ASTIGMATISME
Pembimbing :
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
beserta salam untuk Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah Meet The Expert dengan judul “Astigmatisme”. Makalah ini
diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
dr. Hj. Rinda Wati, Sp.M yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada Bapak.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini.Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas :
- Kornea
- Humour aquous
- Lensa
- Vitreus humour
5
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata
istirahat. Pada emetropia pungtum remotum terletak di depan mata. 5,6,7
2.2 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina, demikian
pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat
difokuskan pada retina atau macula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak
yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk
mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliari.Akomodasi, daya pembiasan lensa
bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin
dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi
diatur oleh reflex akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur
dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.5
6
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin
besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas
cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur
yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa.
Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang
melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan
udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang
mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena
kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat
disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat
dekat/jauh.6
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus
diretina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan
mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak
kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu
mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang
terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak
yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya
jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai
mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa
sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan lensa dapat
disesuaikan melalui proses akomodasi.7
2.4 Definisi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang menyebabkan penglihatan
menjadi kabur karena bentuk kornea atau lensa yang tidak teratur.4 Astigmatisme adalah
suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa
akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3
2.5 Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar.
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.
7
Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau
sekitar 55 juta jiwa.3,4
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara,
jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia
bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa
negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka
kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.
2.6 Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:8
a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan
kornea.
b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang
dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat
menyebabkan astigmatismus.
c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
d. Trauma pada kornea
e. Tumor
2.7 Klasifikasi
Dikenal 5 macam Astigmatisma :
8
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisme Reguler
Pada jenis ini didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua
bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang
memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini,
jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan
yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang vertikal.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi
sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada
tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat
sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa
koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di
mana X dan Y memiliki angka yang sama.
9
Gambar 2.2 Astigmatisme Miopia Simpleks
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada
di belakang retina.
10
4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A
berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.
11
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
Gambar 2.6
12
Gambar 2.7 Pembentukan bayangan pada mata Astigmatisma
Gambar 2.8
13
Gambar 2.9 Perbedaan titik fokus pada meridian lensa astigmatisma
a. Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur
dan equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang
lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua
jenis meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.8
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan
satunya lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih
saling tegak lurus/ 90 satu sama lain.8
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada
yang horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke
kornea. Tipe astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak.
Sementara itu, apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut
dengan astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan
refraksi antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan
direpresentasikan dalam dioptri (D).8
Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut
dengan astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa
dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika
14
lebih dari ¾ D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.8
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa
silindris tidak memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua
meridian. Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang
besar, dengan nilai yang ekstrim berada di meridian 90. Oleh sebab itu, kekuatan
refraksinya berbeda-beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan
lensa silindris tidak memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang
terbentuk. Bentuk umum dari permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau
torus, yang mirip dengan bentuk bola football Amerika, dengan kata lain dapat
dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan lensa silindris.
b. Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan
unequal pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan
konsekuensi dari perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea,
ulkus, pannus, keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul
posterior, subluksasi lensa, dan lain-lain).8
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami
penurunan dan kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia. Semua mata
memiliki setidaknya sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi
astigmatisma ireguler dalam hal ini digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas
yang lebih kuat.8
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2
meridian yang saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi
ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.9
15
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
2.10 Diagnosis
A. Anamnesis5
Anamnesis adalah salah satu komponen awal dalam menentukan kelainan
refraksi.Anamnesis secara spesifik mengenai persepsi pasien terhadap mata dan
penglihatannya penting untuk mengidentifikasi masalah dan meningkatkan rasa
percaya pasien terhadap pemeriksa. Anamnesis mencakup beberapa hal seperti :
a. Keluhan utama terkait penglihatan pasien
b. Perjalanan penyakit yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Riwayat penyakit pasien secara sistemik mencakup penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit refraksi atau ocular pada keluarga pasien
e. Penggunaan obat obatan yang diresepkan maupun tidak diresepkan,
penggunaan supplemen tubuh seperti vitamin, mineral maupun obat obatan
herbal, riwayat alergi, pengobatan alternative
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan 3
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai SnellenChart atau
dengan chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan mata 6 meter.Tajam
penglihatan diperiksa satu per satu, dengan mata kanan terlebih dahulu kemudian
mata kiri. Tajam penglihatan adalah jarak kemampuan melihat seseorang, yang
dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai kemampuan melihat optotyp
atau menghitung jari atau gerakan tangan. Tajam penglihatan dinyatakan dengan rasio
16
pembilang dan penyebut, dimana pembilang merupakan jarak mata dengan kartu
Snellen dan penyebut merupakan jarak dimana satu huruf tertentu dapat dilihat mata
normal.Sebagai contoh, visus 6/6 berarti pada jarak 6 meter dapat melihat huruf yang
seharusnya dapat dilihat pada jarak 6 meter.Dan visus 6/10 berarti pada jarak 6 meter
hanya dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 10 meter. Visus
1/60 hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter, visus 1/300 hanya dapat melihat
gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, dan visus 1/∞ hanya dapat
membedakan gelap dan terang saja.
