Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA I

KETIDAKBERDAYAAN PADA KLIEN DIABETES MELITUS TIPE II

DISUSUN OLEH:

JUWITA (PERAWAT)

KARMILA (MEMBUAT MAKALAH)

KASMAWATI BAKHRI ( MEMBUAT SPTK)

KIRANTI AYU SAFITRI (MEMBUAT MAKALAH)

MELATI (PASIEN)

MOCHAMMAD ARIF YUDHIANTORO (MODERATOR)

MONICA MELINIA F (MEMBUAT SPTK)

MUHAMMAD (MENCARI JURNAL)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Rasa Syukur Alhamdulillah yang sedalam-dalamnya kami panjatkan kehadirat Allah


Yang Maha Kuasa karena hanya dengan rahmat dan petunjuk-Nya lah kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah mata kuliah “Keperawatan Jiwa 1” dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Samarinda, 28 Februari 2019

Karmila & Kiranti Ayu Safitri


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ..........................................................................


B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................
C. TUJUAN MASALAH ..........................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KETIDAKBERDAYAAN ........................................


B. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI ..............................
C. TANDA DAN GEJALA .......................................................................
D. MEKANISME KOPING .....................................................................
E.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Suyono, dkk, 2011).
Selain itu penyakit DM juga bisa muncul karena adanya faktor keturunan (Suyono, dkk,
2011). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk Indonesia
dengan pervalensi Diabetes Melitus tipe 2 di daerah urban sebesar 14,7 % dan daerah rural
7,2 % dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk dengan asumsi prevalensi DM
tipe 2 mencapai 12 juta orang. Menurut Suyono (2009), Tingginya angka tersebut
menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah pasien DM terbanyak di dunia setelah
Amerika Serikat, India dan China.

Prevalensi DM tertinggi di Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1%, kemudian
Riau sekitar 10,4% sedangkan prevalensiter kecil terdapat di Provinsi Papua sekitar 1,7%
(PERKENI, 2011).SoewondodanPramono(2011), melanjutkan penelitian dari Riskesdas,
dari 5,7% total penderita diabetes di Indonesia, sekitar 4,1%kategori diabetes mellitus tidak
terdiagnosis dan 1,6%diabetes mellitus. Jumlah kasus DM yang ditemukan di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2013 sebanyak 209.319 kasus, terdiri atas pasien DM yang tidak tergantung
insulin sebanyak 183.172 jiwa dan pasien yang tergantung insulin sebanyak 26.147 jiwa
(Dinkes Jateng, 2012). Menurut Profil Kesehatan Surakarta tahun 2014 jumlah penderita
diabetes mellitus sebanyak 6.105 per 100.000 penduduk.Meningkat signifikan pada tahun
2015 menjadi 8.684 per 100.000 penduduk (Dinkes Surakarta, 2014 dan 2015).

Depresi semakin banyak terjadi pada kondisi pasien yang mengalami kondisi kronik
menahun seperti stroke, diabetes, kanker serta gangguan nyeri yang kronis (Andri, 2011).
Banyak orang yang memandang diabetes hanya dari segi klinisnya saja. Diabetes dan
depresi. Dapat saling memicu sehingga penderita diabetes memiliki risiko tinggi mengalami
depresi. Depresi dapat mempengaruhi kadar gula dalam darah. Efek depresi dapat
menyebabkan produksi epinefrin naik, memobilisasi glukosa, asam lemak dan asam
nukleat. Naiknya gula darah disebabkan meningkatnya glikogenolisis dihati oleh
peningkatan glucagon terhambat pengambilan glukosa oleh otot dan berkurangnya
pembentukan insulin pankreas (Kadri, 2012). Dampak lain yaitu insomnia, pergerakan usus
(konstipasi dan diare), selain itu juga dapat melepaskan hormon adrenalin secara berlebihan,
yang membuat jantung berdetak cepat sehingga meningkatkan tekanan darah yang dapat
menyebabkan penyakit jantung, stroke sehingga memperberat penyakit DM tesebut (Azmi,
2013).
NIMH (National Institute of Mental Health) tahun 2011 menyatakan bahwa dari
beberapa penelitian, pasien DM dengan depresi mempunyai gejala DM yang lebih parah
dibanding dengan pasien yang hanya menderita DM tanpa depresi. Penderita yang sakit
kronis cenderung menunjukkan ekspresi emosi yang bersifat negatif berkenaan dengan
kondisi sakitnya. Pasien DM yang mengalami depresi secara perilaku kebanyakan tidak
mampu melakukan hal-hal positifuntuk menjaga agar penyakitnya tidak bertambah parah.
Sehingga, penderita membutuhkan dukungan sosial (Brannon danFeist, 2007). Seperti
dibuktikan oleh Anastasia (2010) pada penelitiannya tentang hubungan tingkat depresi
dengan kecenderungan berperilaku sehat pada penderita DM yang sudah menderita DM
selama sedikitnya 3 tahun, mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat
diantara keduanya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat depresi akan semakin
rendah kecenderungan berperilaku sehat.

Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi individu dalam beradaptasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Dukungan tersebut berkaitan dengan pembentuk keseimbangan
mental dan kepuasan psikologi (Cohen &Syme, 1985, dalam Ika, 2008). Fenomena yang
adasaatini, ternyata masih terdapat ketidak sesuaian yang menyebabkan depresi pada
penderita DM tipe-II dalam bentuk dukungan keluarga walaupun mereka hidup di tengah-
tengah keluarganya.Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pengetahuan,
dukungan keluarga serta lama menderita DM tipe-II yang dapat mempengaruhi depresi pada
penderita Diabetes Melitus Tipe-2.

Ketidakberdayaan adalah presepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan


mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA,2014).
Menurut Townsend (2009), ketidakberdayaan di mana individu dengan kondisi depresi,
apatis dan kehilangan kontrol yang diekspresikan oleh individu baik verbal maupun non
verbal. Intervensi yag dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakberdayaan adalah mengenali
dan mengekspresikan emosi, memodifikasi pola kognitif yang negative (latihan berfikir
positif) , berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan perawatan dan
termotivasi untuk aktif mencapai tujuan mencapai tujuan realstis (standar asuhan
keperawatan,2011)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian ringkas diatas, member dasar bagi peneliti untuk merumuskan
pertanyaan penelitian berikut: Ketidakberdayaan pada klien Diabetes Mellitus tipe II
diruang Antasena Rumah Sakit DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien ketidakberdayaan

Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan pada pasien ketidakberdayaan
2. Untuk mengetahui diagnose pada pasien ketidakberdayaan
3. Utuk mengetahui intervensi keperawatan pada pasien ketidakberdayaan
4. Untuk mengetahui implementasi pada pasien ketidakberdayaan
5. Untuk mengetahui evaluasi pada pasien ketidakberdayaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan adalah presepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan


mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA,2014).
Ketidakberdayaan di mana individu dengan kondisi depresi, apatis dan kehilangan
kontrol yang diekspresikan oleh individu baik verbal maupun non verbal
(Townsend,2009).
Kondisi depresi merupakan salah satu masalah yang berakibat pada kondisi psikososial
dengan ketidakberdayaan. Kondisi ketidakberdayaan pada individu terjadi bila individu
tidak dapat mengatasi solusi dari masalahnya, sehingga individu percaya hal tersebut
diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut.

B. Faktor predisposisi dan presipitasi


1. Biologis
a) Adanya perubahan status kesehatan yang mendadak atau kondisi fisik yang
menyebabkan ancaman terhadap integritas diri (misalnya: ketidakmampuan
fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar).
b) Mengalami hospitalisasi.
c) Cidera fisik yang mengharuskan immobilisasi dan menyebabkan intoleransi
aktivitas sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari (misalnya : tidak bisa berjalan
pergi ke kampus untuk bimbingan skripsi, tidak bisa mengetik dengan maksimal
karena tangan kanannya patah).

2. Psikologis
a) Pengalaman traumatis (khususnya dalam enam bulan terakhir) : cidera fisik yang
menyebabkan intoleransi aktivitas.
b) Gangguan konsep diri karena menganggap dirinya terancam oleh kegagalan dalam
mencapai tujuan sehingga menimbulkan perasaan frustasi.
c) Adanya ancaman terhadap konsep diri (harga diri dan perubahan peran).
d) Mengalami stres psikologis akibat tidak mampu mengontrol stimulus yang ada.
e) Kemampuan melakukan komunikasi verbal, berinteraksi dengan orang lain.
f) Kemampuan mengungkapkan masalah pada orang lain.
g) Tipe kepribadian yang dimiliki.
h) Adanya pengalaman tidak menyenangkan yang menyebabkan trauma
i) Motivasi: kurangnya dukungan dari orang lain.
j) Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan (terlalu sedih).
k) Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah
menyerah/pesimis.
l) Persepsi individu yang buruk tentang dirinya sendiri dan orang lain.
m) Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi.

3. Sosial budaya
a) Usia: Pada usia tersebut individu memiliki tingkat produktifitas yang tinggi,
namu ketika tekanan dan fungsinya tidak terjalani maka akan memberikan
dampak yang besar pada keputusan yang diambilnya.
b) Pembatasan aktifitas oleh tim medis/keluarga akibat penyakit/trauma yang
diderita.
c) Kondisi pasien yang belum mampu menyelesaikan skripsinya.
d) Peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk berpartisipasi
lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina hubungan interpersonal dengan
orang lain,(mengungkapkan respon ketidakberdayaan dengan kesulitan dalam
hubungan interpersonal yang berakar dari keterbatasan fisiknya).
e) Agama dan keyakinan: kurangnya rasa percaya atas hal positif dari hikmah
kejadian yang diberikan Tuhan.

4. Kognitif
a) Lapang pandang menjadi sempit.
b) Kurang mampu menerima rangsang dari luar.
c) Waspada dengan gejala fisiologis.
d) Bingung.
e) Takut akan konsekuensi yang abstrak.
f) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
g) Berfokus pada diri sendiri.
h) Kurang konsentrasi.
i) Gangguan perhatian.
j) Mengungkapkan ketidakmampuan karena perubahan dalam fungsi tubuh yang
mengalami gangguan.
k) Mengungkapkan keluhan karena perubahan pada kejadian kehidupan.
l) Sulit mengambil keputusan.
m) Mengatakan takut kehilangan kontrol.

5. Afektif
a) Gelisah.
b) Sedih yang mendalam hingga mengalami frustasi.
c) Menangis.
d) Mengalami penyesalan.
e) Merasa tidak berdaya.
f) Berfokus pada diri sendiri.
g) Merasa bingung.
h) Ragu dan tidak percaya diri.
i) Merasa khawatir.
j) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
k) Apatis.
l) Pesimis.
m) Mudah marah.

6. Fisiologis
a) Tanda-tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, suhu badan.
b) Berat badan.
c) Wajah murung dan muka berkerut.
d) Suara bergetar dan kadang melemah / pelan.
e) Gangguan pola tidur (tidur berlebihan).
f) Nafsu makan menurun/ hilang sama sekali.
g) Simpatik:
 Anoreksia.
 Mulut kering.
 Wajah pucat.
 Nadi dan tekanan darah turun.
 Pupil menyempit.
 Lemah.
 Nafas pelan sesekali nafas dalam.
h) Parasimpatik:
 Nyeri kepala (pusing).
 Penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.
 Letih.
 Tidur berlebihan.
 Lesu.

7. Perilaku
a) Gerakan pelan dan lemas.
b) Penurunan produktivitas.
c) Gelisah dan melihat hanya sepintas.
d) Kontak mata buruk.
e) Apatis.
f) Melamun.
g) Menunduk.
h) Memalingkan wajah.
i) Sosial
j) Bicara pelan dan lirih.
k) Menarik diri dari hubungan interpersonal.
l) Kurang inisiatif.
m) Menghindari kontak sosial dengan orang lain.
n) Menunjukkan sikap apatis.

8. Sumber Koping
a) Personal ability
 Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
 Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
 Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan (ketidakberdayaan).
 Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
 Caregiver utama dalam keluarga.
 Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
 Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.
c) Material asset
 Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah,
rumah, tabungan) serta fasilitas yang membantunya selama proses gangguan
fisiologis.
 Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
 arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi
d) Positive belief
 Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang dirasakan: tidak
ada.
 Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang ada.

C. Tanda dan gejala

Data subyektif :

 Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan


mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
 Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
 Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
 Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
 Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.

Data obyektif :

 Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan.


 Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan.
 Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya.
 Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,
ketidaksukaan, marah, dan rasa bersalah.
 Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika
mendapat perlawanan.
 Apatis dan pasif.
 Ekspresi muka murung.
 Bicara dan gerakan lambat.
 Tidak berlebihan.
 Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
 Menghindari orang lain.

D. Mekanisme Koping
1. Konstruktif
a) Menilai pencapaian hidup yang realistis.
b) Kreatif dalam mencari informasi terkait perubahan status kesehatannya sehingga
dapat beradaptasi secara normal.
c) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan perubahan status
kesehatan dan peran yang telah dialami.
d) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami perubahan kondisi
kesehatan.
2. Destruktif
a) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta
bantuan.
b) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.
c) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan (mengalami ketegangan
peran, konflik peran).
d) Mengungkapkan kesulitan dalam berkeinginan mencapai tujuan.
e) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makan minum, kebersihan
diri, istirahat dan tidur dan berdandan
f) Perubahan dalam interaksi sosial (menarik diri, bergantung pada orang lain).
g) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

Pohon Diagnosa

i
n
d
iK
v K
i e
d t
u i
d
tp a
ie k
dn b
ag e
ke r
Diagnosa t Data yang telah ditemukan
d
Kurang pengetahuan ea aKlien tidak menemukan cara alternatif
fh yuntuk menangani masalahnya, klien
eu amengatakan bingung.
ka a
tn n
i
Ketidakberdayaan Klien mengatakan sepertinya tidak mampu
f

tida
k

e
menyelesaikan skripsinya karena tidak bisa
pergi bimbingan skripsi.

Koping individu tidak Klien menyalahkan dirinya sendiri dan


efektif enggan bertemu dengan orang yang akan
menjenguknya (membatasi hubungan
interpersonal).

Tindakan keperawatan

Klien dengan ketidakberdayaan dilakukan tindakan sesuai asuhan keperawatan sesuai dengan
standar asuhan keperawatan psikososial yang dikembangkan generalis keperawatan jiwa
terdiri dari dua strategi pelaksanaan:

Tindakan keperawatan untuk klien dengan ketidakberdayaan yaitu dengan latihan berpikir
positif

Evaluasi ketidakberdayaan, berusaha mengembangkan harapan positif dan latihan mengontrol


perasaan ketidakberdayaan. Menurut Smeltzer & Bare (2003)

Sesuai dengan standar asuhan keperawatan intervensi pertama pada ketidakberdayaan adalah
melakukan pendekatan untuk mengkaji masalah ketidakberdayaan. Dalam melakukan
pendekatan perawat menggunakan:

Lakukan pendekatan yang hangat, bersifat empati, tunjukkan respon emosional dan menerima
pasien apa adanya.

Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri perawat sendiri (misalnya ; rasa
marah, frustasi dan simpati).

Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnya supportif, beri waktu klien
untuk berespon.
Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi dan klarifikasi.

Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan identifikasi area-area situasi


kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol.

Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap


ketidakberdayaan.

Diskusi tentang masalah yang dihadapi klien tanpa memintanya untuk menyimpulkan.

Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi atau
substitusi.

Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran positif.

Evaluasi ketetapan presepsi, logika, dan kesimpulan yang dibuat klien.

Identifikasi presepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan pendapatnya yang tidak
rasional.

Kurangi penilaian pasien yang negatif terhadap dirinya.

Bantu untuk menyadari nilai yang dimilikinya atau perilakunya dan perubahannya yang
terjadi.

Libatkan klien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan yang ingin dicapai. Motivasi klien
untuk membuat jadwal aktivitas perawatan dirinya.

Berikan klien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan.

Berikan reinforcement positif untuk keputusan yang dibuat dan jika klien berhasil melakukan
kegiatan atau penampilan yang bagus. Motivasi untuk mempertahankan penampilan / kegiatan
tersebut.

Diskusikan dengan klien pilihan yang realistis dalam perawatan, berikan penjelasan untuk
pilihan ini. Bantu klien untuk mendapatkan tujuan yang realistis. Fokuskan kegiatan pada saat
ini bukan pada kegiatan masa lalu.

Bantu klien mengidentifikasi area-area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya. Dukung
kekuatan-kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh klien.

Identifikasi cara-cara yang dapat dicapai oleh klien. Dorong untuk berpartisipasi dalam
aktivitas-aktivitas tersebut dan berikan penguatan positif untk partisipasi dalam pencapaian.

Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu klien menurunkan perasaan
ketidakberdayaan.

Dorong kemandirian, tetapi bantu klien jika tidak melakukan.


Libatkan klien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas keperawatan. Jelaskan alasan
setiap perubahan perencanaan perawatan kepada klien.

Adakan suatu konferensi multidisiplin untuk mendiskusikan dan mengembangkan perawatan


rutin klien.

Tindakan keperawatan untuk keluarga yaitu penjelasan kondisi pasien dan cara merawat serta
evaluasi peran keluarga merawat pasien, dengan cara latihan mengontrol perasaan
ketidakberdayaan (FIK UI-RSMM, 2012).

Antara lain :

Membina hubungan saling percaya

Mengenali dan mengekspresikan emosinya

Memodivikasi pola kognitif yang negatif

Berpartisispasi dalam mengambil keputusan yang berkenan dengan perawatannya sendiri

Termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ketidakberdayaan adalah presepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan


mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan di mana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA,2014).
Menurut Townsend (2009), ketidakberdayaan di mana individu dengan kondisi depresi,
apatis dan kehilangan kontrol yang diekspresikan oleh individu baik verbal maupun non
verbal.

Klien dengan ketidakberdayaan dilakukan tindakan sesuai asuhan keperawatan


sesuai dengan standar asuhan keperawatan psikososial yang dikembangkan generalis
keperawatan jiwa terdiri dari dua strategi pelaksanaan:

1. Tindakan keperawatan untuk klien dengan ketidakberdayaan yaitu dengan latihan


berpikir positif
2. Evaluasi ketidakberdayaan, berusaha mengembangkan harapan positif dan latihan
mengontrol perasaan ketidakberdayaan.

Sesuai dengan standar asuhan keperawatan intervensi pertama pada


ketidakberdayaan adalah melakukan pendekatan untuk mengkaji masalah
ketidakberdayaan.

B. Saran

Dengan diberikannya tugas ini mahasiswa dapat lebih memahami dan mengerti
tentang bagaimana asuhan keperawatan pada pasien pemasangan Ring Jnatung dan dapat
melakukan perawatan yang baik dan tepat serta menegakkan asuhan keperawatan yang
baik. Dengan adanya hasil tugas ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk
menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan dan lebih baik lagi dari
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Cetakan I. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC

Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC

Mamnu’ah. 2017. Panduan Praktikum Keperawatan Jiwa II. Yogyakarta: UNISA


Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Ed.9. Jakarta:
EGC.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20390998-PR-Asep%20Hidayat.pdf

Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.

Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 3, No. 2, November 2015; 145-153

Anda mungkin juga menyukai