PENDAHULUAN
Asfiksia neonaturum merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir
terbesar di dunia. Selain itu asfiksia juga dapat menyebabkan kecacatan dan
perlambatan pertumbuhan serta perkembangan pada bayi. Ikatan Dokter Anak
Indonesia mendefinisikan asfiksia neonatorum sebagai kegagalan napas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Sedangkan World Health Organization (WHO),
asfiksia adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.1
Insiden asfiksia neonatal terjadi sebanyak 3-5 bayi dalam 1000 kelahiran.
Laporan dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun
2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab
kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan
kelahiran premature. Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami
asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy,
retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007.
Tiga penyebab utama kematian perinatal Di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum
(12%).1,2
Hipoksia sering ditemukan pada bayi prematur. Kejadian ini umumnya telah
dimulai sejak janin di kandungan, berupa gawat janin atau terjadinya stres janin pada
waktu proses kelahirannya. Selain hal tersebut, paru-paru pada bayi prematur
mengalami kekurangan bahan surfaktan. Hal ini menyebabkan bayi prematur sulit
menyesuaikan diri dengan kehidupan luar rahim, sehingga mengalami banyak
gangguan kesehatan. Akibatnya bayi prematur mengalami asfiksia neonatorum, yang
merupakan suatu kejadian kedaruratan neonatal dan sangat berisiko untuk terjadinya
1
kematian. Asfiksia neonatorum terjadi karena bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia,hiperkapnea dan sampai ke asidosis.2,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Klasifikasi2,3 :
1. Bayi Kurang Bulan
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari)
2. Bayi Cukup Bulan
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37 – 42 minggu (259 –
293 hari)
3. Bayi Lebih Bulan
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (> 293 hari)
Dari hubungan antara usia gestasi dengan berat badan lahir, bayi dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan
Bayi dilahirkan dengan berat lahir < 10 persentil menurut grafik
Lubchenco
2. Bayi Besar Untuk Masa Kehamilan
Bayi dilahirkan dengan berat lahir > 10 persentil menurut grafik
Lubchenco
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari
seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi
di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik
menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir
lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan
mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta
memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan.
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan
daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter
diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional
berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih
4
besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi
menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.3,4
D. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti
penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR :
(1) Faktor ibu2
a. Penyakit : Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan
lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan : Komplikasi yang tejadi pada
kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat,
eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas : Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia < >
d. Faktor kebiasaan ibu : Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh
seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna
narkotika.
(2) Faktor Janin2
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan
kromosom.
(3) Faktor Lingkungan2
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.
E. KOMPLIKASI
Masalah yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR) dan bayi kurang bulan antara lain2,3,4 :
1. Ketidakstabilan Suhu
- Peningkatan hilangnya panas
5
- Kurangnya lemak subkutan
- Rasio luas permukaan terhadap berat badan
- Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak
memadahi dan ketidakmampuan untuk menggigil
2. Kesulitan Pernafasan
- Defisiensi surfaktan yang mengarah ke PMH (Penyakit Membran
Hyalin)
- Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya reflex batuk,
menghisap dan menelan
- Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi lemah
- Pernafasan yang periodic dan apnea
3. Kelainan Gastrointestinal dan Nutrisi
- Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34 minggu
- Motilitas usus yang menurun
- Pengosongan lambung tertunda
- Pencernaan dan absorbs vitamin yang larut dalam lemak berkurang
- Defisiensi enzim lactase
- Menurunnya cadangan kalsium , fosfor , protein dan zat besi dalam
tubuh
- Meningkatnya resiko EKN (Enterokolitis Nekrotikans)
4. Imaturitas Hati
- Konjugasi dan ekskresi billirubin yang terganggu
- Defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K
5. Imaturitas Ginjal
- Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar
- Akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolic
- Ketidakseimbangan elektrolit, misalnya hiponatremia atau
hipernatremia , hiperkalemia atau glikosuria ginjal
6
6. Imaturitas Imunologis
- Tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama
trimester ke tiga
- Fagositosis terganggu
- Penurunan faktor komplemen
7. Kelainan Neurologis
- Refleks isap dan telan imatur
- Penurunan motilitas usus
- Apnea dan bradikardia berulang
- Perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel
- Pengaturan perfusi serebral yang buruk
- Hypoxic Ischemic Enchepalopathy (HIE)
- Retinopati prematuritas
- Kejang
- Hipotonia
8. Kelainan Kardiovaskular
- Patent Ductus Arteriosus (PDA) merupakan hal yang umum
ditemui pada bayi BKB
- Hipotensi atau hipertensi
9. Kelainan Hematologis
- Anemia
- Hiperbilirubinemia
- Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
- Hemorrhagic disease of the newborn (HDN)
10. Kelainan Metabolisme
- Hipokalsemia
- Hipoglikemia atau hiperglikemia.
7
F. DIAGNOSIS3,4
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi
dalam jangka waktu kurang lebih dapat diketahui dengan dilakukan
anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya BBLR :
o Umur ibu
o Riwayat hari pertama haid terakir
o Riwayat persalinan sebelumnya
o Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
o Kenaikan berat badan selama hamil
o Aktivitas
o Penyakit yang diderita selama hamil
o Obat-obatan yang diminum selama hamil
2) Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara
lain :
o Berat badan <2500 gr
o Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
Tulang rawan telinga belum terbentuk.
Masih terdapat lanugo.
Refleks masih lemah.
Alat kelamin luar; perempuan: labium mayus belum
menutup labium minus; laki-laki: belum terjadi penurunan
testis & kulit testis rata.
o Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan).
8
Tidak dijumpai tanda prematuritas.
Kulit keriput.
Kuku lebih panjang
3) Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
o Pemeriksaan skor ballard
o Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
o Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas
diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.
o Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir
dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam
atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
o USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang
lebih
G. PENATALAKSANAAN1,3,5
1. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 :
- Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
- Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat
lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)
2. Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui
karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian
sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan
pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala
dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap
sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet
atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan
utama :
9
o Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang
cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
o Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik
20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan
lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut :
a. Berat lahir 1750 – 2500 gram
Bayi Sehat
- Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil
lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu
lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
- Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai
efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap,
tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif
cara pemberian minum.
Bayi Sakit
- Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat.
- Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera
setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada
dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.
Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui
(contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui
pipa lambung :
- Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
10
- Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila
bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih
tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi
menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau
tersedak.
b. Berat lahir 1500-1749 gram
Bayi Sehat
o Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan
tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko
terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum
dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan
cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini
dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu
lebih dari 1 minggu)
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum.
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
Bayi Sakit
o Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
o Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah
cairan IV secara perlahan.
o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh: tiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum.
11
o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila
kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau
tersedak
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
c. Berat lahir 1250-1499 gram
Bayi Sehat
o Beri ASI peras melalui pipa lambung
o Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
Bayi Sakit
o Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
o Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi
jumlah cairan intravena secara perlahan.
o Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum
o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
d. Berat lahir < 1250 gram (tidak tergantung kondisi)
o Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama
o Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi
pemberian cairan intravena secara perlahan.
12
o Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum
o Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
o Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung
Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):
o Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas,
inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan
setempat sesuai petunjuk.
o Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
o Ukur suhu tubuh dengan berkala
o Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
o Jaga dan pantau patensi jalan nafas
o Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
o Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia,
kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia)
o Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
o Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan
ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
Pemantauan (Monitoring)
1) Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
o Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan
o Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
o Pantau berat badan bayi secara periodik
13
o Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai
10% untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi
dengan berat lahir <1500
o Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori
berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :
- Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai
jumlah 180 ml/kg/hari
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan
bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari
- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.
2). Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk
terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut :
o Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap
bulan.
o Hitung umur koreksi.
o Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
o Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST).
o Awasi adanya kelainan bawaan.
H. PROGNOSIS
Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal.
Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering
disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi,
14
pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan
dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah5,6.
I. PENCEGAHAN4,5
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif
adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan :
o Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu
hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah
melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada
institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu
o Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri
selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik
o Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun)
o Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil.
Tanda kecukupan pemberian ASI:
o BAK minimal 6 kali/ 24 jam.
o Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI.
o BB naik pd 7 hari pertama sbyk 20 gram/ hari.
o Cek saat menyusui, apabila satu payudara dihisap ASI akan menetes
dari payudara yg lain.
Indikasi bayi BBLR pulang:
o Suhu bayi stabil.
15
o Toleransi minum oral baik terutama ASI.
o Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.
16
II. ASFIKSIA
1. DEFINSI
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir
yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis2.
WHO. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir.
ACOG dan AAP. Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi
kondisi sebagai berikut:
a) Nilai Apgar menit kelima 0-3
b) Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)
c) Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma)
d) Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular,
gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan
ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami
episode hipoksia iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari
berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.2,3
2. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di
seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati
yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6,
yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah
pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan
1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup
dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan
17
gangguan belajar. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga
penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis
neonatorum (12.0%).4
Menurut data-data di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2004
bayi baru lahir berjumlah 184 orang, meninggal 9 orang (4,89%) 1 bayi
meninggal dengan asphyxia neonatorum. Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah
215, meninggal 9 orang (4,19%) dimana 1 bayi meninggal dengan asphyxia
neonatorum (Depkes, 2008).4
Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Tahun 2005, bayi baru lahir
berjumlah 754 orang, 27 bayi (3,58%) meninggal dan tahun 2006 dari jumlah
kelahiran 1.185 bayi, bayi dengan asphyxia neonatorum 205 meninggal
sebelum usia 7 hari sejumlah 134 (11,31%), dimana asphyxia neonatorum
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108 bayi (81%) dan
tahun 2007 angka kelahiran 757, bayi lahir dengan asfiksia neonatorum
sebanyak 234 (30,31%) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59 (77,94
per seribu) dan bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi
(34%). 4
3. ETIOLOGI
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses
persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat
bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan
pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal
maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia.3,4
Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan
persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat
mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat ringan dan
sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat
18
pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan
lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan terjadinya
perubahan fungsi sistem kardiovaskuler. 3,4
a) Faktor Ibu (Hidayat, 2008) 3,4
1) Hipoksia ibu. Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia
janin dengan segala akibatnya
2) Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus
akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan
kejanin. Hal ini sering ditemukan pada
a) Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani
uterus akibat penyakit atau obat,
b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
c) Hipertensi
b) Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
c) Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan
lahir dan lain-lain.
d) Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu : (a) Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan
pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
(b) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial.(c)
19
Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis
saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.
4. FAKTOR RESIKO4,5,6
Lee, dkk. (2008) melakukan penelitian terhadap faktor risiko
antepartum, intrapartum dan faktor risiko janin pada asfiksia neonatorum.
Didapatkan bahwa gejala-gejala penyakit maternal yang dilaporkan 7 hari
sebelum kelahiran memiliki hubungan yang bermakna terhadap peningkatan
risiko kematian akibat asfiksia neonatorum. Gejala gejala tersebut adalah
demam selama kehamilan, perdarahan pervaginam, pembengkakan
tangan,wajah atau kaki, kejang, kehamilan ganda juga berhubungan kuat
dengan mortalitas asfiksia neonatorum .Bayi yang lahir dari wanita primipara
memiliki risiko mortalitas asfiksia neonatorum yang lebih tinggi, sedangkan
adanya riwayat kematian bayi sebelumnya tidak bermakna dalam
memperkirakan kematian akibat asfiksia neonatorum. Partus lama dan ketuban
pecah dini juga meningkatkan risiko asfiksia neonatorum secara bermakna.
Prematuritas memiliki risiko yang lebih besar terhadap kematian akibat
asfiksia neonatorum. Risiko tersebut meningkat 1.61 kali lipat pada usia
kehamilan 34-37 minggu dan meningkat 14.33 kali lipat pada usia kehamilan <
34 minggu. Kortikosteroid perlu diberikan 7 hari sebelum kelahiran hingga
paling lambat 24 jam sebelum bayi lahir untuk meningkatkan maturasi paru
fetus. Pada suatu studi kohort dikatakan bahwa penggunaan kortikosteroid
antenatal adalah faktor protektif terhadap sindroma distres respirasi (OR: 0.278;
95%KI: 0.177-0.437).
20
Tabel 2. Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum2,4
5. PATOFISIOLOGI
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam
paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial
rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru
karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui
pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian
masuk ke aorta.4
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai
sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam
21
jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan
memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.4
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh
darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah
bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada
duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh
darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali
ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir.
Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk
menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen
meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai
menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang
melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh
jaringan tubuh.4,5
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama
dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya.
Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah,
warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.2,4
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung
22
kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu
periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung
selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang
kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu
kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan
tekanan darah.2,4
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan
metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi Pada
tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkuang. Asam organik
terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler
yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber
glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis
metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung
sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang
kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh
darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan
mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi
dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi
menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya2,4,5.
23
Gambar 1.Pathway Asfiksia Neonatorum4
24
Gambar 2. Mekanisme cedera hipoksik-iskemik yang berkontribusi pada cedera
otak jangka panjang dan disabilitas5,6
25
6. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu
lahir dan lahir tidak bernafas/menangis. Pada anamnesis juga diarahkan
untuk mencari faktor resiko.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat
berat ringannya asfiksia.
(Activitys)
26
1. Skor apgar 7-10 ( Vigorous Baby). Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Skor apgar 4-6 (Mild-moderate asphyxia)- Asfiksia sedang. Pada
pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus
otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat.
a Skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi
jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
b Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti
jantung ialah keadaan (a) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 menit sebelum ;ahir lengkap, (b) bunyi jantung bayi
menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya
sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor menjadi 7. Nilai apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis.
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Polos dada
2) Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah
Pada pemeriksaan analisa gas darah, menunjukkan hasil :
- Pa O2 < 50 mm H2O
- PaCO2> 55 mm H2O
- pH < 7,30
27
3) Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif,
pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi,
berupa :
- Darah perifer lengkap
- Pemeriksaan radiologi/foto dada
- Analisis gas darah sesudah lahir
- Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
- Gula darah sewaktu
- Pemeriksaan USG Kepala
- Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Pemeriksaan EEG Kalium)
- Ureum kreatinin
- CT scan kepala
- Laktat
7. PENATALAKSANAAN4,5,6
Prinsip manajemen bayi baru lahir yang mengalami cedera hipoksik-iskemik
dan berisiko cedera sekunder adalah:
a) Identifikasi awal bayi dengan risiko tinggi
Tanda yang mungkin didapat adalah denyut jantung janin abnormal, bayi
depresi berat (skor APGAR rendah dan berkepanjangan), perlu resusitasi
(intubasi, kompresi dada, pemberian epinefrin), asidosis berat (pH
umbilikal <7,0 dengan atau base deficit ≥16 mEq/L), diikuti hasil
pemeriksaan neurologis awal abnormal atau hasil EEG abnormal.
b) Perawatan suportif intensif
Untuk memfasilitasi perfusi dan nutrisi otak yang adekuat, dibutuhkan
perawatan suportif seperti koreksi gangguan hemodinamis
(hipotensi, asidosis metabolik), ventilasi adekuat, koreksi gangguan
metabolik seperti kadar glukosa, kalsium, magnesium, dan elektrolit
lainnya, penanganan kejang, serta monitor kegagalan fungsi organ-organ
28
lain. Salah satu faktor utama perawatan intensif adalah menjaga ventilasi
dan perfusi adekuat. Kekurangan oksigen akan menyebabkan gangguan
autoregulasi serebrovaskuler dengan konsekuensi bertambahnya cedera sel-
sel otak. Sedangkan hiperoksia berat pada awal masa kehidupan akan
menyebabkan peningkatan stres oksidatif yang pada akhirnya
memperburuk status neurologis jangka panjang.
c) Pertimbangan intervensi untuk memperbaiki proses cedera otak yang
sedang terjadi.13
Intervensi terapi neuroprotektif dapat dipilah menjadi intervensi
farmakologi dan non-farmakologi. Meskipun banyak terapi neuroprotektif
telah diteliti, hingga saat ini tidak ada agen neuroprotektif yang aman dan
efektif mengobati sekuele neurologis setelah kejadian HIE pada neonatus.
Tujuan terapi neuroprotektif adalah untuk mengurangi kerusakan serebral
dengan cara mengurangi pembentukan radikal bebas yang toksik,
menghambat masuknya kalsium berlebihan ke dalam neuron, dan
mengurangi edema serebral. Beberapa terapi farmakologi dan
nonfarmakologi mempunyai saat terapi optimal yang berbeda setelah
kejadian HIE (Anggriawan, 2016).
Tabel 4. Terapi neuroprotektif dan saat pemberian yang optimal
Melatonin Kanabis Hipotermia
Allopurinol N-asetilsistein Magnesium Sulfat
Statin Iminobiotin Xenon
Melatonin Argon
Eritropoeitin Deferoxamine
Stem cell Kanabis
1) Intervensi Non-farmakologi
Terapi Hipotermia Saat ini terapi hipotermia merupakan terapi
utama HIE dan terbukti sangat efektif mengurangi risiko kematian dan
disabilitas bayi baru lahir usia gestasi ≥36 minggu dengan klasifikasi
29
HIE derajat sedang dan berat. Namun, defisit neurologis menetap pada
40- 50% pasien setelah terapi hipotermia. Tujuan utama terapi
hipotermi adalah menurunkan metabolisme otak, menyimpan energi,
dan mencegah kegagalan energi sekunder dan kematian sel, sehingga
tidak terjadi fase cedera sekunder. Penurunan temperatur hingga suhu
34,5±0,5°C untuk selective head cooling dan 33,5±0,5°C untuk whole-
body cooling telah menjadi standar penanganan bayi dengan cedera
otak. Untuk setiap penurunan 1°core temperature, laju metabolik
serebral turun sebesar 6-7%. Dua metode terapi hipotermia, yaitu
wholebody cooling dan selective head cooling; belum ada metode yang
dianggap lebih superior. Mortalitas kedua metode tersebut tidak terlalu
berbeda, namun morbiditasnya berbeda; pada whole-body cooling
terdapat peningkatan frekuensi kejadian trombositopenia, koagulopati,
dan/atau kolestasis. Sedangkan kejadian kejang dan penggunaan obat
antikonvulsan lebih tinggi pada metode selective head cooling.
Terapi hipotermi dilakukan berdasarkan beberapa faktor berikut:
- Berat lahir ≥1800 gram
- Hasil analisis gas darah
- Riwayat kejadian perinatal akut
- Skor APGAR
- Kebutuhan untuk resusitasi
- Pemeriksaan fisik (kejang, tingkat kesadaran, aktivitas spontan,
postur, tonus, refleks primitif, dan parameter sistem saraf otonom)
Saat tepat untuk memulai terapi hipotermi yang efektif dan optimal
adalah sesegera mungkin dalam usia kehidupan enam jam, serta dijaga
hingga 48-72 jam. Selama terapi, beberapa parameter harus dipantau,
antara lain laju dan fungsi jantung, tekanan darah, elektrolit, gas darah,
gula darah, faktor koagulasi. Setelah terapi selesai, proses
30
penghangatan harus dilakukan bertahap dan perlahan menggunakan
selimut penghangat atau udara hangat.
Efek samping jangka pendek terapi hipotermi adalah peningkatan sinus
bradikardi dan peningkatan signifikan trombositopenia. Namun,
keuntungan terapi hipotermi jauh lebih signifkan dibandingkan
kejadian efek samping jangka pendek3,4,5.
Terapi Sel Punca/ Stem Cell Therapy Pada cedera hipoksik-
iskemik, terjadi kerusakan sel yang berakibat nekrosis dan apoptosis.
Terapi sel punca bertujuan untuk mengganti sel-sel rusak serta efek
pelepasan faktor tropik dan faktor anti-apoptosis yang memiliki efek
antiinflamasi. Akan tetapi, jenis dan sumber sel terbaik masih belum
diketahui, kebanyakan peneliti menggunakan sel punca neural atau sel
punca mesenkimal. Beberapa penelitian menggunakan darah tali pusat
sebagai sumber sel punca karena diketahui kaya akan sel punca;
keuntungannya mudah didapat, kaya sel punca primitif, tidak
membutuhkan imunosupresan untuk transplantasi autologus, dan dapat
disimpan hingga ≥30 tahun. Sedangkan kerugiannya adalah jumlah sel
terbatas, berpotensi menularkan infeksi dan penyakit genetik4,5.
2) Intervensi Farmakologi
Secara umum, efek farmakologi yang diharapkan adalah efek
antioksidan, antiinflamasi, dan antiapoptosis. Efek antioksidan
diharapkan dapat mengurangi radikal bebas yang toksik dan
menghambat masuknya kalsium yang berlebih ke dalam sel saraf.5
Allopurinol memiliki efek antioksidan dan diketahui dapat
mengurangi pembentukan radikal bebas yang merusak jaringan dan
dapat menjaga sawar darah otak. Dalam beberapa tahun terakhir,
cannabinoid diketahui memiliki fungsi neuroprotektor karena dapat
memodulasi respons neuronal dan glial. Selain itu, cannabinoid juga
31
memiliki fungsi sel endotelial, antieksitotoksik, antiinflamasi, efek
vasodilator, dan mengatur homeostasis kalsium.4,5
Makin banyak bukti klinis dan eksperimental bahwa
recombinant human erythropoietin (rhEPO) memiliki efek
neuroprotektif dengan mengikat reseptor EPO di neuron dan glia. Dosis
rendah rhEPO (300 atau 500 U/kg) berhubungan dengan penurunan
risiko kematian dan disabilitas pada bayi HIE ringan cukup bulan,
sedangkan dosis tinggi rhEPO (2500 U/kg) diberikan dalam 48 jam
pertama kehidupan meningkatkan perbaikan perkembangan
neurologis, menurunkan aktivitas kejang, perbaikan abnormalitas EEG
dalam 2 minggu, dan mengurangi abnormalitas neurologis dalam 6
bulan pada bayi cukup bulan dengan HIE ringan atau sedang3,4.
Banyak agen farmakologi lain yang memiliki efek antioksidan,
antiinflamasi, atau antiapoptosis seperti statin, xenon, argon,
fenobarbital, MgSO4, melatonin, dan N-asetilsistein. Masih diperlukan
penelitian lebih lanjut terhadap manusia 3,5.
32
Bagan Algoritma Penatalaksanaan Neonatus (AHA,2015)
33
Management of an asphyxiated newborn
34
Flowchart 2
Management of a newborn who has been resuscitated for moderate or severe birth asphyxia
35
Bagan Algoritma Resusitasi Neonatus
Standard Treatment Protocol for management of common newborn conditions in small
hospitals
36
8. KOMPLIKASI
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan berbagai macam gangguan organ.
Tabel 5. Komplikasi Asfiksia ke Sistem Organ
Sistem Pengaruh
37
Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi yang
dilakukan.
Tabel 6. Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi yang
dilakukan
Komplikasi yang Sistem Organ Tindakan Pasca resusitasi
mungkin terjadi
38
Metabolik/ Hipoglikemia Pemantauan gula darah
hematologik Hipokalsemia Pemantauan elektrolit
Hiponatremia Pemantauan hematokrit
Anemia Pemantauan trombosit
Trombositopenia
9. PROGNOSIS
Hasil akhir asfiksia perinatal bergantung pada apakah komplikasi
metabolik dan kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati,
pada umur kehamilan bayi (hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan pada
tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik.
39
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya
perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih
kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental
seperti epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.
Prognosis HIE berkisar antara kesembuhan total hingga
kematian, berkorelasi dengan saat dan lamanya cedera, derajat
keparahan cedera, dan manajemen terapi. Bayi dengan pH awal darah
tali pusat 20-25 mmol/L), postur deserebrasi, lesi basal ganglia-thalamus
berat, HIE berat hingga usia 72 jam, dan kurangnya aktivitas spontan,
meningkatkan risiko kecacatan dan kematian (Behrman, 2012).\
40
III. NEONATAL INFECTION
1. DEFINISI
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection
(infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena
infeksi diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi
lambat adalah infeksi yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau
tertular dari orang lain.8.9
2. PATOFISIOLOGI
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya
dalam 3 golongan, yaitu9,10,11 :
a) Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman
itu melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus
dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini
ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia,
cytomegalic inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan
listeria monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui
infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan
akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion
tersebut.
b) Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion
setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya
ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting
terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi
41
walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali
dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor
yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat
menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak
langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan
”oral trush”.
c) Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat
dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas
infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
3. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat
ditegakkan dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan
yang teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium.10,11
Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,
sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian
diagnosis dini dapat ditegakkan kalau kita cukup waspada terhadap kelainan
tingkah laku neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi
umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan
bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu,
namun tiba – tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat
bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,
terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan
42
menimbulkan angka kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi
pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu9,10 :
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drastik
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas
normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran
hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menentukan diagnosis neonatal
infeksi11,12 :
a) Bell Squash score
- Partus tindakan (SC, forcep, vacum, sungsang)
- Ketuban tidak normal
- Kelainan bawaan Hasil
43
b) Gupte score12,13
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 1
3-5 screening, >5 pemberian terapi
4. KLASIFIKASI13,14
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua
golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
a) Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia,
diare epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
b) Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum,
infeksi umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.
a) Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan
gejala-gejala sistemik.14
1) Faktor risiko :
- Persalinan (partus) lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi/febris pd ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD lebih dr 18 jam
44
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distres
2) Tanda & gejala :
- Reflek hisap lemah
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, dan tampak lemah
- Hipotermia atau hipertermia
- Merintih
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
3) Prinsip pengobatan:
- Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah dan uji resistensi
- Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi
45
1) Gejala :
- Pada waktu lahir ditemukan meconium staining
- Letargia
- Malas minum
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban keruh dan bau
- Rhonki (+)
2) Pengobatan :
- Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium
staining dan lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan
napas
- Bila setelah di suction rhonki masih (+), pasang ET
- Bila setelah di suction rhonki (-) dilakan resusitasi
- Terapi antibiotika secara empiris dan terapeutik
- Cek darah rutin, BGA, GDS dan foto baby gram
d) Tetanus neonatorum16
1) Etiologi
- Perawatan tali pusat yang tidak steril
- Pembantu persalinan yang tidak steril
2) Gejala
- Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena
kejang otot rahang dan faring (tenggorok)
- Mulut mencucu seperti mulut ikan (trismus)
- Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan
epistotonus
- Tangan mengepal (boxer hand)
- Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan
sentuhan
46
- Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru
3) Tindakan
- Segera berikan antikonvulsan dan bawa ke Rumah Sakit (hindari
pemberian IM karena dapat merangsang muscular spasm)
- Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia
- Pasang IV line dan OGT
- Pemberian ATS 3000 – 6000 unit IM
- Beri penisilin prokain G 200.000 unit / KgBB / 24 jam IV selama
10 hari
- Rawat tali pusat
- Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin
terjadinya rangsangan
e) Oftalmia Neonatorum16
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman
Neisseriagonorrhoeae saat bayi lewat jalan lahir Dibagi menjadi 3 stadium
1) Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme,
mungkit terdapat pseudomembran
2) Stadium supuratif
Berlangsung 2 – 3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat secret
bercampur darah, yang khas secret akan keluar dengan mendadak
(muncrat) saat palpebra dibuka
3) Stadium konvalesen
Berlangsung 2-3 minggu. Secret jauh berkurang, gejala lain tidak
begitu hebat lagi.
Penatalaksanaan
- Bayi harus diisolasi
47
- Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis setiap ¼ jam
disusul dengan pemberian salep mata penisilin
- Berikan salep mata penisilin setiap jam selama 3 hari
- Penisilin prokain 50.000 unit/kgbb IM
PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
- Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
- Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi
menularkan infeksi.
- Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
- Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
- Gunakan teknik aseptik.
- Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika
perlu sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
- Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan
buang sampah.\
- Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi
nosokomial.
48
BAB III
LAPORAN KASUS
I. DATA PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny Restu Nofiati
Umur : 0 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Mergasari
Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung
49
2. DATA DASAR
ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal 13
Februari 2019 dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan Utama : Bayi lahir tidak langsung menangis
Keluhan Tambahan : Bayi prematur lahir spontan
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
a) Sebelum MRS
Ibu G1P0A0 hamil 33 minggu + 5 hari. BB 68 kg, TB 160 cm. BB
sebelum hamil 53 kg. Pasien awalnya datang ke bidan tanggal
08/02/2019 pukul 20.30 WIB dengan keluhan kenceng-kenceng tidak
teratur dengan tekanan darah 110/70 mmHg dan pembukaan 2 cm.
Pasien di bawa ke Puskesmas pukul 22.00 dan di cek pembukaan 2 cm
ketuban masih utuh. Kemudian pasien di rujuk ke PONEK RSUD Dr.
Soeselo Slawi karena kenceng-kenceng. Pasien mengaku 2 hari
sebelumnya pasien masih aktif melakukan hubungan suami – istri.
b) Masuk RS
Pasien masuk ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal
08/02/2019 pukul 01.30 dengan pembukaan 4 cm. TFU 28 cm, Leopold:
puki, presentasi kepala. JTHIU. DJJ 132x/ menit. Neonatus preterm.
c) Bayi Lahir
Pada tanggal 09/02/2018 jam 06.55 WIB, bayi preterm lahir spontan,
jenis kelamin perempuan dengan berat badan lahir 1350 gram, panjang
badan 37 cm, lingkar kepala 28 cm dan lingkar dada 24 cm. Bayi lahir
tidak menangis lalu dibawa ke daerah resusitasi neonatus tidak jauh dari
kamar bersalin. Penilaian awal dilakukan dan didapatkan bayi lahir
tidak menangis dan tampak lemas. Pada akral perifer putih namun badan
berwarna merah jambu. Dilakukan penghisapan lendir dengan kateter
nomor 6 untuk membersihkan jalan napas. Didapatkan pada selang
50
hisap cairan jernih. Selanjutnya bayi diposisikan semi ekstensi,
dihangatkan dan dipeka rangsang.
Bayi masih belum menangis dan kelihatan megap – megap. Selanjutnya
dilakukan ventilasi tekanan positif dengan O2 100% dan aliran 6 liter
per menit selama 30 detik dan melakukan pemotongan tali pusat.
Denyut jantung bayi didapatkan lebih dari 100 kali per menit lalu
dilakukan persiapan untuk selanjutnya pasien dikirim ke ruang
perinatologi sambil tetap dilakukan ventilasi.
APGAR 0 1 2 1’ 5’ 10’
biru jambu
Total 2 5 6
51
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Ibu menderita diabetes mellitus, asma, hipertensi, penyakit jantung
sebelum hamil disangkal.
52
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : belum dilakukan
Polio : belum dilakukan
BCG : belum dilakukan
Kesan : belum dilakukan imunisasi dasar
Riwayat Keluarga
Data Keluarga
Keterangan Ayah Ibu
Pernikahan ke 1 1
Umur saat menikah 22 20
Keadaan Kesehatan Sehat Sehat
Corak Reproduksi
Pasien merupakan anak pertama
53
Kondisi ayah saat ini sehat, seorang perokok, tidak ada keluhan, tidak
sedang mengalami batuk-batuk. Riwayat batuk lama disangkal, riwayat
alergi dan asma disangkal, riwayat keganasan disangkal, riwayat
epilepsi disangkal. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
b) Ibu
Kondisi ibu saat ini sehat, tidak ada keluhan. Berat badan ibu sebelum
hamil 53 kg dan setelah hamil 33 minggu 68 kg. Tekanan Darah ibu
sebelum hamil 120/70 mmHg, saat hamil 110/70 mmHg dan saat setelah
melahirkan 110/ 80 mmHg. Gula Darah ibu sebelum dan saat hamil
tidak diperiksa. Selama hamil masih aktif melakukan hubungan suami
istri. Terakhir bersenggama 2 hari SMRS. Pada usia kehamilan 12
minggu pernah riwayat flek selama 3 hari dan demam pada usia
kehamilan 20 minggu. Selama hamil, pasien jarang minum tablet
penambah darah karena merasa sering mual. Tidak sedang mengalami
batuk-batuk. Riwayat batuk lama disangkal, riwayat alergi disangkal,
riwayat keganasan disangkal, riwayat epilepsi disangkal.
c) Anggota keluarga lain
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus, Hipertensi, Asma, Jantung
disangkal.
d) Sekitar rumah
Sehat, tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 13 Februari 2019.
a) Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak menangis, merah
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah :-
54
Nadi : 144 kali/menit, kuat, penuh, teratur
Laju Pernapasan : 47 kali/menit , reguler
Suhu Tubuh : 36.2⁰C (aksilla)
b) Data Antropometri
Berat badan : 1350 g
Tinggi badan : 37 cm
Lingkar Kepala : 28 cm
Lingkar lengan : 9 cm
Status gizi : WAZ : < -3 SD WHZ : < -3 SD
HAZ : < -3 SD BMI : < -3 SD
Kesan : status gizi buruk
c) Pemeriksaan Fisik Sistematis (13-02-2019)
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Sistematis
Kepala
Bentuk dan mesocephal, ukuran lingkar kepala 37 cm, ubun – ubun besar
ukuran masih terbuka, tidak tegang, tidak menonjol, caput
succedaneum (-), cephal hematom (-)
Rambut & rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit
Kulit kepala kepala tidak ada kelainan
55
Mulut :
Bibir CPAP terpasang pukul 11.30 WIB
Sianosis (-), trismus (-), labiopalatognatoschizis (-)
56
Anggota gerak Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, lesi kulit (–),
sianosis (-), edema (-), petechiae (-), purpura (-), hipotonus
(+/+)
Kulit Lanugo (+) di bahu kanan dan kiri, Tidak pucat, tidak sianosis,
tidak ikterik, turgor baik.
Pemeriksaan Reflek Primitif
Reflek Rooting : (+/kuat)
Reflek Sucking : (+/lemah)
Reflek Palmar Grasp : (+/+)
Reflek Moro : (+/menurun)
Reflek Babinski : (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (09/02/2019)
HEMATOLOGI
Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
57
9. Limfosit 25,30 % 25-40%
15 Golongan darah O
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Ballard Score
10
58
1
11
59
New Ballard Score
2. Kurva Lubchenco
60
3. APGAR Score
APGAR 0 1 2 1’ 5’ 10’
Denyut jantung Tak ada < 100 > 100 1 1 2
Pernafasan Tak ada Tak teratur Baik 1 1 1
Tonus otot Lemah Sedang Baik 0 1 1
Peka rangsang Tak ada Meringis Menangis 0 1 1
Warna Biru / putih Merah jambu ujung – 2 Merah 0 1 1
biru jambu
Total 2 5 6
61
Gupte Score
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 0
Ibu demam 0
Asfiksia (APGAR menit 1 ≤ 6) 2
Partus lama 0
Vagina tidak bersih 0
KPD 0
Total Skor 5
62
II. RESUME
Telah lahir bayi jenis kelamin perempuan dari seorang Ibu G1P0A0 usia
21 tahun, usia kehamilan 33 minggu + 5 hari, lahir spontan ditolong oleh bidan
di Ponek RSUD DR Soesilo Slawi pada tanggal 09 Februari 2019 pukul 07.55
WIB dengan berat badan lahir 1350 gram, panjang badan 37 cm, lingkar kepala
28 cm, lingkar dada 24 cm, caput succedaneum (-), cephal hematom (-), air
ketuban jernih dan tidak berbau busuk. Saat lahir bayi tidak menangis,
pernapasan tidak teratur, warna kulit kepala dan badan putih, tonus otot lemah,
denyut jantung < 100 kali per menit. Skor APGAR 2 – 5 – 6.
Dilakukan ventilasi tekanan positif dengan O2 100% dan aliran 6 liter
per menit selama 30 detik dan melakukan pemotongan tali pusat. Denyut
jantung bayi didapatkan lebih dari 100 kali per menit setelah 10 menit pertama
yang selanjutnya dikirim ke ruangan perinatologi.
Di dalam ruang perinatologi pasien dipasangkan monitor, Nafl dan
CPAP dengan modus RR 40, PEEP 7 dan FiO2 60%. Dari hasil pemeriksaan
fisik di ruang perinatologi tanggal 13 Februari 2019 pukul 16.00 WIB
didapatkan keadaan umum sudah cukup aktif. Nadi 144 kali per menit, kuat
teratur, dan suhu aksila 36,2oC. Status internus didapatkan napas cuping hidung
(+), retraksi subcostal (+/+), lanugo pada bahu kanan dan kiri, labia mayora dan
labia minora menonjol, dan refleks menghisap lemah.
Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan anemia
ringan. Dari pemeriksaan laboratorium kimia klinik didapatkan hipoglikemia.
APGAR skor saat lahir didapatkan 2 – 5 – 6 untuk 10 menit pertama
dengan kesan asfiksia berat. Skor Ballard didapatkan kesan usia kehamilan
preterm 32 minggu, dari kurva Lubchenco didapatkan kesan neonatus sesuai
masa kehamilan. Skor Bell Squash dan Gupte didapatkan hasil observasi
neonatal infeksi dan dimulai pemberian antibiotik.
63
Secara keseluruhan didapatkan kesan bayi lahir preterm 32 minggu,
berat badan lahir rendah, sesuai masa kehamilan, asfiksia berat dan neonatal
infeksi.
64
3. Infeksi lintas jalan lahir
Infeksi postnatal
1. Perawatan tali pusat tidak adekuat
2. Nosokomial (alat dan sarana yang tidak steril)
3. Partus tindakan
4. Penolong persalinan
Berdasarkan Waktu :
Early onset (< 72 jam)
1. Ketuban pecah dini
2. Infeksi pada ibu (TORCH, TBC, Infeksi virus, trikomoniasis,
kandidiasis vaginalis, gonorrhea, non gonococcal servitis,
sifilis, kondiloma akuminata, ulkus molle, limfogranuloma
inguinal)
Late onset (> 72 jam)
1. Perawatan tali pusat
2. Infeksi Nosokomial
IV. DIAGNOSIS
a. Neonatus preterm
b. Berat badan lahir rendah, sesuai untuk masa kehamilan (SMK)
c. Asfiksia berat
d. Neonatal infeksi
V. TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa :
- Jaga jalan nafas
- Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat bayi
65
- Bed side monitor
b. Medikamentosa:
- CPAP FiO2 60 PEEP 7
- Infus D5% 4 ml/jam
- Injeksi cefotaksim 2 x 75 mg IV
- Injeksi amikasin 3 x 4 mg IV
- Injeksi Ca Glukonas 1 x 0,25 cc ad aqua IV pelan
- Drip dopamin 0,24 ml/jam
c. Program
- Monitor keadaan umum, tanda vital, dan distress pernapasan
- Evaluasi CPAP
- Diet sonde 6 x 2 ml ASI perah
- Cek Darah rutin, GDS, Golongan darah
VI. USUL
a. Pemeriksaan darah rutin ulang (3 – 5 hari setelah antibiotik)
b. Pemeriksaan elektrolit ulang (atas indikasi)
c. Pemeriksaan GDS ulang
d. Pemeriksaan analisa gas darah
e. Naikkan diet bertahap
f. Imunisasi dasar tepat waktu
66
d. Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah
menyusui. Jika Ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam
keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
e. Untuk Ibu pelajari cara menyusui yg benar. Kebanyakan bayi cenderung
menghisap udara yang berlebihan sewaktu menyusui. Karena itu setelah
menyusui sendawakan bayi dengan cara melektakkan bayi tegak lurus di
pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai ia mengeluarkan udara.
f. Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat untuk memantau tumbuh kembang bayi serta pemberian imunisasi
dasar.
g. Cepat temui dokter bila bayi mengalami:
- Masalah bernafas
- Merintih
- Tampak sianotik (kebiruan)
- Suhu tubuh >38°C
- Tersedak atau mengeluarkan ASI dari hidung saat menyusui
- Muntah atau BAB berlebihan (>3x/hari)
- Mengeluarkan darah saat BAB dan BAK
- Kejang
- Kelihatan kuning
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
67
PEMANTAUAN HARIAN PASIEN
Tanggal S O A P
09/02/19 Bayi KU : tampak sangat BBLR (1350 CPAP FiO2 60% PEEP 7
08.15 prematur lemah gr) Infus D5% 4 miiliter/jam
WIB Menangis (-) S : 38,4 N: 164 Asfiksia Inj. Cefotaxim 2x75 mg
merintih RR:67x/ menit SpO2: Berat (AS : Inj. amikasin 3x4 mg
dengan 98% 2/5/6) Inj. Ca glukonas 1x0,25
rangsangan BB 1350 Neonatus ml iv
APGAR 2,5,6 preterm (33 Drip dopamin 0,24
Kepala : mesosephal, minggu) ml/jam
caput succadenum (-), Neonatus Diet sonde 6x2 ml ASI
cephal hematoma (-), infeksi perah
CA -/-, SI -/-, sianosis Cek GDS dan DR,
bibir (-) Golongan darah,Rhesus
Leher: PKGB -/-
Thorax : BJ I&II murni
regular, sDV(+/+),Rh(-
/-),Wh(-/-) retraksi
subcostal (+/+)
Abdomen: supel,BU(+)
normal,timpani (+)
Ekstremitas: akral
hangat, lanugo
Reflek rooting (+),
Reflek hisap
(+/lemah), Reflek
moro (+/menurun),
reflek babinski (+)
Reflek grasp (+/+)
68
/-),Wh(-/-), retraksi
subcostal (+/+)
Abdomen: supel,BU(+)
normal,timpani (+)
Ekstremitas: akral
hangat, lanugo, Reflek
hisap (+/lemah)
13/02/19 Kurang aktif, KU : nangis, < aktif, Sepsis, N CPAP FiO2 60 PEEP 6
12.12 menangis napas tdk teratur Preterm, Inf D5% + NaCl
WIB bila diberi S : 38,7 N: 150 BBLR, Inj Aminophilin 4 mg
rangsang RR: 48x/menit SpO2: Asfiksia Inj Metronidazol 3x12,5
95% Berat, N ml Amikasin 3 x 25 mg
,CA -/-, SI -/-, sianosis Infeksi Inj Ca glukonas 2x0,2 ml
bibir (-) Inj Furosemid 3 x 2 mg
Leher: PKGB -/- Drip dopamin 0,24
Thorax : BJ I&II murni ml/jam
regular, sDV(+/+),Rh(- Diet sonde 6x7 ml ASI
/-),Wh(-/-) perah
Abdomen: supel,BU(+) Program:
normal,timpani (+) Transf PRC 25 ml
69
Ekstremitas: akral Cek DR, Bilirubin direk
hangat, lanugo indirek, elektrolit,,GDS
Reflek hisap albumin 12 jam post
(+/lemah) transfusi atau post
fototerapi
70
Px lab :
Leu : 13,3
Ht : 37
Eri : 3,9
AT : 64.000
Hb : 13,1
16/02/19 Menangis KU : nangis (-), nafas < Sepsis O2 CPAP FiO2 60 PEEP 7
14.00 bila teratur, O2 CPAP (+), N Preterm Terapi lanjut
WIB dirangsang, OGT 7,5 ml ASI (+) BBLR Cek Albumin , BILDIT,
gerakan S : 36,7 N: 150 Asfiksia DR
kurang aktif, RR: 55 x/menit SpO2: Berat
pucat 95%
CA +/+, SI -/-, sianosis
bibir (+)
Leher: PKGB -/-
Thorax : BJ I&II murni
regular, sDV(+/+),Rh(-
/-),Wh(-/-)
Abdomen: supel,BU(+)
normal,timpani (+)
Ekstremitas: akral
hangat, lanugo
Reflek hisap
(+/lemah)
71
Reflek hisap
(+/lemah)
19/02/19 Menangis KU : nangis (-), nafas < Sepsis CPAP FiO2 50 PEEP 5
15.00 kurang, teratur, O2 CPAP (+), N Preterm, Infus D5% 4 miiliter/jam
WIB muntah (-) S : 38,9 N: 160 BBLR Inj meropenem 4x30mg
RR: 45 x/menit SpO2: Asfiksia Inj. Cefiksim 2x25 mg
96% Berat Inj. Metronidazole 3x15
CA -/-, SI -/-, sianosis mg
bibir (-) Inj. Amikasin 3x 4 mg
Leher: PKGB -/- Inj Furosemid
Thorax : BJ I&II murni Inj. Ca glukonas 2x0,2
regular, sDV(+/+),Rh(- ml
/-),Wh(-/-) Diet sonde 8x10 ml ASI
Abdomen: supel,BU(+) perah
normal,timpani (+)
Ekstremitas: akral
hangat, lanugo
Reflek hisap
(+/lemah)
Px Lab :
Hb: 15,7
Leu : 15,8
Tromb : 196.000
72
Reflek hisap
(+/lemah)
73
23/02/19 Menangis, KU : menangis, Sepsis O2 nasal 2 liter/menit
13.30 aktif tampak merah, nafas N Preterm, Inj Aminofilin 3x4 mg
WIB < teratur, O2 CPAP (+), BBLR Inj Piracetam 2x50 mg
S : 36,7 N: 148 Post Inj Citicolin 2x25 mg
RR: 48 x/menit SpO2: Asfiksia Inj Amikasin 2x25 mg
96% Berat Inj Metronidazol 3x15
CA -/-, SI -/-, sianosis mg
bibir (-) Inj Meropenem 3x30
Leher: PKGB -/- mg
Thorax : BJ I&II murni Inj Ca glukonas 2x0,2 ml
regular, sDV(+/+),Rh(- Diet sonde 8x12 cc ,
/-),Wh(-/-) pipet 0,2 cc
Abdomen: supel,BU(+)
normal,timpani (+)
Ekstremitas: akral
hangat, Reflek rooting
(+), Reflek hisap
(+/lemah), Reflek
moro (+), Reflek
grasping (+/+)
74
26/02/19 Menangis, KU : menagis, tampak Sepsis O2 nasal 2 liter/menit
15.45 menghisap merah, nafas < teratur N Preterm, Inj Meropem 2x30 mg
WIB masih kurang S : 36,9 N: 148 BBLR Inj Metronidazol 3x15
aktif RR: 50x/menit Post mg
CA -/-, SI -/-, sianosis Asfiksia Inj Amikasin 2x25 mg
bibir (-) Berat Inj Ca Glukonas 2x0,2
Leher:PKGB -/- ml
Thorax : BJ I&II murni Inj Aminofilin 3x4 mg
regular, sDV(+/+),Rh(- Diet sonde 8 x 17 ml ASI
/-),Wh(-/-) perah
Abdomen: supel,BU(+) Diet pipet 8 x 3 ml ASI
normal,timpani (+) perah
Ekstremitas: akral Fisioterapi
hangat, Reflek rooting
(+), Reflek hisap
(+/lemah), Reflek
moro (+), Reflek
grasping (+/+)
75
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 10/02/19
Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
Tanggal 12/02/19
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
76
Tanggal 13/02/19
Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
Tanggal 14/02/19
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
77
Tanggal 15/02/2019
Gambaran darah Terpi
Kesan: Anemia Normositik Normokromik
Trombositopenia
Adakah perdarahan?
Ditemukan tanda infeksi bakterial
DD/ Sepsis, SIRS
Saran : Evaluasi CBC
GDS,TBIL,DBIL
CRP
Tanggal 15/02/19
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
Tanggal 17/02/19
Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
78
4. Hematokrit 33 (L) % 44-72%
Tanggal 18/02/19
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
79
2. Eritrosit 5.1 Juta/uL 4,3-6,30 / uL
4. Hematokrit 44 % 44-72%
80
BAB IV
PEMBAHASAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir. Pada kasus ini, pasien merupakan bayi perempuan lahir
spontan dengan usia kehamilan preterm (33 minggu). Berat lahir pasien adalah 1350
gram, artinya pasien termasuk bayi BBLR yang berdasarkan masa gestasinya tergolong
bayi BBLR dengan kategori prematuritas murni. Pada kasus ini perhitungan Ballard
score nya menunjukkan bayi berat badan 1350 gram dengan usia kehamilan 32 minggu.
Hal ini memiliki kesimpulan bayi kurang bulan (BKB) sesuai masa kehamilan (KMK)
yang dilahirkan dengan berat lahir antara persentil 10 sampai persentil 90 menurut
grafik lubchenco. Kelompok BBLR ini sering mendapat penyulit dan komplikasi akibat
kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang.
Berdasarkan kasus ini, saat lahir bayi tidak langsung menangis dan nilai
APGAR score 2-5-6 yang menandakan bahwa bayi Ny. R mengalami asfiksia berat.
Asfiksia memiliki 3 klasifikasi dimana klasifikasi skor 7-8 merupakan asfiksia ringan,
skor 4-6 asfiksia sedang dan 0-3 asfiksia berat. Bayi tersebut di diagnosis asfiksia
berdasarkan kriteria AAP dan ACOG dimana seorang bayi dikatakan asfiksia bila
81
memenuhi kondisi a) Nilai Apgar menit kelima 0-3, b) Adanya asidosis pada
pemeriksaan darah tali pusat, c) Gangguan neurologis dan d) Adanya gangguan sistem
multiorgan. Adapun faktor resiko asfiksia pada kasus ini yang ikut berperan yaitu
faktor resiko antepartum dan janin.
Pada kasus ini bayi dengan kondisi menangis bila diberi rangsang, gerak kurang
aktif serta nafas tidak teratur. Keluan tersebut merupakan salah satu kondisi dari Infeksi
pada neonatus sehingga dilakukan penilaian untuk menentukannya. Penilaian pertama
berupa Bell squash score yaitu didapatkan jumlah skor 4 (asfiksia, preterm, BBLR dan
riwayat penyakit kehamilan) dan penilaian kedua berupa Gupte score dengan hasil total
skor 5 (prematuritas skor 3 dan asfiksia skor 2) sehingga disimpulkan bahwa pada
pasien ini mengalami infeksi neonaturum dan harus dilakukan pemberian antibiotik.
82
yang terjadi pada bayi preterm dapat menurunkan kadar hemoglobin dan gula darah
pada pasien. Adapun kondisi suhu pasien yang tidak stabil pada pemantauan harian
juga disebabkan oleh kurangnya lemak coklat pada tubuh pasien dan peningkatan
kehilangan panas pada bayi prematur.
Secara keseluruhan didapatkan kesan bayi lahir preterm 32 minggu, berat badan
lahir rendah, sesuai masa kehamilan, asfiksia berat dan neonatal infeksi.
Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan pada kasus ini berupa melakukan
persiapan dan assesment awal terhadap pasien berupa penilaian APGAR score pada
bayi baru lahir segera. Selanjutnya melakukan upaya resusitasi bayi baru lahir sesuai
dengan kondisi bayi tersebut, dalam hal ini dilakukan resusitasi untuk bayi baru lahir
dengan berat badan lahir rendah secara cepat dan tetap untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas dari kejadian asfiksia berat. Pada bayi kurang bulan sangat
berisiko terjadinya komplikasi langsung berupa infeksi neonaturum sehingga perlu
dilalukan penilaian Bell squash score dan Gupte score untuk memulai pemberian terapi
antibiotik secara empiris untuk menghindari resiko kejadian sepsis di kemudian hari.
Penatalaksanaan pada bayi prematur yang perlu dilakukan berupa penggunaan sumber
udara tekan (CPAP, neopuff) untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi bayi karena paru-
paru bayi masih imatur sehingga mudah mengalami kerusakan dan membutuhkan
ventilasi tekanan positif untuk mengembangkan paru-parunya. Memenuhi kebutuhan
termoregulasi, karena kulit bayi yang tipis dengan permukaan tubuh yang relatif luas
serta kurangnya lemak tubuh sehingga memudahkan bayi kehilangan panas. Keadaan
hipotermia/stress dingin (suhu tubuh < 36,5ºC) ini dapat memburuk prognosa bayi
prematur dan menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa.
83
BAB V
PENUTUP
Hipoksia sering ditemukan pada bayi prematur. Kejadian ini umumnya akibat
paru-paru pada bayi prematur mengalami kekurangan bahan surfaktan. Hal ini
menyebabkan bayi prematur sulit menyesuaikan diri dengan kehidupan luar rahim,
sehingga mengalami banyak gangguan kesehatan. Akibatnya bayi prematur dapat
mengalami asfiksia neonatorum dan sepsis neonaturum pada kondisi lanjut, yang
merupakan suatu kejadian kedaruratan neonatal dan sangat berisiko untuk terjadinya
kematian. Asfiksia neonatorum ditentukan dengan nilai APGAR yang dihitung pada
menit ke 1 dan menit ke 5 sesudah lahir. Nilai Apgar digunakan untuk menilai kriteria
klinis bayi baru lahir yang menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali
sebagai pedoman untuk menentukan penanganan selanjutnya.
Sepsis neonatus adalah suatu sindrom klinis yang disertai dengan bakteremia
yang terjadi selama bulan pertama kehidupan. Kaitan antara prematuritas dengan angka
kematian sepsis neonatus karena kekebalan humoral dan selular yang kurang. Seperti
mikroorganisme penyebab sepsis akan memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan
pelepasan mediator inflamasi sepsis. faktor yang dapat memprediksi kematian sepsis
neonatus adalah berat lahir rendah, prematuritas, trombositopenia, neutropenia, biakan
darah positif untuk Klebsiella spp, capillary refill time yang memanjang, sklerema, dan
tanda-tanda dehidrasi.
84
DAFTAR PUSTAKA
85
12. Departemen kesehatan republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan
penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.
13. Aurora S, Snyder EY. Perinatal asphyxia. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds.
Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins,
2004; 536-54.
14. Prawirohartono EP, Sunarto (ed), Ikterus dalam Pedoman Tata
Laksana Medik Anak RSUP.Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK
UGM, Yogyakarta 2000, hal 37-43.
15. Ann L, Ted R.2011. Neonatal Sepsis..Avalaible
at http://emedicine.medscape.com/article/964312 accessed at Oktober 10th,
2011
16. Aminullah A .2005. Masalah Terkini Sepsis Neonatorum. Dalam : Update in
Neonatal Infection. Pendidikan Berkelanjutan IKA XL VIII.Jakarta 2005:1-13
86