Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.Bentuk
halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang
palingsering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang
dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara
halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara
keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak.
Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar
tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran,
ancaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal,
juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus
yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai
realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap
stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang
dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil
pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa Medan ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian
Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampaidengan evaluasi.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian halusinasi?
2. Apa saja faktor predisposisi yang meenyebabkan halusinasi?
3. Apa saja jenis-jenis halusinasi?
4. Apa saja manifestasi klinik ?
5. Bagaimana fase halusinasi ?
6. Bagaimana rentang respon neurobiological ?
7. Bagaimanakah Penatalaksanaan ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan halusinasi ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian halusinasi.
2. Untuk mengetahui faktor predisposisi yang meenyebabkan halusinasi.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis halusinasi.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik.
5. Untuk mengetahui fase halusinasi.
6. Untuk mengetahui rentang respon neurobiological.
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan.
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan halusinasi.

2
BAB II
PEMBAHSAN

A. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
a. Persepsi
Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti penginderaan/sensasi: proses penerimaan rangsang. Jadi gangguan
persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang
yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan,sensasi somatik dengan
impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai
kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon
dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan
antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang
logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta
mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat maka
kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu. Persepsi mengacu pada
respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal. Misalnya sensoris terhadap
rangsang, pengenalan dan pengertian akan perasaan seperti : ucapan orang, objek
atau pemikiran. Persepsi melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek
yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini
dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987, hal725)
b. Halusinasi
Halusinasi sebagai “hallucinations are defined as false sensory
impressions or experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau
pengalaman indera. (Sundeen's, 2004).
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman
panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah).
Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang

3
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson
(1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dariluar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidaknyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.

2. ETIOLOGI
1) Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang meenyebabkan halusinasi adalah :
a) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan

4
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini
2) Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. JENIS-JENIS HALUSINASI (menurut Stuart and Laraia, 2003)

Jenis
Karakteristik
Halusinasi
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
70 % Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata
yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
20% gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan
bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

4. MANIFESTASI KLINIK
a. Tahap I
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Gerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5) Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
b. Tahap II
1) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
2) Penyempitan kemampuan konsenstrasi
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
2) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
4) Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk
d. Tahap IV
1) Prilaku menyerang teror seperti panik
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
3) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

6
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

Menurut Mary C. Townsend, 1998


a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa
sesuatu tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.

5. FASE HALUSINASI
Menurut Janice clack (1962)
Tahapan halusinasi antara lain :
a. Tahap Comforting (Ansietas sebagai halusinasi menyenangkan)
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanya mengkompensasikan stressor dengan koping imajinasi sehingga merasa
senang dan terhindar dari ancaman
Perilaku klien : menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik sendiri, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
b. Tahapan Conderming (Ansietas berat helusinasi memberatkan)
Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasakan mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain
ikut mendengarkan apa yang dia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri

7
Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
Rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c. Tahap Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori menjadi berkuasa)
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi
suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah
berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa
sangat kesepian / sedih .
Perilaku klien : kemampuan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti
kesukaran berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa
detik atau menit adanya tanda-tanda fisik. Ansietas berat : berkeringat, tremor,
tidak mampu memetuhi peraturan.
d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau timbul perilaku suicide.
Perilaku klien : perilaku tremor akibat panik, potensi kuat suicida/nomicide
aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi
yang komples, tidak mampu berespons lebih dari 1 orang

Menurut Stuart and Sundeen alih bahasa Hamid (1995 : 328-329):


a. Tahap I
1) Menenangkan-Ansietas (Tahap Sedang)
2) Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan. Orang yang berhalusinasi
mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa bersalah dan
takut serta mencoba memusatkan pada penenangan pikiran untuk
mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang
dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya dapat diatasi.
b. Tahap II
1) Menyalahkan-Ansietas (Tahap Berat)
2) Secara umum halusinasi menjijikan. Pengalaman sensori bersifat
menjijikan dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai kehilangan
kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber

8
yang dipersepsikan. Individu mungkin merasa malu karena pengalaman
sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
c. Tahap III
1) Mengendalikan-Ansietas (Tahap Berat)
2) Pengalaman sensori menjadi penguasa. Orang yang berhalusinasi
menyerah untuk melawan penglaman halusinasi dan membiarkan
halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori berakhir.
d. Tahap IV
1) Menaklukan-Ansietas (Tahap Panik)
2) Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan
delusi. Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah; halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau
hari apabila tidak ada intervensi terapeutik

Menurut harber, hal 607-609


a. Tahap 1 (non psikotik )
1) Pada Tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman, tingkat
orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal
yang menyenangkan bagi klien.
2) Karakteristik
a) Mengalamai kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran
3) Perilaku yang muncul
a) Tersenyum atau tertawa sendiri
b) Menggerakkan bibir tanpa suara
c) Pergerakan mata yang cepat
d) Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

9
b. Tahap II (non psikotik )
1) Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat ecemasn berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipasti
2) Karakteristik
a) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
b) Mulai merasa kehilangan control
c) Menarik diri dari orang lain
3) Perilaku yang muncul
a) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
b) Perhatian terhadap lingkungan menurun.
c) Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun
d) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan
realita
c. Tahap III (psikotik)
1) Klien biasanya dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat,
dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi
2) Karakteristik
a) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b) Isi halusinasi menjadi atraktif
c) Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
3) Perilaku yang muncul
a) Klien menuruti perintah halusinasi
b) Sulit berhubungan dengan orang lain
c) Perhatian terhadap lingkungan sedikit dan sesaat
d) Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e) Klien tampak tremor dan berkeringant
d. Tahap IV (psikotik)
1) Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya dan biasanya klien terlihat
panic
2) Perilaku yang sering mucul
a) Risiko tinggi menciderai

10
b) Agitasi/ Kataton
c) Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
d) Timbul perubahan persepsi halusinasi biasanya diawali dengan
seseorang yang menarik diri dari lingkunganya karena orang tersebut
menilai dirinya rendah. Bila klien memiliki halusinasi dengar dan lihat
atau salah satunya menyuruh pada kejelekan, maka akan berisiko
terhadap perilaku kekerasan

6. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGICAL


Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang
belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial
atau berbudaya umum yang berlaku.

11
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.

Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon


persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca
indra walaupun sebenarnya stimulas itu tidak ada.

7. PENATALAKSANAAN
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk mengurangi tingkat kecemasan,
kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya
pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
b. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
c. Melaksanakan program terapi dokter
a. Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.
d. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu

12
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
e. Memberi aktivitas pada pasien misalnya pasien di ajak mengaktifkan diri untuk
melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan
kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal
kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
f. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga pasien
dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan
pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar
laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu
tidak terdengar jelas.
g. Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

13
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005).
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian.
Isi pengkajian meliputi :

a. Identitas klien
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medik

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam


sebagai berikut :
a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan
keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data
primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai
data sekunder.
14
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari
kelompok data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai
berikut :
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan
1) Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya memerlukan
pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak lanjut secara periodik
karena tidak ada masalah serta klien telah mempunyai pengetahuan untuk
antisipasi masalah.
2) Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan
promosi, sebagai program antisipasi terhadap masalah.
a. Ada masalah dengan kemungkinan
1) Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan
masalah.
2) Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung.

Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung


merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboartif. Menurut FASID
pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah masalah klien
saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat,
2005).
Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab, dan akibat.
Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang
dimiliki oleh klien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan
masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah
klien yang merupakan penyebab masalah utama. Masalah ini dapat pula
disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian seterusnya. Akibat
adalah adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek
atau akibat dari masalah utama

15
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran
b. Isolasi Sosial : Menarik Diri
c. Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah
d. Resiko Perilaku Kekerasan

POHON MASALAH

Resiko Mencederai Diri


Gangguan Pemeliharaan
Kesehatan
Gangguan Sensori/Persepsi :
Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri Defisit Perawatan Diri : Mandi


Dan Berhias

Gangguan Konsep Diri : Harga


Diri Rendah

16

Anda mungkin juga menyukai