Anda di halaman 1dari 4

FILSAFAT ILMU

Pengertian

Hampir semua penyakit dan ilmu dapat dipelajari oleh kita. Semua itu berangkat dari
filsafat. Filsafat itu ibarat pondasi dalam sebuah bangunan. Filsafat (mencari kebenaran versi
manusia) mulanya berasal dari data empiris. Filsafat ilmu adalah ikhtiar manusia untuk
memahami pengetahuan agar menjadi bijaksana. Dengan filsafat ilmu keabsahan atau cara
pandang harus bersifat ilmiah. Filsafat ilmu memperkenalkan knowledge dan science yang
dapat ditransfer melalui proses pembelajaran atau pendidikan.

Filsafat ilmu adalah filsafat yang menelusuri dan menelidiki sedalam dan seluas
mungkin segala sesuatu mengenai semua ilmu, terutama hakekatnya, tanpa melupakan
metodenya. Kerapkali kita lihat ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan
berada di awang awang saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam
kehidupan kita sehari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit, karena menggunakan
metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.

Filsafat, philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani


mempunyai arti cinta akan kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman
praktis, inteligensi. Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan
realitas kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu menggunakan akal
budinya untuk merenungkan realitas hidupnya, “apa itu hidup? Mengapa saya hidup?
Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan tersebut sejatinya muncul alamiah
bila akal budi kita dibiarkan bekerja. Persoalannya, apakah orang atau peminat filsafat
sudah membiarkan akal budinya bekerja dengan baik memandang realitas? Aristoteles
menyebut manusia sebagai “binatang berpikir”. Tapi kita para guru menganggapnya
sebagai ”Makhluk Allah” yang berakal dan berbudi serta memiliki akhlak mulia.
Untuk mencapai hal itu diperlukan ilmu yang bernama Ilmu Pendidikan.

http://wijayalabs.blogspot.com/2007/11/pentingnya-landasan-filsafat-ilmu.html

Pengertian Filsafat Ilmu:

1. Robert Ackermann: Filsafat Ilmu adalah sebuah tinjaun kritis tentang pendapat-
pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu
yang telah dibuktikan
2. Lewis White Beck: Filsafat Ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikian ilmiah, sera mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai
suatu keseluruhan
3. Cormnelius Benyamin : Filsafat Ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang
menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-
konsepnya, dan praangapan-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari
cabang pengetahuan intelektual
4. May Brodbeck: Filsafat Ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Tujuan

 Sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan
ilmiah. Maksudnya seorang-orang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap
bidang ilmu yang digelutinya, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap
solipsistic. Solipsistik adalah pola sikap yang mengganggap dirinya paling benar

 Usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metiode keilmuan.

 Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Oleh karenannya setiap


metode keilmuan yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan

Implikasi:

 Bagi seorang-orang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar


yang memadai tentang ilmu. Baik ilmu alam maupun ilmu sosial, sehingga antar ilmu
dapat saling menyapa.
 Menyadarkan seorang-orang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir
“menara-gading”. Yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa
mengkaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya.

FILSAFAT ILMU [Drs. Rizal Mustansir M.Hum + Drs. Misnal Munir M.Hum]

Obyek Filsafat Ilmu


Dalam perspektif ini dapat penulis uraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua
obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:
1. Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal:

a. Fakta (Kenyataan), yaitu empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta
(kenyataan ini ada beberapa aliran filsafat yang meberikan pengertian yang berbeda-beda,
diantaranya adalah:
Positivisme:
- Ia hanya mengakui penghayatan yang empirik dan sensual
- Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan yang
sensual lainnya
-Data empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas peneliti
- Fakta itu yang faktual ada
Phenomenologi:
- Fakta bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau
diinterpretasikan , sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektifitas disini tidak berarti
sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam arti tetap selektif sejak dari pengumpulan data,
analisis sampai pada kesimpulan.. Data selektifnya mungkin berupa ide , moral dan lain-lain.
- Orang mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada konsep-
konsep yang dimiliki
- Kenyataan itu terkonstruk dalam moral.
Realisme:
- Sesuatu itu sebagai nyata apabila ada korespondensi dan koherensi antara empiri dengan
skema rasional.
- Mataphisik sesuatu sebagai nyata apabila ada koherensi antara empiri dengan yang obyektif
universal
- Yang nyata itu yang riil exsist dan terkonstruk dalam kebenaran obyektif
- Empiri bukan sekedar empiri sensual yang mungkin palsu, yang mungkin memiliki makna
lebih dalam yang beragam.
- Empiri dalam realisme memang mengenai hal yang riil dan memang secara substantif ada
- Dalam realisme metaphisik skema rasional dan paradigma rasional penting
- Empiri yang substantif riil baru dinyatakan ada apabila ada koherensi yang obyektif
universal
Pragmatis: Yang ada itu yang berfungsi, sehingga sesuatu itu dianggap ada apabila berfungsi.
Sesuatu yang tidak berfungsi keberadaannya dianggap tidak ada
Rasionalistik : Yang nyata ada itu yang nyata ada, cocok dengan akal dan dapat dibuktikan
secara rasional atas keberadaanya
b. Kebenaran
Positivisme:
- Benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuatu dengan empiri sensual
- Kebenaran pisitivistik didasarkan pada diketemukannya frekwensi tinggi atau variansi besar
- Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada korespondensi antara fakta yang satu dengan
fakta yang lain
Phenomenologi:
-Kebenaran dibuktikan berdasarkan diketemukannya yang esensial, pilah dari yang non
esensial atau eksemplar dan sesuai dengan skema moral tertentu
- Secara esensial dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran korespondensi dan teori
kebenaran koherensi
- Bagi phenomenologi, phenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji
korespondensinya dengan yang dipercaya.
Realisme Metaphisik : Ia mengakui kebenaran bila yang faktual itu koheren dengan
kebenaran obyektif universal
Realisme :
- Sesuatu itu benar apabila didukung teori dan ada faktanya
- Realisme baru menuntut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan
adanya empiri teerkonstruk pula
Islam: Sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden
berupa wahyu
Pragamatisme : Mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi

Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada
lima teori kebenaran, yaitu:
1. Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya
baik proposisi formal maupun proposisi materialnya.
2. Kebenaran Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada
adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu dengan fakta
yang lain). Selanjutnya teori ini kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran Struktural
Paradigmatik, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada upaya
mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori (struktur ilmu/structure of
science) tertentu yang kokoh untuk menyederhanakan yang kompleks atau sering
3. Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya
yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
4. Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap
benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
5. Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar
apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila
mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.

2. Obyek Instrumentatif yang terdiri dari dua hal:


a. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang
atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut dengan menggunakan landasan: asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan
benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmi probabilistik dengan
menggunakan metode induktif, deduktif, reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian a
priori dan a posteriori. Untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi para
ahli mendasarkan pada dua aspek: (1) Aspek Kuantitatif; (2) Aspek Kualitatif.
Dalam hal konfirmasi, sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu:
 Decision Theory, menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara
hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual.
Estimation Theory, menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar – salah dengan
menggunakan konsep probabilitas
 Reliability Analysis, menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang
mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hipotesis

b. Logika Inferensi
Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika dibangun oleh
Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu :
Principium Identitatis (Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah),
dan Principium Exclutii Tertii ((Qanun Imtina’). Logika ini sering juga disebut dengan logika
Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan
menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga sering disebut
dengan logika tradisional.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam memahami obyek filsafat ilmu dapat
dilukiskan dengan diagram sebagai berikut:

D. Kesimpulan

Dari uraian tersebut diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa apabila dilihat dari sisi
obyeknya, maka filsfat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang secara khusus membahas
proses keilmuan manusia. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa obyek substantif dalam
filsafat ilmu tersebut diatas pada dasarnya merupakan obyek material, sedangkan obyek
instrumentatif adalah obyek formal.
Sistem Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai