Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ i
BAB I PEMBAHASAN .................................................................................................... 1
A. DEFINISI ............................................................................................................... 1
B. KLASIFIKASI ....................................................................................................... 2
a. Cutaneous LupusTipe ................................................................................. 2
b. Discoid Lupus ................................................................................................ 2
c. Drug-induced lupus ..................................................................................... 2
C. PATOFISIOLOGIS .............................................................................................. 3
D. MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................... 4
a. Gejala pada persendian.............................................................................. 4
b. Gejala pada kulit ........................................................................................... 5
c. Gejala gangguan saraf pusat .................................................................... 6
d. Gangguan ginjal............................................................................................. 6
E. Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 6
F. Intervensi (Rencana Tindakan) .................................................................. 6
BAB II LATIAHAN SOAL ................................................................................. 11
A. Soal Pilihan Ganda ......................................................................................... 11
B. Essay ................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

i
BAB I PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit
inflamasi autoimun pada jaringan penyambung yang dapat
mencangkup ruam kulit, nyeri sendi, dan keletihan. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria dengan
faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE, dan estrogen
memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama
fase luteal siklus menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada
derajat yang besar oleh kehamilan (Elizabeth, 2009).
SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema
jaringan yang bercirikan nyeri sendi (artralgia), demam,
malaise umum dan erythema dengan pola berbentuk
kupu-kupu khas di pipi muka. Darah mengandung antibody
beredar terhadap IgG dan imunokompleks, yakni kompleks
antigen-antibodi-komplemen yang dapat mengendap dan
mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan
radang ginjal. Sama dengan rematik, SLE juga merupakan
penyakit autoimun, tetapi jauh lebih jarang terjadi dan
terutama timbul pada wanita.
Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit,
pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus karena
sifat ruamnya yang berbentuk “kupu-kupu”, melintasi
tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang
menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata dalam bahasa
Latin yang berarti serigala). Lupus discoid adalah nama yang
sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya
hanya terbatas pada gangguan kulit.
SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan ikat
difusi yang etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini
meliputi SLE, scleroderma, polymyositis, arthritis
rheumatoid, dan syndrom Sjogren. Gangguan – gangguan ini
seringkali memiliki gejala yang saling tumpang tindih satu
dengan yang lainnya dan dapat menjadi semakin slit untuk
ditegakkan secara akurat. (Sylvia & Lorraine, 2005).
Pada sistem pembuluh darah,lupus dapat menyebabkan
inflamasi yang disebut vasculitis karena itu para dokter
memperkirakan pasien lupus mempunyai resiko lebih tinggi
untuk menderita penyakit arteri koroner. Lupus juga dapat

1
menyerang darah dengan menurunkan jumlah sel darah
putih dan jumlah platelet.
Beberapa pasien lupus juga mengidap anemia,suatu
kondisi dimana sel-sel darah merah jumlahnya sangat
rendah sehingga oksigen yang seharusnya dibawa dan
disebarkan keseluruh jaringan tubuh menjadi sangat
berkurang . (dr.Limanni dalam buku PENYAKIT-PENYAKIT
AUTOIMUN).

B. KLASIFIKASI
Ada tiga jenis type lupus :
a. Cutaneous LupusTipe
Ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini
hanya terbatas pada kulit dan ditampilkan dalam
bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau kulit
kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada
daerah kulit yang terkena sinar ultraviolet (seperti
sinar matahari, sinar fluorescent). Meski terdapat
beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang
umum terdapat adalah ruam yang timbul, bersisik dan
merah, tetapitidak gatal.
b. Discoid Lupus
Tipe lupus ini dapatmenyebabkan inflamasi pada
beberapa macam organ. Untuk beberapa orang
mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan
kulit dan sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi,
paru-paru, ginjal, darah ataupun organ dan/atau
jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada sebagian
orangdapat memasuki masa dimana gejalanya tidak
muncul (remisi) dan pada saat yang lain penyakit ini
dapat menjadi aktif (flare).
c. Drug-induced lupus
DIL atau dikenal dengan nama Lupus karena
pengaruh obat. Jenis lupus ini disebabkan oleh reaksi
terhadap obat resep tertentu dan menyebabkan gejala
sangat mirip lupus sistemik. Obat yang paling sering
menimbulkan reaksi lupus adalah obat hipertensi
hydralazine dan obat aritmia jantung procainamide,

2
obat TBC Isoniazid, obat jerawat Minocycline dan
sekitar 400-an obat lain.

C. PATOFISIOLOGIS
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi
kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang
berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal
(sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya
matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan. .

Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut :


adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada
individu yang mempunyai predisposisi genetik akan
menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD
4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap
sel-antigen. Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif
yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik
yangmemproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel
memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari
yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar
ultraviolet dan berbagai macam infeksi.

Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan


terhadap antigen yang terutamaterletak pada nukleoplasma.
Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non
histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah
terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks
protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA).
Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak
tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua
jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA
(anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik,
ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam
sirkulasi.

Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun


pada SLE terganggu. Dapat berupa gangguan klirens

3
kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks
imun pada limpa.

Gangguan-gangguan ini memungkinkan terbentuknya


deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.
Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam
organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada
organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi
komplemen yang menghasilkan substansi penyebab
timbulnya reaksi radang.

Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya


keluhan/ gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan
seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan
sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah
terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan
normal mencegah autoimunitas patologis pada individu
yang resisten.

D. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan dan gejala: gambaran klinik SLE sangat
bervariasi antara satu pasien dengan pasien SLE lainnya.
Gejala terjadi dimulai dengan timbulnya demam akibat
adanya satu infeksi. Gejalanya hilang-hilang timbul selama
berbulan-bulan dan bertahun-tahun yang diselingi demam
dan badan lemah. Manifestasi klinis SLE bervariasi antara
penyakit kronik dengan riwayat keluhan dan gejala
intermiten hingga fase akut yang fatal. Gejala konstitusional
dapat berupa penurunan berat badan dan anoreksia. Satu
sistem organ dapat terkena, meskipun penyakit multisistem
lebih khas. Gejala yang timbul pada pasien Sle ini bias terjadi
Kelelahan . kelelahan pada pasien sle biasanya timbul akibat
tingkat keparahan penyakit (r value = 0,853, p value = 0,00,
OR=4,224) dan kualitas tidur (p value = 0,043, exp (OR) =
16,500) memiliki probalitas terhadap terjadinya kelelahan
sebesar 61,89%. (Asih & Sukendra, 2016)

a. Gejala pada persendian


Mulai dari keluhan nyeri pada banyak persendian yang
hilang-hilang timbul sampai keluhan nyeri sendi yang

4
akut, merupakan keluhan awal pada 90% penderita
SLE. Dalam keadaan SLE berlangsung lama, terjadi
sendi tulang telapak kaki. Namun demikian, kebayakan
SLE yang menyerang banyak sendi, tidak
memperlihatkan kerusakan sendi.
b. Gejala pada kulit
Yang khas disebut gambaran kemerahan kulit pipi
berbentuk kupu-kupu yang disebut butterfly rash.
Ruam merupakan manifestasi kulit yang paling sering
dan paling mudah dilihat, merupakan gejala umum
selama proses aktif penyakit. Manifestasi butterfly
terjadi pada sepertiga sampai setengah pada kasus
anak saat onset penyakit namun bukan gejala yang
patognomonik. Ruam ini biasanya simetrik di kedua
malar, jembatan hidung, dahi namun tidak sampai
lipatan nasolabial.

Pada penelitian ini kami mendapatkan ruam malar


pada semua subyek dan merupakan keluhan yang
membuat pasien datang berobat.Lesi kulit berbentuk
makula papula pada kulit muka sampai ke leher dan
bahu lesi kulit ini jarang yang melepuh atau menjadi
borok. Tetapi lesi pada rahang atas pada pertemuan
bagian lunak dan bagian keras, pada daerah pipi bagian
dalam dan bagian depan rongga hidung, bisa terjadi.
(R Evalina , 2012)
Rambut rontok pada bebrapa daerah kulit kepala
(generalize focal alopecia) terjadi pada fase aktif SLE.
Rambut rontok sering juga dikeluhkan pada saat
pertama kali datang. Rambut rontok bisa disebabkan
oleh penyakitnya sendiri yaitu sistem imun yang
merusak folikel rambut atau oleh karena pengobatan
SLE.
Timbul bintik-bintik merah pendarahan (purpura)
karena sel pembekuan darah turun (trombositopeni).
Penderita mengeluh silau pada sinar yang terang
(photophobi).
Pada keadaan lebih berat, bisa terjadi perdarahan
paru dan mengancam kehidupan (fatal). Peradangan
selaput pembungkus jantung (pericarditis) sering
terjadi pada penderita SLE. Peradangan pembuluh

5
darah jantung (coronary artery vasculitis) atau otot
jantung megalami fibrosis (fibrosing myocarditis).
Timbul pembengkakan kelenjar limfe di seluruh tubuh
terutama pada penderita anak-anak.
c. Gejala gangguan saraf pusat
Keluhan sakit kepala, perubahan kepribadian,
stroke, kejang epilepsy, psikosis, gangguan organic
pada otak
d. Gangguan ginjal
Bisa ringan dan tanpa gejala, sampai gangguan yang
progresif dan mematikan. Gejala yang sering
ditemukan pada pemeriksaan laboratorium air seni,
terdapat protein (proteinuria). Secara patologi
terdapat kelainan pada ginjal, peradangan glomerulus
jinak, sampai yang peradangan membrane yang luas
(diffuse membrane prliferatif glomerulopritis). Pada
keadaan ini sumsum tulang mengalami proliferasi yang
terlihat pada pemeriksaan darah tepi, banyak terlihat
sel histosit. Untuk mengatasi kelainan ini, biasanya
penderita berespon baik terhadap pemberian obat
kortikosteroid. (Aulawi, 2009, p. 1)

E. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.


2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit.
4. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan
Hipertemia
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri

F. Intervensi (Rencana Tindakan)

Dx:
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
NOC NIC
Konrol nyeri Manajemen nyeri
1605 1400

6
1. Mengenali kapan nyeri terjadi 1. Lakukan Pengakajian nyeri
komprehensif meliputi
2. Menggambarkan faktor
lokasi, karakteristik,
penyebab onset/durasi, frekuensi,
3. Menggunakan tindakan kualitas, intensitas atau
pencegahan beratnya nyeri dan faktor
pencetus
4. Menggunakan tindakan 2. Gali pengetahuan dan
pengurangan nyeri tanpa kepercayaan pasien
analgesik mengenai nyeri
3. Berikan informasi mengenai
5. Menggunakan analgesik yang
nyeri, seperti penyebab
direkomendasikan
nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
4. Ajarkan prinsip - prinsip
manajemen nyeri
5. Ajarkan penggunaan teknik
non farmakologi (seperti,
biofeedback, TENS, hypnosis,
relaksasi, bimbingan
antisipatif, terapi musik,
terapi main, terapi aktivitas,
akupressur, aplikasi
panas/dingin dan pijatan,
sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan, ketika
melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri;sebelum
nyeri terjadi atau meningkat;
dan bersamaan dengan
tindakan penurunan rasa
nyeri lainnya)
6. Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat dan tim
kesehatan

Dx:
Hipertemia berhubungan dengan Penyakit

7
NOC NIC
Termoregulasi Perawatan demam
0800 3740
1. Pantau suhu dan tanda tanda
vital lainnya
1. Peningkatan suhu kulit 2. Monitor warna kulit dan suhu
2. Hipertermia 3. Beri obat atau cairan IV
3. Sakit kepala (misalnya antipiretik , agen
4. Perubahan anti bakteri , dan agen anti
menggigil)
4. Tutup pasien dengan selimut
atau pakaian ringan
tergantung pada fase demam
(yaitu : memberikan selimut
hangat untuk fase dingin :
menyediakan pakaian atau
linan tempat tidur ringan
untuk demam dan fase
bergejolak/flush)
5. Tingkatkan sirkulasi darah

Dx:
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit.

NOC NIC
Perfusi Jaringan Perifer Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi
0407 Arteri
4062
1. Pengisian kapiler jari
1. Lakukan pemeriksaan fisik
2. Pengisian kapiler jari kaki
sistem kardiovaskuler atau
3. Suhu kulit ujung kaki dan
penilaian yang komprehensif
tangan
pada sirkulasi perifer.
2. Ubah posisi pasien setidaknya
setiap 2 jam, dengan tepat
3. Instruksikan pasien mengenai
faktor-faktor yang menggangu
sirkulasi darah
4. Instruksikan pada pasien

8
mengenai perawatan kaki yang
tepat
5. Berikan obat antiplatelet atau
antikoagulan, dengan tepat.

