Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang


Eklampsia adalah kejang yang terjadi pada ibu hamil dengan tanda-tanda
preeklampsia. Preeklampsia sendiri merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari
hipertensi (Tekanan darah ≥140/90 mmHg) bersamaan dengan proteinuriamasif yang
terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Eklampsia adalah gangguan yang
ditandai dengan terjadinya kejang sebanyak satu kali atau lebih saat preeklamsi. Telah
dilaporkan bahwa angka fatalitas kasusnya adalah 1,8% dan sampai dengan 35 % ibu
mengalami komplikasi mayor. (buku patologi pada kehamilan : manajemen dan asuhan
kebidanan, 2013:36).
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan koma. (sarwono,edisi keempat, 2010:550)
Menurut Manuaba (2001 : 421) Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklamsia
ringan dan berat serta dapat terjadi antepartum, intrapartum dan pascapartum sekitar 24
jam pertama. Eklampsia selalu ditandai oleh stadia “impending eklampsia.
Sedangkan menurut Mansjoer (1999) Eklampsia adalah pre eklampsia yang disertai
kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurology.
Sedangkan Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang berarti
memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetrik, istilah tersebut mengacu pada tindakan
pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim
ibu (Todman, 2007; Lia et.al, 2010).
Berdasarkan pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sectio
caesarea dengan indikasi eklampsia adalah tindakan operasi untuk mengeluarkan bayi
dengan incisi pada dinding abdomen dan uterus dengan indikasi pre eklampsia yang
disertai kejang.
1.2 klasifikasi
1.3 Etiologi
Etiologi preeklamsia sampai saat ini belumdiketahui dengan pasti. Ditandai dengan
perubahan pembuluh darah plasenta dengan cepat menyebabkan gangguan fungsi
plasenta, diduga yang berperan menyebabkan hal ini adalah tiga faktor (Gilbert &
Harmon, 2005):
1. Maladaptasi Imunologi
Pengaruh imunologi ini didukung oleh penelitian epidemiologi mengenai
kegagalan respon imun maternal secara langsung menyebabkan invansi tromboplastik
dan gangguan fungsi plasenta. Kegagalan respon imun ini menjadi postulat yang
menyebabkan berkurangnya Human leukocyte antigent (HLA) G protein yang
normalnya diproduksi untuk membantu ibu mengenal komponen imunologi asing
plasenta atau berkurangnya formasi dari bloking antibody untuk menekan atau
imunoprotec dari imun asing plasenta.
2. Genetik predisposisi
Preeklamsi diduga berhubungan dengan sigle recesives gene. , dominant gen
dengan incomplete penetrance atau multifakrorial. Penelitian lain mengatakan pasien
dengan riwayat mempunyai anak intra uterine growth retardation (IUGR)
dipertimbangkan mempunyai resiko untuk terjadi hipertensi pada kehamilan.
3. Faktor media-vaskular
Adanya defek vascular menyebabkan penyakit seperti diabetes, kronik
hypertension, collagen vascular diasease, metabolic abnormal, insulin resisten,
obesity berinteraksi dengan perfusi plasenta yang berkurang meningkatkan resiko
preeklamsia.. Hal ini menjadi postulat berkembangnya preeklamsia menjadi tiga cara :
de fective Plasentation, plasental ischemia, endothelial cell dysfunction. Banyak teori
dikemukakan para ahli mencoba menerangkan hal itu sehingga disebut “penyakit
teori”, namun belum ada teori yang meyakinkan. Teori yang sekarang dipakai sebagai
penyebab preeklamsia adalah teori “iskhemia plasenta”. Teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.
Sedangkan menurut Benzion Taber (1994 penyebab dari pre eklampsia maupun
eklampsia sampai sekarang belum diketahui, adapun faktor predisposisinya meliputi:
1. Nulipara umur belasan tahun.
2. Pasien kurang mampu, dengan pemeriksaan antenatal yang buruk terutama dengan
diit kurang protein.
3. Mempunyai riwayat pre eklampsia atau eklampsia dalam keluarganya.
4. Mempunyai penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya.
5. Kehamilan dengan trofoblas yang berlebihan seperti kehamilan kembar,
molahidatidosa, dan lain-lain.
1.4 MANIFESTASI KLINIK
Pada penderita preeklampsia maupun eklampsia, yang akan kejang, umumnya
memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang has, yang dapat dianggap sebagai tanda
prodoma akan terjadinya kejang. Tanda dan gejalanya sebagai berikut :
1. Sakit kepala hebat
2. Gangguan penglihatan
3. Nyeri epigastrik
4. Muntah
5. Nyeri tekan dihati
6. Klonus/hiperrefleksia
7. Trombosit rendah
8. Papiloedema
1.5 GAMBARAN KLINIS EKLAMPSIA
Eklampsia selalu didahului oleh preeclampsia. Kejang-kejang di,ulai dengan kejang
tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari
otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi
otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini
wajah pendarita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan
menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam
keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan
dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula
dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi
intermiten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-
otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula
lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari
ulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercak-bercak darah. Wajah tampak
membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik
perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan, kejang
klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah
dan akhirnya penderita diam tidak bergerak serta penderita jatuh kedalam koma.
Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga
suhu badan meningkat, yang mungkin oleh karena ganggual serebral. Penderita
mengalami inkontinensia disertai dengan oligouria atau anuria dan kadang-kadang terjadi
aspirasi bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang ,berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya.
Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali
permenit akibat hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat
menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami
diorientasi dan sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai
beberapa cara. Dirumah sakit Dr.soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai
derajat kedalaman koma tersebut yaitu Glasgow coma scale.
1.6 Indikasi Sectio Caesarea pada Penderita Eklamsia
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada penolongan persalinan pada
pasiendengan preeklampsia berat (PEB), Pasien dengan PEB sebaiknya tidak
diperkenankan untuk mengejan terlalu hebat, hal ini dikarenakan proses mengejan dapat
memicu terjadinya peningkatan tekanan darah. Seperti yang kita ketahui, peningkatan
tekanan darah pada wanita dengan PEB berbanding lurus dengan terjadinya eklampsia.
Hal yang perlu dilakukan pada pasien dengan PEB adalah mempercepat proses persalinan
kala II dengan Sectio caesarea yang bertujuan untuk mengurangi efek komplikasi yang
mungkin terjadi.
Pertolongan persalinan dengan tindakan dilakukan karena beberapa faktor yaitu faktor
ibu, faktor janin dan jalan lahir. Persalinan tindakan pervaginam dengan forcep atau
ekstraksi vakum dilakukan apabila syarat persalinan pervaginam terpenuhi dan atas
indikasi ibu yaitu yang tidak boleh mengejanlama, kelelahan, partus tak maju, toksemia
gravidarum atau pre eklampsi-eklampsi, ruptur uteri mengancam, kala II lama, dan
adanya tanda-tanda infeksi, ibu yang mempunyai penyakit jantung, penyakit kulmonar,
gangguan neurologik, kala II memanjang(Oxorn, 1996).
Sedangkan persalinan seksio sesarea dilakukan selain faktor ibu juga karena faktor
janin seperti ada indikasi disproporsi kepala panggul, plasenta previa, malposisi dan
malpresentasi, serta riwayat obstetri buruk.
Salah satu indikasi dilakukan persalinan tindakan adalah preeklampsi. Preeklampsi
merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan
itu sendiri, sebab terjadinya masih belum jelas. Syndrom preeklampsia dengan hipertensi,
oedema dan proteinuria sering tidak diperhatikan oleh wanita bersangkutan sehingga
tanpa disadari dalam waktu yang singkat, jika tidak dilakukan tindakan yang tepat untuk
mencegah hal tersebut akan muncul preeklampsia berat bahkan akan menjadi eklampsia
(Cunningham, 2005). Resiko persalinan pada ibu dengan preeklampsia berat sangatlah
tinggi karena dapat mengancam keselamatan ibu dan janin, bahkan dapat menjadi
eklampsia, maka perlu dilakukan upaya yang optimal untuk menurunkan kejadian
tersebut yaitu mengakhiri kehamilan dengan persalinan tindakan (Saifudin AB, 2002).
Sedangkan menurut Mansjoer, 1999 Indikasi sectio caesarea antara lain disproporsi
capalo pelvic, gawat janin, plasenta previa, pernah sectio caesarea sebelumnya, kelainan
letak, incoordinate uterine action, eklampsia, dan hipertensi.
Alasan pre eklampsia menjadi indikasi sectio caesarea yaitu ibu dengan pre eklampsia
pada kala II harus dipersingkat, ibu dilarang mengedan, maka dilakukan tindakan sectio
caesarea (Rustam Mochtar, 1998).
1.7 Komplikasi
1. Komplikasi Sectio Caesarea menurut Hacker (2001) adalah:
1). Perdarahan primer sebagai akibat kegagalan mencapai homeostasis karena incisi
rahim atau akibat atonia uteri yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa
persalinan.
2). Sepsis sesudah pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini jauh lebih besar bila
sectio caesarea dilaksanakan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam
rahim.
3). Cedera pada sekeliling struktur usus besar, kandung kemih yang lebar dan ureter.
Hematuri singkat dapat terjadi terlalu antusias dalam menggunakan refaktor di
daerah dinding kandung kemih.
2. Komplikasi yang timbul pada eklampsia (Mansjoer, 1999):
Komplikasi tergantung derajat pre eklampsia atau eklampsia antara lain atonia
uteri, sindrom HELLP (Hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count), ablasi
retina, KIID (Koagulasi Intravaskuler diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak,
edema paru, gagal jantung hingga stock dan kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut atau kronisnya insifisiensi uteroplasental, misalnya:
pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.

Anda mungkin juga menyukai