Anda di halaman 1dari 26

ANESTESI LOKAL

Anestesi lokal dapat didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area


tertentu dan terbatas yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat
depresi eksitasi ujung serabut saraf ataupun karena inhibisi pada proses konduksi
pada nervus perifer. Anestesi lokal semakin berkembang dan meluas
pemakaiannya, mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, yaitu relatif
lebih murah, memiliki pengaruh sistemik yang kecil, menghasilkan analgesik
yang adekuat dan kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna.
Nmun demikian bukan berarti bahwa tindakan anestesi lokal tidak terdapat
bahayanya. Di kedokteran gigi, anestesi lokal digunakan untuk mengurangi rasa
nyeri, sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan oleh dokter gigi,
serta dokter gigi mampu bekerja dengan baik. Selain itu, anestesi lokal juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab nyeri pada wajah. (Kaye et al,
2012).
A. Macam bahan anestesi lokal dan karakteristiknya
Larutan anestetik yang terkandung dalam satu katrid atau ampul biasanya
memiliki beberapa komponen yakni obat (anestetik), vasokonstriktor dan
preservatifnya. Preservative, anti jamur, natrium khlorida, dan aqua destilata/
larutan ringer. Obat (anestetik) memiliki sifat yang sangat stabil, dapat di
autoklafkan, dipanaskan, atau didinginkan. namun, komponen lainnya,
misalnya vasokontriktor , akan terpengaruh, dan tutup katrid akan rusak jika
dipanaskan (Sumawinata, N, 2013).
Menurut Logothetis (2012), secara kimia bahan anestesi lokal dibagi
menjadi :
1. Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab
pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan
dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah
mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Obat anestesi
golongan ester, antara lain:

1
a. Kokain
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan
Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan. Dalam tubuh
manusia. Kokain dapat memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat.
Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin
dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.
Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila
dikenakan secara lokal. Efek sistemiknya yang paling mencolok yaitu
rangsangan SSP.
Kokain merupakan perangsang korteks yang sangat kuat.
Walaupun vasokonstriksi lokal menghambat absorpsi kokain, kecepatan
absorpsi masih melebihi kecepatan detoksikasi dan ekskresinya,
sehingga kokain sangat toksik. Kokain sering menyebabkan keracunan
akut. Obat ini hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untk
mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit dan memiliki dosis
letal 1,2 gram.
b. Prokain
Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan
derivat-benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat
yang tidak begitu toksik dibandingkan Kokain. Anestetik lokal dari
kelompok ester ini bekerja dengan durasi yang sangat singkat. Prokain
menghasilkan efek vasodilatasi terbesar dibandingkan dengan
anestetikum lokal lain. Prokain secara klinis mempunyai masa kerja
yang lambat karena daya penetrasinya yang kurang baik. Prokain
digunakan untuk anestesi infilrasi, blok saraf, epidural, kaudal, dan
spinal.
Efek samping yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang
pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian,
serta reaksi alergi terhadap sediaan kombinasi prokain-penisilin.
Larutan prokain 0,25-0,5% digunakan untuk infiltrasi dan 1-2% untuk
blok saraf. Dosis obat ini 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60

2
menit.Larutan polos 2% prokain tidak memberikan efek anestesi pada
pulpa dan efek anestesi pada jaringan lunak 15 sampai 30 menit.
c. Tetrakain
Tetrakain (Pontocaine) adalah obat anestesi lokal yang biasanya
digunakan sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan.
Tetrakain yang potensiasinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua
obat anestesi local golongan ester lainnya ini memiliki efek samping
berupa rasa seperti tersengat. Namun, efek ini tidak membuat Tetrakain
jarang digunakan, hal ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak
menyebabkan midriasis. Tetrakain biasanya digunakan untuk anestesi
pada pembedahan mata, telinga, hidung, tenggorok, rectum, dan dan
kulit.
Anestetikum lokal ini 10 kali lebih kuat dan lebih toksik daripada
prokain. Tetrakain tidak lagi tersedia dalam bentuk injeksi di
kedokteran gigi tetapi digunakan untuk anestesi topikal yang paling
umum dipasarkan dalam 2% garam hidroklorida berkombinasi dengan
14% benzokain dan 2% butamben dalam larutan semprotan aerosol, gel,
dan salep. Tetrakain menjadi salah satu anestesi topikal yang paling
efektif. Tetrakain mempunyai mula kerja yang lambat untuk anestesi
topikal dan masa kerjanya adalah sekitar 45 menit setelah anestesi
topikal. Dosis tunggal maksimum sebesar 20 mg. Sangat cepat
diabsorpsi dari membran mukosa yang terluka, sehingga terdapat
bahaya keracunan absorpsi.
2. Senyawa Amida
Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan
metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestetik local.
Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester. Metabolit dieksresi lewat
urin dan sebagian kecil dieksresi dalam bentuk utuh. Obat anestesi golongan
amida, antara lain:
a. Lidocaine
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat ( potensi bagus )
yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan.

