan klasifikasi Uniaxial Compressive Strength (UCS) yang telah
diusulkan oleh Deere & Miller, 1968 (Bieniawski, 1984) dan juga UCS yang telah ditentukan
dengan menggunakan Hammer Test. Faktor yang mempengaruhi kekuatan batuan dapat
dibentuk oleh suatu ikatan adesi antarbutir mineral atau tingkat sementasi pada batuan
tersebut, serta kekerasan mineral yang membentuknya. Hal ini akan sangat berhubungan
dengan genesa, komposisi, tekstur, dan struktur batuan.

Tabel Kekuatan Batuan


2. Rock Quality Designation (RQD)
Metode ini termasuk dalam parameter klasifikasi massa batuan dengan metode RMR yang
menggunakan klasifikasi Deere et al., (1967, dalam Hoek, 1995) dimana kualitas massa batuan
apabila dikenai gaya/tekanan, dapat dinilai dari harga RQD yaitu berdasarkan pada perolehan
inti yang mempunyai panjang 100 mm atau lebih tanpa rekahan. Pengukuran RQD ini
menggunakan core sample.
Rumus dan prinsip perhitungan metode RQD
3. Kondisi diskontinuitas (Condition of discontinuities)
Kondisi diskontinuitas merupakan suatu parameter yang terdiri dari beberapa sub-sub
parameter, yakni kemenerusan bidang diskontinuitas (persistence), lebar rekahan bidang
diskontinuitas (aperture), kekasaran permukaan bidang diskontinuitas (roughness), material
pengisi bidang diskontinuitas (infilling), dan tingkat pelapukan dari permukaan bidang
diskontinuitas (weathered).

Tabel Diskontinuitas
4. Jarak Diskontinuitas (Spacing Discontinuities)
Diskontinuitas adalah bentuk-bentuk ketidakmenerusan massa batuan, seperti kekar,
bedding atau foliasi, shear zones, sesar minor, atau bidang lemah lainnya. Jarak diskontinuitas
dapat diartikan sebagai jarak rekahan bidang-bidang yang tidak sejajar dengan bidang-bidang
lemah lain. Sedangkan spasi bidang diskontinuitas adalah jarak antar bidang yang diukur secara
tegak lurus dengan bidang diskontinuitas.
Tabel Jarak Diskontinuitas
5. Kondisi Airtanah (Groundwater condition)
Air tanah sangat berpengaruh terhadap lubang bukaan suatu terowongan, sehingga posisi
muka air tanah terhadap posisi lubang bukaan sangat perlu
diperhatikan. Kondisi air tanah dapat dinyatakan secara umum, yaitu kering (dry), lembab
(damp), basah (wet), menetes (dripping), dan mengalir (flowing).

Tabel Kondisi Air Tanah

6. Orientasi diskontinuitas (Orientation of discontinuites)


Orientasi diskontinuitas merupakan strike/dip diskontinuitas (dip/dip direction).
Orientasi bidang diskontinuitas sangat mempengaruhi kestabilan lubang bukaan terowongan,
terutama apabila adanya gaya deformasi yang mengakibatkan berkurangnya suatu kuat geser.
Orientasi bidang diskontinuitas yang tegak lurus sumbu lintasan terowongan, sangat
menguntungkan. Sebaliknya orientasi bidang diskontinuitas yang sejajar dengan sumbu
lintasan terowongan, akan sangat tidak menguntungkan.
Di lapangan, orientasi bidang diskontinuitas dapat diperoleh dengan mengukur strike/dip kekar
menggunakan kompas geologi. Begitu pula dengan arah lintasan terowongan, dapat diperoleh
dengan mengukur azimuth arah lintasan terowongan menggunakan kompas geologi.

Anda mungkin juga menyukai