17
- Apabila pasien bisa melihat huruf pada baris tersebut tetapi ada yang salah,
dinyatakan dengan f, contoh dapat membaca baris 6/18 tetapi terdapat satu
kesalahan, maka visus 6/18 f1.
- Kesalahan jumlahnya tidak boleh sampai ½ dari jumlah huruf yang ada di baris
tersebut.
- Kalau jumlah kesalahan ½ atau kebih maka visusnya menjadi visus di baris di
atasnya.
3. Uji refraksi
1) Pemeriksaan Refraksi Subjektif
18
Cara melakukan pemeriksaan trial and error pada pasien adalah sebagai
berikut :
Pasientetapdudukpadajarak 5 atau 6 meter dariSnellenchart.
Padamatadipasang trial frame.
Satu mata ditutupdenganokluder.
Dimulaipadamatasebelahkananterlebihdahulu
Dipasang trial lens, tergantungdarijarakberapapasienmulaitidakbisa
membaca Snellen chart (+/- 2, +/- 1, +/- 0.5, +/- 0.25) dan dari kejernihan
pasien melihat tulisan Snellen chart (lensa +/-)
Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubahlensa
sampai huruf pada jarak 5/5 dapat dibaca dengan jelas, jika lensa negatif (-
) pilih lensa yang negatif terkecil yang dapat melihathuruf pada jarak 5/5,
dan jika lensa positif, maka di pilih positif yang terbesar yang bisa melihat
huruf pada jarak 5/5.
Lakukan hal yang sama pada mata kiri
Interpretasikan
2) Astigmatisme Dial technique12
Astigmatisme dial teknik adalah tes menggunakan chart yang terdiri dari
garis yang telah disusun yang dapat menentukan axis astigmatisma. Gambaran
cahaya seperti pensil yang terlihat pada mata astigmatisma adalah conoid of
sturm. Teknik ini sejalan dengan prinsip meridian bahwa mata astigmatisma
seperti garis tajam yang sesuai dengan coronoid of strum.
19
Gambar 2.11 Gambaran mata pada pemeriksaan astimatisma dial technique
20
disingkarkan dan dilakukan tes hingga didapatkan ketajam penglihatan yang
sempurna.
21
alat yang paling sering digunakan dalam menentukan koreksi astigmatisma.
Alat pegangan ini terdiri dari 2 lensa silindris dengan kekuatan 1 minus dan 1
plus.
i. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer.Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
22
Pada umumnya, retinoskopi yang dipakai sekarang ini menggunakan sistem
Streak Projection yang dikembangkan oleh Copeland (cermin yang seluruhnya
perak mengelilingi lubang kecil) atau cermin setengah perak (model Welh-Allyn).
Meskipun berbagi merek streak retinoscope berbeda dalam desain, alat-alat tersebut
bekerja dengan cara yang sama. Berkas cahaya melewati lapisan air mata pasien,
kornea, ruang anterior, lensa, ruang vitreous dan retina. Hal ini kemudian tercermin
pada koroid dan epitel pigmen retina sebagai refleks merah linear yang kembali
melalui retina sensorik, vitreous, lensa, aqueous, kornea, dan air mata, melalui udara
antara pasien dan pemeriksa, dan ke kepala dari retinoskop, melalui lubang di
cermin, yang akhirnya keluar melalui belakang retinoskop ke mata retinoscopist.
Lintasan yang diproyeksikan, membentuk bayangan kabur dari filamen pada
retina pasien, yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya bantu yang kembali ke
mata pemeriksa. Melalui pengamatan karakteristik dari refleks ini, seseorang dapat
menentukan status refraktif mata.Pada pasien emetrop, cahaya muncul secara
parallel. Apabila pasien adalah myopia, maka cahaya yang muncul akan konvergen.
Dan apabila pasien adalah hipermetropi, maka cahaya muncul secara
divergen.Melalui lubang intip pada retinoskop, cahaya yang muncul ini terlihat
sebagai refleks berwarna merah pada pupil pasien.Jika pemeriksa berada pada titik
jauh pasien, maka semua cahaya memasuki pupil pemeriksa dan penerangan merata.
Meskipun demikian, jika titik jauh dari mata pasien bukan di lubang intip
retinoskop, maka beberapa cahaya yang memancar dari pupil pasien tidak akan
memasuki lubang intip dan penerangn pupil tidak sempurna. 10, 13
Jika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (myopia lebih besar
daripada jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan akan menyebar
kembali. Posisi cahaya dari pupil akan bergerak mengayun dalam arah berlawanan
(dikenal sebagai pergerakan berlawanan/ against motion). Jika titik jauh tidak
berada diantara pemeriksa dan pasien (hiperopia), cahaya akan bergerak searah
dengan ayunan (dikenal dengan gerakan searah/ with motion). Ketika cahaya
memenuhi pupil pasien dan tidak bergerak – karena mata emetrop atau karena
sebelumnya telah dipasang koreksi lensa yang sesuai – kondisi ini dikenal dengan
netralisasi.10
23
Gambar 2.15 Gerakan refleks retina. Perhatikan gerakan lintasan dari wajah dan dari retina dalam
gerakan searah versus gerakan berlawanan14
1. Kecepatan. Refleks bergerak paling lambat ketika pemeriksa berada jauh dari
titik fokus dan menjadi lebih cepat ketika titik fokus didekati. Dengan kata
lain kesalahan-kesalahan refraktif besar memiliki refleks pergerakan yang
lambat, sedangkan kesalahan-kesalahan kecil memiliki refleks yang cepat
2. Kecerahan. Refleks tumpul ketika pemeriksa jauh dari titik fokus, menjadi
lebih cerah ketika netralitas didekati. Refleks berlawanan (against reflexes)
biasanya redup daripada refleks searah (with reflexes).
3. Lebar. Lintasan sempit ketika pemeriksa jauh dari titik fokus. Meluas dengan
mendekati titik fokus dan tentu saja mengisi seluruh pupil pada titik fokus itu
sendiri.
24
sama seperti aksis dari correcting cylinder yang diuji. Selanjutnya pada pasien
dengan astigmatisma regular, kita ingin menetralisasikan dua refleks, satu dari
setiap meridian utama.2,14
1. Break.Break terlihat ketika lintasan tidak sejajar dengan salah satu meridian.
Orientasi refleks dalam pupil tidak sama dengan lintasan yang kita
proyeksikan, garis tersebut putus atau patah. Break hilang (yakni garis terlihat
berlanjut) ketika lintasan diputar ke dalam aksis yang tepat. Silinder koreksi
harus ditempatkan pada aksis ini.
2. Width. Width dari lintasan berbeda-beda ketika dia berputar sekitar aksis yang
tepat. Lebar terlihat paling sempit ketika lintasan sejajar dengan aksis.
Gambar 2.16 Width/ lebar atau ketebalan, refleks retina. Kita tentukan lokasi aksis di tempat
dimana refleks paling tipis14
3. Intensitas. Intensitas garis lebih terang apabila lintasan berada pada aksis yang
tepat (ini merupakan temuan subtil, yang hanya berguna pada silinder-silinder
kecil).
4. Skew. Skew (gerakan oblik dari lintasan refleks) dapat digunakan untuk
menempatkan aksis pada silinder-silinder kecil. Jika lintasan di luar aksis,
maka akan bergerak dengan arah yang agak berbeda dari refleks pupil. Refleks
25
dan lintasan gerak dalam arah yang sama (keduanya tegak lurus pada orientasi
lintasan) apabila lintasan sejajar dengan salah satu meridian utama.
Gambar 2.17 Skew/ Gerakan miring.Tanda panah menunjukkan bahwa gerakan refleks dan
berpotongan tidak parallel. Refleks dan berpotongan tidak bergerak dengan arah yang sama
tetapi miring bila lintasan tidak tersejajarkan pada aksis14
Dengan 2 sferis : menetralisasi satu aksis dengan satu lensa sferis. Jika
aksis 90o dinetralisasikan dengan +1.50 sferis dan aksis 180o dinetralisasikan
26
dengan +2.25 sferis, retinoskopi kasar +1.50 +0.75 x 180. Jarak kerja
pemeriksa harus dikurangi dari sferis untuk memperoleh perbaikan refraktif.14
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
1) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut
tidak terbentuk sempurna.11,12
27
2) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, dimana akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.11,12
2.12 Tatalaksana
1. Terapi Non Operatif
Terapi non operatif pada pasien astigmatisme mencakup kacamata dan lensa kontak
a. Kacamata
Kacamata adalah tatalaksana yang paling mudah dan aman dalam koreksi kelainan
Kacamata denga lensa silindris berbeda dengan lensa sferis dimana lensa sferis
memiliki kurvatura dan daya refraksi hanya pada satu meridian. Berbeda dengan
lensa sferis, lensa silindris memfokuskan sinar cahaya ke garis fokus, bukan ke
titik tertentu. Garis meridian tegak lurus terhadap (90odari) garis meridian dengan
berjarak 90o dari axis. Artinya, jika axis 45o, maka kekuatan meridian
maksimumnya 135o.10
dan membutuhkan koreksi pada lebih dari satu meridian. Lensa sferosilindris
dapat membiaskan cahaya pada dua meridian dan dapat memberikan koreksi
berbagai minus atau plus pada astigmatisme dengan miopia atau hipermetropia.10
28
Panduan berikut mungkin bisa membantu dalam meresepkan lensa silindris untuk
koreksi astigmatisme:
• Untuk anak-anak, berikan koreksi astigmatik penuh pada sumbu yang benar.
• Untuk orang dewasa, coba koreksi penuh pada awalnya. Berikan pasien
mengurangi distorsi, gunakan lensa minus silindris (juga lensa silindris yang tersedia
• Jika perlu, kurangi distorsi dengan memutar sumbu silinder ke arah 180 ° atau
90 ° (atau ke arah sumbu lama) dan/atau kurangi kekuatan silinder. Sesuaikan mata
untuk menjaga kesetaraan sferis, namun tetap lakukan cek subjektif akhir untuk
• Jika distorsi tidak berkurang secara adekuat, pertimbangkan lensa kontak atau
koreksi iseikonik.17
b. Lensa kontak
secara komprehensif. Pasien juga harus diberikan edukasi bahwa pemakaian soft
Lensa kontak untuk astigmatisme yaitu soft toric dan RGP (Rigid Gas
sehingga meridional anisekonia yang dihasilkan dua kekuatan yang berbeda dapat
29
astigmatisme regular, sedangkan hard lens dapat digunakan pada kelainan sferis,
2. Terapi Operatif
Terapi operatif pada astigmatisme terdiri dari laser in situ keratomileusis (LASIK)
dan photorefractive keratotomy (PRK). Saat ini prosedur LASIK lebih banyak
dilakukan karena kurang menyebabkan nyeri dan rehabilitasi visual lebih cepat.
Meskipun begitu, PRK masih menjadi opsi pada kasus tertentu, seperti mata dengan
kornea yang tipis atau pupil yang besar dan kornea yang terlalu datar atau curam.16, 17
2.13 Komplikasi
Astigmatisme yang tidak ditatalaksana pada orang dewasa dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada mata, mata menjadi penat, dan terkadang sakit kepala. Pada
2.14 Prognosis
Tingkat astigmatisme yang tinggi pada bayi dan balita sering terjadi, namun pada
kebanyakan kasus, kornea merata dan astigmatisme semakin berkurang pada masa kanak-
stabil dan ketajaman visual dapat dicapai dengan koreksi refraksi. Astigmatisme iregular
sering disebabkan keratokonus.19 Keratokonus sering pada awalnya mengenai satu mata
dan mengenai mata lainnya setelah beberapa tahun. Akibatnya, mata yang terkena
pertama cenderung mengalami distorsi kornea yang lebih berat. Memprediksi tingkat
periode bolak-balik, progresifitas cepat dan stabilisasi. Satu studi besar pada pasien
30
keratokonus, > 20% pasien memerlukan transplantasi kornea rata-rata 8,8 tahun setelah
diagnosis.20
31
BAB 3
KESIMPULAN
1. Astigmatisme adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh
mata tanpa akomodasi dibiaskan pada lebih dari satu titik, kelainan ini terjadi karena
bentuk lensa dan kornea yang tidak teratur
2. Astigmatisme disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya permukaan luar kornea yang
tidak teratur, kekeruhan pada lensa, intoleransi lensa atau lensa kontak, trauma pada
kornea dan tumor.
3. Berdasarkan posisi fokus pada retina, astigmatisme terbagi atas astigmatisme reguler yang
memiliki dua titik bias dan astigmatisme irreguler dengan titik bias yang tidka teratur.
4. Berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi atas
astigmatisme miopia simpleks, astigmatisme hiperopia simpleks, astigmatisme miopia
kompositus, astigmatisme hiperopia kompositus dan astigmatisme mikstus.
5. Astigmatisme terjadi karena berkas cahaya tidak terfokus pada satu titik dengan penyebab
paling umum ialah kelaianan bentuk kornea. Kornea pada astigmatisme lebih melengkung
dengan beberapa area yang lebih curam dan lebih bulat dibandingkan lainnya.
6. Penderita astigmatisme pada umumnya memperlihatkan gejala seperti sakit kepala bagian
frontal, pengaburan sementara pada penglihatan dekat, memiringkan kepala (titling his
head), menyipitkan mata saat melihat, membaca pada jarak yang lebih dekat seperti pada
penderita myopia
7. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang spesifik tentang persepsi pasien terhadap
penglihatannya serta riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan ketajaman penglihatan, pemeriksaan pin hole, uji refraksi subjektif dan
objektif.
8. Diagnosis banding astigmatisme diantaranya miopia, hipermetropia, katarak, dan Age
Related Macular Degeneration.
9. Tatalaksana astigmatisme terbagi atas terapi non operatif berupa pemakaian kacamata dan
lensa kontak, dan terapi non operatif berupa LASIK dan PRK
10. Komplikasi pada anak dapat menyebabkan ambliopia dan pada dewasa menyebabkan
ketidaknyamanan pada mata, mata penat dan sakit kepala
11. Astigmatisme reguler memiliki prognosis bonam dengan koreksi refraksi, sedangkan
20% pasien astigmatisme irregular yang disebabkan kerratokonus membutuhkan
transplantasi korena rata-rata 8.8 tahun setelah diagnosis.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
2. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
3. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi ke tiga.
7. Riordan P. Whitcher P John Eva. Optik dan refraksi dalam : Vaugan dan Asbury
8. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam: Advances
9. Sidharta, Ilyas. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman: 81 –
83.
from:www.intechopen.com
P.121-129
33
13. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=p
mcentrez
14. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/15456110_v108_p077.pdf?
?tool=pmcentrez
15. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors,
18. Levin LA, Nilsson SFE, Wu SM, Hoeve JV. (2011). Adler‟s physiology of the eye. 11 th
19. Read SA, Collins MJ, Carney LG. (2007). A review of astigmatism and its possible
34