Anda di halaman 1dari 22

BAB 12

DANA ALOKASI KHUSUS

A. PENDAHULUAN
Implikasi langsung dari desentralisasi kewenangan kepada pemerintah daerah adalah
peningkatan kebutuhan dana yang signifikan bagi daerah untuk melaksanakan
kewenangan-kewenangan itu. Untuk itu perlu diatur hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan dacrah, sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi
tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada.
Perimbangan keuangan dicjawantahkan dalam bentuk transfer yang dilakukan dari
pemerintah pusat kcpada daerah. Selanjutnya, pengaturan hubungan keuangan
tersebut pada prinsipnya dilakukan mengikuti penyerahan kewenangan oleh
pemerintah kepada daerah (money follows function)
Sistem transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menunjukkan
adanya dominasi pemerintah pusat dalam penetapan jenis-jenis bantuan yang
bermanfaat bagi daerah. Munculnya bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah tersebut didasarkan pada alasan-alasan khusus yang berlaku pada saat bantuan
itu diberikan. Kebijakan yang berkaitan dengan penetapan bantuan pemerintah pusat
biasanya bersifat kebijakan ad-hoc. Bantuan pemerintah pusat ini sebagian besar
berupa bantuan yang diwujudkan untuk infrastruktur dasar yang dibutuhkan oleh
masyarakat, seperti sekolah dasar, rumah sakit, pasar, dan jalan raya.
Pada tahun 1993, Bank Dunia melakukan penelitian dan dari hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa beberapa jenis bantuan darian pusat yang biasa disebut
dengan istilah "transfer daripusat" ternyata memberikan dampak positif dalam
mengatasi permasalahan negara. Di Indonesia, menurut penelitian Bank Dunia, dua
jenis bantuan pusat yang dianggap berhasil. Kedua bantuan tersebut berupa instruksi
Presiden (linpres) sekolah dasar dan kesehatan. Dalam pelaksanaannya kedua inpres
tersebut ternyata dapat menjangkau hingga ke seluruh pelosok dapat dinikmati secara
merata oleh penduduk Indonesia.
1
Transfer yang bersifat khusus di masa lalu (sebelum era desentralisasi fiskal
ternyata mengalami beberapa persoalan. Permasalahan yang mendasar dari sistem
transfer tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pemerintah pusat telah menetapkan jenis-jenis bantuan yang menurutnya
dapat memenuhi kebutuhan pemerintah daerah. Bentuk bantuan tidak dapat
diubah oleh daerah yang menerima bantuan. Sehingga dalam realitas, jenis
bantuan tersebut kadang-kadang tidak dibutuhkan oleh pemerintah daerah.
b. Untuk setiap jenus bantuan, pemerintah pusat melakukan alokasi berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu. Ada beberapa alokasi transfer dan pusat yang
memiliki kriteria cukupjelas dan dapat dipertanggungjawab namun ada juga
jenis transfer yang alokasinya didasarkan pada variabel. variabel yang tidak
ada kaitannya dengan tujuan utama bantuan tersebut Sebagai akibatnya,
bantuan pemerintah pusat tersebut justru menambah kesenjangan baik
kesenjangan vertikal, terlebih lagi kesenjangan horizontal.

Adanya pergeseran dalam penggunaan dana dari pemerintah pusat ke perintah


daerah akan berdampak pada meningkatnya peran pemerintah daerah dalam
melaksanakan fungsi pemerintahan, terutama fungsi alokasi. Sejak
dimplementasikannya otonomi daerah atau desentralisasi fiscal, pemerintah daerah
memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan dan pengalokasian seluruh dana
perimbangan, kecuali Dana Alokasi Khusus (DAK). Kondisi ini tentu saja
memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat serta pemerataan pembangunan. Luasnya kewenangan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumber dana dapat memberikan insentif
kepada daerah untuk selalu menyesuaikan pengeluarannya dengan kebutuhan dan
preferensi yang tidak penting dan bukan merupakan kebutuhan utama secara umum
masyarakat di masing-masing daerah. Pengeluaran-pengeluaran
Di banyak negara, terutama negara berkembang, meskipun desentralisasi
fiskal telah diimplementasikan, namun tingkat ketergantungan pemerinta daerah
2
kepada pemerintahan pusat masih relatif tinggi. Transfer dana pemerintahan pusat
masih mendominasi sumber penerimaan pemerintah daerah, tidak terkecuali dengan
Indonesia. Sumber dana ini memberikan kontribusi sekitar 85% dari pengeluaran
pemerintah daerah di Afrika Selatan, antara 67 sampai dengan 90% pengeluaran
negara bagian di Meksiko, 72% pengeluaran provinsi dan 86% pengeluaran
kabupaten /kota di Indonesia (lihat Tabel 12.1)
12.1 Kontribusi Transfer Dana Kontribusi Transfer Dana dari Pusat terhadap Negara
Berkembang
Negara Berkembang Kontribusi Transfer Dana dari Pusat terhadap
Pengeluaran Pemerintah Daerah
Indonesi 72-86%
Affrika Selatan 85%
Nigeria 67-95%
Meksiko

