Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM

Pembimbing :

Dr. Eka Nurfitri, Sp. A

Disusun oleh:

Niken Nurul Paramesti

1111103000029

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah kasus ini. Shalawat dan salam
marilah senantiasa saya junjungkan kehadirat Nabi Muhammad SAW.
Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Eka
Nurfitri, sp. A, selaku pembimbing presentasi kasus ini.
Saya menyadari makalah kasus tentang “Kejang Demam” ini masih jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
saya harapkan demi kesempurnaannya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah kasus ini dapat
bermanfaat khususnya bagi saya dan rekan-rekan mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan kepaniteraan klinik.
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka bila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang
lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Al
Insyirah:6-7)”

Jakarta, September 2016

Penyusun

1|Page
BAB 1

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Status Pasien

Nama : An. KF
Nomor RM : 01455759
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 26 Februari 2015  1 tahun 6 bulan
Alamat : Jl. H. Niing No. 32 Bojong Sari
Agama : Islam
Pendidikan : Belum Sekolah
Masuk Rawat Inap RSF : 23 Agustus 2016-24 Agustus 2016

Identitas Orang Tua Pasien


Nama : Tn. HM
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. H. Niing No. 32 Bojong Sari
Pekerjaan : pedagang
Pendidikan : SMA

Nama : Ny. T
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. H. Niing No. 32 Bojong Sari
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA

II. Anamnesis ( Alloanamnesis pada tanggal 25 Agustus 2016 ) dengan ibu pasien

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 12 jam SMRS

2|Page
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSF dirujuk dari RS Bhineka Bhakti Husada
Pamulang dengan diagnosis suspek meningitis, TB paru on OAT bulan ke-2, dan
gizi buruk. Alasan dirujuk karena tidak tersedia ruang rawat.
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 12 jam SMRS. Kejang terjadi
sebanyak 2 kali dengan jarak antar kejang sekitar 4 jam. Kejang pertama
berlangsung 10 menit, mata pasien tiba-tiba mendelik keatas dan pasien tidak
sadar. Tidak ada gerakan kelojotan. Kejang kedua terjadi selama 10 menit.
Kejadian kejang didahului dengan kejadian demam tinggi mencapai 40,3oC saat
kejang pertama dan 39.9oC saat kejang kedua ( suhu axilla). Setelah kejang
pertama pasien dibawa ke RS Bhinneka dan diberikan obat melalui anus ( ibu
pasien tidak tahu nama obatnya). Kejang kedua terjadi di RSF.
4 hari SMRS, pasien mengeluhkan mengalami demam tinggi mendadak.
Demam dirasakan naik turun. Demam dirasakan terutama saat siang hari demam
disertai dengan mual dan muntah sebanyak 4 kali. Muntah berisi susu yang
diminum, lendir dan darah tidak ada. BAB pasien cair dengan frekuensi 4 kali
sehari, BAB berwarna kemerahan (pasien dalam pengobatan TB), darah tidak ada,
lender ada bau normal. BAK dalam batas normal. Nafsu makan menurun.
2 bulan SMRS pasien didiagnosis menderita TB paru, dan saat ini sedang
menjalani terapi OAT bulan ke 2. Keluhan batuk jarang.
Pasien sudah dirawat dan sudah diberikan terapi berupa pemberian
paracetamol dan diazepam bila demam,pemberian F75 untuk pemenuhan gizinya,
zinkid, dan KDT untuk terapi TB nya.
Saat ini kejang sudah tidak dialami, demam sudah tidak dirasakan, pasien
sudah tidak mual, tidak muntah, BAB biasa, makan dan minum sudah muli mau,
namun masih tidak habis.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada usia 9 bulan, pasien pernah dirawat di Rumah Sakit karena demam
dengue. Riwayat alergi makanan, alergi obat-obatan serta riwayat trauma kepala
sebelumnya disangkal.

3|Page
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga terdapat riwayat kejang disertai demam pada ayah dan
kakak pasien sewaktu masih kecil. Riwayat kejang tanpa disertai demam
disangkal. Riwayat alergi makanan atau alergi obat-obatan disangkal. Ayah
pasien pernah didiagnosis TB paru, sudah menjalani terapi OAT dan sudah
dinyatakan sembuh oleh dokter.

