Anda di halaman 1dari 13

“HEPATOMA”

DI SUSUN OLEH :

Hety Yunita Claudia (71170891415)

DOKTER PENGUJI

dr. Daud Ginting Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSU Dr. PIRNGADI
MEDAN
2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, untuk
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik senior di Departemen Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, dengan judul “HEPATOMA”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada penguji saya, dr.
Daud Ginting Sp.PD.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki kekurangan, baik dari
kelengkapan teori, maupun penuturan bahasa, karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kesempurnaan jurna ini.

Harapan penulis semoga jurnal ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran
dalam praktek di masyarakat.

Medan, 29 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
PEMBAHASAN HEPATOMA ............................................................................ 1
1.1 Definisi .....................................................................................................1
1.2 Diagnosis ...................................................................................................1
1.3 Penatalaksanaan .........................................................................................4
KESIMPULAN ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

3
HEPATOMA

1.1 Definisi

Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan


tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma
fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas lainnya, kolangioblastoma dan
sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma dan
leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah
didiagnosis, 85% merupakan HCC, 10% CC dan 5% jenis lainnya. Dalam dasawarsa
terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain
perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang
kurangnya perbaikan kualitas hidup pasien.1(buku)

1.2 Diagnosa
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dan nodul (dengan CT Scan atau MRI) serta kadar AFP
serum kurang lebih 400 ng/mL memenuhi kriteria diagnostik. Diagnosis histologis
diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi berdiameter >2cm) dan diagnosis
pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan terapi. Untuk tumor berdiameter kurang
dari 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non-invasif karena berisiko tinggu
terjadinya diagnosis negatif palsu akibat belum matangnya vaskularisasi arterial pada
nodul. Bila dengan cara imaging dan biopsi tidak diperoleh diagnosis definitif,
sebaiknya ditindak lanjuti dengan pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai
diagnosis dapat ditegaskan.1(buku)

Untuk menegakkan diagnosis karsinoma hati diperlukan beberapa


pemeriksaan seperti misalnya pemeriksaan radiologi, ultrasonografi, computerized
tomography(CT) scan, peritoneoskopi dan pemeriksaan laboratorium. Deteksi lesi
noduler hati dengan imaging tergantung pada perbedaan yang kontras antara
parenkim hati normal dan lesi noduler. Adanya fibrosis dapat mempengaruhi

4
sensitivitas dari modalitas imaging sehingga dapat mengganggu deteksi dan
karakterisasi tumor hati.2(jurnal)

1. Ultrasonografi
Dengan ultrasonografi, gambaran khasdari hepatoma adalah pola mosaik,
sonolusensiperifer, bayangan lateral yang disebabkanpseudokapsul fibrotik, dan
peningkatanakustik posterior. Hepatoma yang masih berupanodul kecil
cenderung bersifat homogen dan hipoekoik, sedangkan nodul yang besar biasanya
heterogen. Penggunaan ultrasonografi sebagai sarana screening untukmendeteksi
tumor hati pada penderita dengan sirosis yang lanjut memberikan hasil bahwa 34
dari 80 penderita yang diperiksa menunjukkan tanda-tanda tumor ganas dan 28 di
antaranya adalah hepatoma. Ultrasonografimemberikan sensitivitas sebesar 45%
dan spesifisitas 98%. Karsinoma hati sekundermemberikan gambaran berupa
nodul yangdiameternya kecil mempunyai densitas tinggidan dikelilingi oleh gema
berdensitas rendah.2(jurnal)
2. CT-scan dan angiografi
Hepatoma dapat bermanifestasi sebagai massa yang soliter, massa yang
dominan dengan lesi satelit di sekelilingnya, massa multifokal, atau suatu infltrasi
neoplasma yang sifatnya difus. CT-scan telah banyak digunakan untuk melakukan
karakterisasi lebih lanjut dari tumor hati yang dideteksi melalui ultrasonografi.
CT-scan dan angiografi dapat mendeteksi tumor hati yang berdiameter 2 cm.
Walaupun ultrasonografi lebih sensitif dari angiografi dalam mendeteksi
karsinoma hati, tetapi angiografi dapat lebih memberikan kepastian diagnostik
oleh karena adanya hipervaskularisasi tumor yang tampak pada angiografi.
Dengan media kontras lipoidol yang disuntikkan ke dalam arteria hepatika, zat
kontras ini dapat masuk ke dalam nodul tumor hati. Dengan melakukan
arteriografi yang dilanjutkan dengan CT-scan, ketepatan diagnostik tumor akan
menjadi lebih tinggi.2(jurnal)
3. MR imaging
Magnetic resonance (MR) imaging umum digunakan secara rutin untuk
screening penderita-penderita dengan sirosis. Pada studi yang dilakukan oleh

5
Krinsky dkkmenguji sensitivitas dan spesifisitas dari sarana tes ini untuk
HEPATOMA dan nodul displastik pada sirosishati. Hasil studi menunjukkan
sensitivitasuntuk diagnosis hepatoma dilaporkan hanyasebesar 53% saja. Hal ini
disebabkan karenalesi-lesi yang tidak terdeteksi tersebutkebanyakan mempunyai
diameter kecil yaiturata-rata 1,3 cm. Sebaliknya, nodul displastikderajat tinggi
meskipun dapat dideteksi namunterdiagnosis sebagai hepatoma karena
adanyaarterial phase enhancement. Dengandemikian, diperlukan kriteria lain
selainarterial phase enhancement untukmembedakan nodul displastik dari
hepatoma yangkecil.2 (jurnal)
4. Biopsi
Untuk pemastian diagnosis karsinoma hati, diperlukan biopsi dan
pemeriksaan histopatologi. Biopsi dilakukan terhadap massa yang terlihat pada
ultrasonografi, Ctscan atau melalui angiografi. Biopsi aspirasi jarum halus dapat
dilakukan secara buta (blind). Ada kalanya dibutuhkan tindakan laparoskopi atau
laparatomi untuk melakukan biopsi.2 (jurnal)
5. Uji faal hati
Karsinoma hati dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu
ataumerusak sel-sel hati oleh karena penekananmassa tumor atau karena invasi
sel tumorhingga terjadi gangguan hati yang tampakpada kelainan SGOT, SGPT,
alkali fosfatase,laktat dehidrogenase. Gangguan faal hati initidak spesifik sebagai
petanda tumor.2 (jurnal)
6. Alfafetoprotein
(AFP) adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul sebesar 70,000.
AFP disintesis oleh hati, usus dan yolk sac janin. Pada manusia, AFP mulai
terdeteksi pada fetus umur 6-7 minggu kehamilan dan mencapai puncaknya pada
minggu ke-13. Pada bayi yang baru lahir, kadarnya adalah sebesar 10,000 -
100,000 ng/ml, kemudian menurun dan pada usia 250-300 hari kelahiran kadarnya
sama dengan kadar pada orang dewasa. Adanya peningkatan kadar AFPdiduga
karena sel-sel hati mengalamidiferensiasi menyerupai sel hati pada janin.AFP
merupakan petanda karsinoma hati .2 (jurnal)

6
1.3 Penatalaksanaan 3 (jurnal)
Banyak faktor memegang peranan dalam penanganan KHS. Pertama, adanya
sirosis hati dalam berbagai tingkatan yang mengikuti KHS sedikit banyak
mempengaruhi pilihan- pilihan pengobatan.(10) Fungsi hati pada penderita-penderita
KHS dapat sangat bervariasi dari normal sampai dekompensasi. Sirosis dapat
dijumpai pada sekitar 90% dari semua kasus KHS.(11) Kedua, KHS menunjukkan
perangai biologis yang sangat bervariasi dari satu daerah dan daerah yang lain.
Misalnya, di daerah pedesaan Afrika Selatan, KHS mengenai penderita-penderita
dalam usia yang lebih muda dan sering baru terdiagnosis setelah tahap lanjut dan
mempunyai durasi gejala-gejala yang lebih singkat dibanding kasus-kasus di Amerika
Utara.(10) Manifestasi klinis pada penderita- penderita ini didominasi oleh gejala-
gejala yang disebabkan oleh tumornya sedangkan di Amerika Utara gejala-gejala
sirosis tampil secara dominan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, protokol
pengobatan yang dikembangkan di suatu daerah atau negara mungkin tidak sesuai dan
tidak optimal untuk daerah lainnya.
Secara umum, tatalaksana bedah (surgical management) seperti reseksi dan
transplantasi dianggap pengobatan yang ideal untuk KHS. Kemajuan teknik bedah
dan perawatan perioperatif telah mampu untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
akibat operasi, bahkan pada penderita-penderita sirosis. Dengan seleksi yang baik
terhadap penderita-penderita, 5-year survival rate pasca-reseksi dilaporkan dapat
mencapai sedikitnya 35%.(12) Namun demikian, 70% dari penderita-penderita ini
mengalami rekurensi setelah reseksi “kuratif” ini, biasanya antara 18-24 bulan.(12)
Meskipun penanganan terhadap karsinoma hepatoseluler secara operatif
dianggap ideal, tetapi banyak kesulitan dijumpai karena penderita-penderita
umumnya datang pada stadium yang sudah lanjut sehingga tidak dapat dilakukan
reseksi dan transplantasi. Selain itu, biaya operasi yang mahal, pemberian
imunosupresi sepanjang hidup serta sulitnya mendapatkan donor transplantasi
merupakan suatu kendala yang besar terutama di negara-negara berkembang. Oleh
karena itu, yang paling baik adalah melakukan usaha-usaha pencegahan, terutama

7
pencegahan terhadap penularan virus hepatitis dan bila telah terjadi infeksi, mencegah
kemungkinan terjadinya sirosis postnecrotic sehingga dapat dicegah terjadinya
karsinoma hati.

Pengobatan non-bedah

Meskipun pendekatan multidispliner terhadap KHS dapat meningkatkan


hasil reseksi dan orthotopic liver transplantation, tetapi kebanyakan penderita
tidak memenuhi persyaratan untuk terapi operasi karena stadium tumor yang telah
lanjut, derajat sirosis yang berat, atau keduanya. Oleh karena itu, terapi non-bedah
merupakan pilihan untuk pengobatan penyakit ini. Beberapa alternatif pengobatan
non-bedah karsinoma hati meliputi:
- Percutaneous ethanol injection (PEI)
PEI pertama kali diperkenalkan pada tahun 1986.(11) Teknik
terapi PEI dilaporkan memberikan hasil sebaik reseksi untuk KHS
yang kecil. Kerugian dari cara ini adalah tingkat rekurensi lokal yang
tinggi dan kebutuhan akan sesi terapi berulang kali (multipel) agar
didapatkan ablasi lengkap dari lesi.(10) PEI dilakukan dengan cara
menyuntikkan per kutan etanol murni (95%). Non bedah karsinoma
hati ke dalam tumor dengan panduan radiologis untuk mendapatkan
efek nekrosis dari tumor. Tindakan ini efektif untuk tumor berukuran
kecil (<3 cm). Untuk penderita-penderita dengan asites, koagulopati
sedang atau berat dan lesi permukaan, PEI tidak dianjurkan. Efek PEI
adalah demam, sakit di daerah suntikan, perdarahan intrahepatik dan
perdarahan peritoneal.
- Chemoembolism
Transcatheter arterial chemoembolism dapat digunakan
sebagai terapi lokal (targeted chemoembolism) atau regional
(segmental, lobar chemoembolism) tergantung dari ukuran, jumlah
dan distribusi lesi. Kemoembolisme dianggap terapi baku untuk KHS
yang tidak dapat dilakukan reseksi. Lipoidol diberikan dengan obat
kemoterapi yang kemudian akan terkonsentrasi di dalam sel tumor

8
tetapi secara aktif dibersihkan dari sel-sel yang non-maligna. Pada cara
ini, terjadi devaskularisasi terhadap tumor sehingga menghentikan
suplai nutrisi dan oksigen ke jaringan tumor dan mengakibatkan
terjadinya nekrosis tumor akibat vasokonstriksi arteri hepatika.
Dengan teknik ini didapatkan respon yang lebih baik dibandingkan
kemoterapi arterial atau sistemik. Selain lipoidol dapat juga digunakan
gelfoam dan kolagen. Efek samping yang sering terjadi antara lain
adalah demam, nausea, vomitus, sakit di daerah abdominal.
Kemoembolisasi pada penderita-penderita dengan karsinoma
hepatoseluler yang tidak dapat direseksi dilaporkan menunjukkan
reduksi dari pertumbuhan tumor tetapi tidak memberikan peningkatan
survival. Efikasi yang terbatas dari kemoembolisasi pada penderita
KHS dengan tumor yang besar dan tidak dapat direseksi dapat
dijelaskan oleh adanya sel-sel tumor yang tetap hidup setelah terapi,
terutama dengan adanya invasi vaskuler, adanya anak nodul kecil-
kecil, dan adanya trombi tumor. Kemoembolisasi efektif untuk tumor
kecil tunggal dengan hipervaskularisasi. Respons yang lebih besar dan
derajat survival yang lebih tinggi diperoleh bilamana kemoembolism
diikuti dengan PEI.(11)
- Kemoterapi sistemik
Pemberian terapi dengan anti-tumor ternyata dapat
memperpanjang hidup penderita. Sitostatika yang sering dipakai
sampai saat ini adalah 5-fluoro uracil (5-FU). Zat ini dapat diberikan
secara sistematik atau secara lokal (intra-arteri). Sitostatika lain yang
sering digunakan adalah adriamisin (doxorubicin HCl) atau
adriblastina. Dosis yang diberikan adalah 60-70 mg/m2 luas badan
yang diberikan secara intra-vena setiap 3 minggu sekali atau dapat juga
diberikan dengan dosis 20-25 mg/m2 luas badan selama 3 hari
berturut-turut dan diberikan setiap 3 minggu sekali. Adriamisin
sebagai obat tunggal sangat efektif dengan peningkatan survival rate
sebesar 25% dibandingkan bila tidak diberi terapi. Penggunaan

9
kombinasi sisplatin, IFN-∝2B, adriamisin dan 5-FU yang diberikan
secara sistematik pada penderita KHS memberikan rerspon yang
sangat baik untuk tumor hati dan ekstrahepatik. Dengan rejimen
seperti ini ternyata 18% penderita yang awalnya tidak dapat dieseksi
dapat direseksi dan 50% menunjukkan remisi histologis yang
sempurna. Namun demikian, kombinasi di atas tidak dapat ditoleransi
penderita-penderita sirosis lanjut.
- Kemoterapi intra-arterial (transcatheter arterial chemotherapy)
Pengobatan karsinoma hati dengan sitostatika ternyata kurang
memberikan manfaat yang diharapkan. Respon parsial hanya
mencapai 25% saja. Pemberian 5-FU ternyata tidak memperpanjang
usia penderita. Oleh karenanya diberikan sitostatika secara intra-
arterial dengan beberapa keuntungan seperti misalnya, konsentrasi
sitostatika lebih tinggi pada target (tumor), mengurangi toksisitas
sistemik dan kontak antara obat dengan tumor berlangsung lebih lama.
Pada teknik ini kateter dimasukkan per kutaneus ke dalam arteri
brachialis atau a. femoralis atau melalui laparotomi ke arteri hepatika,
kemudian obat sitostatika disuntikkan secara perlahan-lahan selama
10-30 menit. Sitostatika yang disuntikkan adalah mitomisin C 10-20
mg dikombinasikan dengan adriablastiina 10-20 mg dicampur dengan
100- 200 ml larutan garam faal. Pemberian sitostatika diulang satu
bulan kemudian sambil mengevaluasi hasil pengobatan sebelumnya.
Efek samping dari cara pengobatan di atas tersebut dapat berupa
demam, septikemia, perdarahan, trombosis, emboli udara.
Kontraindikasi dari kemoterapi intra-arterial adalah kaheksia, asites
yang intraktabel, dan gangguan faal hati berat.
- Radiasi
Terapi radiasi jarang digunakan sebagai terapi tunggal dan
tidak banyak perannya sebab karsinoma hati tidak sensitif terhadap
radiasi dan sel-sel hati yang normal sangat peka terhadap radiasi.
Terapi radiasi dengan menggunakan 50 Gy untuk membunuh sel-sel

10
kanker hati dapat menyebabkan radiation induced hepatitis. Dosis
yang diberikan umumnya berkisar antara 30-35 Gy dan diberikan
selama 3-4 minggu. Meskipun demikian, penderita biasanya
meninggal dalam kurun waktu 6 bulan. karena survival-nya pendek.
Teknik baru yang dengan proton therapy adalah teknik yang
menggunakan partikel bermuatan positif untuk menghantar energi
membunuh sel-sel tumor dengan cedera minimal pada jaringan hati
yang non- neoplastik. Dengan proton therapy dosis 70-80 Gy sangat
aman karena sel target adalah hanya sel tumor. Ukuran tumor dapat
berkurang sampai 50% dari sebelumnya, dan efek samping yang
terjadi sangat minimal sehingga memberikan kualitas hidup yang lebih
baik.
- Tamofixen
Tamofixen digunakan pada penderita- penderita KHS dengan
sirosis lanjut, tetapi tidak meningkatkan survival. Tamofixen dapat
dikombinasikan dengan etoposide dan menunjukkan perbaikan serta
memberikan toksisitas rendah dan bermanfaat sebagai terapi paliatif.
Secara in vitro, tamofixen bermakna meningkatkan efek sitotoksik
doxorubisin pada KHS. Kombinasi antara tamofixen dengan
doxorubisin ternyata tidak memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan tamofixen tunggal.
- Injeksi asam asetat perkutaneus
Prinsip dan cara kerja metode ini sama dengan injeksi etanol
perkutan, hanya saja zat yang disuntikkan adalah larutan asam asetat
15-50%. Pemberian pada penderita KHS dengan tumor yang
berdiameter <3 cm menunjukkan survival rate 1 tahun sebesar 93%, 2
tahun sebesar 86%, 3 tahun sebesar 83% dan 4 tahun sebesar 64%.
Efek samping tidak dijumpai..

11
KESIMPULAN

Sebagian besar HCC terjadi pada sirosis hati yang di sebabkan oleh faktor
risiko yang sudah dikenal dan dapat dicegah (HBV, HCV, alkohol dan NASH).
Infeksi HBV dan HCV adalah penyebab terpenting HCC. Faktor lingkungan
seperti alfatoksin ikut berperan dalam proses transformasi pada patoenesis
molekular HCC. Semakin banyak bukti bahwa obesitas dan diabetes militus
adalah faktor risiko untuk HCC.1(buku)

Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang


besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidak mampuan
penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI) USG
abdomen secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveilans HCC, namun
belum jelas pengaruh surveilans terhadap mortalitas spesifik penyakit. Stadium
tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik memengaruhi
prognosis pasien HcC. Pada kelompok kasus terseleksi, cangkok hati
menghasilkan kesintasan lebih baik daripada reseksi hepatik maupun PEI. Satu-
satunya terapi paliatif yang terbukti mampu meningkatan harapan hidup pasien
HCC stadium menengah/lanjut adalah TACE.1(buku)

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Badihusodo Unggul (2014). Karsinoma hati.Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo


AW, Simadibrata M, Setiohati B, Syam AF (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing, H: 4030-4036.
2. Simbolon, Unsandy (2015). Hepatoma. Medan: USU Repository.
Diakses pada tanggal 29 November 2018
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/38555864/lapkas_hepatoma
_print.docx?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=154
3492922&Signature=fkxNBt%2BnXC83ylKyTdZo69Pmjdg%3D&response-
content-disposition=inline%3B%20filename%3DLapkas_hepatoma_print.docx
3. Siregar Gontar (2016). Penatalaksanaan Non Bedah Dari Karsinoma
Hati.Universa Medicina, Vol 24, No. 21

13

Anda mungkin juga menyukai