Transfer dari penerintahan pusat ke daerah selain sebagai sumber utama juga
berfungsi untuk menjaga dan menjamin tercapainya standar pelayanan minimum
(SPM) di seluruh negeri. Di samping itu, kondisi masing-masing daerah (di banyak
negara) yang tidak merata juga mendorong pemerintah pusat untuk ikut serta
melakukan intervensi demi mengurangi kesenjangan tersebut.
Desain transfer juga mempunyai peranan yang penting terutama untuk
mencapai efisiensi dan keadilan dalam penyediaan pelayanan publik lokal dan
kesehatan keuangan pemerintah daerah. Secara umum, transfer dari pusat ke daerah
dibedakan menjadi dua yaitu : bagi hasil pendapatan (revenue sharing) dan bantuan
(grants) . Transfer daripusat ini bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi fiskal. Besarnya transfer atau dana perimbangan ini bervariasi antara
daerah yang satu dengan yang lainnya dan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam
APBN. Dana transfer dana perimbangan tersebut meliputi:

3
a. bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan serta penerimaan dari sumber daya alam.
b. dana alokasi umum (DAU); dan
c. dana alokasi khusus (DAK)
Bagi hasil pendapatan (revenue sharing) merupakan bagian dari danaVperimbangan
yang berfungsi untuk mengurangi kesenjangan vertikal [vertical imbalance) antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pola bagi hasil ini dilakukan dengan
menggunakan persentase tertentu, didasarkan atas daerah penghasil (by origin).
Sementara DAU lebih banyak berfungsi untuk mengurangi kesenjangan antara daerah
yang satu dengan daerah lainnya (horizontal imbalance) banyak literatur mengenai
ekonomi publik dan keuangan public beberapa alasan mengapa transfer dari
pemerintahan pusat ke perintahan daerah sangat diperlukan. Paling tidak ada lima
alasan yang mendukung diselenggarakannya transfer dari pusat ke daerah. Kelima
alas an tersebut, menurut Simanjuntak (2002) meliputi berikut int
a. Transfer dari pemerintah pusat memiliki peranan yang mengatasi masalah
kesenjangan fiskal vertikal (vertical fiscal imbalance)
b. Transfer ini, sebagaimanauntuk mengurangi terjadinya ketimpangan
horizontal (horizontalimbalance]. Data empiris
c. Transfer dari pemerintah pusat ke dacrah juga berperan untuk menjamin dan
menjaga agar SPM di setiap daerah terpenuhi. Hal ini sangat berkaitan dengan
fungsi distribusi. Menurut Musgrave (1933), fungsi distribusi sebaiknya
dijalankan oleh pemerintah pusat agar pemerataan pendapatan antardaerah
dapat tercapai. Untuk daerah yang kaya mungkin hanva membutuhkan sedikit
bantuan atau bahkan tidak lagi membutuhkan kekurangan sangat
membutuhkan dara transfer dari pemerintah pusat. Dengan demikian
pencrapan standar pelayanan minimun di setiap daerah dapat dijamin
pelaksanaannya oleh pemerintah pusat melalui transfer
d. Untuk mengatasi permasalahan yang timbul sebagai akibat dari layanan
publik (inter-jurisdictional spillover effects) diperlukan adanya transfer.
4
Pelayanan publik di suatu daerah mungkin akan menimbulkan ternalitas
terhadap daerah atau wilayah lainnya. Pelayanan-pelayanan pubilk seperti
perguruan tinggi, pemadam kebakaran, jalan penghubung antardaerah,
pengendalian polusi, serta rumalı sakit daerah, manfaatnya tidak hanya
dirasakan oleh daerah di mana pelayanan terscbut tersedia tetapi daerah lain
juga akan merasakan manfaatnya. Apabila imbalan yang akan diperoleh dari
penyediaan layanan tidak sebanding, maka pemerintah daerah biasanya
enggan untuk menyediakannya
e. Transfer dapat berfungsi sebagai alat untuk menjaga stau pemerintahan.
Apabila kegiatan ekonomi di suatu daerah mengalami kelesuan, maka
pemerintah menyelesaikan Sebaliknya, ketika suatu daerah scdang mengalami
kondisi ekonomi bagus (booming), maka pemerintah pusat dapat mengurang
ke daerah tersebut. Untuk tujuan ini, transfer yang sesuai untuk dana
pembangunan (capital transfen) masalah tersebut dengan meningkatkan
transfer ke daerah pemerintah pusat dapat ikut ambil bagian.

B. DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)


Dana alokasi khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
DAK dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan
prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional. Pada postur DAK tahun anggaran
2016 terdapat perubahan yang cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Salah satu arah kebijakan DAK pada tahun 2016 yaitu dilakukannya alokasi
dana transfer lainnya (Bantuan Operasional Sekolah; Bantua Operasional
Penyelenggaraan PAUD; Tunjangan Profesi Guru PNSD, Tambaha Penghasilan Guru
PNSD; Bantuan Operasional Kesehatan; Bantuan Operasiona Keluarga Berencana;
dan Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi) kedalam DAK non-fisik dalam

5
rangka dekonsentrasi dan pembantuan untuk mempercepat pengalihan anggaran
belanja K/L yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK
DAK reguler yang sebelumnya memuat 14 bidang, disederhanakan menjadi 10
bidang DAK, yaitu:
1. DAK Bidang Pendidikan
DAK bidang pendidikan dialokasikan untuk pemenuhan secara bertahap
sarana dan prasarana pendidikan untuk semua jenjang pendidikan, yaitu
a. Pemenuhan sarana penunjang mutu dan prasarana pendidikan sesuai SPM
minimal mencapai 7% dari tota satuan pendidikan SD Negeri;
b. Pemenuhan sarana penunjang mutu dan prasarana pendidikan sesua SPM
mininal mencapai 10% dari total satuan pendidikan SMP Negeri
c. Pemenuhan sarana penunjang mutu dan prasarana pendidikan se SPM
minimal mencapai 15% SMA dari total satuan pendidikan SM
d. Pemenuhan sarana penunjang mutu dan prasarana pendidikan sesuai SPM
minimal mencapai 20% dari total satuan pendidikan SMK Negeri.