Riwayat Sosial
Pasien tinggal 1 rumah dengan kedua orang tua dan kakakny.. Di rumah
lingkungan padat, punya halaman depan. Ventilasi cukup.

Riwayat Kehamilan
Selama hamil ibu pasien rutin kontrol ke bidan, tidak dalam
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, dan tidak pernah mengalami sakit, tidak ada
riwayat keguguran.

Riwayat Kelahiran
Pasien lahir cukup bulan, lahir spontan ditolong oleh bidan. Setelah lahir
pasien langsung menangis, tidak ada kebiruan dan tidak mengalami sakit kuning.
BBL 3200 g, PBL 50 cm.

Riwayat Nutrisi
Pemberian minum ASI sampai 6 bulan. ASI + MPASI > 6 bulan berupa
bubur susu, buah, biskuit, sampai saat ini.

Riwayat Perkembangan
 Tengkurap usia 7 bulan
 Pasien belum bisa duduk, tengkurap dan berjalan merambat.

4|Page
 Saat ini pasien hanya dapat meracau, belum terentuk kata-kata.
Kesan : Perkembangan terlambat
Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap.

III. Pemeriksaan Fisik ( Tanggal 2 Juli 2013 pukul 14.00)


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital :
 Frekuensi nadi : 110x/menit, reguler, kuat, isi cukup
 Frekuensi napas : 28x/menit, reguler, cepat, dangkal
 Suhu : 36,5° C axilaris dextra

Status Gizi
• Berat badan : 7,3 kg
• Tinggi badan : 75 cm
• Lingkar kepala : 43 cm
• LILA : 12 cm
• Usia : 1 tahun 6 bulan
• BB/U : Z score < -3SD
• TB/U : -3 SD < Z score < -2 SD
• BB/TB : Z score = -3SD
• LILA/U : -3 SD< z score <-2SD
• Kesan  gizi kurang

Status generalis :
 Kepala : : Normocephal, tidak ada deformitas, rambut tipis
berwarna kecoklatan tersebar merata, tidak mudah dicabut,
ubun-ubun sudah tertutup, LK 43 cm. Muka tidak keriput
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat
isokor diameter 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+, gerakan mata
kesegala arah, edem palpebra -/-

5|Page
 Hidung : Septum deviasi (-),konka edema (-), mukosa hiperemis
( - ), sekret -/-,Napas cuping hidung -/-
 Mulut : Mukosa bibir basah, atrofi lidah (-), gigi karies (-)
 Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, arcus faring
simetris, uvula terletak ditengah
 Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tak teraba
 Paru :
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi
iga (-)
- Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
- Auskultasi : Suara napas vesikular +/+, Rhonki -/- di kedua lapang
paru, wheezing -/-
 Jantung
- Inspeksi : Ictus kordia tidak terlihat
- Palpasi : Ictuc kordis teraba ICS V
- Perkusi : Batas jantung kiri ICS V sisi medial MCLS, batas
jantung kanan ICS V PSL dektra
- Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Palpasi : Lemas, Nyeri tekan (-), Hepar/lien tak teraba,
ballotement -/-
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus positif normal
 Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-/-), CRT < 3 detik
 Genital: orificium uretra eksternum tidak hiperemis
 Kulit: lembab, petekie (-), ikterik (-), sianosis (-)

Status Neurologis
 GCS  E4M6V5, compos mentis
 TRM  Kaku kuduk (+), Laseq > 70/> 70, Kerniq >135/>135,

6|Page
Brudzinski I dan II (-/-)
 Nervus Kranialis (kesan tidak ada parese)
 Kekuatan Motorik : kesan baik
 Sensorik dan Otonom : kesan baik
 Reflek fisiologis bisep, tricep, achiles, patella +2/+2
 Reflek patologis (-/-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Hasil Laboratorium 23 Agustus 2016
Hemoglobin 10,7 g/dl 10,8-15,6

