Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laundry adalah salah satu kegiatan rumah tangga yang menggunakan deterjen
sebagai bahan pembantu untuk membersihkan pakaian, karpet, dan alat-alat rumah tangga
lainnya. Kehadiranjasa laundry ini dapat membawa manfaat yang cukup besar bagi
perekonomian dengan megurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan taraf hidup
manusia. Namun limbah laundry juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
terutama adanya deterjen, jika limbah yang dihasilkan tidak diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang.
Deterjen mengandung zat surface active (surfaktan), yaitu anionik, kationik, dan
nonionik. Surfaktan yang digunakan dalam deterjen adalah jenis anionik dalam bentuk
sulfat dan sulfonat. Surfaktan sulfonat yang dipergunakan adalah Alkyl Benzene Sulfonate
(ABS) dan Linier Alkyl Sulfonate (LAS). Lingkungan perairan yang tercemar limbah
deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi dapat membahayakan kehidupan biota
air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut (Prihessy, 1999).
Toksisitas suatu zat dapat diuji melalui uji toksisitas, yang digunakan untuk
mendeteksi efek toksikan terhadap hewan uji. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus)
telah beradaptasi luas di Indonesia berkat kemampuan berembangbiaknya yang cepat.
Ikan mujair dapat digunakan sebagai hewan uji untuk diketahui sintasannya dalam suatu
perairan (Suyantri, 2010).
Lethal Concentration 50-96 jam (LC50-96 jam) adalah kadar zat uji yang
diperlukan untuk membunuh 50% hewan uji apabila pemajanannya berlangsung selama
96 jam (Loomis, 1978). Metode uji toksisitas LC50-96 jam merupakan hal penting untuk
mengetahui pengaruh karakteristik dari suatu bahan kimia terhadap hewan uji, sehingga
deteksi dini tingkat bahaya bahan tersebut terhadap manusia juga akan diketahui
(Achmad, 2004). Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai deteksi awal mengenai
gambaran toksisitas limbah cair Laundry, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi peringatan dini dalam upaya penanggulangan pencemaran akibat limbah
cair Laundry tersebut.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah untuk menentukan tingkat toksisitas
Lethal Concentration ( LC30 ) limbah laundry terhadap biota uji yaitu Ikan mujair
(Oreochromis mossambicus).

1.3 Rumusan Masalah


1. Mengetahui mengetahui kualitas limbah cair laundry dan toksisitas limbah cair
laundry terhadap Lethal Concentration 50% (LC50).
2. Mengetahui hasil evaluasi uji toksisitas (Uji LD 50) terhadap biota uji.

1.4 Ruang Lingkup


Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Limbah deterjen yang digunakan adalah limbah hasil pencucian laundry yang diambil
di daerah klampis.
2. Biota uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan air tawar, yaitu Ikan mujair
(Oreochromis mossambicus) dengan panjang tubuh sekitar 3,5 - 5 cm
3. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium di laboratorium jurusan Teknik
Lingkungan ITATS.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah


Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan. Air limbah adalah sisa air yang
digunakan dalam industri atau rumah tangga yang dapat mengandung zat tersuspensi dan
zat terlarut. Air limbah adalaga air yang keluarkan oleh industry akibat proses produksi
dan pada umumnya sulit diolah karena biasanya mengandung beberapa zat seperti :
pelarut organik zat padat terlarut, suspended solid, minyak dan logam berat (Metcalf dan
Eddy, 1991).