2. DAK Bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana


DAK Bidang kesehatan dan keluarga berencana dialokasikan untuk
meningkatkan akses dan kualitas kegiatan bidang kesehatan kefarmasian,
keluarga berencana, dan pelayanan rujukan terutama dalam rangka percepatan
penurunan angka kematian ibu dan anak; perbaikan gizi masyarakat
pengendalian penyakit; pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan
penduduk di daerah tertinggal; terpencil, perbatasan, dan kepuiauan
Lingkup kegiatan bidang kesehatan pelayanan dasar terdiri atas
kegiatan pembangunan baru Puskesmas/Puskesmas perawatan; rumah dinas
dr/drg; rumah dinas tenaga kesehatan; rehabilitasi Puskesmas non-perawatan/
Puskesmas perawatan karena rusak berat/total; peryediaan peralatan
kesehatan, antara lain: poliklinik set, PONED set, emergensi set, imunisasi kit,
laboratorium set, promkes kit, dan dental kit; penyediaan peralatan Sistem
6
Informasi Kesehatan (SIK) di Kabupaten/Kota, dan sebagainya pelayanan
dasar Lingkup kegiatan bidang kesehatan pelayanan rujukan terdiri atas
kegiatan: Pembangunan/rehabilitasi sarana, prasaraia dan penyediaan
peralatan tempat tidur kelas III, peralatan IGD RS termasuk Ambulans,
peralatan ICU RS, peralatan PONEK RS, peralatan IPL RS, peralatan UTD di
RS peralatan BDRS, dan penyediaan peralatan kalibrasi di RS. Lingkup
kegiatan bidang kesehatan pelayanan kefarmasian meliputi
a. penyediaan obat dan perbekalan kesehatan bagi fosilitas pelayanan
pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana
pendukung
b. pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana
pendukung kesehatan dasar untuk Kabupaten/Kota; Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota;
c. Pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana
pendukung Instalasi Farmasi Provinsi.

Selanjutnya bidang keluarga berencana dialokasikan untuk


meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana berupa daya
jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program
Keluarga Berencana (KB); tenaga lini lapangan; sarana dan prasarana fisik
pelayanan KB; Sarana dan prasarana fisik pelayanan komunikasi, infor masi,
dan edukasi (KIE) program KB; serta sarana dan prasarana fisik pembinaan
tumbuh kembang anak.
3. DAK Bidang Infrastruktur Perumahan, Pemukiman, Air Minum, dan Sanitasi
DAK bidang infrastruktur dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
memperkuatkonektivitas nasional dalam rangka mencapaikeseimbangan nerta
pemerataan peningkatan standar hidupj melalui:

7
a. Peningkatan atan kualitas perumahan dan permukiman Masyarakat
Berpendapatan Rendah (MBR) untuk penanganan dan pencegahan
kawasan kumuh daerah.
b. Peningkatan cakupan pelayanan air minum layak dalam pemenuhan
100% akses air minum tahun 2019 terutama b
c. Peningkatan cakupan pelayanan sanitasi dalam rangka pemenuhan
100% akses sanitasi tahun 2019.
4. DAK bidang kedaulatan pangan
DAK bidang kedaulatan pangan terdiri atas sub-bidang pertanian dan sub-
bidang irigasi. Alokasi DAK sub-bidang pertanian digunakan untuk
pembangunan perbaikan prasarana dan sarana fisik dasar pembangunan
pertanian mendukung peningkatan produk
5. DAK Bidang Energi Skala Kecil (Energi Perdesaan)
DAK energi perdesaan dialokasikan kcpada dacrah, dalam hal ini
provinsi untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan energi terbarukan,
seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), PLTS Fotovolvaik
terpusat dan tersebar, pembangunan istalasi biogas, dan rchabilitasi untuk
perbaikann DAK Bidang Kelautan dan Perikanan DAK bidang kclautan dan
perikanan dialokasikan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi,
pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran dan pengawasan serta penyediaan
sarana dan prasarana pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang terkait dengan peningkatan produksi pcrikanan dan peningkatan
kesejahteraan nelayan, pembudidayaan, pengolahan, pemasaran hasil
perikanan, dan masyarakat pesisir lainnya yang didukung dengan penyuluhan
6. DAK Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup
DAK bidang kehutanan dan lingkungan hidup terdiri atas dua sub-
bidang yaitu sub bidang kehutanan dan sub-bidang lingkungan hidup! Sub-
bidang kehutanan alokasinya digunakan untuk membiayai kegiatań-kegiatan
bidang kehutanan yang telah menjadi urusan/kewenangan daerah dengan
8
prioritas meningkatkan kinerja dan operasionalisasi KPHP/KPHL, mencegah
dan memulihkan kerusakan sumber daya hutan yang berada dalam DAS Serta
penanganan daerah rawan bencana melalui pelaksanaan rehabilitasi dan
pengamanan hutan, peningkatan produksi hasil hutan serta masyarakat pada
areal KPHP/KPHL, hutan kota, taman hutan serta pengembangan dan
peningkatan hutan rakyat
7. DAK Bidang Transportasi
DAK bidang transportasi dialokasikan kepada daerah untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah dalam hal penyediaan fasilitas
keselamatang menunjang terselenggaranya transportasi yang baik dan aman,
termasuk menyediakan sarana dan prasarana transportasi perdesaan.
8. DAK Bidang Sarana Perdagangan, Industri Kecil & Menengah dan Pariwisata
DAK bidang sarana perdagangan, industri kecil dan menengah, dan
pariwisata dialokasikan kepada daerah untuk meningkatkan kuantitas dan
kualifikasi penyediaan sarana pariwisata.
9. DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah
Sarana perdagangan dalam rangka menjamin keterscdiaan barang
sehingga bisa meningkatkan daya beli masyai akat, pengembangan fasilitas
UMKM, dan bidang prasarana pemerintahan dialokasikan untuk membiayai
kebutuharn sarana dan prasarana pemerintahan di daerah, terutama bagi
kegiatan yang terkait dengan pelayanan terhadap masyarakat.
Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang (Undang-Undang) Nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
pemerintah Daerah, dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah IPP) Nomor 55 Tahun
2005 tentang Dana Perimbangan. Daerah penerima DAK wajib menyediakan
dana pendamping untuk mendanai kegiatan fisik sekurang-kurangnya 10%
dari nilai DAK yang diterimanya. Dana pendamping tersebut wajib
dianggarkan dalam angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun
anggaran yang berjalan. DAK dapat digunakan untuk mendanai administrasi
9
kegiatan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas. Biaya
Untuk keperluan di atas dapat dibebankan pada APBD di luar dana
pendamping. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas
umum Negara ke rekeningkas umum daerah. Hasil kegiatan fisik yang
dibiayai melalui DAK tahun anggaran berjalan harus sudah selesai dan dapat
dimanfaatkan pada akhir tahun anggaran itu Tambahan diatur dalam PMK
241/2014 dan PMK 147/2015 yang secara ringkasnya disampaikan sebagai
berikut :
1. Penyaluran DAKdan/atauDAK Tambahan dilaksanakan secare triwulanan
dengan ketentuan sebagai berikut
a. Triwulan I sebesar 30% yang diterima paling cepat pada bulan
Februari dan paling lambat pada tanggal 31 Juli, setelah Peraturan
Daerah (Perda) APBD tahun anggaran berjalan, Laporan Realisasi
Penyerapan DAK dan/atau DAK Tambahan triwulan IV tahun
anggaran sebelumnya, Laporan Penyerapan Penggunaan DAK dan
atau DAK tarmbahan tahun anggaran sebelumnya, Surat Pernyataan
Penyediaan Dana Pendamping diterima oleh Direktorat Jenderea
Perimbangan Keuangan
b. Triwulan II sebesar 25% dari pagu alokasi diterima paling lama dua
bulan setelah penyaluran triwulan I.
c. Triwulan III sebesar 25% dari pagu alokasi diterima paling lama dua
bulan setelah penyaluran triwulan II
d. Triwulan TV sebesar 20% dari pagu alokasi diterima paling lama dua
bulan setelah penyaluran triwulan III.
2. Penyaluran DAK dan/atau DAK Tambahan masing-masing triwulan
dilakukan setelah diterimanya Laporan Realisasi Penyerapan oleh DJPK
sampai trivulan sebelumnya dari Kepala Daerah penerima DAK dan/atau
DAK Tambahan

10
3. Laporan Penycrapan Penggunaan DAK dan/ataiu DAK tambahan setiap
triwulan disampaikan setelah berakhirnya triwulan bersangkutan
4. Laporan realisasi penyerapan DAK dan/atau DAK tambahan triwulan I,
triwulan II, dan triwilan III diterima paling lambat tujuh hari kerja
sebelum tahun anggaran berakhir
5. Dalam hal laporan realisasi penyerapan DAK dan/atau DAK Tambahan
belum disampaikan sampai batas akhir penyaluran, maka DAK dan/atau
DAK Tambahan tidak akan disalurkan
Ketentuan mengenai penyaluran DAK triwulan IV secara lebih lanjut
diatur dalam PMK 213/2015. Setelah tahun anggaran berakhir, daerah penerima
DAK wajib menyampaikan Laporan Penyerapar. Penggunaan DAK tahun
sebelumnya. Laporan Penyerapan Penggunaan DAK sebagaimana dimaksud
merupakan kumulatif penyerapan DAK yang telah dilakukan sampai dengan
tanggal 3 desember tahun anggaran berjalan. bidang DAK lebih kecil dari pagu
bidang DAK tersebut.
Dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2009 sebagai diubah berikutnya
dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Menteri
Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di
Daerah, diatur optimalisasi peiaksanaan anggaran DAK SKPD dengan ketentuan
sebagai bcrikut.
1. Dalam hal pelaksanaan anggaran DAK sampai dengan batas akhir tahun
anggaran belum dapat diselesaikan, dapat dilanjutkan melalui mekanisme
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan (DPA-L) dengan kriteria sebagai
a. Sisa DAK yang akan dilanjutkan melalui mekanisme DPA-L telah
b. Adanya ikatan perjanjian kontrak dan dimungkinkan dilakukan
c. Diakibatkan bukan karera kelalaian dan pengguna anggaran/barang
2. Untuk melanjutkan kegiatan DAK melalui proses DPA-L, perlu disiapkan
dokumen pelaksanaan dengan tahapan sebagai berikut:

