Anda di halaman 1dari 14

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Deskripsi Penelitian

4.1.1.1 Karakteristik Responden Ke-1

Responden pertama yaitu Tn. A berusia 49 tahun sebagai kepala keluarga dan

tinggal bersama seorang istri, istri Tn. A mengalami gangguan jiwa. Hasil wawancara

Tn. A selalu merawat istrinya yang mengalami gangguan jiwa, seperti memperhatikan

kepatuhan minum obat dan kontrol rutin ke RSJ. Tn. A berlatarbelakang pendidikan

SMA, dan saat ini bekerja sebagai karyawan swasta. Tn. A mengatakan cukup paham

tentang cara merawat orang gangguan jiwa dari pengalamannya mengurus istrinya

serta dari informasi yang didapatkan selama kontrol istrinya ke RSJ Menur Surabaya.

4.1.1.2 Karakteristik Responden Ke-2

Responden kedua yaitu Tn. H berusia 50 tahun, yang memiliki keluarga

dengan gangguan jiwa berusia 22 tahun. sejak 5 tahun yang lalu. Sebagai kakak

kandung dari adik perempuannya yang saat ini berusia berusia 22 tahun yang

mengalami gangguan jiwa. Tn. H merawat adiknya dengan gangguan jiwa sudah

hampir 5 tahun ini namun sering keluar masuk rumah sakit karena tidak rutin minum

obat, Tn. H berlatarbelakang pendidikan SD dan saat ini bekerja serabutan. Tn. H

mengatakan bahwa menurutnya merawat keluarga dengan gangguan jiwa itu perlu

kesabaran karena harus telaten dalam memperhatikan kebutuhan serta resiko yang

akan terjadi jika tidak diperhatikan dengan baik.


4.1.1.3 Karakteristik Responden Ke-3

Ny. S usia 38 Tahun. Sebagai ibu selalu merawat anaknya karena takut jika

terjadi kekambuhan lagi. Ny. S mengatakan anaknya sering keluar masuk rumah sakit

jiwa karena kekambuhan penyakitnya, oleh karena itu Ny. S sangat memperhatikan

perawatan untuk anaknya. Ny. S berlatarbelakang pendidikan SD yang saat ini

bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ny. S mengatakan sedikit paham tentang gangguan

yang dialami anaknya dari penjelasan yang disampaikan oleh perawat maupun dokter

saat kontrol di poliklinik.

4.1.1.5 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Mengenal Masalah Gangguan

Kesehatan Jiwa Anggota Keluarga

Tabel 4.1 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Mengenal Masalah Gangguan


Kesehatan Jiwa Anggota Keluarga Di Poliklinik RS Jiwa Menur
Surabaya Februari 2019
No. Responden Mengenal Persentase Mengenal Persentase
Masalah (%) Masalah (%)
Kesehatan Kesehatan
1 Tn. A Dilakukan 25 Tidak Dilakukan 75
2 Tn. H Dilakukan 75 Tidak Dilakukan 25
3 Ny. S Dilakukan 50 Tidak Dilakukan 50

Dari tabel diatas didapatkan hasil observasi tentang mengenal masalah

gangguan kesehatan jiwa anggota keluarga di Poliklinik RS Jiwa Menur

Surabaya dari total responden 3 keluarga paling banyak dilakukan sebanyak

75% dan tidak melakukan paling banyak 75%.

4.1.2 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Mengambil Keputusan Untuk


Melakukan Tindakan Yang Tepat
Tabel 4.1 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Mengambil Keputusan Untuk
Melakukan Tindakan Yang Tepat Di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya
Februari 2019
No. Responden Mengambil Persentase Mengambil Persentase
Keputusan (%) Keputusan (%)
1 Tn. A Dilakukan 50 Tidak Dilakukan 50
2 Tn. H Dilakukan 50 Tidak Dilakukan 50
3 Ny. S Dilakukan 50 Tidak Dilakukan 50

Dari tabel diatas didapatkan hasil observasi tentang mengambil keputusan

untuk melakukan tindakan yang tepat di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya dari

total responden 3 keluarga paling banyak dilakukan sebanyak 50% dan tidak

melakukan paling banyak 50%.


4.1.3 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Memberi Perawatan Untuk

Melakukan Tindakan Yang Tepat


Tabel 4.1 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Memberi Perawatan Untuk
Melakukan Tindakan Yang Tepat Di Poliklinik RS Jiwa Menur
Surabaya Februari 2019

No. Responden Memberi Persentase Memberi Persentase


Perawatan (%) Perawatan (%)
1 Tn. A Dilakukan 100 Tidak Dilakukan 0
2 Tn. H Dilakukan 60 Tidak Dilakukan 40
3 Ny. S Dilakukan 80 Tidak Dilakukan 20

Dari tabel diatas didapatkan hasil observasi tentang keluarga memberi

perawatan untuk melakukan tindakan yang tepat di Poliklinik RS Jiwa Menur

Surabaya dari total responden 3 keluarga paling banyak dilakukan sebanyak 100%

dan tidak melakukan paling banyak 40%.


4.1.4 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Dapat Mempertahankan Dan
Mampu Memodifikasi Lingkungan Keluarga Yang Mendukung
Kesehatan Jiwa
Tabel 4.1 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Dapat Mempertahankan Dan Mampu
Memodifikasi Lingkungan Keluarga Yang Mendukung Kesehatan Jiwa Di
Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya Februari 2019
No. Responden Memodifikasi Persentase Memodifikasi Persentase
Lingkungan (%) Lingkungan (%)
1 Tn. A Dilakukan 67 Tidak Dilakukan 33
2 Tn. H Dilakukan 67 Tidak Dilakukan 33
3 Ny. S Dilakukan 67 Tidak Dilakukan 33
Dari tabel diatas didapatkan hasil observasi tentang keluarga memberi

perawatan untuk melakukan tindakan yang tepat di Poliklinik RS Jiwa Menur

Surabaya dari total responden 3 keluarga paling banyak dilakukan sebanyak 63% dan

tidak melakukan paling banyak 33%.


4.1.5 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Menggunakan Fasilitas Dan
Sumber-Sumber Kesehatan Yang Ada Dalam Masyarakat Untuk
Penderita Gangguan Jiwa
Tabel 4.1 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Menggunakan Fasilitas Dan
Sumber-Sumber Kesehatan Yang Ada Dalam Masyarakat Untuk
Penderita Gangguan Jiwa Di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya
Februari 2019

No Responden Menggunakan Persentase Menggunakan Persentase


. Fasilitas (%) Fasilitas (%)
1 Tn. A Dilakukan 75 Tidak Dilakukan 25
2 Tn. H Dilakukan 50 Tidak Dilakukan 50
3 Ny. S Dilakukan 50 Tidak Dilakukan 50
Dari tabel diatas didapatkan hasil observasi tentang menggunakan fasilitas dan

sumber-sumber kesehatan yang ada dalam masyarakat untuk penderita gangguan jiwa

di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya dari total responden 3 keluarga paling banyak

dilakukan sebanyak 75% dan tidak melakukan paling banyak 50%.


4.2 Pembahasan

4.2.1 Hasil Observasi Kemampuan Keluarga Mengenal Masalah Gangguan

Kesehatan Jiwa Anggota Keluarga

Hasil observasi tentang mengenal masalah gangguan kesehatan jiwa anggota

keluarga di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya dari total responden 3 keluarga masih

banyak yang belum melakukan tugas kesehatan dalam mengenal gangguan jiwa.

Observasi mengenal masalah gangguan kesehatan jiwa anggota keluarga dengan

anggota keluarga gangguan jiwa menggunakan kuesioner lima tugas kesehatan


keluarga dengan gangguan jiwa yang berisi 20 item pernyataan. Dari total pernyataan

tentang mengenal masalah gangguan kesehatan jiwa anggota keluarga tersebut rata-

rata keluarga belum mampu memahami tentang ciri gangguan jiwa, memahami

penyebab gangguan jiwa, dan memahami tentang tanda dan gejala gangguan jiwa

gangguan jiwa. Dan ditemukan beberapa gambaran kemampuan mengenal masalah

gangguan kesehatan jiwa anggota keluarga yang tidak sesuai seperti : pemahaman

bahwa tanda dari gangguan jiwa adalah kejang-kejang. Dari pengetahuan yang

dimiliki oleh keluarga tersebut, responden mengatakan mendapatkan masukan dari

tenaga kesehatan seperti perawat dan dokter saat melakukan kontrol dirumah sakit

maupun mendapat penyuluhan tentang merawat orang gangguan jiwa, beberapa

responden juga mengatakan mendapat ilmu dari tetangga yang sama-sama merawat

anggota keluarga dengan gangguan jiwa.

Sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hal

yang sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang khususnya pada

keluarga dengan gangguan jiwa. Secara spesifik, dengan adanya pengetahuan yang

baik yang dimiliki keluarga berpengaruh pada perilaku yang akan dilakukan keluarga

dalam merawat klien gangguan jiwa, sehingga berpengaruh pula pada menurunnya

resiko kekambuhan (Notoatmodjo, 2010). Keluarga harus menambah pengetahuan

dan melengkapi dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan sehingga

dapat memperlakukan mereka dalam keluarga secara baik dan memadai, bersifat

teraupetik dan membawa anggota keluarga tersebut kepada kesembuhan yang

seterusnya. Perlakuan-perlakuan keluarga terhadap salah satu anggota keluarga

dengan gangguan jiwa, apabila tidak disertai pengetahuan dan sikap yang benar dapat
mengakibatkan kekambuhan kembali (Depkes RI, 2006). Penelitian lain juga

menunjukkan perlunya terapi pada keluarga diberikan untuk kesiapan keluarga dalam

menerima kepulangan pasien jiwa dengan membekali mereka pengetahuan-

pengetahuan tentang perawatan pasien gangguan jiwa untuk mendukung kesembuhan

penderita (Huda, 2012).

Menurut Green (1980) dalam Notoadmodjo (2003), pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Mengenal masalah kesehatan merupakan kegiatan mengkaji lebih lanjut mengenai

semua hal yang berkaitan dengan penyakit yang diderita anggota keluarga. Informasi

tersebut terdiri dari pengertian, tanda gejala, penyebab, serta cara merawat

(Friedman,1998). Kemampuan mengenal masalah erat kaitannya dengan tingkat

pengetahuan keluarga. Kemampuan tersebut merupakan pengembangan upaya

responden dalam mencari tahu informasi mengenai permasalahan kesehatan yang

dialami anggota keluarganya sehingga menjadi dasar terbentuknya tindakan keluarga

selanjutnya. Pengetahuan yang dimiliki keluarga merupakan usaha awal untuk

memberikan suasana yang kondusif bagi keluarganya. Sebagai pemberi dukungan

utama dalam perawatan pasien skizofrenia di rumah seharusnya keluarga tahu bahwa

sikap keluarga dapat meningkatkan kesembuhan namun juga dapat menjadi pemicu

dalam kekambuhan.

Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan

perawatan utama bagi klien ganggun jiwa. Keluarga berperan dalam menentukan cara

atau asuhan yang diperlukan di rumah. Rendahnya peran keluarga juga dipicu oleh

rendahnya motivasi dari keluarga sebagai tenaga penggerak. Motivasi merupakan


faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia karena dengan adanya

motivasimaka manusia akan berusaha semampunya untuk mencapai tujuan. Motivasi

keluarga dapat ditingkatkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang berfokus

pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien. Keluarga merupakan faktor

penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien gangguan

jiwa

4.2.1 Mengdentifikasi Kemampuan Keluarga Mengambil Keputusan Untuk

Melakukan Tindakan Yang Tepat


Dari hasil observasi tentang Mengambil Keputusan Untuk Melakukan

Tindakan Yang Tepat di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya dari total responden 3

keluarga paling banyak dilakukan sebanyak 50% dan tidak melakukan paling banyak

50%. Beberapa responden melakukan pengambilan keputusan dengan berobat jika

ditemukan ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, dan tidak

membiarkan pasien gangguan jiwa di rumah jika sudah ditemukan gejala gangguan

jiwa pada anggota keluarga.

Keluarga merupakan tempat terpenting dalam penyelesaian masalah bersama,

salah satunya membuat keputusan tentang masalah kesehatan keluarga. Dasar dalam

pengambilan keputusan bagi anggota keluarga yang sakit adalah hak dan tanggung

jawab bersama yang pada akhirnya menentukan pelayanan yang akan digunakan

(Effendy, 1998). Pengambilan keputusan oleh keluarga dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain pendidikan dan pendapatan yang dimiliki oleh keluarga tersebut.

Memutuskan tindakan kesehatan merupakan kemampuan keluarga dalam mengambil

keputusan setelah mengetahui anggota keluarganya menderita skizofrenia. Tindakan


tersebut dilatarbelakangi oleh tingkat pengetahuan keluarga, biaya, tenaga, serta

waktu yang dimiliki dalam menangani permasalahan (Friedman, 1998).

Pengetahuan keluarga yang mayoritas dalam tingkat cukup menyebabkan

keluarga kurang tanggap terhadap permasalahan yang terjadi pada anggota

keluarganya yang menderita skizofrenia, sehingga tidak semua masalah terselesaikan

dengan baik. Keluarga hanya memutuskan tindakan yang diketahuinya saja. Keluarga

memiliki kemampuan yang cukup baik dalam melaksanakan saran-saran dari petugas

kesehatan, hal ini dilatarbelakangi oleh usaha yang dilakukan oleh petugas dalam

meningkatkan pengetahuan keluarga. Namun setelah melaksanakan saran-saran

tersebut, terdapat beberapa keluarga yang memutuskan untuk menghentikan

pengobatan. Keluarga terkadang merasa takut dan kesal akibat efek samping obat

seperti waktu tidur yang panjang sehingga sering kali menjadi alasan utama untuk

menghentikan pengobatan. Penghentian pengobatan ini menyebabkan timbulnya

kekambuhan mengingat karakteristik skizofrenia yang memerlukan pengobatan dan

perawatan secara terus menerus. Selain menghentikan pengobatan, keluarga juga

memutuskan untuk mencari alternative pengobatan ke dukun atau paranormal.

Pemilihan alternative pengobatan di dukun atau paranormal dihubungkan dengan

budaya yang berkembang di masyarakat dan tingkat pendidikan yang dimiliki

responden. Dari data demografi menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

pendidikan rendah. Dengan pendidikan tersebut, seseorang lebih mudah percaya

kepada sesuatu yang berkembang di masyarakat.

Beberapa masyarakat menganggap bahwa skizofrenia diakibatkan dari

gangguan makhluk halus atau hal mistis. Sehingga mereka merasa perlu untuk pergi
ke dukun atau paranormal untuk menghilangkan gejala-gejala skizofrenia. Saat

menjalani terapi nonfarmakologis ini terkadang keluarga lupa memberikan obat

karena fokus dengan pengobatan dari dukun atau paranormal. Karena hal inilah,

kemudian kekambuhan terjadi. Keluarga merupakan penentu keputusan utama bagi

pasien skizofrenia, mengingat pasien mengalami penurunan fungsi kognitif sehingga

tidak mengetahui apa yang terbaik untuk perkembangan status kesehatannya. Perilaku

ini didukung oleh budaya yang berkembang di beberapa masyarakat setempat yang

percaya ada kekuatan mistis yang menyebabkan pasien menderita skizofrenia.

Kemampuan yang cukup akan menimbulkan penyelesaian masalah yang tidak tuntas.

Ketidaktuntasan tersebut berarti juga masih ada masalah yang belum terselesaikan

dan menyebabkan munculnya kembali gejala-gejala skizofrenia karena skizofrenia

merupakan penyakit yang memerlukan perawatan yang terus menerus.

4.2.2 Mengdentifikasi Kemampuan Keluarga Memberi Perawatan Untuk

Melakukan Tindakan Yang Tepat


Dari hasil observasi tentang Keluarga memberi perawatan untuk melakukan

tindakan yang tepat di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya dari total responden 3

keluarga paling banyak dilakukan sebanyak 100% dan tidak melakukan paling

banyak 40%. Beberapa responden kadang-kadang mengajak anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa untuk ngobrol dengan anggota keluarga yang lain,

keluarga juga kadang-kadang mendampingi saat klien melakukan perawatan diri

seperti mandi, berpakaian, dan menyisir rambut, serta kadang-kadang menyiapkan

makan dan minum pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas responden

dalam penelitian memiliki kemampuan merawat anggota keluarga yang menderita

skizofrenia yang cukup baik memberikan obat sesuai jadwal dan dosis, serta dalam

memberikan aktivitas kepada keluarga. kewajiban untuk memberikan perawatan

kepada anggota keluarga yang lain ketika sakit (Effendy, 1998). Hal tersebut

merupakan tugas pokok keluarga dimana keluarga memiliki tugas untuk memenuhi

kebutuhan serta pemeliharaan dan perawatannya (Friedman, 1998). Anggota keluarga

yang menderita skizofrenia memerlukan perawatan seperti pemenuhan kebutuhan

sehari-hari, masalah activity daily living, serta pemberian pengobatan. Keluarga

mempunyai peran besar dalam merawat pasien skizofrenia karena penderita

skizofrenia mengalami kemunduran secara kognitif (Felicia, 2011).

Sejalan dengan Notoadmodjo (2003) aplikasi dari suatu tindakan perawatan

merupakan hasil dari tahu dan paham. Sehingga, sebelum domain pengetahuan dalam

diri seseorang sampai pada tahap tingkat aplikasi, ini memungkinkan seseorang yang

sudah pada domain kognitif tahu dan paham, namun belum mampu mengaplikasikan

ilmu tersebut. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama bagi pasien skizofrenia

di rumah

4.2.3 Mengdentifikasi Kemampuan Keluarga Memberi Perawatan Untuk

Melakukan Tindakan Yang Tepat


Dari hasil observasi tentang keluarga memberi perawatan untuk melakukan

tindakan yang tepat di poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya dari total responden 3

keluarga paling banyak dilakukan sebanyak 100% dan tidak melakukan paling

banyak 40%. Beberapa responden kadang-kadang mengajak anggota keluarga yang


mengalami gangguan jiwa untuk ngobrol dengan anggota keluarga yang lain,

keluarga juga kadang-kadang mendampingi saat klien melakukan perawatan diri

seperti mandi, berpakaian, dan menyisir rambut, serta kadang-kadang menyiapkan

makan dan minum pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas responden

dalam penelitian memiliki kemampuan merawat anggota keluarga yang menderita

skizofrenia yang cukup baik memberikan obat sesuai jadwal dan dosis, serta dalam

memberikan aktivitas kepada keluarga. kewajiban untuk memberikan perawatan

kepada anggota keluarga yang lain ketika sakit (Effendy, 1998). Hal tersebut

merupakan tugas pokok keluarga dimana keluarga memiliki tugas untuk memenuhi

kebutuhan serta pemeliharaan dan perawatannya (Friedman, 1998). Anggota keluarga

yang menderita skizofrenia memerlukan perawatan seperti pemenuhan kebutuhan

sehari-hari, masalah activity daily living, serta pemberian pengobatan. Keluarga

mempunyai peran besar dalam merawat pasien skizofrenia karena penderita

skizofrenia mengalami kemunduran secara kognitif (Felicia, 2011).

Sejalan dengan Notoadmodjo (2003) aplikasi dari suatu tindakan perawatan

merupakan hasil dari tahu dan paham. Sehingga, sebelum domain pengetahuan dalam

diri seseorang sampai pada tahap tingkat aplikasi, ini memungkinkan seseorang yang

sudah pada domain kognitif tahu dan paham, namun belum mampu mengaplikasikan

ilmu tersebut. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama bagi pasien skizofrenia

di rumah
4.2.4 Mengdentifikasi Kemampuan Keluarga Dapat Mempertahankan Dan

Mampu Memodifikasi Lingkungan Keluarga Yang Mendukung

Kesehatan Jiwa
Dari hasil observasi tentang Keluarga memberi perawatan untuk melakukan

tindakan yang tepat di Poliklinik RS Jiwa Menur Surabaya dari total responden 3

keluarga paling banyak dilakukan sebanyak 63% dan tidak melakukan paling banyak

33%. Keluarga memiliki kemampuan baik dalam melakukan kontrol ekspresi emosi

dengan menyamaratakan antara pasien skizofrenia dengan keluarganya yang sehat.

Sehingga pasien skizofrenia merasa dirinya tidak dikucilkan dan dihargai. Hal inilah

yang membuat emosi pasien stabil dan tidak jatuh pada kondisi stress.
Keluarga memainkan peranan sebagai sistem pendukung bagi anggota

keluarga yang sakit. Peran tersebut terwujud bila ada kecocokan antara kebutuhan

keluarga dan asupan sumber lingkungan bagi pemeliharanaan kesehatan anggota

keluarga (Friedman, 1998). Lingkungan yang menunjang bagi pasien skizofrenia

lebih merujuk pada ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh keluarga dalam merawat

pasien skizofrenia. Selain itu, pasien skizofrenia membutuhkan modifikasi

lingkungan berupa dukungan keluarga baik secara ekonomi maupun secara psikologis

guna memberikan rasa nyaman, aman yang dapat meningkatkan derajat kesehatan

pasien (Friedman, 1998).


Salah satu faktor penyebab skizofrenia adalah kehidupan penuh stress yang

dijalani oleh penderita. Ketika pasien sudah terdiagnosis menderita skizofrenia maka

keluarga sebagai sistem pendukung pasien harus memberikan semangat dan

memberikan perhatian lebih kepada pasien. Saat merawat pasien skizofrenia tanpa

sadar keluarga sering menunjukkan sikap terlalu mengatur dan memusuhi anggotanya
karena merasa lelah selama merawat (Varma, 1996). Sehingga yang terjadi adalah

keluarga menunjukkan ekspresi emosi yang tinggi. Kekambuhan pasien skizofrenia

yang tinggal di rumah sanagt tergantung pada lingkungan emosional yang

ditunjukkan oleh keluarga. Konsep ekspresi emosi merupakan salah satu indeks yang

menentukan kualitas lingkungan emosi bagi pasien skizofrenia (Davies, 1994).

Ekspresi emosi tinggi oleh keluarga dapat meningkatkan kehidupan yang penuh stress

bagi pasien sehingga pasien jatuh pada kondisi kekambuhan.


4.2.5 Mengdentifikasi Kemampuan Keluarga Menggunakan Fasilitas Dan

Sumber-Sumber Kesehatan Yang Ada Dalam Masyarakat Untuk

Penderita Gangguan Jiwa


Dari hasil observasi tentang menggunakan fasilitas dan sumber-sumber

kesehatan yang ada dalam masyarakat untuk penderita gangguan jiwa di Poliklinik

RS Jiwa Menur Surabaya dari total responden 3 keluarga paling banyak dilakukan

sebanyak 75% dan tidak melakukan paling banyak 50%. Berdasarkan hasil observasi

dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian memiliki kemampuan

dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di masyarakat. Kemampuan keluarga

tersebut didukung dengan pengobatan gratis yang disediakan oleh puskesmas

pembantu setempat sehingga keluarga tidak merasa terbebani dalam memanfaatkan

fasilitas yang telah disediakan.


Keluarga memiliki peran utama dalam perawatan pasien skizofrenia di rumah.

Salah satu tugasnya yaitu membawa pasien skizofrenia ke pelayanan kesehatan

terdekat untuk mendapatkan pengobatan serta penanganan yang sesuai dengan

standar kesehatan (Friedman, 1998). Pelayanan kesehatan merupakan salah satu

kebijakan pemerintah di bidang kesehatan untuk meningkatkan tingkat kesehatan


masyarakat. Selama ini pemerintah telah berusaha keras untuk menyediakan

pelayanan yang prima untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Depkes, 2012). Saat

ini masyarakat sudah banyak yang memanfaatkan pelayanan kesehatan terutama di

tingkat puskesmas. Hal tersebut merupakan hasil dari upaya pemerintah untuk

mensosialisasikan mengenai keberfungsian dari pelayanan kesehatan. Selain itu,

pemberian obat secara gratis juga melatarbelakangi perilaku masyarakat untuk

membawa anggota keluarganya yang sakit untuk mendapatkan perawatan. Sehingga

masalah kesehatan dapat ditangani secepatnya.


Dalam penelitian ini, mayoritas masyarakat memiliki kemampuan dalam

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang berada di sekitar masyarakat seperti langsung

membawa penderita ke RSJ menur jika ditemukan pasien-pasien dengan gangguan

jiwa.

Anda mungkin juga menyukai