Dx:
Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan Hipertemia

NOC NIC

Integritas jaringan kulit dan Pengecekan kulit 3590


membran mukosa 1. Amati warna, kehangatan,
1101 bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada
ekstremitas
2. Memonior warna dan suhu
kulit
1. Suhu Kulit 3. Memonitor kulit dan selaput
2. Sensasi lendir terhadap area
3. Hidrasi perubahan warna , memar ,
4. Integritas Kulit dan pecah
4. Lakukan langkah langkah
untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut ( misalnya,
melapisi kasur ,
menjadwalkan reposisi )
5. Ajarkan anggota keluarga /
asuhan mengenai tanda tanda
kerusakan kulit , dengan
tepat

Dx: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri

NOC NIC
Status Pernafasan Manajemen Jalan Nafas 3140
0415 1. Posisikan Pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. motivasi pasien untuk bernafas

9
1. Frekuensi pernafasan pelan, dalam, berputar dan
2. Irama Pernafasan batuk
3. Kedalam Inspirasi 3. Posisikan untuk meringankan
4. Kepaten jalan nafas sesak nafas
4. Regulasi asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan

(Bulecheck, 2015) (Herdman, 2015-2017) (Sue, 2008)

10
BAB II LATIAHAN SOAL

A. Soal Pilihan Ganda


1. pada pasien sle yang mengalami keluhaan sakit pada sendi
diagnosa keperawatan utama apa yang di temukan....
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Nyeri
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
d. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengn
Hipertemia
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala
terkait penyakit.
2. Gambaran kemerahan kulit pipi berbentuk kupu-kupu yang
disebut butterfly erithema merupakan ciri dari oenyakit ?
a. Sindorm down
b. SLE
c. Anemia
d. DBD
e. Alergi

11
B. Essay
1. Mengapa anak yang menderita SLE mengalami kerontokan
pada rambutnya?
Jawaban :Rambut rontok bisa disebabkan
oleh penyakitnya sendiri yaitu sistem imun yang
merusak folikel rambut atau oleh karena pengobatan
SLE
2. Apakah gejala yang timbul pada anak yang menderita SLE
jika yang di serang bagian kulitnya ?
Jawaban: Ruam malar merupakan manifestasi kulit yang
paling sering dan paling mudah dilihat di bagian kulit pada
pasien SLE. Gejala umum yang timbul adalah adanya
Ruam klasik (butterfly rash) biasanya simetrik di kedua
malar, dan melewati jembatan hidung, Ruam malar pada
semua subyek dan merupakan keluhan yang membuat
pasien datang berobat.
3. Manifestasi klinis utama apa yang terjadi pada sendi untuk
pasien SLE ?
Jawaban: pada pasien SLE dapat mwngalami masalah di
bagian sendi. Biasanya pasuen SLE akan mengalami gejala
berupa kekakuan pada sendi disertai nyeri dan inflamasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asih, R. A., & Sukendra, D. M. (2016). Hubungan Keparahan Penyakit,


Aktivitas dan Kualitas tidur terhadap kelelahan pada pasien
systemic lupus Erythematosus. Unnes Journal of public Health,
221-231.

Aulawi, F. D. (2009). Buku Saku Patofisiologi edisi 3 revisi 2014 corwin,


Elizabeth J : Mengenal penyakit lupus. jakarta: EGC.

Bulecheck, G. (2015). Nursing Intervention Clasification (NIC), Edisi ke-5.


United State: Mosby.

Herdman, T. H. (2015-2017). Nanda Internasional: Definisi & Klasifikasi.


Jakarta: ECG.

R Evalina . (2012). Gambaran klinis dan kelainan imunologis pada LES.


Sari Pediatri, Vol. 13, No. 6, 406-409.

Sue, M. (2008). Nursing Outcomes Clasification (NOC),Edisi Ke-5. United


State: Mosby.

13

Anda mungkin juga menyukai