11
a. Paling lambat pertengahan Desember, Kepala SKPD menyampaikan
laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan isik, dan nonfisik maupun
keuangan DAK kepada PPKD, termasuk lapcran kegiatan DAK yang
diestimasi tidak dapat diselesaikan sampai akhir tahunanggaran.
b. PPKD melakukan pengujian terhadap
1) sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau belum
diterbitkan SP2D atas kegiatan yang bersangkutan;
2) sisa SPD yang belum diterbi kan SP2D; dan
3) SP2D yang belum diuangkan
c. PPKD mengesahkan DPA-SKPD tersebut dengan anggaran sejumlah sisa
dana yang belum dicairkan menjadi DPAL SKPD
d. Sisa DAK pada akhir tahun anggaran dicatat sebagai Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran (SILPA) dan dicantumkan sebagai bagian dari
Lampiran 1.9 Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
e. DPA-L SKP yang telah disahkan, dapat dijadikan dasar pelaksanaan
penyelesaian pekerjaan dan penyelesaian pembayaran setelah disesuaikan
dengan perubahan terhadap dokumen (adendum) kontrak yang
ditandatangani bersama antara PA/KPA dengan pihak
f. Berdasarkan DPA-L SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud di
atas, dapat langsung dilaksanakan tanpa menunggu penetapan APBD tahun
berikutnya
g. Lebih lanjut, kegiatan DPA-L SKPD tersebut dicantumkan dalam Perda
tentang Perubahan APBID
3. Dalam hal terjadi sisa tender atas pelaksanaan kegiatan DAK maka
dilaksanakan mendahului perubahan APBD dengan mengubah kepala daerah
tentang penjabaran APBD yang terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapat
persetujuan dari pimpinan DPRD
4. Sisa tender yang akan dimanfaatkan dalam tahun anggaran berjalan dilakukan
mendahului perubahan APBD dengan merubah peraturan kepala daerah
12
tentang penjabaran APBD yang terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapat
persetujuan dari pimpinan DPRD.
5. Untuk dasar penganggaran dan pelaksanaan sisa tender, SKPD menyusun
RKA-SKPD dan DPA-SKPD yang baru
6. Dalam hal sisa tender belum dilaksanakan setelah ditctapkannya Perda tentang
Perubahan APBD, maka langsung dapat dilaksanakan dan disesuaikan dalam
laporan realisasi anggaran.
7. Untuk tertib dan disiplin anggaran serta menjamin ketersediaan dana atas
pelaksanaan sisa tender, SKPD selaku pengguna anggaran telah
menyelesaikan administrasi kegiatan palinglambat pada awal Oktober
8. Pengadaan barang dan jasa atas kegiatan yang bersumber dari dana sisa tender
cilaksanakan secara swakelola maupun mekanisme kontrak berpedoman pada
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan
barang atau jasa pemerintah
Dalan rangka pembangunan infrastruktur daerah, khususnya daerah terluar
dan tertinggal. Pemerintah mengatur ketentuan penggunaan DAK sebagai
berikut.
1. Memberikan dukungan untuk percepatan penyediaan infrastruktur public
dacrah dengan pengalokasian DAK Fisik yang lebih besar;
2. Memberlakukan ketentuan maksimal 5% dari alokasi DAK infrastruktur
per daerah dapat digunakan untuk penunjang kegiatan fisik, guna
3. Memperkuat kebijakan DAK afirmasi untuk mempercepat pembangunan
4. Meniadakan ketertuan penyediaan dana pendamping guna memberika
daerah tertinggal yang memiliki kapasitas fiskal yang
DAK Infrastruktur Publik Daerah merupakan komponen dalam DAK fisik
selain DAK regular dan DAK afirmasi. Fungsinya sebagai komplementer
regular. Berikut disebutkan pengaturan mengenai pengalokasiannya
1. Besaran Alokasi maksimal Rp100 miliar per Kabupaten/Kota

13
2. Penggunaannya diarahkan untuk pembangunan/rehabilitasi infrastruktu
pelayanan publik di daerah yang belum didanai dari DAK Reguler
(sebagai komplementer DAK Reguler) dengan kebutuhan daerah.
Pemerintah.
3. Pilihan penggunaan untuk Bidang Infrastruktur Publik
4. Sebagai dasar alokasi, Daerah wajib menyampaikan usulan kepala
pemerintahan.
5. Besaran alokasi mempertimbangkan usulan percepatan pembangunan
infrasturktur dari daerah (proposal based), di luar yang didanai dari
DAK reguler dan belanja murni.
6. Tidak ada kewajiban penyediaan dana pendamping
7. Maksimal 5% darialokasi infrastruktur per daerah dapat dihunakan
untuk penunjang kegiatan fisik.

BAB 13
OPTIMASLISASI DAERAH MELALUI SEKTOR PAJAK SARANG
BURUNG WALET :Studi Kasus di Kabupaten Blitar

A. PENDAHULUAN

Burung walet terkenal dengan sarangnya yang bernilai ekonomi tinggi


sehingga tidak mengerankan jika banyak investor yang menanamkan investasi di
bidang rumah sarang burung walet. Sarang burung walet (SBW) utamanya digunakan
sebagai bahan pembuatan obat-obatan. Manfaat lainnya adalah untuk membuat sup
yang sangat populer di Negara Cina, terutama di Hong Kong. Sup sarang burung

14
walet telah dikonsumsi oleh orang-orang Cina selama ribuan tahun dan sup sarang
burung walet adalah salah satu jenis makanan mempunyai tanda kebesaran di Cina.
Seiring dengan meningkatnya perekonomian Cina, permintaan sarang burung walet
juga makin meningkat.

Oleh sebab itu, industri sarang walet di Asia dan terutama di Indonesia juga
mengalami dampak kenaikan Indonesia adalah salah satu negara yang menghasilkan
sebagian besar sarang burung walet di dunia. Sebagian besar sarang burung walet di
Indonesia ekspor ke Hong Kong dan Cina. Negara-negara lain yang juga
menghasilkan sarang burung walet adalah Thailand, Malaysia, Filipina Singapura,
India, dan Srilanka. Di Indonesia bagian besar sarang burung walet dihasilka, di
pulau jawa dan budi daya dilakukan dengan menggunakan rumah atau gedung .
Beberapa daerah di Indonesia yang merupakan tempat budi daya sarang walet seperti:
Pasuruan, Gresik, Tuban, Semarang, Pekalongan, Pandeglan Karimun, Jembrana,
Blitar, Blora, dan lain-lain.

Burung walet selain membuat sarangnya di atap gua, juga membuat sarangnya
di rumah-rumah kosong Pemanfaatan sarang burung walet yang ada di gua cukup
berisiko karena sulit dan berbahaya dibandingkan denpemanfaatan sarang burung
walet di rumah kosong. Metode yang sangat untuk menghasilkan sarang tersebut
adalah pembudidayaan burung walet efektif dalam rumah-rumah kosong sehingga
orang-orang mulai membuat gedung khusus untuk budi daya sarang burung walet.
Ada beberapa faktor yang sangat penting untuk budi daya sarang burung walet, yaitu:
lokasi, iklim, kondisi lingkungan, bentuk bangunan, faktor makanan, serta teknik
memancing burung walet. Semua faktor ini sangat penting untuk keberhasilan budi
daya sarang burung walet. Di samping itu, gedung burung walet harus dibuat seperti
gua liar, sesuai dengan habitat asli burung walet. Ada empat kelas sarang burung
walet yang dihasilkan di Indonesia. Kelas keempat adalah sarang yang paling kotor
sehingga harganya paling murah Sarangnya sangat kotor karena telur walet sudah
ditetaskan atau terbuat dari air kotor. Harga sarang kelas empat kira-kira Rp7-8 juta

15
per kilogram. Kelas ketiga agak kotor tetapi terbuat dari air liur dan bulu burung.
Sarang kelas tiga berharga kira-kira Rp8-9 juta per kilogram. Sarang walet kelas dua
tidak terbuat dari bulu burung tetapi sarangnya masih sedikit kotor. Kotornya bias
arenakan burung tersebut bertelur tetapi telurnya kemudian diambil setelah menetas.
Harga sarang kelas dua kira-kira Rp10-12 juta per kilogram. Kelas yang tertinggi
adalah sarang yang paling bersih, warnanya sangat putih, dan bulu burung, Sarang
seperti ini adalah sarang yang paling banyak diminta dari pemilik gedung walet
karena harga sarang ini paling tinggi, kira-kira Rp12-14 juta per kilogram

Untuk melakukan budi daya sarang burung walet memerlukan dana yang
tidak sedikit. Salah satu investor sarang burung walet di Ujung Kulon, Pandeglang,
mengatakan bahwa diperlukan modal besar hingga ratusan namun jika sudah berhasil
bisnis ini mampu memberikan hasil berlipat ganda sampai miliaran rupiah. Hal ini
bisa dihitung dari hasil sarang burung walet pada saat permintaannya tinggi yang bias
mencapai harga Rp27-30 juta, tiap bulannya satu SBW mampu menghasilkan rumah
sarang burung walet pun sangat tinggi harganya, yaitu investasi Rp l miliar yang
ditanamkan mampu menghasilkan Rp 3,4 miliar jika rumah sarang burung walet
tersebut dijual Pada tulisan ini, penulis mencoba menguraikan kondisi usaha sarang
burung walet dan bagaimana caranya mengoptimalkan pendapatan daerah melalui
sektor pajak sarang burung walet di Kabupaten Blitar

B. USAHA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN BLITAR

Kabupaten Blitar merupakan daerah penghasil SBW yang cukup potensial


sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) Namun, pengelolaan yang
kurang intensif dan tidak disiplin menyebabkan pemasukan dari budidaya SBW
kurang meberikan andil bagi pemasukan PAD Kabupaten Blitar. Dari hasil penelitian
dengan menggunakan teknik wawancara terhadap beberapa pengusaha dan pejabat
pemerintah daerah (pemda) terkait dan diperoleh sebagai berikut Dalam budi daya
sarang burung walet di Blitar, terdapat tiga golongan pemilik gedung walet, yaitu,

16
golongan karyawan, golongan menengah, dan golongan atas. Golongan karyawan
mempunyai gedung kecil dan menggunakan teknologi yang kurang maju karena
mereka tidak memiliki cukup modal. Selain itu golongan ini juga membangun gedung
burung seriti, yang meskipun harganya jauh lebih murah daripaada SBW namun hal
tersebut memberikan tambahan penghasilan yang lumayan.

Pemilik dari golongan menengah juga membangun gedung walet di wilayah


tempat tinggal mereka dengan membangun gedung yang lebih besar golongan
karyawan, mempunyai pengetahuan dan teknologi yang lebih maju seperti sistem
tweeter dan desain gedung. Selain menghasilkan sarang burung walet, di sana
terkadang ada juga menghasilkan sarang burung serit

Sementara golongan atas mempunyai pengetahuan dan teknologi yang. Hanya


saja golongan atas tersebut bukanlah penduduk setempat, melainkan mereka yang
tinggal di kota besar. Mereka akan membangun gedung walet di daerah manapun
yang paling cocok untuk budi daya sarang walet. Di samping itu, tujuan golongan
atas adalah khusus untuk menghasilkan sarang burung walet saja, bukan bersamaan
dengan sarang burung seriti. Namun, jika terdapat sarang burung yang berisi telur
burung seriti, maka mereka sering menukar telur burung seriti maju bila
dibandingkan dengan golongan menengah dengan telur burung walet dan menunggu
sampai masa panen tiba. pernah mencoba berperan aktif dalam industri budi daya
SBW ini, misalnya dengan membuat buku dan mengadakan seminar tentang cara
budi daya sarang burung walet, namun secara keseluruhan Pemda Kabupaten Blitar
tidak memainkan peranan yang

Pemda Kabupaten Blitar se besar dalam industri tersebut. Peran pemda


dihalangi oleh para terlibat dalam industri ini, sebab pemilik gedung walet khawatir
jika mereka harus membayar lebih banyak uang pada pihak pemda. Sebagian besar
pemililk gedung walet selalu berkata kepada petugas pemda bahwa gedung wallet
mereka belum berisi sarang burung walet dan belum panen sehingga mereka tidak

17
harus membayar retribusi. Berbeda dengan golongan atas, orang-orang yang gedung
waletnya belum berhasil (golongan bawah) sangat mengharapkan Pemda Kabupaten
Blitar ikut berperan dalam industri ini dan mereka ingin mendapat bantuan dari pihak
pemda. Namun, pemilik gedung yang telah berhasil (golongan atas) tidak ingin
dibantu oleh pemda dan tidak bersedia membantu memberikan data kilogram
sehingga pihak pemda tidak bisa membuat data.

Sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 27 Tahun bahwa


orang-orang yang ingin membangun gedung sarang bu Kabupaten Blitar, harus
membayar surat Izin Mendirikan Bangunan dikelola oleh Dinas Perdagangan. Di
samping itu, setiap panen sarang burung walet gedung wallet harus membayar
retribusi sebesar 3% dari panen tersebbut kepada kas daerah. Namun, dalam
pelaksanaannya orang-orangyn pada gedung sarang walet di desa-desa kecil jarang
membayar IMB digedung sarang walet dari semua golongan jarang membayar
retribusi burung walet .

C. PERANAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BLITAR

Dinas Kehutanan Blitar pernah memberikan sosialisasi kepada pemilik


gedung sarang burung walet. Untuk membangun rumah atau gedung sarang burung
walet, investor harus membangun sendiri, dan ketika gedung tersebut tela
menghasikan sarang burung walet barulah dikenakan retribusi sesuai dengan Perda
27/2000, danbiaya retribusinya sebesar 3% dan jumlah harga sarang yang dihasilkan
setiap masa panen. Retribusi-3% x harga pasar sarang burung wallet Di setiap
kecamatan ada Petugas Kehutanan Lapangan (PKL) yang bertugas menarik retribusi
tersebut. Dengan demikian, jika pemilik gedung walet harus membayar retribusi
kepada pemda, maka sekaligus petugas diharapkan juga dapat memberikan bantuan
kepada para pemilik gedung walet.

D. DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

18
Pada tahun 2001, Dinas Kchutanan dan Perkebunan di Kabupaten Blitar
menerbitkan buku berjudul "Pedoman Budi Daya Walet". Tujuan buku tersebut untuk
membantu orang-orang di Kabupaten Blitar yang ingin mmbangun gedung burung
walet. Di samping itu, Dinas Kehutanan di Kabupaten Blitar percaya bahwa jika
orang-orang di desa memasuki industri seperti budi daya hutan. Dalam buku tersebut
dinyatakan bahwa: “Memasyarakatkan usaha sarang burung walet akan membantu
sekali dalam upaya meningkatkan pendapatan masyarakat. Tetapi dikhawatirkan
mengganggu kelestarian buruns walet tersebut apabila cara penanganan dan
pemanenannya tidak menggunakan teknik yang tepat, Oleh karena itu, perłu
disebarluaskan tentang cara-cara budi daya burung walet yanik baik dari segi teknis".

Selain mencetak buku, pada tahun 2002 Pemda Kabupaten Blitar juga
mengadakan seminar tentang budi daya sarang burung walet di Kab. Blitar agar para
pemilik gedung burung walet bisa bertukar ide-ide tentang industri ini dan berbagi
ilmu kepada orang-orang yang ingin memasuki industri tersebut Tetapi, pelaksanaan
seminar ini tidak berhasil karena hanya sedikit peserta yang hadir ke seminar tersebut,
hanya dari golongarı penula yang berasal dari penduduk lokal. Sulit sekali bagi
pemda untuk mengadakan seminar ini di luar kota karena masyarakat tidak memiliki
dana beser, tetapi pemda bisa mengirim surat-surat kepada masing-masing kepala
desa di seluruh Blitar. Selain itu juga bahwa sebagian besar petani yang tinggal di
desa tidak ingin berkecimpung dalanm budi daya sarang burung walet karena untuk
membangun rumah atau gedung walet sangat mahal dan harus menunggu waktu yang
lumayan lama untuk bisa mendapatkan uang dari sarangnya, sehingga petani lebih
suka berternak ayam atau sapi.

E. DINAS PERDAGANGAN

Pemda Kabupaten Blitar dapat dikatakan kurang siap dalam mengelola potensi
industri budi daya sarang burung walet ini, misalnya saja pada Dinas Perdagangan
yang tidak mengetahui jumlah gedung burung walet yang ada di Kabupaten Blitar.

19
Padahal ada ketentuan bahwa sebelum membangun gedung tempat sarang burung
walet, pemilik atau investor diharuskan mengurus dan membayar surat IMB kepada
Dinas Perdagangan. Informasi yang ada di Dinas Perdagangan hanyalah tentang
harga pasar sarang burung walet, yaitu bahwa harga sarang burung walet adalah
sekitar Rp21 juta per kilogram dan Rp2 juta per kilogram untuk sarang burung seriti.
Di Kabupaten Blitar sebenarnyan terdapat banyak gedung sarang burung yang berisi
burung walet, tetapi petugas dari Dinas Perdagangan, Dinas Lingkungan Hidup,
Dinas Kehutanan dan Perkebunan mengatakan bahwa tidak ada burung walet di
Blitar. Kemungkinan ini karena pe mempunyai burung walet karena mereka khawatir
jika mereka harus membayar retribusi kepada pemda dan tidak ada keinginan dari
pihak Pemkab Blitar untuk melaksanakan aturan yang telah ditetapkan

F. SIKAP PEMILIK GEDUNG WALET TERHADAP PEMERINTAH DAERAH


KABUPATEN BLITAR

Berikut ini penulis uraikan fakta-fakta yang ditemukan di perilaku atau sikap para
pemilik sarang burung walet terhadap retribusi sarang burung walet. Pembayaran
kepada petugas pemda dilakukan tanpa karcis retribusi sebagaimana yang seharusnya
sehingga penerimaan uang tersebut tidak pasti sampai atau masukke kas daerah, alias
digelapkan karena kemungkinan uangnya yang masuk ke saku petugas pemda.
Pemilik SBW juga sering berbohong kepada pihak pemda dengan mengatakan
gedung mereka belum berisi dengan serta mereka masih menunggu panen sampai ada
burung walet, agar pemiliknya tidak harus membayar retribusi. Pemilik SBW tidak
peduli kalau pemda memainkan peranan lebih besar dalam budi daya sarang burung
wallet burung wallet karena mereka sudah merasa ahli tentang bagaimana cara agar
bisa berhsil dalam industri ini. Sebaliknya, ada juga pemilik gedung walet dari
golongan karyawan dan menengah yang ingin dibantu oleh pihak pemda karena
gedung walet mereka belum berhasil. Peranan pihak pemda dalam membantu
pengembangan sumber daya sarang burung walet sangat berarti bagi pemilik
golongan menengah ke bawah agar bisa membantu mereka dalam mendesain gedung

20
walet dan bagaimana caranya agar bisa menjadi pemilik gedung walet yang berhasil
karena mereka merupakan pemain baru dalam industri ini. Jika pemda memainkan
peranan yang lebih besar dalam budi daya sarang burung walet maka akan
memberikan kemudahan dan bisa membantu orang-orang seperti mereka itu.

G. UPAYA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BLITAR

Pihak pemda telah melakukan upaya nyatadenganmenerbitkan Peraturan Daerah


tentang Pajak Daerah, termasuk sarang burung walet, yaitu dalam Perda Kabupaten
Blitar Nomor 02 Tahun 2011 dijelaskan tentang berikut ini.

1. Objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan


sarang burung walet. Tetapi, tidak termasuk objek pajak adalah pengambilan
sarang burung waletyang telah dikenakan penerim negara bukan pajak
(PNBP)

2. Menetapkan bahwa subjek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan pengambilan dan /atau mengusahakan sarang
burung walet dan Wajib Pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung
walet.

3. Menetapkan bahwa dasar pengenaan pajak (DPP) sarang burung wallet adalah
nilai jual sarang burung walet, yaitu

DPP =Nilai jual -(Harga pasaran umam sarang burung walet yang berlaku di
daerah yang bersangkutan)x(volume sarang burung walet)

4. Sementara mekanisme penyetoran adalah bahwa pajak atas SBW dibayar


sendiri oleh Wajib pajak

5. Sanksi administrasi bagi Wajib Pajak (pengusaha SBW) yang menyalahi


aturan perpajakan SBW

21
22

Anda mungkin juga menyukai