Hematokrit 33 % 35-43

Leukosit 12.4 ribu/ul 6-17

Trombosit 271 ribu/ul 217-497

Eritosit 4,25 juta/ul 3,6-5,2

VER 76,9 fl 73-101

HER 25,5 pg 23-31

KHER 32,9 g/dl 28 -32

RDW 14,1 % 11,5-14,5

Elektrolit

Natrium 129 mg/dl 135-147

Kalium 3,4 mg/l 3.10-5.10

Klorida 104 mm 95-108

GDS 104 mg/dl 60-100

7|Page
V. Resume
Pasien, laki-laki usia 1,5 tahun, datang dirujuk dengan diagnosis suspek
meningitis, TB paru on OAT bulan ke-2, dan gizi buruk. Pasien mengeluh
kejang 2 kali, dengan jarak antar kejang 5-10 menit. Kejang pertama 10 menit,
kejang kedua 10 menit, kejang berupa mata mendelik keatas. Setiap kejang
selau demam, suhu axilla 39.9oC. pasien sudah dibawa ke RS dan diberikan
obat lewat anus 4 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi mendadak,
naik turun, naik terutama saat siang hari, disertai mual dan muntah 4 kali, berisi
makanan yang dimakan. BAB kemerahan (pasien konsumsi OAT), nafsu
makan menurun. Pasien penderita TB paru dan sedang konsumsi OAT bulan ke
2. Riwayat imunisasi lengkap. Terdapat gangguan pekembangan.
Pada pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
aktif, dari tanda vital terdapat takikardia dan demam (39.9⁰C). Dari status
generalis tdak didpatkan kelainan.. Pada status neurologis didapatkan tanda
rangsang meningeal kaku kuduk positif, nervus kranialis dan motorik tidak ada
parese, sensorik dan otonom kesan baik. BB= 7.3 kg, TB 75 cm, kesan gizi
kurang. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya penurunan kadar
natrium
VI. Diagnosis Kerja
 Kejang demam kompleks dd/ meningitis tuberculosis
 Global delay development
 Gizi kurang
 TB paru on OAT bulan ke 2

VII. Tatalaksana
Non medika mentosa
 Rawat ruang biasa
Medika mentosa
 Diazepam 3 x 0.75 mg IV jika suhu >38oC
 Paracetamol 4 x 0,8 mL
 F75 8 x 75 cc
 Zinkid 1 x 20 mg

8|Page
VIII. Pemeriksaan Anjuran
 Feses rutin
 LED
 Lumbal pungsi
 CT scan dengan kontras
 Rujuk ke neurologis anak untuk pemantauan tumbuh kembang.

IX. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

9|Page
BAB 2
Analisa Kasus
Diagnosis Kejang demam kompleks
Pada kasus ini diagnosis kejang demam kompleks didapatkan berdasarkan
riwayat kejang yang didahului oleh demam >38oC (39,9oC) suhu rectal, pada anak
berusia lebih dari 1 bulan (1 tahun 6 bulan), yang berulang dalam 24 jam.
Kemungkinan penyebabnya adalah infeksi pada saluran pencernaan, karena
didapatkan pada anamnesis pasien mengeluhkan BAB cair sebanyak 4x dalam
sehari. Namun, bukti infeksi susunan saraf pusat pada pasien ini belum dapat
disingkirkan karena, pasien memiliki riwayat menderita TB paru dan sedang
dalam pengobatan dan pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda rangsang
meningeal berupa kaku kuduk yang positif, sehingga masih mungkin pasien ini
mengalami meningitis TB. Namun diagnosis pasti baru bisa ditegakkan setelah
dilakukan pemeriksaan selanjutnya, sehingga diagnosis sementara masih kejang
demam kompleks, dengan diagnosis banding yaitu meningitis TB.

Diagnosis Gizi Kurang


Status Gizi Perempuan usia 1 tahun 6 bulan, BB 7.3 kg, TB 75 cm, LLA 12 cm,
LK 43 cm

• BB/U : Z score < -3SD

• TB/U : -3 SD < Z score < -2 SD

• BB/TB : Z score = -3SD

• LILA/U : -3 SD< z score <-2SD

Kesan : Gizi kurang

Diagnosis Global Developmental Delayed


Dari hasil skrining menggunakan Denver II, pasien mengalami
keterlambatan dalam dua sektor fungsi yaitu perkembangan gerak kasar dan
bahasa, sehingga diagnosis Global developmental delayed dapat ditegakkan.

10 | P a g e
No Gerak Kasar P75 Denver II P90 Denver II Pasien
(Hati-hati) (Terlambat)

1 Tengkurap bolak-balik 4,3 bulan 5,4 bulan 7 bulan

2 Duduk tanpa pegangan 6,3 bulan 6,8 bulan Belum bisa

3 Berdiri sendiri 12,5 bulan 13,7 bulan Belum bisa

4 Berjalan lancar 13,6 bulan 14,9 bulan Belum bisa

No Bahasa dengar P75 Denver II P90 Denver II Pasien


(Hati-hati) (Terlambat)

1 Memanggil mama papa 7,8 bulan 8,5 bulan Belum bisa

2 Bicara 2 kata 10,9 bulan 11,6 bulan Belum bisa

Diagnosis Banding

 Meningitis tuberculosis

Diagnosis banding meningitis tuberculosis dipilih karena pada anak ini


sudah didiagnosis mengalami tuberculosis paru dan sedang dalam pengobatan
TB bulan kedua. Gejala klinis pada pasien ini berupa kejang, demam, mual
dan muntah, lemas dan penurunan nafsu makan sesuai dengan keluhan pada
meningitis TB. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda rangsang meningeal
yaitu kaku kuduk yang positif, yang semakin mendukung kearah terjadinya
meningitis. Namun, pada pasien ini tidak didapatkan adanya deficit
neurologis, nyeri kepala, gangguan motorik, dan penurunan kesadaran pada
pasien. Untuk menegakkan diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan, antara lain pemeriksaan lumbal pungsi untuk menganalisa cairan
serebrospinal, dan pemeriksaan CT scan kepala dengan kontras untuk melihat
adanya gangguan di otak seperti tuberkuloma, hidrosefalus, dll.

Tatalaksana kejang demam pada pasien ini saat terjadi kejang di RS.
Bhinneka Bhakti Husada pasien sudah diberikan obat antikejan yang di berikan
leat anus, ada kemungkinan obat tersebut adalah diazepam, namun kejang
berulang di RSF. Di RSF pasien diberikan obat anti kejang yaitu diazepam 3 x
0.75 mg intravena yang diberikan bila suhu >38oC. pemberian obat ini menurut
saya sudah tepat, karena pada pasien dengan kejang demam perlu diberikan terapi
profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang. Terapi profilaksis dapat
diberikan secara intermitten dan rumatan. Namun, pada pasien ini pemberian

11 | P a g e
terapi rumatan tidak merupakan indikasi, sehingga pemilihan profilaksis
intermitten lebih tepat. Namun, menurut penulis, dosis yang diberikan untuk
terapi intermitten pada kasus ini tidak sesuai dengan literature. Pada literature
dikatakan bahwa dosis diazepam adalah 0.3 mg/kg/kali pemberian diberikan 3
kali sehari, dan diberikan selama 48 jam pertama demam. pasien ini memiliki
berat bdan 7.3 kg, sehingga dosis yang tepat tiap pemberian diazepam adalah 2.19
mg/ kali pemberian.
Pada pasien juga diberikan paracetamol 4 x 0,8 mL PO. Pada pasien ini
pemberian obat antipiretik digunakan untuk mencegah peningkatan suhu. Dosis
paracetamol yang dianjurkan adalah 10-15 mg/kgBB/kali pemberian. Pada pasien
ini, dosis paracetamol yang dibutuhkan adalah 73-109,5 mg tiap kali pemberian.
Pada paracetamol syrup tiap 5 ml mengandung 120mg paracetamol, sehingga
pada 0.8 ml didapatkan dosis 19.2 mg. Menurut penulis, dosis yang diberikan
kurang tepat karena tidak memenuhi dosis anjuran. Seharusnya pada pasien ini
diberikan paracetamol 4 x 3-4 ml.
Pemberian zinc pada pasien ini menurut penulis sudah tepat, karena pada
pasien ini didapatkan adanya diare. Pada pasien diare akut, pemberian zinc
berguna untuk menambah nafsu makan, proliferasi sel-sel pada traktus digestivus,
dan mengandung anti oksidan. Dosis pemberiannya pun sudah sesuai dengan
literature, untuk pasien >6 bulan sebanyak 1x 20 mg.
Untuk gizi kurang dengan penyakit berat, dari buku penatalaksanaan gizi
buruk yang dikeluarkan oleh kemenkes 2011dianjurkan untuk menangani
penyakit, dan diberikan penambahan energy dan protein 20-25% diatas angka
kebutuhan gizi. Berat badan ideal pasien dengan tinggi badan 75 cm adalah 9.2
kg. kebutuhan kalori pasien adalah berat badan ideal x RDA = 9,2 x 102= 938,4
kkal, sehingga bila ditambahkan 20 % menjadi 1.125kkal. namun, untuk
mencegah refeeding syndrome maka disarankan untuk diberikan secara bertahap,
yaitu sekitar 50-75% dari target kalori. Untuk pemilihan makanan, karena pasien
berusia 18 bulan, maka pemberian nutrisi yang dianjurkan adalah makanan
keluarga ditambah dengan ASI dan/atau susu.
Untuk terapi TB paru sebaiknya dilanjutkan sampai selesai pengobatan
dan dikatakan sembuh oleh dokter spesialis anak bagian paru.