2.2 Karakteristik Limbah Cair


Limbah cair mempunyai beberapa karakteristik berdasarkan sumbernya,
karakteristik limbah cair dapat digolongkan pada karakteristik fisik, kimia, dan biologi
sebagai berikut (Metcalf and Eddy, 2003) :
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri daribeberapa parameter, diantaranya :
a. Total Solid (TS)
Padatan terdiri dari bahan padat organik maupun anorganik yang dapat larut,
mengendap atau tersuspensi. Bahan ini pada akhirnya akan mengendap di dasar
air sehingga menimbulkan pendangkalan pada dasar badan air penerima.
b. Warna
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
menigkatnya kondisi anaerob,warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi
kehitaman.
c. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik
maupun anorganik, serta menunjukkan sifat optis air yang akan membatasi
pencahayaan kedalam air.
d. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi
kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai
aktivitas sehari- hari.
e. Bau

3
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah.

2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological oxygen demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk
memecah atau mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat
didalam air.
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia
guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part
per milion). (Metcalf and Eddy, 2003)
c. Protein
Protein merupakan bagian yang penting dari makhluk hidup, termasuk di
dalamnya tanaman, dan hewan bersel satu. Di dalam limbah cair, protein
merupakan unsur penyabab bau, karena adanya proses pembusukan dan
peruraian oleh bakteri. (Metcalf and Eddy, 2003)
d. Karbohidrat
Karbohidrat antara lain : gula, pati, sellulosa dan benang-benang kayu terdiri dari
unsur C, H, dan O. Gula dalam limbah cair cenderung terdekomposisi oleh enzim
dari bakteri- bakteri tertentu dan ragi menghasilkan alkohol dan gas CO2 melalui
proses fermentasi.
e. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan bahan pencemar yang banyak ditemukan di
berbagai perairan, salah satu sumber pencemarnya adalah dari agroindustri.
f. Detergen
Deterjen termasuk bahan organik yang sangat banyak digunakan untuk keperluan
rumah tangga, hotel, dan rumah sakit. Fungsi utama deterjen adalah sebagai
pembersih dalam pencucian, sehingga tanah, lemak dan lainnya dapat
dipisahkan.
g. Derajat keasaman (pH)
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar
6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH

4
di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang
mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa.

h. Oksigen terlarut (DO)


Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen yang ada dalam air dan dinyatakan dalam
mg/l atau ppm (part per million) pada suhu 25oC. Oksigen terlarut dibutuhkan
oleh mikroorganisme dan makhluk hidup lainnya untuk kehidupannya. Adanya
oksigen terlarut di dalam air ini akan mencegah bau yang tidak enak. Semakin
tinggi DO dalam air, semakin baik kehidupan biota airnya.
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yang
dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih. Parameter yang biasa digunakan adalah
banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah. Pengolahan air limbah
secara biologis dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang melibatkan kegiatan
mikroorganisme dalam air untuk melakukan transformasi senyawa-senyawa kimia
yang terkandung dalam air menjadi bentuk atau senyawa lain. Mikroorganisme
mengkonsumsi bahan-bahan organik membuat biomassa sel baru serta zat-zat organik
dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya
(Metcalf and Eddy, 2003).

2.3 Limbah Laundry


Laundry merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan interaksi antara
beberapa faktor fisik dan kimiawi. Pada proses ini kotoran yang melekat pada pakaian
dibersihkan dengan mempergunakan air dan deterjen. Tahapan yang terjadi pada proses
ini adalah kotoran yang melekat pada pakaian akan dilepaskan oleh larutan deterjen dan
dilanjutkan dengan stabilisasi air yang berisi kotoran supaya kotoran tersebut tidak
menempel kembali pada permukaan pakaian. Kemampuan membersihkan pakaian dalam
proses laundry sangatah tergantung pada beberapa faktor seperti jenis bahan pakaian,
jenis kotoran, kualitas air, peralatan mencuci dan komposisi deterjen (Hudori, 2008).
Air pada proses laundry berfungsi sebagai pelarut bagi deterjen dan kotoran yang
menempel di pakaian. Air juga berfungsi sebagai media perpindahan untuk komponen
tanah yang terlarut maupun terdispersi. Air limbah yang dihasilkan dari proses laundry
mempunyai komposisi dan kandungan yang bervariasi. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya variasi kandungan kotoran di pakaian, komposisi dan jumlah deterjen yang

5
digunakan serta teknologi yang digunakan. Untuk jasa laundry, kandungan air limbahnya
mengandung deterjen dengan jumlah sedikit dikarenakan pemakaian yang lebih ekonomis
dan juga penggunaan peralatan pelunakan air.
Baku mutu air limbah laundry menurut Peraturan Gubernur No. 69 tahun 2013 dan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang baku mutu air limbah laundry yang
terlampir pada keputusan ini seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Laundry


No Parameter Baku Mutu Satuan
1 TSS 100* mg/l
2 COD 150* mg/l
3 BOD 75* mg/l
4 Fosfat 5** mg/l
5 pH 6-9* mg/l
Sumber: *Pergub No.69 Tahun 2013
**PP No. 82 Tahun 2001

2.4 Uji Toksisitas


Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat
toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin
suatu limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat “racun akut” jika senyawa
tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu singkat. Suatu senyawa
kimia disebut bersifat “racun kronis” jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek
racun dalam jangka waktu panjang (karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam
jumlah yang sedikit) (Pradipta 2007).

2.4.1 Uji LC-50


LC-50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan
kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan
perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC-50 48 jam, LC-50 96
jam (Dhahiyat dan Djuangsih 1997 diacu dalam Rossiana 2006) sampai waktu hidup
hewan uji.
Berdasarkan kepada lamanya, metode penambahan larutan uji dan maksud
serta tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut (Rosianna 2006) :

6
 Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term bioassay),
jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka panjang (long term
bioassay).
 Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji
hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal biossay), mengalir (flow
trough bioassay). Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah
pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan
toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji.

Untuk mengetahui nilai LC-50 digunakan uji statik. Ada dua tahapan dalam penelitian
(Rossiana 2006), yaitu:
1. Uji Pendahuluan: Untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu konsentrasi yang
dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian terkecil
mendekati 50%.
2. Uji Lanjutan: Setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi akut
berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi oleh Rochini dkk (1982)
diacu dalam Rossiana (2006). Adapun kriteria toksisitas suatu perairan adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.2 Kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC-50 48 jam pada lingkungan
perairan

Tingkat Racun Nilai (LC-50) (ppm)


Racun Tinggi <1
Racun Sedang >1 dan <100
Racun Rendah >100
Sumber: Wagner dkk (1993) dalam Rossiana (2006)

2.4.2 LD 50
LD singkatan dari "Lethal Dose". LD-50 adalah jumlah material, diberikan
sekaligus, yang menyebabkan kematian 50% (satu setengah) dari kelompok hewan uji.
LD50 adalah salah satu cara untuk mengukur potensi jangka pendek keracunan
(toksisitas akut) dari suatu material. Toksikologi dapat menggunakan berbagai jenis
hewan, tetapi paling sering pengujian dilakukan dengan tikus dan tikus. Hal ini

7
biasanya dinyatakan sebagai jumlah bahan kimia dikelola (misalnya, miligram) per 100
gram (untuk hewan yang lebih kecil) atau per kilogram (untuk ujian mata pelajaran
lebih besar) dari berat tubuh hewan uji. LD50 dapat ditemukan untuk setiap rute entri
atau administrasi tetapi kulit (dioleskan pada kulit) dan oral (diberikan melalui mulut)
metode administrasi adalah yang paling umum.
LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan
kisaran dosis letal. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50
masih dapat digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan
yang masih setuju, dengan pertimbangan:
a. Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50, tetapi
juga memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala –
gejala sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari
efek nonlethal.
b. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design
penelitian subakut.
c. Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa
terhadap konsumen atau pasien.
Pada dasarnya, nilai tes LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan yang
mati, juga harus disebutkan durasi pengamatan. Bila pengamatan dilakukan dalam 24
jam setelah perlakuan, maka hasilnya tertulis “LD50 24 jam”. Namun seiring
perkembangan, hal ini sudah tidak diperhatikan lagi, karena pada umumnya tes LD50
dilakukan dalam 24 jam pertama sehingga penulisan hasil tes “LD50” saja sudah cukup
untuk mewakili tes LD50 yang diamati dalam 24 jam. Bila dibutuhkan, tes ini dapat
dilakukan lebih dari 14 hari. Contohnya, pada senyawa tricresyl phosphat, akan
memberikan pengaruh secara neurogik pada hari 10 – 14, sehingga bila diamati pada 24
jam pertama tidak akan menemukan hasil yang berarti. Dan jika begitu tentu saja
penulisan hasil harus deisertai dengan durasi pengamatan.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain,
jenis kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba.
Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu pemberian, suhu
lingkungan, kelembaban, sirkulasi udara. Tidak luput kesalahan manusia juga dapat
mempengaruhi hasil ini. Sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita
memeperhatikan faktor – faktor yang mempengaruhi hasil ini.

8
BAB III
METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Metode Praktikum


Metode uji toksisitas dengan menganalisis LC30 akibat terkena paparan air limbah
selama 96 jam. LC30 di analisis dengan mengamati biota uji yang mati sebanyak 50%.

3.2 Alat dan Bahan


A. Alat
 Bak Reaktor sebanyak 5 buah
 Bak aklimatisasi
 Aerator sebanyak 5 buah
 pH meter
 Thermometer
 DO meter
 Geles ukur 1000 ml
B. Bahan
 Biota Uji Ikan mujair (Oreochromis mossambicus)
 Air Limbah Laundry

3.3 Prosesdur Percobaan


3.3.1 Prosedur Percobaan Aklimatisasi
1. Menyiapkan wadah berisi air dan memasang aerator untuk biota uji
2. Memasukkan biota uji
3. Memeriksa suhu, DO, dan pH
4. Membiarkan biota uji untuk berpuasa selama dua hari

9
Tabel 3.1 Prosedur Percobaan Aklimatisasi

No Prosedur Gambar Hasil Pengamatan


A Proses Aklimatisasi
Wadah digunakan untuk
manampung biota uji selama
Menyiapkan wadah berisi masa aklimatisasi, selama
1 air dan memasang aerator masa aklimatisasi memasang
untuk biota uji aerator berfungsi sebagai
membentuk oksigen dalam
air.

Membagi biota uji sebanyak


Memasukkan biota uji
2 50 ekor untuk aklimatisasi,
dalam bak
sebelum uji toksisitas

Memeriksa suhu, DO, dan pH


untuk perubahan yang terjadi
Memeriksa suhu, DO,
3 setiap harinya, sehingga dapat
dan pH
mempengaruhi proses
aklimatisasi

Aklimatisasi ikan berfungsi


Membiarkan biota uji untuk mengadaptasi atau
4 untuk berpuasa selama penyesuaian suatu organisme
dua hari terhadap suatu lingkungan
baru yang akan dimasukinya

Sumber : Pelaksanaan Praktikum

10
3.3.2 Prosedur Percobaan Uji Toksisitas
1. Menyiapkan bak reactor sebanyak 5 buah dan beri label
a. Contol
b. Konsentrasi air limbah 30%
c. Konsentrasi air limbah 22,5%
d. Konsentrasi air limbah 15%
e. Konsentrasi air limbah 7,5%
2. Membuat larutan limbah sesuai konsentrasi, kemudian memasukkan ke dalam bak
reactor
3. Memasang aerator pada setiap bak reactor
4. Melakukan pengamatan tiap 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam
5. Mencatat banyaknya biota uji yang mati tiap harinya
6. Menghitung LC30

Tabel 3.2 Prosedur Percobaan Uji Toksisitas

No Prosedur Gambar Hasil Pengamatan

Menyiapkan bak reactor


Lima bak reaktor berfungsi
sebanyak 5 buah dan beri
1 sebagai pembeda konsentrasi
label sesuai dengan
limbah yang akan di uji
konsentrasi

Konsentrasi air limbah


Membuat larutan limbah
masing bak sebesar 30% ;
sesuai konsentrasi,
2 22,5% ; 15% ; 7,5%. Terdapat
kemudian memasukkan
bak control yang berfungsi
ke dalam bak reactor
untuk control air limbah.

