Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Dasar Hukum Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


(LB3)
Adapun regulasi yang mengatur tentang pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun (LB3) adalah :
a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tTentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
c) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
d) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2018 tentang Tata
Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
e) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
f) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.63/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Fasilitas
Penimbunan Akhir.
g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
h) Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan NOMOR: KEP- 01
/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan
dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahya dan Beracun (LB3).
i) Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan NOMOR: KEP- 02
/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Penyimpanan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (LB3).
j) Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan NOMOR: KEP- 03
/BAPEDAL/09/1995 tentang Persayaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (LB3).

6
k) Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan NOMOR: KEP- 04
/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Pesyaratan Penimbunan Hasil
Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas
Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
l) Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan NOMOR : KEP-
265/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan
dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Lingkungan Hidup, terdapat
beberapa hal yang dapat menjadi perhatian. Hal ini terutama mengenai pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3), sebagaimana dikatakan pada pasal
58 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 bahwa: Setiap orang yang berada di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah,
dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengolahan B3.
2.2 Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
2.6.1 Definisi Limbah
Menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PLH), limbah adalah sisa dari suatu usaha/kegiatan. Limbah
dihasilkan dari suatu proses transformasi dari bahan menjadi produk, dalam
proses transformasi yang terjadi dari bahan yang berpotensi
merusak/mencemari lingkungan.
2.6.2 Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Menurut PP No.18 Tahun 1999, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(LB3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lain.
Sedangkan menurut BAPEDAL (1995) , limbah B3 yaitu setiap bahan
sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) karena sifat toxicity serta konsentrasi atau

7
jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak,
mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
2.3 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
Golongan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) yang berdasarkan
sumber dibagi menjadi :
a. Limbah B3 dari sumber spesifik. Limbah spesifik adalah limbah B3 sisa
proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.
b. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
adalah limbah B3 yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya,
seperti : kegiatan pemeliharaan alat, pencucian dan pengemasan.
c. Limbah B3 sari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Limbah B3 yang dihasilkan dari PTFI ada bermacam-macam. Di PTFI
sendiri, limbah B3 yang dihasilkan dibagi menjadi beberapa bagian berbadasarkan
lingkungannya yaitu :
1. Lingkungan perkantoran
 Toner
 Cartridge bekas
2. Lingkungan bengkel
 Material terkontaminasi oli (filter oli bekas, majun, dan lumpur dari
perangkap oli).
 Oli bekas (oli bekas terkontaminasi, dan oli bekas yang tidak
terkontminasi).
 Aki bekas
 Kaleng cat
3. Lingkungan/area kerja
 Limbah medis dari klinik perusahaan.
 Limbah kimia dari labolatorium
2.4 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) Berdasarkan
Karakteristik

8
Karakteristik Limbah B3 berdasarkan Pasal 5 PP No. 101 Tahun 2014
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 5 dilakukan uji
karakteristik untuk mengidentifikasi limbah dalam beberapa kategori yaitu :
a) Limbah B3 kategori 1
Limbah B3 kategori 1 merupakan limbah B3 yang berdampak akut dan
langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan akan berdampak negatif terhadap
lingkkungan hidup.
b) Limbah B3 kategori 2
Limbah B3 kategori 2 merupakan Limbah B3 yang mengandung B3,
memiliki efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap
manusia dan lingkungan hidup serta memiliki toksitas sub kronis atau kronis.
c) Limbah B3 kategori 3
Limbah diidentifikasi sebagai limbah B3 apabila memenuhi salah satu atau
lebih karakteristik limbah B3 yaitu mudah meledak, mudah terbakar, bersifat
reaktif, beracun, menyebabkan infeksi dan bersifat korosif.
Adapun karakteristik Limbah B3 yang dihasilkan di bedakan menjadi :
1. Mudah terbakar
Limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut :
- Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol.
- Limbah yang bukan berupa cairan yang dapat menyebakan kebakaran.
2. Mudah Meledak
Limbah yang dapat meledak melalui reaksi kimia dan/atau fisika yang dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan sekitarnya .
3. Beracun
Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
4. Korosif
Limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :
- Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.