12 | P a g e
Untuk Global Developmental Delayed dibutuhkan penanganan lebih
lanjut. Maka sebaiknya di konsultasikan dengan dokter spesialis anak bagian
tumbuh kembang.

Prognosis
Prognosis pada pasien ini tergantung dari diagnosis pastinya. bila
diagnosis pastinya adalah kejang demam kompleks, maka untuk kelangsungan
hidupnya akan baik, fungsi tubuhnya juga biasanya baik bila kejangdapat teratasi
dan tidak terulang kembali, dan untuk kekambuhannya, pada pasien ini tidak
terdapat faktor risiko, sehingga angka berulangnya kejang demam adalah 10-15
%, dan faktor risiko untuk menjadi epilepsy sekitar 2-4%.
Sedangkan bila diagnosis pastinya adalah meningitis TB, maka untuk
kemungkinan hidupnya biasanya baik ( angka kematian 10-20%) , namun untuk
fungsional terutama untuk status neurologis dan intelektual kemungkinan besar
terganggu, dan untuk kekambuhannya, sebagian besar pasien dengan meningitis
TB menimbulkan gejala sisa.

13 | P a g e
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. 2 ,4, 5, 6, 7
Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat
batasan-batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Anak yang
pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang
demam ialah 38ºC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.4

EPIDEMIOLOGI

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kenjang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. 2, 7
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 7
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 6
bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.2, 4, 5, 6

14 | P a g e
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko berulangnya kejang demam: 2, 4, 5, 6
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin redah temperatur saat kejang makin
sering berulang
4. Lamanya demam

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari: 2, 4, 5, 6


1. Adanya gangguan perkembangan neurologis
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi dalam keluarga
4. Lamanya demam

KLASIFIKASI

Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu


kejang demam sederhana ( simple febrile convulsion) dan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi
digunakan karena studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko
berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak
yang diperkirakan.6

Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria


Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam sederhana ialah: 6

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.


2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

15 | P a g e
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh
kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi
oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.6

Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu :


 Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang
menyeluruh yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang
dalam 24 jam. Umumnya akan berhenti sendiri, kejang berbentuk umum
tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal. Kejang demam sederhana
merupakan 80% diantara seluruh kejang demam. 2, 4, 5, 7
 Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal
(hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15
menit dan atau berulang dalam waktu singkat ( selama demam
berlangsung). 2, 4, 5, 7

ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-
kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.6

PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

16 | P a g e
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
dan terjadilah kejang.6
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38º C sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi , kejang baru
terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.6

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan


tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (
lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apne, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapni, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat.6

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya


kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.6

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan


kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga

17 | P a g e
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.6

MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, faringitis, otitis media akuta,
bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.1, 6
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik
bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga
terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,
gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.1, 6

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik
khusus pada anak yaitu: 4, 7
a. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan
untuk menyingkirkan menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama.
Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % -6,7 %. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada :

 Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan


 Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
 Bayi > 18 bulan tidak rutin bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
diperlukan pungsi lumbal.
b. EEG

18 | P a g e
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang
demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis. Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya
kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam
fokal.

c. Pemeriksaan laboratorium
Permeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah.

d. Pemeriksaan imaging
Foto X-ray kepala dan pencitraaan seperti CT-Scan atau MRI jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi seperti :

 Kelaianan neorologik fokal yang menetap seperti hemipareses


 Paresis nervus VI
 Papiledema
 Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
 Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).

DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf
pusat (otak). Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,
ensefalitis, abses otak dan lain-lain.6
Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada
kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini
tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh
demam.6

19 | P a g e
PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan
profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. 3, 7

1. Pengobatan fase akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik.6
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam
yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam
darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intrvena
dan dalam waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena
0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.

Obat yang paling praktis dan dapat diberikan orang tua atau di rumah
adalah diazepam rectal. Dosis diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau dengan diazepam rectal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.4, 7

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,


dianjurkan ke rumah sakit, dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 -
0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Bila kejang berhenti

20 | P a g e
pemberian obat selanjutnya tergantung jenis kejang demam dan faktor resikonya.4,
7

2. Mencari dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk meyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi
lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu
dilakukan untuk mencari penyebab. Apabila disertai dengan adanya fokal infeksi
yang kemungkinan menjadi penyebab terjadinya demam, maka hal itu harus
segera diobati untuk mencegah terjadinya kejang demam berulang. 4, 7

3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena
menakutkan dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada
2 cara profilaksis, yaitu2:
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan).

Profilaksis intermittent
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan
ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam
pada pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.
Hal yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak
mendapat hasil dengan fenobarbital intermittent. Diazepam intermittent
memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan
diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg,
setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 C atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu

21 | P a g e
pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.4, 7

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari ( rumatan)

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang


demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan
fenobarbital 3-4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis.
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir
dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.4, 7

Indikasi obat rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut ( salah satu ) 2:

 Kejang demam > 15 menit


 Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental dan
hidrosefalus
 Kejang fokal
Pengobatan rumatan dapat dipertimbangkan bila

 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam


 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Pemberian antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen
5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.4, 7

22 | P a g e
Algoritma Tatalaksana Kejang 3

Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut: 2,
a. Kejang demam kompleks
b. Hiperpireksia
c. Usia dibawah 6 bulan
d. Kejang demam pertama
e. Dijumpai kelainan neurologis

Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian.4, 6
Dua penyelidikan masing-masing
mendapat angka kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi
terulangnya kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan
pertama.6

23 | P a g e
Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam
sederhana hanya 2,9 % yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan
dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari
faktor:
 Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam.
 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka
dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,
dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas,
serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja (Consensus Statement on Febrile
Seizure, 1981).

Edukasi pada orang tua 4, 7

 Meyakinkan bahwa kejang demam prognosisnya baik


 Memberitahukan cara penanganan kejang
 Mencegah terjadinya demam
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
 Bila anak kejang: miringkan posisi anak, longgarkan pakaian, perhatikan
jalan napas, berikan diazepam rektal

24 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th edition.


elsevier. Canada: 2016
2. Divisi Neurologi. Kejang Demam. Dalam: Sudigdo Sastroasmoro,
penyunting. Panduan Pelayanan medis Departemen Ilmu Penyakit Anak
RSCM. Cetakan pertama. Jakarta : RSCM, 2015
3. Divisi neurologi. Tatalaksana kejang akut dan status epileptikus. Dalam:
Sudigdo Sastroasmoro, penyunting. Panduan Pelayanan medis
Departemen Ilmu Penyakit Anak RSCM. Cetakan pertama. Jakarta :
RSCM, 2015
4. Mangunatmadja, Irawan. Kejang Demam, Apakah Menakutkan? Dalam:
Hartono Gunardi, dkk. Penyunting. Kumpulan Tips Pediatrik. Edisi 2.
Cetakan pertama. Jakarta : Balai Penerbit IDAI, 2011; Hal 191-2
5. Pusponegoro, H.D., Dwi Putro W, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Jakarta : IDAI Unit Neurologi, 2006.
6. Saharso, Darto, Hardiono D.P., Irawan mangunatmadja, Setyo
Handyastuti, Dwi P. W., Erny. Kejang Demam. Dalam: Antonius H.
Pudjiadi, Badriul Hegar, Setyo Hanryastuti, Nikmah Salamia Idris, Ellen
P. Gandapura, Eva Devita Harmoniati, editor. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Cetakan pertama. Jakarta: IDAI,
2011
7. Widodo, Dwi Putro. Konsensus Tata Laksana Kejang Demam. Dalam:
Hartono Gunardi, dkk. Penyunting. Kumpulan Tips Pediatrik. Edisi 2.
Cetakan pertama. Jakarta : Balai Penerbit IDAI, 2011; Hal 193-203

25 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai