Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat lokal atau sistemik pada
parenkim paru. Kelainan potensi saluran napas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering terjadi
karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan dapat mengubah pertukaran gas dan
metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan dan organ dan berkontribusi terhadap
kualitas hidup seseorang.1 Pada neonatus, agen penyebab infkesi umumnya bakteri daripada
virus. Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban
atau jalan lahir, sebagai akibat dari kolonisasi vagina dan leher rahim ibu. Agen infeksi
kongenital kronis, seperti CMV, Treponema pallidum (penyebab pneumonia alba),
Toxoplasma gondii, dan lain-lain, dapat menyebabkan pneumonia tetapi juga dapat terjadi
sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi.2.3

Masa neonatus merupakan masa yang paling rentan terinfeksi pada anak (Stoll dan
Kliegman, 2011).4 Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab mortalitas utama
pada neonatus adalah pneumonia.5 Kemungkinan terinfeksi pneumonia semakin tinggi jika
terdapat faktor risiko yang mendukung, di antaranya Faktor ibu meliputi demam intrapartum
(>37,50 C), korioamnionitis, ketuban pecah dini >18 jam, cairan ketuban berwarna hijau
keruh dan berbau, persalinan dan kehamilan kurang bulan, serta kehamilan multipel. Faktor
risiko bayi meliputi usia gestasi <37 minggu nilai APGAR rendah dan bayi dengan berat
badan rendah. apabila pneumonia tidak di diagnosis dengan cepat dan tepat dapat terjadi
sepsis.6

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi
pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.7 Angka kejadian sepsis neonatal di negara
berkembang meningkat yaitu (1,8-18 per 1000 kelahiran hidup), sedangkan pada negara maju
sebanyak (4-5 per 1000 kelahiran hidup.8 Hiperbilirubinemia merupakan salah satu keadaan
klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Umumnya merupakan transisi
fisiologis yang lazim pada 60%-70% bayi aterm dan hampir semua bayi preterm (Rahardjani,
2008). Terdapat dua proses yang melibatkan antara komplikasi dengan risiko terjadinya

1
ikterus neonatorum, yaitu; (a) Produksi yang berlebihan, hal ini melebihi kemampuan bayi
untuk mengeluarkannya, misalnya pada perdarahan tertutup dan sepsis. (b) Gangguan dalam
proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan ini dapat disebabkan oleh hipoksia dan infeksi.9

1.2 Batasan Masalah


Case Report Session (CRS) ini membahas mengenai definisi, etiologi, epidemiologi,
patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, tata laksana dan
komplikasi Pneumonia neonatal dengan hiperbilirubinemia e.c sepsis.

1.3 Tujuan Penulisan


CRS ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
Pneumonia neonatal dengan hiperbilirubinemia e.c sepsis.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan dari CRS ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam medis pasien,
tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literatur termasuk buku teks dan artikel
ilmiah.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau sistemik
pada parenkim paru. Kelainan patensi saluran napas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering
terjadi karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan dapat mengubah pertukaran
gas dan metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan dan organ dan berkontribusi
terhadap kualitas hidup seseorang.1

Sepsis pada neonatus merupakan infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai
dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau
air kemih.1

2.2 Epidemiologi

Infeksi saluran pernapasan bawah pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai


bawaan dan infeksi patogen yang didapat. Kongenital pneumonia biasanya bagian dari infeksi

3
transplasenta, sedangkan pneumonia neonatal dapat berkembang dari intrauterin atau setelah
proses melahirkan. Pneumonia neonatal dapat diklasifikasikan berdasarkan onset awal dan
akhir. Pada onset awal secara umum adalah presentasi klinis dalam 48 jam pertama sampai
dengan 1 minggu kehidupan, sedangkan onset akhir neonatal pneumonia terjadi pada 3
minggu berikutnya.1

Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2012. Ini berarti di Indonesia, ditemukan kurang lebih 440 bayi yang meninggal setiap
harinya dan penyebab kematian terbanyak disebabkan oleh masalah neonatal seperti berat
bayi lahir rendah (BBLR), asfiksia, diare, pneumonia, serta penyakit infeksi lainnya. 10

2.3 Etiologi

Penyebab terbanyak sepsis neonate-rum ialah kelompok kuman Beta strepto-kokus, E.


coli, Hemofilus influenza, dan Listeria monositogenes. Umumnya, di negara berkembang
termasuk Indonesia, sepsis neonatorum disebabkan oleh kuman enterik Gram negatif seperti
Enterobakter, Klebsiela, dan E. Coli.8

2.4 Patogenesis

Pada bayi baru lahir sering disebabkan oleh ketuban pecah dini..Pada saat ketuban
pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini
kuman dari vagina naik ke kavum uteri, melekat pada desidua (menimbulkan desidualitis), lalu
terjadi penyebaran infeksi keselaput khorion dan amnion (menimbulkan khorioamnionitis) dan
berkembang menjadi khoriovaskulitis (infeksi pada pembuluh darah fetal) serta amnionitis.
Bila cairan amnion yang septik teraspirasi oleh janin maka akan menyebabkan pneumonia
kongenital, otitis, konjungtivis sampai bakteremia dan sepsis. Keadaan infeksi pada bayi baru
lahir akan meningkatkan kebutuhan metabolisme anaerob, sehingga ada kemungkinan tidak
dapat dipenuhi oleh aliran darah dari plasenta. Hal inimenimbulkan aliran nutrisi dan O2 tidak
cukup sehingg amenyebabkan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob dan terjadi
penimbunan asam laktat dan piruvat. Keadaan ini akan menimbulkan kegawatan janin (fetal
distress) intrauterin yang akan berlanjut menjadi asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.
Cairan amnion berfungsi sebagai sawar proteksi terhadap infeksi asenden vagina,
memungkinkan pergerakan bebas janin,tempat mengapungnya tali pusat sehingga tidak terjadi

4
kompresitali pusat yang menyebabkan terhambatnya aliran darah yang mengandung O2 dari
ibu ke janin.1,4,7

Skema Patofisiologi Infeksi pada Risiko Ketuban Pecah Dini

5
Gambar 2.1 Patofisiologi Infeksi pada Risiko Ketuban Pecah Dini

2.5 Manifestasi klinis

Pneumonia pada nonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru lahir,

dengan gejala seperti pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea > 60x/menit, retraksi dada,

batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara pneumonia neonatal dan bentuk lain

dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena gejala-gejala yang tampak hamper sama, dan

keterlibatan organ dan pengobatan empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda

yang paling sering didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada

(36-91% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis

(12-40%), dan batuk (30-84%).1

Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan,
letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi

6
tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis,
apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik,
kebutuhan untuk dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda
pneumonia pada pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan
adanya ronki, radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir
pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi
abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi.4

2.6 Diagnosis

Kultur bakteriologis konvensional merupakan tes yang paling banyak digunakan.


Aerobik inkubasi dari kultur sudah cukup untuk mendapatkan agen pathogen yang
menyebabkan infeksi. Meskipun air ketuban berbau busuk yang sering disebabkan oleh
bakteri anaerob, tetapi organisme ini jarang menjadi penyebab infeksi. Kultur jamur, virus,
dan U. urealyticum merupakan tes yang lainnya yang dapat dilakukan tetapi harus
didasarkan pada gejala klinis yang ada.1

Selain pengujian hematologi, biokimia darah, dan kultur bakteri, pencitraan pencitraan
dada radiografi dianggap komponen penting dalam membuat diagnosis pneumonia neonatal.
Pencitraan diagnostik tidak hanya dilakukan pada penilaian awal kondisi neonatus dan untuk
menegakkan diagnosis, tetapi juga untuk memantau perkembangan penyakit dan efek dari
tindakan terapi intervensi. Radiografi thorax konvensional tetap menjadi diagnosis andalan
pada neonatus dengan gejala distress pernapasan. Pada neonatus, radiografi thorax sebagian
besar dilakukan dengan posisi supine dan dalam proyeksi anteroposterior.8

2.7 Diagnosis Banding

Penyebab terbanyak dari gangguan napas sendiri dapat dibagi atas 1,2
- Penyakit membrane hialin ( respiratory distress syndrome)
Penyakit membran hialin (PMH) merupakan gangguan pernapasan yang
disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan , terutama pada neonatus usia
gestasi <34 minggu atau berat lahir <1500 gram.
- Transient Tachypnoe Neonatus

7
Disebut juga sebagai wet lung yang terutama terjadi pada bayi cukup bulan, dan
biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri

.
- Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium merupakan penyebab terbanyak distres pernapasan
pada bayi cukup atau lebih bulan. Mekonium yang masuk ke dalam saluran napas
menyebabkan terjadinya obstruksi bronkial, air-trapping (akibat partikel mekonium
menyumbat bronkus kecil di perifer), dan pneumonitis kimiawi. Dapat terjadi
komplikasi pneumotoraks, pneumomediastinum, hipertensi pulmonal, pirau kanan ke
kiri serta kerusakan otak akibat anoksia.

2.8 Tata Laksana

Tindakan umum terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai tindakan
penunjang pada penderita berat. Tindakan umum yang perlu dikerjakan ialah :1-4
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap
dalam batas normal (36,5 C-37 C) dengan meletakan bayi dalam inkubator.
2. Mencegah hipolikemia

Tindakan khusus

1. Pemberian O2
Setiap penderita hampir selalu membutuhkan O2 tambahan. Pemberian O2 sebaiknya
diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang
diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan PaO2 antara 80-100 mgHg. Bila
fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada,O2 dapat diberikan sampai gejala
sianosis hilang. Untuk mencapai tekanan, O2 ini kadang-kadang diperlukan konsentrasi O2
sampai 100 %. Konsentrasi demikian biasanya hanya dapat dicapai apabila O2 diberikan
dengan sungkup dan tidak mungkin dicapai dengan cara pemberian O2 melalui kateter hidung
biasa. Pada penderita yang sangat berat kadang-kadang diperlukan ventilasi mekanis dimana
O2 diberikan dengan respirator. Tindakan ini dilakukan apabila bayi yang telah mendapatkan
O2 dengan konsentrasi 100% masih memperlihatkan PaO2 kurang dari 40 mmHg, PCO2 > 70
mmHg, PH darah < 7,2 atau masih adanya serangan apneu berulang.11

8
2. Pemberian Antibiotika
WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam
minggu pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam, ditambah
dengan dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan ampicilin seperti
benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin.
Jika bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap penicillin seperti flucloxacillin
atau cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin.1

Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika penyebabnya bakteri dapat diberikan
ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg, untuk umur 1-3 bulan dapat diberikan
Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-amoxiclav 40 mg/kg/hari. Sedangkan pada umur lebih
dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau erythromycin, jika tidak berespon segera ganti
dengan cefuroxime atau amoxicillin.12

2.9 Komplikasi

Masalah yang sering timbul sebagai 3 komplikasi sepsis neonatorum adalah meningitis,
kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum. Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.
Umumnya merupakan transisi fisiologis yang lazim pada 60%-70% bayi aterm dan hampir
semua bayi preterm.7

9
BAB 3

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : By. L

Umur : 12 hari

Tanggal Lahir : 04 Januari 2019

Jenis kelamin : laki-laki

No.RM : 01.03.68.62

Nama Ibu Kandung : Ny. L

Suku : Minang

Alamat : Jalan Jawa Gadut, Limau Manis, Kecamatan Pauh, Padang

Tanggal pemeriksaan : 14 Januari 2019

10
II. Alloanamnesis

Diberikan oleh : Ibu kandung

Keluhan utama : merintih sejak lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

- NBBL 2500 gram, PB 42 cm, lahir sc, KPD sejak satu bulan yang lalu ketubah Jernih A/5
5/7 lahir tanggal 04-01-2019

- merintih sejak lahir, kebiruan menghilang dengan pemberian O2

- muntah tidak ada

- injeksi Vit K sudah diberikan

- riwayat ibu demam sejak 1 minggu yang lalu, tidak tinggi tidak diobati

- keputihan dan nyeri BAK tidak ada

- pasien rujukan dari RS UNAND dengan diagnosis Respiratory Distress e.c Pneumonia
Neonatal dan hiperbilirubinemia e.c susp sepsis

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien lahir dengan BB 2500, PB 48 cm. Lahir tidak langsung menangis, disertai kebiruan.
Kebiruan hilang dengan pemberiang oksigen

Riwayat persalinan

Lama hamil : 37-38 mingu

Ditolong oleh : dokter spesialis obgyn

Cara lahir : SC

Berat lahir : 2500 gram

11
Panjang lahir : 42 cm

Kondisi saat lahir : merintih , kurang aktif

Kebiasaan ibu saat hamil : Tidak merokok, konsumsi alkohol dan obat-obatan

Kesan : Berat badan dan panjang badan lahir normal, respiratory


distress

Riwayat Keluarga

Ayah Ibu
Nama Indra Rahman Leli suryani
Umur 28 tahun 24 tahun
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga
Penghasilan Rp. 2.000.000,-/bulan Tidak ada
Perkawinan Pertama Pertama
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Kurang aktif


Berat badan : 2500 gram
Panjang badan : 42 cm
Tekanan Darah : 70/50 mmHg
Frekuensi Jantung : 138 x/menit
Frekuensi Nafas : 40 x/menit
Suhu : 37,3oC
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : ada
Anemis :Tidak ada

Kepala : Bentuk : normochepal, bulat, simetris


Ubun-ubun besar : 1,5 x 1,5 cm
Ubun- ubunkecil : 0,5 x 0,5 cm
Jejas persalinan : tidak ada

12
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokhor 2 mm/2 mm
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : sianosis tidak ada
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Toraks
Paru :
Inspeksi : retraksi epigastrium dan subcosta tidak ada
Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Sulit dinilai
Perkusi :Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki ada, wheezing tidak ada
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial linea mid clavicularis sinistra RIC 5
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Irama teratur, bising jantung tidak ada
Abdomen :
Permukaan : Datar
Kondisi : Lemas
Hati : teraba ¼ x ¼
Limpa : Tidak teraba
Tali pusat : Segar
Umbilikus :Tidak hiperemis
Alat kelamin : Tidak ada kelainan, kedua testis teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik
Anus : Ada
Tulang- tulang :Tidak ditemukan kelainan
Refleks :
Moro :+ Isap :+
Rooting :+

Pegang :+

13
Ukuran
Lingkar kepala : 30 cm
Lingkar dada : 31 cm
Lingkar perut : 28,5 cm
Simfisis-kaki : 20 cm
Panjang kaki : 22 cm
Kepala- simfisis : 24 cm

Pemeriksaan laboratorium : (tanggal 4 Januari 2019)


Hb : 13,4 g/dl
Ht : 39 %
Leukosit : 14,630 /mm3
Trombosit : 265,000/mm3
Retikulosit : 9,2 %
Na : 137 mEq/L
K : 5,3 mEq/L
Ca : 8,6 mEq/L
Bilirubin total : 12,0 mg/dl
Bilirubin direk : 0,6 mg/dl
Bilirubin indirek : 11,4 mg/dl
Coomb’s test : negatif
AGD :
pH 7,309

PCO2 18,2

HCO3- 9,2

SaO2 98,4%

BE -14,7

Kesan : leukositosis, hiperbilirubinemia direk dan indirek, asidosis metabolik dengan


kompensasi sebagian

Diagnosis Kerja :

14
 Pneumonia neonatal (perbaikan)
 Hiperbilirubinemia e.c sepsis (perbaikan)

Tata Laksana

 Pasien dirawat di NICU

 Ampisilin 3 x 120 mg IV

 Gentamisin 1 x 12 g/36 jam

Keadaan bayi saat pertama ke IGD

Keadaan umum berat, kesadaran kurang aktif, denyut jantung 170x/menit,


frekuensi napas 72x/menit, suhu 36,7oC, tekanan darah 52/33 mmHg, saturasi 88%,
napas cuping hidung ada, retraksi epigastrium dan subcosta ada, CRT >2 detik dan
akral dingin.

Pada hari pertama, pasien diberikan CPAP 7 SO2 97-99%, loading NaCl 0,9% 25
cc, dopamin 75 μg dalam NaCl 0,9%, Bicnat 5,5 meq dalam NaCl 0,9%, Injeksi
ampisilin 3 x 120 mg dan Gentamisin 1 x 12 g.

Follow Up (Senin, 14 Januari 2019)


Hari rawatan ke-11 (Ruangan SCN)
S/ - Demam tidak ada, kejang tidak ada
- Kuning tidak ada, kebiruan tidak ada
- Sesak tidak ada
- Muntah tidak ada
- BAB dan BAK ada
O/ - Keadaan umum: cukup aktif
- Nadi: 140x/menit
- Frekuensi napas: 50x/menit
- Suhu: 37,0°C
- Kulit: ikterik tidak ada

15
- Hidung : napas cuping hidung tidak ada
- Toraks: Retraksi tidak ada, suara napas bronkovesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-
- Abdomen: Distensi tidak ada, bising usus (+)
- Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik
A/ pneumonia noenatal (perbaikan)
Hiperbiirubinemia e.c sepsis (perbaikan)

P/ - ASI OD
- Jaga kehangatan bayi
- Ampisilin 3 x 120 mg IV
- Gentamisin 1 x 12 g/36 jam

16
BAB 4

DISKUSI

Bayi perempuan dirujuk ke IGD Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang, saat usia 0
hari, bayi lahir dengan berat badan lahir 2500 gram, panjang badan 42 cm, lahir SC a.i
ibu KPD sejak satu bulan yang lalu, ketubah jernih, A/S 5/7, merintih sejak lahir,
kebiruan menghilang dengan pemberian O2.

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien keadaan umum kurang aktif, tekanan darah
70/50 mmHg, frekuensi jantung 138 x/menit, frekuensi nafas 40 x/menit dan suhu
37,3oC, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, nafas cuping hidung ada,
retraksi epigastrium dan subcosta ada, pergerakan dinding dada simetris kiri dan
kanan, suara nafas bronkovesikuler, rhonki ada, wheezing tidak ada, irama jantung
teratur, bising jantung tidak ada, akral dingin, CRT >2 detik.

Keadaan bayi saat pertama ke IGD

Pada hari pertama pasien datang ke IGD Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang,
keadaan umum berat, kesadaran kurang aktif, denyut jantung 170x/menit, frekuensi
napas 72x/menit, suhu 36,7oC, tekanan darah 52/33 mmHg, saturasi 88%, napas
cuping hidung ada, retraksi epigastrium dan subcosta ada, CRT >2 detik dan akral
dingin.

Pasien mengalami hipotensi, takikardi dan hipoperfusi. Pasien mengalami


masalah oksigenasi. Pasien juga mengalami respiratory distress.

17
Pneumonia Neonatal

Riwayat bayi lahir merintih, warna kulit kebiruan dan menghilang dengan
pemberian oksigen, takipneu, napas cuping hidung dan retraksi epigastrium dan
subcosta ada. Riwayat ibu demam 1 minggu, tidak tinggi, tidak diobati. Nyeri BAK
tidak ada. Riwayat keputihan pada ibu tidak ada. Air ketuban merembes sejak 1 bulan
yang lalu, namun ibu tidak ada berobat. Usia kehamilan cukup bulan 37 minggu.
Leukosit bayi 14.360/mm3 menunjukkan leukositosis. Hasil analisis gas darah
ialah pH 7,309; PCO2 18,2: HCO3- 9,2; SaO2 98,4%;Base Excess -14,7. Kesan :
asidosis metabolik dengan kompensasi sebagian.
Pneumonia pada bayi kurang dari 2 tahun ialah bila ada napas cepas, lebih dari 60
kali permenit atau sesak napas dan harus dirawat serta diberikan antibiotik; yang
bukan pneumonia apabila tidak ada sesak napas dan tidak perlu dirawat cukup
diberikan pengobatan simptomatis. Pengobatan yang diberikan ialah antibiotik.13
Infeksi paru pada neonatus dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari vagina
atau infeksi nosokomial selama perawatan. Pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri, cairan amnion, atau kolonisasi bakteri di jalan lahir yang berhubungan dengan
korioamnionitis dan asfiksia neonatorum.14

Diagnosis sepsis pada neonatus

Pada sepsis neonatorum terjadi infeksi secara vertikal dari penyakit ibu atau
infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Kolonisasi bakteri awal
pada neonatus terjadi setelah ketuban pecah. Pada ketuban pecah dini, bakteri dari
vagina ibu dapat naik ke atas.15

Diagnosis sepsis neonatorum ditegakkan berdasarkan adanya faktor risiko sepsis


pada ibu maupun bayi. Faktor-faktor risiko sepsis tersebut terdiri dari mayor dan
minor. Yang termasuk faktor risiko mayor, yaitu: ketuban pecah dini > 18 jam, ibu
demam saat intrapartum (suhu >380C), korioamnionitis, air ketuban berbau dan
denyut jantung janin > 160 kali/menit. Faktor risiko minor meliputi ketuban pecah
dini >12 jam, ibu demam saat intrapartum (suhu >37,5oC), nilai APGAR rendah, berat
badan lahir sangat rendah (<1500 gram), usia gestasi <37 minggu, keputihan pada ibu
yang tidak diobati, serta ibu dengan atau tersangka infeksi saluran kemih yang tidak
diobati. Diagnosis sepsis neonatorum ditegakkan bila didapatkan 2 faktor risiko

18
mayor atau 1 faktor risiko mayor ditambah 2 faktor risiko minor. ketuban pecah dini >
18 jam, ibu demam saat intrapartum. Pada kasus ini, faktor risiko mayor ketuban
pecah dini > 18 jam, dan ibu demam saat intrapartum.15

Immature to Total Neutrophil (I/T) ratio sebagai penunjang diagnosis sepsis.


Pergeseran ke kiri pada perhitungan jenis leukosit dengan peningkatan neutrophil
imatur banyak ditemui pada pasien sepsis. I/T membandingkann neutrophil imatur
terhadap neutrophil keseluruhan. Neutrophil imatur meliputi neutrophil batang,
metamielosit dan promielosit. Neutrofil matur merupakan neutrophil segmen. Nilai
I/T <0,16 pada saat lahir dan menurun hingga 0,12 setelah umur 72 jam. I/T tidak
digunakan secara tunggal untuk mendiagnosis sepsis.16 Perbandingan I/T pada pasien
ini ialah 78/80, yaitu 0,9.

Hiperbilirubinemia pada pasien

Bilirubin total 12 mg/dl, bilirubin direk 0,6 mg/dl dan bilirubin indirek 11,4
mg/dl. Hasil pemeriksaan Coomb Test negatif. Buang air besar berwarna kekuningan
dan buang air kecil berwarna kuning, tidak ada riwayat buang air kecil berwarna teh
pekat selama perawatan.. Hiperbilirubinemia ialah kadar bilirubin total >5 mg/dl.
Pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh sepsis. Sepsis dapat menyebabkan
kerusakan hepatoseluler. Coomb Test negatif menunjukkan tidak adanya hemolisis
pada darah secara autoimun.16

Tata Laksana

Pada hari pertama, pasien diberikan CPAP 7 SO2 97-99%, loading NaCl 0,9% 25
cc, dopamin 75 μg dalam NaCl 0,9%, Bicnat 5,5 meq dalam NaCl 0,9%, Injeksi
ampisilin 3 x 120 mg dan Gentamisin 1 x 12 g.

Pengobatan yang diberikan untuk pneumonia ialah antibiotik empiris. Pemberian


CPAP pada pasien ini untuk mencegah kolaps pada alveolus.13 Hasil analisa gas darah
pasien menunjukkan asidosis metabolik dengan kompensasi sebagian. Pasien
diberikan Natrium bicarbonat. Dopamin diberikan pada hipotensi atau perfusi perifer

19
buruk yang volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil.17

Prognosis Pasien

Prognosis pada quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad fungsionam dubia ad


bonam dan quo ad sanationam dubia ad bonam, oleh karena pasien memperlihatkan
respon yang baik terhadap pemberian oksigen dan antibiotika. Pasien dipulangkan
dengan keadaan stabil dan sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory Reviews.


Australia: Elsevier. 2007. p195-203
2. Bennet JN, Domachowske J. Pediatric Pneumonia. Medscape. Feb 2013. URL:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#aw2aab6b2b4aa
3. Shah S, Sharieff GQ. Emergency Medicine Clinics of North America. Pediatric
Respiratory Infections. USA: Elsevier. 2007. p961–979
4. Stoll JB. Clinical Manifestations of Transplacental Intrauterine Infection. Nelson
Texbook of Pediatrics. New York: Elsevier. 2011. 19th ed. P.103.639
5. Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch. Dis. Child. Fetal
Neonatal. 2005;90;211-219
6. Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifico L. Diagnosis of neonatal
sepsis: a clinical and laboratory challenge. Clin Chem. 2004;50:279-87.

20
7. Pudjiadi, AH., 2010, Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jakarta.
8. Wilar, R., Daud, D., As'ad, S., Febriani, D.B., Mina., 2016. A comparison of
neutrophil gelatinase-associated lipocalin and immature to total neutrophil ratio
for diagnosing early-onset neonatal sepsis. Paediatrica Indonesiana, 56(2),
pp.107-10.
9. Escobar GJ, Li D, Amstrong MA, Gardner MN, Folek BF, Verdi JE, et al. Neonatal
sepsis workups in infants >2000 gram at birth: a population based study. Pediatrics.
2000; 106:256-63.
10. Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
11. Garna, Herry. Et all., Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Bandung . 2005.
12. Sutton D. The Pediatric Chest. Textbook of Radiology and Imaging. UK. Elsevier
2003. 7th ed. P247-264.
13. Said M. Pneumonia. Dalam Buku Ajar Respirologi Anak. Ed.1. Penyunting:
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Jakarta. IDAI: 2010. h. 350 - 65.

14. Caserta MT. Neonatal pneumonia [online]. 2009 [2012 Sept 6]. Available from:
http://www.merck.com/mmpe/see19/ch 279/ch2791.html.
15. Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifico L. Diagnosis of neonatal

sepsis: a clinical and laboratory challenge. Clin Chem. 2004;50:279-87.

16. Gomella TC, Cunningham D, Eyal F. Neonatology: Management, Procedures,


On-Call Problems, Disease and Drugs. Ed. 7. United State: McGraw-Hill
Education: 2013. p. 392 - 408.
17. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Keseimbangan Asam Basa. Dalam Buku Ajar
Pediatri Gawat Darurat. Jilid Pertama. Penyunting: Pudjiadi A. Latief A. Jakarta:
IDAI: 2008. h. 40 -53

21
Case Report Session

Pneumonia Neonatal dan Hiperbilirubinemia e.c Sepsis

22
Oleh:

Karolina

No. BP 1810312203

Preseptor :

Dr. Rinang Mariko, Sp. A(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

23
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Case Report Session yang berjudul “Pneumonia
neonatal dengan hiperbilirubinemia e.c sepsis” ini dapat di selesaikan.

Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai


Pneumonia neonatal dengan hiperbilirubinemia e.c sepsis, serta menjadi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Rinang Mariko, Sp. A (K)
sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan saran,
perbaikan dan bimbingan.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca terutama
dalam meningkatkan pemahaman tentang Pneumonia neonatal dengan
hiperbilirubinemia e.c sepsis.

Padang, 16 Januari 2019

Penulis

24
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Etiologi 3
2.4 Patogenesis 4
2.5 Manifestasi Klinis 5
2.6 Diagnosis 6
2.7 Diagnosis Banding 6
2.8 Tata Laksana 7
2.9 Komplikasi 8
BAB 3 LAPORAN KASUS 9
BAB 4 DISKUSI 13
DAFTAR PUSTAKA

25
ii

26

Anda mungkin juga menyukai