9
- Menyebkan proses pengkaratan pada lempeng baja.
2.5 Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (LB3)
Pengelolaan LB3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah bahan berbahaya
dan beracun (LB3) serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah
tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Dalam UU No.23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengelolaan Limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Dalam pengelolaan Limbah B3 harus
mendapat perizinan dan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas
tahapan pengelolaan Limbah B3 harus dilaporkan ke KLH dan untuk aktifitas
pengelolaan limbah B3 di daerah, aktifitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan
ke KLH juga ditembuskan ke Bapedal setempat.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari
Kementerian Lingkungan hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan
limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di
daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan
ke Bapedal setempat.
Pengelolaan limbah B3 mengacu pada Keputusan Kepala Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) No. Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5
September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun. Pengolahan limbah harus memenuhi persyaratan :
a. Lokasi Pengolahan
Pengolahan Limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah
atau diluar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area harus
bebas banjir dan jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter.
b. Syarat lokasi pengolahan di luar area penghail harus :
 Daerah bebas banjir.
 Jarak dengan jalan utama minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya.

10
 Jarak dengan daerah beraktifitas penduduk dan aktivitas umum
minumum 300 m.
 Jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m.
 Jarak dengan wilayah terlindungi (seperti cagar alam, hutan lindung
minimum 300 m).
c. Fasilitas Pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi :
 Sistem keamanan fasilitas.
 Sistem pencegahan terhadap kebakaran.
 Sistem penanggulangan keadaan darurat.
 Sistem pengujian peralatan.
 Pelatihan karyawan.
2.6 Definisi Udara Ambien
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, udara ambien adalah udara bebas
dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi
Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,
makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.

2.7 Pencemaran Udara


2.6.1 Definisi Pencemaran Udara
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien
turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya.
2.6.2 Sumber Pencemaran Udara
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, sumber pencemar adalah

11
setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara
yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 41 Tahun
1999, sumber pencemar udara yaitu :
1. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap
pada suatu tempat yang berada dari kendaraan bermotor
2. Sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak
tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang,
kapal laut dan kendaraan berat lainnya
3. Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu
tempat
4. Sumber tidak bergerak spesifik adalah sumber emisi yang tetap pada
suatu tempat yang berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran
sampah
2.6.3 Parameter Pencemaran Udara
Parameter pencemar udara didasarkan pada baku mutu udara ambien
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang meliputi :
1. Sulfur Dioksida (SO2)
Dalam skala global, komponen sulfur masuk atmosfir sangat besar
melaui kegiatan manusia. Diperkiran 65 juta ton sulfur per tahun masuk ke
atmosfir, terutama pembakaran bahan bakar fosil (Kardono, 2001). Sulfur
Oksida (SOx), khususnya sulfur oksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3)
adalah senyawa gas berbau tak sedap, yang banyak dijumpai di kawasan
industri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar sumber energi
utamanya. Sulfur oksida juga merupakan salah satu bentuk gas hasil kegiatan
vulkanik, erupsi gunung berapi, sumber air panas dan uap (Siregar, 2005).
SO2 dalam atmosfir mempunyai dampak utama pada jalan pernapasan,
menyababkan iritasi dan meningkatkan resistensi jalan udara pernapasan. SO2
dapat menyebabkan kematian pada kadar 500 ppm (Kardono, 2001).
2. Karbon Monoksida (CO)

12
Karbon monoksida (CO) menjadi masalah pada saat konsentrasinya
secara local tinggi. Total konsentrasi keseluruhan CO atmosfir diperkirakan
sekitar 0,1 ppm. Atmosfir mempunyai beban CO sekitar 530 juta ton dengan
waktu tinggal berkisar antara 36 – 110 hari. Dampak karbon monoksida
terhadap kesehatan cukup dikenal dan dialami oleh banyak orang. CO
menggantikan oksigen dalam hemoglobin untuk menghasilkan
carboxyhemoglobin. Hasilnya adalah penurunan kemampuan darah mengikat
oksigen. Dampak pertama yang terlihat akibat keracunan CO adalah
penurunan kesadaran, yang merupakan banyak sebab terjadinya kecelakaan
kendaraan. Keracunan yang lebih tinggi dapat mempengaruhi fungsi kerja
dari sistem pengendali syaraf, perubahan pada fungsi jantung dan paru-paru,
dan akhirnya meninggal (Kardono, 2001).
3. Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen Oksida (NOx) yaitu senyawa jenis gas yang terdapat di udara
bebas, bebagai jenis NOx dapat dihasilkan dari proses pembakaran Bahan
Bakar Minyak (BBM) dan bahan bakar fosil lainnya yang dibuang ke
lingkungan. Gas NOx berbahaya bagi kesehatan dan ternak, dan di kawasan
pertanian dapat merusak hasil panen (Siregar, 2005).
Paparan NO2 tinggi akan berbahaya pada kesehatan manusia. Dampak
NO2 pada kesehatan bervariasi dengan tingkat paparan. Paparan dari beberapa
menit sampai dengan satu jam pada level antara 50-100 ppm NO2,
menyebabkan membengkaknya kulit paru-paru selama 6-8 minggu. Paparan
pada 150-200 ppm NO2 menyebabkan hilangnya fibrasi tenggorokan, suatu
kondisi yang fatal dalam 3-5 minggu setelah terpapar. Kematian akan dating
jika terpapar NO2 sebanyak 500 ppm atau lebih dalam waktu 2-10 hari
(Kardono, 2001).
4. Partikulat
Partikel atmosfir sering disebut dengan partikulat. Aerosol atmosfir
adalah padatan atau cairan dengan diameter lebih kecil dari 100 mikrometer.
Partikulat merupakan polusi udara kasat mata. Partikulat berasal dari berbagai

13
proses, mulai yang sederhana seperti grindo sampai dengan sintesis yang
sangat komplek secara kimia dan biokimia (Kardono, 2001).
Jalan utama dimana partikel masuk ke dalam tubuh adalah melalui jalan
pernapasan. Partikel dengan ukuran besar relative tertahan dalam nasal cavity
dan dalam pharynx. Partikel yang sangat kecil akan masuk ke dalam paru-
paru dan ditahan di sana. Sistem pernapasan dirusakkan oleh material partikel
secara langsung yang masuk ke dalam sistem darah atau sistem limpa melalui
paru-paru. Selain itu, material partikel atau komponen terlarut dibawa ke
dalam organ yang berada beberapa jarak dari paru-paru dan merusak organ
tersebut (Kardono, 2001).

2.8 Baku Mutu


Menurut pengertian secara pokok, baku mutu adalah peraturan pemerintah
yang harus dilaksanakan yang berisi spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang
boleh dibuang atau jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambien.

2.7.1 Baku Mutu Udara Ambien


Menurut PPRI No. 41 Tahun 1999 tentang Baku mutu udara ambien
adalah ukuran batas atau kadar zat, dan/atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara
ambien. Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasarkan PPRI No.41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel Baku Mutu Udara Ambien Nasional
Waktu
No. Parameter Baku Mutu Metode Analisis Peralatan
Pengukuran
3
1 1 Jam 900 µg/Nm
SO2 (Sulfur
24 Jam 365 µg/Nm3 Pararosanilin Spektofotometer
Dioksida)
1 Thn 60 µg/Nm3
2 30.000µg/Nm
1 Jam 3
CO (Karbon 10.000µg/N
24 Jam NDIR NDIR Analyzer
Monoksida) m3
1 Thn
3 NO2 1 Jam 400 µg/Nm3
(Nitrogen 24 Jam 150 µg/Nm3 Saltzman Spektofotometer
Dioksida) 1 Thn 100 µg/Nm3
4 O3 1 Jam 235 µg/Nm3
Chemiluminescent Spektofotometer
(Oksidan) 1 Thn 50 µg/Nm3

14
5 HC (Hidro Gas
3 Jam 160 µg/Nm3 Flame Ionization
Karbo) Chromatografi
6 PM10
(Partikel < 24 Jam 150 µg/Nm3 Gravimetric Hi - Vol
10 um)
7 24 Jam 65 µg/Nm3
PM2.5* Gravimetric Hi – Vol
1 Jam 15 µg/Nm3
8 24 Jam 230 µg/Nm3
TSP (Debu) Gravimetric Hi - Vol
1 Jam 90 µg/Nm3
9 Dustfall 30 Hari 10 Ton Gravimetric Cannister
(Debu Jatuh) Km2/Bulan
(Pemukima
n)
20 Ton
Km2/Bulan
(Industri)
10 Total Impinger atau
24 Jam 3 µg/Nm3 Spesific Ion
Fluorides (as Continious
90 Hari 0,5 µg/Nm3 Electrode
F) Anlyzer
11 Flour Indeks 30 Hari 40 µg/100 Colourimetric Limed Filter
cm2 dari Paper
kertas limed
filter
12 Khlorime 24 Jam 24 Jam 150 µg/Nm3 Impinger atau
dan Continious
Khlorime Anlyzer
Dioksida
13 Sulphat 30 Hari 1 mg Colourismetric Lead Peroxida
Indeks SO3/100 Candle
cm3 dai
Lead
Peroksida
Sumber : PPRI No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Baku mutu udara ambien nasional dapat ditinjau kembali. Gubernur
dapat menetapkan baku mutu udara ambien dengan ketentuan bahwa baku
mutu udara ambien daerah sama atau lebih ketat dari baku mutu udara ambien
nasional (Wahyudi, 2001).

2.9 Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Udara


Pencegahan disesuaikan dengan kebutuhan dengan memperhatikan
pengaruhnya terhadap kesehatan dan peralatan yang digunakan. Tindakan yang
dilakukan untuk mencegah pencemaran udara seperti mengurangi polutan (beban
yang mengakibatkan polusi) dengan peralatan, mengubah polutan, melarutkan
polutan, dan mendispersikan (menguraikan) polutan (Sunu dalam Kamal, 2015).
Menurut Pohan (2002), untuk mengawasi pencemaran udara, ada beberapa
hal yang dapat dilakukan, yaitu :

15
1. Mengurangi sumber pencemar, misalnya mempergunakan bahan bakar
yang tidak terlalu banyak menghasilakan aldehida, sulfur oksida, karbon
oksida dan lainnya, kecuali mesin yang dirancang khusus sehingga tidak
terlalu menghasilkan gas sisa. Dalam upaya mengurangi sumber
pencemar udara dapat juga di cegah dengan pembakaran sampah yang
tidak sembarangan, atau jika membakar sesuatu harus diusahakan cukup
tersedia oksigen untuk mencegah dihasilkannya karbon monoksida yang
bersifat meracun bagi manusia.
2. Membersihkan udara yang telah tercemar, ini merupakan salah satu yang
diwajibkan pemerintah kepada perusahaan industri yang menggunakan
mesin-mesin, yaitu mengolah terlebih dahulu udara kotor yang
dihasilkan sebelum dibuang ke alam.
3. Dengan perencanaan kota. Perencanaan kota yang baik akan dapat
mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara terhadap
kesehatan, misalnya dengan membangun daerah industri yang jauh dari
tempat tinggal atau dengan penghijauan kota.

2.10 Sistem Pemantauan Kualitas Udara


Kualitas udara berarti keadaan udara yang memiliki kandungan tertentu
berkaitan dengan kesehatan manusia. Kualitas udara adalah mutu atau tingkat
kebaikan udara menurut sifat-sifat pembentuknya. Berdasarkan Chemical
Engineering, kualitas udara adalah tingkat di mana udara sesuai peruntukannya atau
cukup bersih bagi manusia, hewan, atau tanaman untuk tetap sehat.
PT Freeport Indonesia (PTFI) melakukan pemantauan kualitas udara pada
emisi cerobong, udara ambien, tingkat kebisingan, dan meteorology. Sistem
pemantauan kualitas udara yang dilakukan terbagi pada highland dan lowland.
Pemantauan sumber emisi dilakukan untuk mengetahui tingkat emisi dan
unsur pencemar spesifik, sedangkan pemantauan udara ambien dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencemaran udara yang didasarkan atas pencemar indikatif
yang umum. Pemantauan kualitas udara juga dapat dikatakan sebagai proses
pengendalian pencemaran udara. Biasanya setiap industri melakukan pengukuran

16
udara emisi dan ambien guna mengetahui kinerja alat yang dijadikan sebagai
pengendali pencemaran udara tersebut.
2.9.1 Pemantauan Kualitas Udara Ambien
Menurut Lampiran VI Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12
Tahun 2010, metode pemantauan kualitas udara ambien secara garis besar
terdiri dari dua yaitu metode manual dan otomatis. Metode manual dilakukan
dengan cara pengambilan sampel udara terlebih dahulu lalu dianalisis di
laboratorium. Metode manual ini dibedakan lagi menjadi metode passive dan
aktif. Perbedaan ini didasarkan pada ada tidaknya pompa untuk mengambil
sampel udara. Metode otomatis dilakukan dengan menggunakan alat yang
dapat mengukur kualitas udara secara langsung sekaligus menyimpan
datanya (Kamal, 2015).
Kriteria penentuan lokasi pemantauan kualitas udara ambien
diantaranya, area dengan konsentrasi pencemar tinggi, area dengan kepadatan
penduduk tingggi, di daerah sekitar lokasi penelitian, di daerah proyeksi, dan
mewakuli seluruh wilayah studi (Kamal, 2015). Berdasarkan SNI 19-7119.6
tahun 2005, titik pemantauan kualitas udara ambien ditetapkan dengan
mempertimbangkan factor meteorology (arah dan kecepatan angin), faktor
geografi (topografi), dan tata guna lahan.
Pemantauan kualitas udara ambien dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut (Kamal, 2015) :
1. Sebagai dokumen kepatuhan suatu fasilitas/sumber terhadap
regulasi
2. Menetapkan kadar polutan sebagai dasar pengendalian
3. Pengembangan kebijakan pengendalian
4. Menyediakan data jangka pendek untuk rencana pengendalian
sesaat
5. Memberikan data untuk studi epidemiologi yang melihat hubungan
antara kadar polutan dengan efek kesehatan dan kesejahteraan
populasi terpapar
6. Menentukan Indeks Kualitas Udara

17
7. Mengkonfirmasi validasi pemodelan polusi udara
8. Menilai tren polutan di udara

Pemantauan kualitas udara ambien terbagi atas 2 (dua), yaitu otomatis


dan manual (Kamal, 2015).
a. Pemantauan Kualitas Udara Otomatis
Pemantau kualitas udara otomatis terdiri dari Stasiun Pemantau
Kualitas Udara (SPKU) permanen (fixed station) dan bergerak (mobile
station).
1) SPKU permanen dipasang di lokasi tertentu, dan mengukur kualitas
udara ambien secara kontinyu 24 jam secara terus menerus.
2) SPKU bergerak dipasang di lokasi tertentu, dan mengukur kualitas
udara ambien minimal tujuh hari secara terus menerus.
b. Pemantauan Kualitas Udara Manual
Pendekatan yang dilakukan dalam pengambilan sampel secara
manual untuk mendapatkan data rata-rata jam ataupun harian adalah
sebagai berikut:
1) Parameter SO2, NO2 dan CO
Untuk mendapatkan data/nilai satu jam, pengukuran dapat
dilakukan pada salah satu interval waktu seperti di bawah ini. Durasi
pengukuran di setiap interval adalah satu jam.
a. Interval waktu 06.00 – 09.00 (pagi)
b. Interval waktu 12.00 – 14.00 (siang)
c. Interval waktu 16.00 – 18.00 (malam)
Untuk mendapatkan data/nilai harian (24 jam) dilakukan perata
rataan aritmatik dari empat kali hasil pemantauan (pagi, siang, sore,
malam) dengan interval waktu seperti di bawah ini. Masing-masing
interval waktu diukur satu jam. Interval waktu pengukuran adalah :
a. Interval waktu 06.00 – 10.00 (pagi)
b. Interval waktu 10.00 – 14.00 (siang)
c. Interval waktu 14.00 – 18.00 (sore)
d. Interval waktu 18.00 – 22.00 (malam)

18
2) Parameter O3
Untuk mendapatkan data/nilai 1(satu) jam, pengukuran dilakukan
selama satu jam pada interval waktu antara pukul 11.00 – 14.00.
3) Parameter TSP (debu)
Pemantauan dilakukan selama 24 jam terus menerus.

19

Anda mungkin juga menyukai