Anda di halaman 1dari 2

I GEDE PANDE WISNU GUNANDA

1614141052
PTK B (GENAP)

RESUME JURNAL
EFEK STRES PANAS PADA THERMOREGULATORASI, BOBOT HIDUP
DAN RESPON FISIOLOGI DARI KAMBING KERDIL DI NIGERIA
SELATAN

Kambing pada umumnya berpostur kompak dan mampu mengekspos permukaan


yang besar per satuan berat untuk menghilangkan panas. Keragaman kondisi iklim
yang berbeda di dalam daerah tropis telah menimbulkan mekanisme adaptif yang
berbeda yang memungkinkan kambing secara efektif mengatasi berbagai kondisi
lingkungan tropis yang penuh tekanan. Respon fisiologis kambing terhadap
tekanan lingkungan selama musim kemarau dan hujan dengan keseimbangan
energinya menunjukkan bahwa panas dan stres dingin musiman memiliki efek
mendalam pada beberapa bobot badan hidup dan parameter fisiologis
termoregulasi.
Stres panas lebih sering terjadi pada musim kemarau dan terutama ketika suhu
lingkungan dan kelembaban relatif tinggi dengan kontak langsung dengan sinar
matahari langsung. Dengan demikian, stres panas secara umum dikaitkan dengan
efek merugikan pada keseimbangan fisiologis kambing dan berbagai sistem
mereka (saraf, endokrin dan kekebalan) telah terlibat dengan respon spesifik dan
pengaruh pengaturan timbal balik.
Pada pengamatan ini menggunakan Kambing kerdil di daerah Ekpoma, Nigeria
selama musim kemarau. Dari total 24 ekor kambing dibagi dalam 3 perlakuan
yaitu T1 dengan selalu dikurung dalam kandang, T2 dikeluarkan kandang pada
pukul 08.00 pagi dan dimasukan kandang lagi pada pukul 13.00 sore. Kambing
T3 dikeluarkan kandang pada pukul 13.00 sore dan dimasukan lagi pada pukul
18.00 malam sehingga pada kambing T2 dan T3 sama-sama menerima radiasi
matahari selama 5 jam.
Dari hasil penelitian didapat suhu rata-rata lingkungan sore lebih tinggi (33,01°C)
dibanding pagi (21,98°C) dan malam (23,24°C). Hasil suhu pada sore hari lebih
tinggi dari suhu kritis yaitu 24°C -- 27°C. Hasil menunjukan bahwa kambing T3
mengalami stress panas dimana nilai suhu tubuh berkisar 36,63°C, 38,99°C, dan
40,68°C, sementara terendah pada kambing T1. Pada respirasi T3 lebih tinggi
yaitu 23.01 napas/menit sementara terendah pada kambing T1 yaitu 16,04
napas/menit. Okourwa et al. (2013) melaporkan bahwa laju pernapasan adalah
ukuran praktis dari beban panas yang praktis dan dapat diandalkan dan
menyatakan bahwa laju pernapasan di atas 12 hingga 20 napas / menit pada
domba dan kambing merupakan indikator stres panas. Dengan demikian
percepatan laju pernapasan yang diamati dari kambing pada T3 menunjukkan
bahwa, mereka terkena stres panas yang parah yang meningkatkan nafas mereka.
Pada penurunan berat badan tertinggi pada kambing T3 sekitar 2,02 kg, Ocak et
al. (2009) mengaitkan bahwa kehilangan berat badan hidup selama paparan radiasi
matahari meningkatkan energi yang dikeluarkan untuk pembuangan panas melalui
penguapan pernapasan dan selanjutnya untuk pengurangan jumlah air yang
tersedia untuk penyimpanan. Sehingga pada kambing T2 dan T3 sama-sama
terkena lama paparan sinar matahari relatif sama yaitu 5 jam namun pada kambing
T3 mengalami stress panas karena rata-rata suhu lingkungan pada pukul 13.00
sampai 18.00 lebih tinggi dari kisaran suhu kritis yang berkisar antara 24--27°C
sehingga kambing T3 mengalami stress panas sehingga berakibat pembuangan
energi yang besar yang berpengaruh pada penurunan bobot tubuh.

Anda mungkin juga menyukai