Pemasangan aerator pada


masing-masing bak berfungsi
Memasang aerator pada
3 untuk menyuplai oksigen agar
setiap bak reactor
ikan tidak kekurangan
oksigen.

11
No Prosedur Gambar Hasil Pengamatan

Memasukkan hewan ke Masing-masing bak berisikan


dalam masing-masing 8 ekor ikan mujair. Pada tiap
4
bak reactor sebanyak 8 bak mengandung konstrasi
ekor limbah yang berbeda

Pengamatan dilakukan untuk


Melakukan pengamatan
mengetahui pengaruh
5 tiap 24 jam, 48 jam, 72
karakteristik dari suatu bahan
jam dan 96 jam
kimia terhadap hewan uji

Memeriksa suhu, DO, dan pH


untuk perubahan yang terjadi
Memersiksa suhu, pH,
6 setiap harinya, sehingga dapat
dan DO
mempengaruhi proses uji
toksisitas

Mencatat banyaknya
Mencatat banyaknya ikan
biota uji yang mati tiap
7 yang mati pada setiap bak
harinya pada setiap bak
dengan konsentrasi berbeda
reactor

Sumber : Pelaksanaan Praktikum

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil dan Pembahasan


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat toksisitas limbah cair Restorab
Nelongso dengan mengukur nilai LC30. Pembahasannya meliputi perbandingan
karakteristik limbah cair tahu terhadap KepMenLH No. 51 Tahun 1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri, menganalisis jumlah kematian hewan uji untuk
mendapatkan nilai LC30, serta menganalisis hubungan karakteristik limbah cair yang
menimbulkan kematian pada hewan uji serta Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 5
Tahun 2014 limbah rumah makan termasuk kedalam limbah domestik yang terdiri dari
parameter BOD, TSS, pH, minyak dan lemak.

5.5.1 Aklimatisasi Ikan Mujair


Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari
suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini
didasarkan pada kemampuan organisme untuk dapat mengatur morfologi, perilaku, dan
jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan
lingkungan. Beberapa kondisi yang pada umumnya disesuaikan adalah suhu
lingkungan, derajat keasaman (pH), dan kadar oksigen. Proses penyesuaian ini
berlangsung dalam waktu yang cukup bervariasi tergantung dari jauhnya perbedaan
kondisi antara lingkungan baru yang akan dihadapi, dapat berlangsung selama beberapa
hari hingga beberapa minggu. Pada percobaan ini dilakukan aklimatisasi pada ikan
mujair selama 3 hari dengan ikan mulai berpuasa (tidak diberi makan) serta dilakukan
pengukuran pH, DO dan suhu secara berkala tiap 1x24 jam. Dan dari hasil pengukuran
parameter selama aklimatisasi diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 5.1 Data Aklimatisasi
Jumlah Ikan DO
Aklimatisasi pH Suhu
Hidup Mati (ppm)
Hari Ke-1 50 0 9.2 10.72 26
Hari Ke-2 50 0 9.2 10.72 25
Hari Ke-3 37 13 9 13.68 28
Sumber : Hasil Percobaan

13
Dari data yang diperoleh dapat diketahui kondisi pH antara 6,9-7,2 dan suhu
antara 29-30oC sesui dengan habitat ikan nila di perairan dengan pH antara 7-8 dan
suhu optimal antara 25-30oC. Dengan jumlah awal ikan sebanyak 40 ekor,selama
aklimatisasi tentu ada ikan yang mati. Dari data di atas, dapat dilihat ikan yang mati
semakin banyak (>10% dari jumlah awal). Banyaknya ikan yang mati selama
aklimatisasi menurut kami karena beberapa gfaktor, antara lain :
1. Luas tempat untuk penempatan ikan selama aklimatisasi (40x25cm), karena ikan nila
yang biasanya hidup di perairan bebas dan luas harus ditempatkan di tempat yang
lebih kecil dengan populasi yang banyak.
2. Kondisi ikan yang sudah buruk pada awalnya sehingga tak mampu beradaptasi
dengan baik pada lingkungan bau selama aklimatisasi.
Dengan sisa ikan yang hanya 14 ekor, maka hewan uji tidak memenuhi syarat
untuk pengujian LC50. Sehingga solusi untuk masalah ini, pengujian dilakukan dengan
bergabung dengan kelompok lain.

5.5.2 Penentuan Nilai LC30


Setelah aklimatisasi, sisa ikan yang masih hidup (digabung dengan kelompok lain)
28 ekor. Dibagi pada 5 bak berbedaa untuk pemberian limbah dengan konsentrasi yang
berbeda dan satu bak nanti sebagai control. Untuk hewan uji, tiap bak diisi dengan 6
ekor ikan dan 4 ekor ikan sebagai control. Pemberian limbah cair dengan konsentrasi
yang berbeda-beda bertujuan untuk mengetahui tingkat toksisitas limbah cair restoran
terhadap hewan uji dengan tingkat konsentrasi tertentu, yaitu 1%, 10%,25% dan 50%.
Pengujian dilakukan selama 48 jam. Dan dilakukan pengamatan pada parameter pH,
DO dan suhu secara berkala tiap 1x24 jam. Dan selama pengamatan diperoleh data
sebagai berikut :
Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Konsentrasi pada 0 jam
0 Jam
DO Sisa Ikan
Konsentrasi pH Suhu
(ppm) Ikan Mati
30% 9.2 2.63 27 8 0
22.50% 9.3 2.34 26 8 0
15% 9.2 1.91 27 8 0
7.50% 9.3 1.71 28 8 0
Kontrol 8.9 2.68 28 5 0
Sumber: Hasil Percobaan

14
Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Konsentrasi pada 24 jam
24 jam
DO Sisa Ikan
Konsentrasi pH Suhu
(ppm) Ikan Mati
30% 7.9 1.21 28.5 0 8
22.50% 7.9 2.55 29 0 8
15% 7.8 0.66 29 0 8
7.50% 7.7 0.4 29 0 8
Kontrol 7.5 2.08 28.5 4 1
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 5.4 Hasil Pengamatan Konsentrasi pada 48 jam


48 jam
DO Sisa Ikan
Konsentrasi pH Suhu
(ppm) Ikan Mati
Kontrol 7.9 2.47 27 4 0
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 5.5 Hasil Pengamatan Konsentrasi pada 72 jam


72 jam
DO Sisa Ikan
Konsentrasi pH Suhu
(ppm) Ikan Mati
Kontrol 7.2 2.02 26 3 1
Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 5.6 Hasil Pengamatan Konsentrasi pada 96 jam


96 jam
DO Sisa Ikan
Konsentrasi pH Suhu
(ppm) Ikan Mati
Kontrol 7.3 2 25 1 2
Sumber: Hasil Perhitungan

15
Data jumlah ikan yang tersisa hingga 48jam dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Tabel 5.5 Grafik Sisa Ikan Uji

5
0 jam
4 24 jam
3 48 jam

0
30 22.5 15 7.5 Kontrol

Sumber : Hasil Percobaan


Dan dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi
limbah cair restoran yang digunakan akan semakin banyak ikan yang akan mati. Pada
konsentrasi 50%, 25% dan 10% pada jangka waktu 24jam pun ikan nila sebagai
hewan uji sudah mati semua (6ekor) dan pada konsentrasi 1% hingga waktu 48jam
masih tersisa 1 ekor ikan yang hidup. Dan pada bak control di akhir percobaan
(48jam), tersisa 2 ekor ikan yang hidup dengan catatan kondisi bak dengan aerator
dalam keadaan mati.
Dengan demikian dapat ditentukan nilai LC50 dari data yang diperoleh selama
percobaan :
Tabel 5.8 Penentuan Nilai LC30
Log Nilai
Total Jumlah %
Konsentrasi Konsentrasi Probit
Ikan Mati Mortalitas
(x) (y)
30 1.477 8 8 1.00 4.50
22.5 1.352 8 8 1.00 4.19
15 1.176 8 8 1.00 3.77
7.5 0.875 8 8 1.00 3.77
Sumber : Hasil Pehitungan

16
Dari data di atas, kemudian membuat grafik antara nilai probit (y) dan log
konsentrasi (x). untuk kemudian diketahui persamaan untuk menghitung nilai LC30.
Tabel 5.9 Grafik Nilai Probit
6.00

5.00

4.00 y = 3.2546x
R² = -1.621
3.00 Series1

2.00 Linear
(Series1)
1.00

0.00
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000

Sumber : Hasil Percobaan

Perhitungan penentuan nilai LC50, sebagai berikut :


y = 1.3634x + 2.5911
5 =1.3634x + 2.5911
x = 1.7668
nilai LC50 = Antilog x
= Antilog 1.7668
= 58.4521 %

17
BAB V
PENUTUP
1. Jasa laundry merupakan salah satu usaha yang mampu meningkatkan taraf hidup
perekonomian masyarakat.
2. Penggunaan deterjen pada usaha laundry dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
jika tidak diolah terlebih dahulu sebelum dibuang.
3. Ikan mujair merupakan salah satu biota air yang mempunyai daya adaptasi tinggi
terhadap lingkungan baru, namun masih belum bisa bertahan dengan tingkat toksisitas
limbah laundry (deterjen).
4. Limbah laundry (deterjen0 memiliki tingkat toksisitas tinggi sehingga akan sangat
berbahaya bagi biota air apalagi sampai dikonsumsi oleh manusia.
5. Dari hasil percobaan dan pengamatan dapat dihitung Nilai 𝐿𝐶50 untuk limbah deterjen
adalah 58,4521%. Angka ini tergolong tinggi mengingat hewan uji hamper semuanya
mati.
6. Sebaiknya dilakukan penyuluhan untuk pengusaha laundry tentang pengolahan
limbah deterjen agar tidak mencemari lingkungan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Yogjakarta: ANDI.


Dhahiyat, Y dan Djuaningsi. 1997. Uji Hayati (Bioassay); LC50 (Acute Tixicity Tests)
Menggunakan Daphnia dan Ikan. PPSDAL LP UNPAD.
Hudori. 2008. Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Menggunakan Elektrokoagulasi
(skripsi). Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Loomis, T.A. (1978). Toksikologi Dasar. Edisi III. Diterjemahkan oleh Argo, I.D Semarang:
IKIP Semarang Press.
Metcalf dan Eddy., 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse. Mc
Graw Hill Book Co. Singapore.
MetCalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4th ed.,
McGraw Hill Book Co., New York.
Prihessy. Y., 1999, Penurunan Kadar Deterjen limbah Laundry dengan Cara Adsorpsi
menggunakan Karbon Aktif pada Merpati Laundry Mancasan Lor Depok Sleman,
Tugas Akhir Teknik Lingkungan, Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan.
Rossiana, Nia. 2006. Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi
Daphnia carinata King. Jurnal. Bandung: FMIPA Biologi, Universitas Padjajaran.
Wagner, H., 1993 Pharmazeutische biologie, 5, Aufl. Gustav-Fischer Verlag. P.103, Berlin,
Heidelberg, New York, USA.

19

Anda mungkin juga menyukai