3
Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif
daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Pada konsentrasi yang
sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip
dari anestetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan
untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia
blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vaso-
konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan
masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi
mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester.
Lidokain dapat menimbulkan kantuk.
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia
infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun
anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir.
Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,25-0,50% dengan
atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total tidak boleh melebihi
200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh melebihi
500 mg untuk jangka waktu yang sama.Dalam bidang kedokteran gigi,
biasanya digunakan larutan 1-2% dengan epinefrin; untuk anestesia
infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1 jam
dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL.
b. Mepivekain
Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan
untuk tujuan klinis pada akhir 1950-an. Anestetik lokal golongan amida
ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Kecepatan timbulnya efek,
durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan lidokain.
Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi
lokal tipe ester. Mepivakain memiliki mula kerja yang lebih cepat
daripada prokain dan masa lama kerja yang menengah. Mepivakain
menghasilkan vasodilatasi yang lebih sedikit dari lidokain. Mepivakain
ketika disuntik dengan konsentrasi 2% dikombinasikan dengan 1:100
000 epinefrin, memberikan efek anestesi yang mirip seperti lidokain 2%

4
dengan epinefrin. Larutan mepivakain 3% tanpa vasokonstriktor akan
memberikan efek anestesi yang lebih baik dari lidokain 2%.
Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat
digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf regional dan anestesi
spinal.namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal.
Larutan seperti ini dapat menimbulkan anestesi pulpa yang berlangsung
antara 20-40 menit dan anestesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam. Mula
kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih
panjang sekitar 20%.
c. Etidokain
Indikasi pemberian suntikan Duranest (etidocaine HCl) adalah
untuk anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus,
intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural
blok (Lumbar atau Caudal epidural blok). Efek samping pada Sistem
kardiovaskular biasanya bradikardi, pembuluh darah kolaps, dan
berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi berupa lesi cutaneus,
urticaria, edema atau reaksi anafilaktik.
Etidokain dalam konsentrasi 1,5% dengan 1:200.000 epinefrin
telah digunakan dalam prosedur bedah mulut. Etidokain memiliki masa
kerja yang lebih lama dari lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000 bila
digunakan sebagai anestesi blok tetapi tidak seefektif lidokain dengan
epinefrin saat digunakan untuk anestesi infiltrasi.
d. Levobupivacaine
Levobupivacaine adalah obat anestesi lokal yang mengandung
gugus asam amino sehingga termasuk dalam golongan amid (CONH-)
yang memiliki atom karbon asimetrik dan isomir Levo(-). Ini
merupakan entiomer-S dari bupivacaine. Jika dibandingkan dengan
buvicaine, levobupivacaine menyebabkan lebih sedikit vasodilatasi dan
memiliki duration of action yang lebih panjang yaitu sekitar 8 jam.
Obat ini memiliki sekitar 13% daya potensil (melalui molaritas) lebih
rendah daripada golongan buvicaine.

5
Levobupivakain dapat digunakan untuk epidural, subaraknoid, blok
pleksus brakialis, blok supra dan infra klavikuler, blok interkostal dan
interskalen, blok saraf perifer, blok peribulber dan retrobulber, infiltrasi
lokal, analgesi obstetri, pengelolaan nyeri setelah operasi, pengelolaan
nyeri akut dan kronis, ophtalmic, anestesi epidural dan intratekal pada
orang dewasa serta dapat juga digunakan sebagi analgesia pada anak-
anak. Levobupivacaine dikontraindikasikan untuk regional anestesia IV
(IVRA). Penggunaannya sebagai injeksi intraoral pada saat anestesi
umum dapat mengurangi kebutuhan analgesik pasca operasi setelah
pembedahan mulut. Levobupivakain ini tersedia dalam konsentrasi
antara 0,25-0,75%. Dosis tunggal maksimum yang digunakan 2 mg /kg
bb dan 5,7 mg/kg bb ( 400 mg) dalam 24 jam.
e. Ropivakain/Naropin
Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik
lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang
steril, mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu
Natrium Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk
injeksi. Ropivakain digunakan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi,
blok saraf, epidural dan anestesi intratekal pada orang dewasa dan anak
di atas 12 tahun. Karakteristiknya, yaitu memiliki mula kerja dan masa
lama kerja yang sama dengan bupivakain, dengan potensinya yang
lebih rendah sedikit
Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik
lokal kelompok amida lainnya. Efek samping akut yang paling sering
dijumpai dan memerlukan penanganan yang cepat adalah efek
sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskuler
f. Bupivacaine
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung
amin dan butyl piperidin. Bupivakain berikatan dengan bagian
intracellular dari kanal sodium dan menutup sodium influk kedalam sel
saraf. Obat ini mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek
blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek

6
ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia
selama persalinan dan masa pasca pembedahan. Pada dosis efektif yang
sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Toksisitas
jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah
berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain
juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang,
ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain
pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam
menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.
Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25%
untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa
epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2
mg/KgBB.Ketika digunakan sebagai injeksi intraoral, bahan ini telah
terbukti mengurangi jumlah analgesik yang dibutuhkan untuk
mengontrol rasa nyeri pasca operasi setelah pembedahan. Formulasi
bupivakain sekitar 0,25-0,75% dengan dan tanpa epinefrin (biasanya
1:200 000).
g. Prilocaine
Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe
amida ini pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi
yang mirip dengan lignokain dan mepivakain. Anestetik lokal golongan
amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan
masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga
menimbulkan kantuk seperti lidokain. Anestetik ini digunakan untuk
berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0
dan 3,0%.
Toksisitas terhadap sistem saraf pusat (SSP) lebih ringan,
penggunaan intravena blok regional lebih aman. Sifat toksik yang unik
dari prilokain yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini
disebabkan oleh adanya metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan
nitroso-toluidin yang mempengaruhi masa kerja prilokain. Efek anestesi
prilokain kurang kuat dibandingkan lidokain. Prilokain dipasarkan

7
sebagai solusi 4% dengan dan tanpa 1:200.000 epinefrin. Efek toksisitas
sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain. Biasanya digunakan
untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok
3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran. Anestesi
lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan
kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan.

B. Dosis, Onset dan Durasi dari Masing-Masing Bahan Anestesi


1. Dosis Maksimum
Dosis anestetikum lokal dihitung berdasarkan miligram per
kilogram (mg / kg) atau miligram per pon (mg / lb). Pemberian dosis
maksimum ini dihitung berdasarkan usia, berat badan, jenis anestetikum,
apakah menggunakan vasokonstriktor atau tidak. Pemberian dosis
anestetikum lokal berdasarkan jenis anestetikumnya:
a. Lidokain
Dosis maksimum lidokain yang aman untuk orang dewasa adalah 4x
2,2 ml ampul atau 3 mg/kg. Penambahan 1:80 000 epinefrin mampu
memperpanjang efektivitasnya yaitu lebih dari 90 menit dan
meningkatkan dosis maksimum dewasa yang aman sampai 10x2,2 ml
ampul atau 7 mg/kg.25. Sementara itu, dosis maksimum lidokain yang
disarankan oleh FDA dengan atau tanpa epinefrin adalah 3,2 mg / lb
atau 7,0 mg /kg berat badan untuk dewasa dan anak-anak pasien, tidak
melebihi dosis maksimum absolut yaitu 500 mg.
b. Mepivakain
Dosis maksimum mepivakain yang aman adalah 6,6 mg / kg atau 3,0
mg / lb berat badan dan tidak melebihi 400 mg. Satu ampul
mepivakain biasanya sudah dapat digunakan untuk anestesi infiltrasi
atau blok regional.
c. Artikain
Dosis maksimum artikain HCl yang aman untuk orang dewasa adalah
tidak boleh melebihi 7mg/kg (0,175 mL / kg) atau 3,2 mg / lb (0,0795

8
mL / lb) berat badan untuk pasien 150 pon yang diadministrasikan
pada submukosa atau blok saraf. Sedangkan, penggunaan Artikain
pada anak-anak di bawah 10 tahun yang memiliki massa tubuh
normal, dosis maksimum tidak boleh melebihi setara dengan 7 mg / kg
(0,175 mL / kg) atau 3,2 mg / lb (0,0795 mL / lb) berat badan. Dosis
maksimum yang aman untuk pasien umur 65-75 tahun, sekitar 0,43-
4,76 mg / kg (0,9-11,9 mL) untuk prosedur sederhana, dan dosis
sekitar 1,05-4,27 mg / kg (1,3-6,8 mL) diberikan kepada pasien untuk
prosedur yang kompleks. Sementara itu, dosis maksimum yang aman
untuk pasien 75 tahun keatas sekitar 0,78-4,76 mg / kg (1,3-11,9 mL)
yang diberikan kepada pasien untuk prosedur sederhana, dan dosis
1,12-2,17 mg / kg diberikan kepada pasien untuk prosedur yang
kompleks.
d. Bupivakain
Dosis maksimum bupivakain yang direkomendasikan adalah 90 mg.
Tidak ada dosis yang disarankan untuk bupivakain berdasarkan berat
badan di Amerika Serikat tapi di Kanada, dosis maksimum adalah
berdasarkan 2,0 mg / kg (0,9 mg / lb). Bupivakain tidak dianjurkan
pada pasien yang berusia muda atau mereka yang berisiko mencedera
jaringan lunak pasca operasi akibat dari melukai diri sendiri, seperti
fisik dan mental penyandang cacat. Bupivakain jarang diindikasikan
pada anak-anak karena prosedur gigi pediatrik biasanya berlangsung
singkat. Bupivakain larutan polos yang berkonsentrasi antara 0.25-
0.5% digunakan untuk anestesi blok dan infiltrasi dimana efek
anestesi sampai 8 jam diperlukan. Dosis maksimum yang aman adalah
2 mg/kg.25
e. Prilokain
Dosis maksimum yang direkomendasikan untuk prilokain adalah 8,0
mg / kg atau 3,6 mg / lb berat badan untuk pasien dewasa, dengan
dosis maksimum absolut tidak melebihi 600 mg. Efek toksisitas
sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain tapi efek anestesinya
kurang kuat.

9
f. Etidokain
Dosis maksimum yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah
3,6 mg/lb atau 8,0 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimum
absolut tidak melebihi 400 mg. (Hassan al et, 2011).
Tabel 1. Dosis maksimum anestetikum lokal yang direkomendasikan
Anestetikum Lokal Dosis Maksimum
Lidokain 7,0 mg/kgBB ( 3,2 mg/lb BB )
Mepivakain 6,6 mg/kgBB ( 3,0 mg/lb BB)
Artikain 7,0 mg/kgBB ( 3,2 mg/lb BB )
Bupivakain 2,0 mg/kgBB ( 0,9 mg/lb BB)
Prilokain 8,0 mg/kgBB (3,6 mg/lb BB)
Etidokain 8,0 mg/kgBB (3,6 mg/lb BB)

2. Klasifikasi Potensi dan Durasi Anestetikum Lokal


Berdasarkan potensi dan durasi, anestetikum lokal diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok yaitu: a) kelompok I adalah kelompok yang
memiliki potensi lemah dengan durasi singkat (≈30menit) seperti prokain
dan kloroprokain, b) kelompok II adalah kelompok yang memiliki potensi
dan durasi menengah (≈60menit) seperti lidokain, mepivakain dan
prilokain, c) kelompok III adalah kelompok yang memiliki potensi kuat
dengan durasi panjang (>90menit) seperti tetrakain, bupivakain, etidokain
dan ropivakain. (Hassan et al, 2011).
3. Klasifikasi Onset Anestetikum Lokal
Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan onsetnya dibagi menjadi
dua yaitu cepat (seperti kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain dan
etidokain), menengah (seperti bupivakain), dan lambat (seperti prokain dan
tetrakain) (Hassan et al, 2011).

10
Gambar 1. Dosis, durasi, dan onset obat anestesi lokal
Tabel 2. Mula dan masa kerja penggunaan anestetikum lokal dengan dan tanpa
vasokonstriktor
Anestetikum % Vasokonstriktor Mula kerja, Masa kerja, menit
Lokal menit Pulpa Jaringan
Lunak
Artikain 4 1:200.000 2-3 60 180-300
1:100.000 2-3 60 180-300
Bupivakain 0.5 1:200.000 6-10 90-180 180-720
Lidokain 2 - 3-5 10 60-120
1:50.000 / 3-5 60 180-300
1:100.000
Prilokain 4 - 3-5 5-10 (infiltrasi) 120-180
1:200.000 3-5 40-60 (blok 180-480
saraf)
60-90

11
Mepivakain 3 - 3-5 20-40 120-180
2 1:100.000 3-5 60 180-300

C. Teknik Anestesi Lokal


1. Anestesi Topikal
Beberapa klinis menyarankan penggunaan anestesi topikal sebelum
injeksi. Sulit untuk menentukan seberapa efektifnya cara ini namun
memiliki nilai psikologis, karena dapat memperkecil rasa sakit saat
pemberian anastesi lokal, tetapi anastesi topikal tidak dapat menggantikan
teknik injeksi. Anastesi topikal efektif pada permukaan jaringan
(kedalaman 2-3 mm). Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran
mukosa minimal 2 menit, agar obat bekerja efektif. Salah satu kesalahan
yang dibuat pada pemakaian anastesi topikal adalah kegagalan operator
untuk memberikan waktu yang cukup bagi bahan anastesi topikal untuk
menghasilkan efek yang maksimum. (Levine, 2012).
Bahan anestesi topikal yang dipakai dapat dibagi sebagai berikut :
a. Menurut bentuknya : Cairan, salep, gel; b. Menurut penggunaannya :
Spray, dioleskan, ditempelkan; c. Menurut bahan obatnya : Chlor Etil,
Xylestesin Ointment, Xylocain Oitment, Xylocain Spray; d. Anastesi
topikal benzokain (masa kerja cepat) dibuat dengan konsentrasi > 20 %,
lidokain tersedia dalam bentuk cairan atau salep > 5 % dan dalam bentuk
spray dengan konsentrasi > 10 %. (Levine, 2012).
2. Anestesi Infiltrasi
Anestesi infiltrasi merupakan teknik anestesi lokal paling sering
digunakan pada maxilaris. Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan
pada permukaan supraperiosteal yang berhubungan dengan periosteum
bukal dan labial. Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal
dari saraf dan akan terinfiltrasi sepanjang jaringan untuk mencapai serabut
saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai
oleh saraf tersebut. Menurut Samodro (2011), teknik infiltrasi dapat dibagi
menjadi beberapa macam,anara :

12
a. Suntikan submukosa
Teknik dengen larutan anestesi didepositkan tepat dibalik membran
mukosa. Teknik ini tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, namun
dapat digunakan untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum
pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak.

Gambar 2. Suntikan submukosa, suntikan supraperiosteal, suntikan


subperiosteal, suntikan interdental papilla, dan suntikan peridental.

b. Suntikan supraperiosteal
Teknik suntikan supraperiosteal merupakan teknik yang paling
sering digunakan pada kedokteran gigi dan sering disebut sebagai
suntikan infiltrasi. Larutan anestesi didepositkan di luar periosteum,
larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang
medularis ke serabut saraf. Hal ini mampu menganestesi pulpa gigi
yang diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi.
c. Suntikan subperiosteal
Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum
dan bidang kortikal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan
bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal.
d. Suntikan intraoseous
Teknik dengan larutan anestesi didepositkan pada tulang
medularis. Teknik ini memerlukan bantuan bur tulang dan jarum yang
di desain khusus untuk tujuan tersebut. Teknik suntikan intraoseous
akan memberikan efek anestesi yang baik pada pulpa disertai dengan
gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal. Namun, biasanya

13
tulang alveolar akan terkena trauma dan cenderung terjadi rute infeksi,
sehingga teknik ini sudah makin jarang digunakan.
e. Suntikan intraseptal
Teknik ini adalah modifikasi dari teknik intraoseous. Larutan
didepositkan melalui tulang medularis serta jaringan periodontal untuk
memberi efek anestesi. Teknik ini hanya dapat digunakan setelah
diperoleh anestesi superfisial.
f. Suntikan intraligament
Teknik ini umumnya menggunakan syringe konvensional yang
pendek dan lebarnya 27 gauge atau syringe yang didesain khusus.
Efeknya yang terbatas dimungkinkan dilakukannya perawatan pada satu
gigi dan membantu perawatan pada kuadran mulut yang berbeda.
Suntikan ini juga tidak terlalu sakit dan dapat menghindari terjadinya
baal pada lidah, pipi dan jaringan lunak lainnya. Hal ini dapat
mengurangi resiko terjadinya trauma sehingga dapat makan, minum dan
berbicara secara normal.
3. Anestesi Blok
a. Menurut Shaw, et al (2010), teknik anestesi pada maksilla dibagi
menjadi :
1) Posterior superior alveolar nerve block
Teknik yang biasa digunakan untuk anestesi gigi molar
pada maksila. Tingkat kesuksesan teknik ini tinggi, walaupun
sering mengakibatkan hematoma. Nevus yang teranestesi yaitu
nervus posterior superior alveolar. Sedangkan daerah yang
teranestesi pulpa dari molar 1,2,3 dengan pengecualian akar
mesiobukal pada gigi molar petama rahang atas, jaringan
periodontal bukal dan tulang diatas giginya. Komplikasi umum dari
teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena
pterigoid pecah, menimbulkan haematoma.

14
Gambar 3 : teknik penyuntikan posterior superior alveolar nerve block

2) Middle superior alveolar nerve block


Nervus akan teranestesi pada teknik ini yaitu nervus middle
superior alveolar. Teknik ini menganestesi pulpa premolar 1 dan 2
rahang atas dan akar mesibukal molar 1 rahang atas, jaringan
periodontal bukal dan tulang diatas giginya. MSA biasanya di
indikasikan ketika blok nervus infraorbital gagal menganestesi
distal kaninus. Kontraindikasi anestesi ini yaitu inflamasi akut dan
infeksi di daerah suntikan atau prosedur yang hanya melibatkan
satu gigi dimana anestesi yang adekuat dapat diperoleh dengan
anestesi infiltrasi.
3) Blok nervus alveolaris superrior anterior
Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial
dari gigi kaninus, Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum
dideponir perlahan ke atas apeks akar gigi tersebut. Injeksi yang
dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam
gigi anterior. Injeksi N.Alveolaris superrior anterior biasanya sudah
cukup untuk prosedur operatif yaitu untuk ekstraksi atau bedah,
diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region kaninus
atau foramen incisivum.
4) Infraorbital nerve block
Nervus yang teranastesi adalah N.alveolaris superior
anterior, N.alveolaris superior medial, N.inferior palpebral,
N.lateral nasal, dan N. superior labial. Area yang teranestesi yaitu
anestesi pulpa dari incisivus central sampai gigi kaninus, anestesi
pulpa premolar dan akar mesiobukal molar 1, bukal periodontium
dan tulang di gigi yang sama, serta kelopak mata bawah, aspek

15
lateral hidung, dan bibir atas.Injeksi infraorbital diindikasikan jika
peradangan dan infeksi merupakan kontraindikasi penggunaan
anestesi infiltrasi di bagian anterior maxillaris, jika akan dilakukan
pembukaan pada sinus maxillaris. Pada bidang bedah mulut, injeksi
ini dapat diberikan untuk menghindari penyuntikan ke dalam
jaringan inflamasi di daerah gigi incisivus dan kaninus, tetapi dapat
juga mencapai anestesi yang lebih mendalam untuk lesi

Gambar 4. teknik penyuntikan infraorbital nerve block


5) Greater palatine nerve block
Nervus yang teranestesi yaitu nervus anterior palatine. Area
yang teranestesi yaitu pada bagian posterior dari palatum durum
dari anterior ke premolar 1. Teknik ini biasanya diindikasikan
untuk terapi restoratif untuk lebih dari dua gigi, kontrol nyeri pada
periodontal atau bedah mulut yang termasuk palatum durum dan
molle. Kontraindikasi anestesi ini yaitu jika inflamasi atau infeksi,
area yang kecil
6) Nasopalatine nerve block
Teknik ini sama halnya dengan teknik Greater Palatine
Nerve Block, tetapi tempat injeksi hanya pada posterior papilla
incisivum. Dapat juga menganestesi di daerah anterior tepatnya di
mucobuccal dekat frenulum, jarum di insersikan pada papilla antara
gigi incisivum sentral. Nervus yang teranestesi yaitu nervus kiri
dan kanan nasopalatina. Area yang teranestesi pada bagian anterior
dari palatum durum, jaringan keras dan lunak, premolar 1 sampai
premolar 1 lainnya.

16
Gambar 5. teknik penyuntikan nasopalatine nerve block
7) Maxillary nerve block
Teknik ini biasanya diberikan pada pasien dewasa.
Biasanya teknik ini digunakan oleh operator yang sudah
berpengalaman. Nervus yang teranestesi yaitu divisi maxilla pada
sisi blok nervus. Area yang teranestesi pada pulpa gigi maxilla di
sisi blok nervus, buccal periodontium dan tulangnya, jaringan lunak
dan tulang pada palatum durum, bagian palatum molle hingga
midline, kulit pada kelopak mata bawah, sisi hidung, pipi dan bibir
atas. Teknik ini diindikasikan untuk kontrol nyeri, inflamasi atau
infeksi. Sedangkan teknik ini kontraindikasi untuk dokter yang
tidak berpengalaman, pasien anak-anak, pasien yang tidak
kooperative, inflamasi dan infeksi di daerah injeksi, resiko
hemorhagi yang tinggi, dekat ke canal palatine.
b. Teknik Penyuntikan Anestesi pada Mandibula
Menurut Shaw et al (2010), teknik anestesi pada mandibula dibagi
menjadi enam, yaitu inferior alveolar nerve block, long buccal nerve
block, mentale nerve block, teknik Gow gates, teknik akinosis dan
teknik fisher.
1) Inferior alveolar nerve block
Blok nervus alveolar inferior biasanya digunakan untuk
injeksi anestesi madibula. Nervus yang teranestesi adalah nervus
alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu rami dentalis,
nervus mentalis dan nervus incisivus. Area yang teranestesi yaitu
corpus mandibula dan bagian inferior ramus ascendens pada sisi
yang dianestesi, seluruh gigi rahang bawah termasuk jaringan

17
penyangga dan processus alveolaris pada sisi yang dianestesi,
mukoperiosteum dan gingiva sisi bukal atau labial mulai dari
foramen mentalis sampai dengan linea mediana, mukosa bibir
bawah dan kulit dagu pada sisi yang dianestesi. Teknik ini
diindikasi untuk menganestesi jaringan pulpa gigi-gigi posterior
rahang bawah misalnya: sebelum tindakan preparasi kavitas gigi,
preparasi mahkota gigi, atau ekstirpasi jaringan pulpa.
2) Teknik injeksi nervus buccalis
Nervus buccal tidak dapat dianestesi dengan menggunakan teknik
anaestesi blok nervus alveolaris inferior. Nervus buccal
menginervasi jaringan dan buccal periosteum sampai ke molar.
Injeksi ini tidak selalu diindikasikan dalam pembuatan preparasi
kavitas kecuali jika kavitas bukal dibuat sampai di bawah tepi
gingival.

Gambar 6. teknik penyuntikan blok nervus buccalis


3) Teknik anestesi blok n.mentalis
Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar bawah. Foramen
biasanya terletak di dekat salah satu apeks akar gigi premolar
tersebut. Jarum pendek yang berukuran 25 gauge dimasukkan
(setelah jaringan yang akan dipreparasi diberikan antiseptik) dalam
mucobuccal fold di dekat foramen mentale dengan bevel di arahkan
ke tulang. Teknik ini menyebabkan efek anestesi pada jaringan
buccal bagian anterior di depan foramen, bibir bagian bawah, dan
dagu.

18
Gambar 7. teknik penyuntikan blok nervus mentalis
4) Teknik gow-gates
Nervus yang dituju pada anestesi blok teknik ini adalah N.
Mandibularis. Area yang teranestesi adalah gigi mandibula
setengah quadran, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa
pada daerah penyuntikan , 2/3 anterior lidah dan dasar mulut,
jaringan lunak lingual dan periosteum, korpus mandibula dan
bagian bawah ramus serta kulit diatas zigomatikus, serta bagian
posterior pipi dan region temporal.
5) Anestesi blok teknik akinosi dan fisher
Nervus yang dituju pada anestesi blok teknik ini adalah N.
Alveolaris inferior dan N. Lingualis. Area yang teranestesi adalah
gigi-gigi mandibula setengah quadran, badan mandibula dan ramus
bagian bawah, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa
didepan foramen mentalis, dasar mulut dan dua pertiga anterior
lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian lingual mandibula.

D. Pembahasan Kasus
SKENARIO 1A

Seorang pasien anak perempuan berusia 6 tahun datang bersama ibunya ke RSGM
untuk memeriksakan gigi depan bawah kanan yang sudah goyah dan bisa digerak-
gerakkan dengan lidah, serta benih gigi penggantinya sudah sedikit terlihat
dibelakang gigi susu yang goyah. Pasien terlihat sangat kooperatif dan

19
komunikatif. Setelah dilakukan pemeriksaan, terlihat gigi 81 yang telah goyah
derajat 3 dan gigi 41 terlihat sudah mulai erupsi sebagian pada sisi lingual gigi
81. Dokter memutuskan untuk mencabut gigi 81 tersebut.
1. Diagnosa kasus
Persistensi mahkota gigi 81
2. Rencana perawatan
Ekstraksi gigi 81 dengan menggunakan teknik anestesi topikal bentuk spray
3. Alat dan Bahan
a. 1 set alat diagnostik
b. Kapas steril
c. Bahan anestesi topikal spray benzokain (masa kerja cepat) dibuat dengan
konsentrasi >10 %, lidokain tersedia dalam bentuk spray (Robinson and
Bird, 2013).
4. Teknik dan prosedur anestesi
Teknik anestesi yang digunakan untuk mencabut gigi 81 adalah
teknik anestesi topikal yang diberikan dalam bentuk spray pada permukaan
mukosa. Tujuan teknik ini yaitu untuk mengurangi rasa sakit pada saat akan
dilakukan pencabutan gigi desidui yang sudah goyang atau gigi yang mau
tanggal.
Prosedur:
1) Menjelaskan prosedur kepada pasien
2) Mencuci tangan
3) Mengatur posisi pasien dan posisi operator menyesuaikan
4) Mukosa/gingiva yang akan dianestesi di bersihkan dan dikeringkan
dengan kapas
5) Aplikasi obat anestesi topikal benzokain sesuai dengan cara
disemprotkan 2 buah gulungan kapas kecil dengan diameter kira-kira 2
cm
6) Letakkan gulungan kapas yang sudah disemprot bahan anestesi pada
mukosa/gingiva bagian palatal dan bukal pada region gigi yang akan
dicabut
d. Tunggu kira-kira 1 menit (Robinson and Bird, 2013).

20
SKENARIO 1B
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke poli gigi dengan keluhan gigi
geraham kanan bawah yang berlubang besar dan pernah sakit sebelumnya. Pasien
menginginkan gigi tersebut untuk dicabut. Hasil pemeriksaan intraoral terdapat
kavitas pada gigi 46 yang sudah mengenai kamar pulpa. Tes sensitivitas dengan
CE (-), sonde (-), perkusi (-), palpasi (-). Dokter gigi tersebut mengedukasi pasien
untuk mempertahankan gigi tersebut dengan perawatan saluran akar, namun
pasien tersebut menolak dan tetap ingin gigi tersebut dicabut. Kondisi umum
pasien baik dan tidak memiliki riwayat penyakit sistemik. Pemeriksaan vital sign
dalam batas normal.
1. Diagnosa kasus
Nekrosis pulpa gigi 46
2. Rencana perawatan
ekstraksi gigi 46 menggunakan teknik anestesi blok yaitu Mandibular
anesthesia dan teknik buccalis nerve block
3. Alat dan Bahan
a. kaca mulut
b. pinset dental
c. sonde
d. cotton stick
e. disposable injection syringe (semprit injeksi)
f. handscoon
g. larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)
h. larutan anestesi lokal (lidocaine 2% dengan adrenaline 1:80.000) dalam
ampul 2 cc (Hassan al et, 2011).

Gambar 8. Alat dan bahan anestesi lokal

21
4. Teknik dan prosedur
Teknik anestesi lokal yang dilakukan untuk pencabutan gigi 46 adalah
Mandibular anesthesia yang merupakan gabungan teknik inferior alveolar
nerve block dan lingual nerve block dalam satu kesatuan prosedur tindakan.
Indikasi teknik ini digunakan pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang
bawah, namun perlu ditambah dengan teknik buccalis nerve block untuk
menganestesi mukosa gingiva sisi bukal gigi yang akan dilakukan pencabutan
Prosedur :
1) Menjelaskan prosedur kepada pasien
2) Mencuci tangan
3) Jari pada permukaan oklusal, pada tepi anterior ramus pada lekukan
koranoid kemudian digerakkan ke medial melewati trigonum retro molar
dan berkontak dengan linea obliqua internal.
4) Jarum dan alat suntik sudah berisi larutan anestesi diinsersikan dari arah
premolar bersebrangan setinggi pertengahan kuku menyusuri bagian
medial dan linea obliqua interna hingga mencapai sulkus mandibula.
5) Selama insersi jarum, mulut tetap terbuka lebar dan jarum dalam
perjalanannya slalu berkontak dengan tulang
6) Sesudah mencapai sulkus mandibula, jarum ditarik sedikit (kira-kira
1mm), diaspirasi dan kalau aspirasi (-) maka suntikkan larutan 1 cc untuk
membius Nervus Alveolaris Inferior
7) Tarik alat suntik ke arah luar hingga kira-kira setengah jarum yang
masuk, diaspirasi lagi dan kalau aspirasi (-) maka deponir 0,5 cc untuk
membius Nervus lingualis

Gambar 9. Aplikasi anestesi mandibula

22
8) Kemudian alat suntik ditarik keluar seluruhnya
9) Jari pada permukaan oklusal, pada tepi anterior ramus pada lekukan
koranoid kemudian digerakkan ke medial melewati trigonum retro molar
dan berkontak dengan linea obliqua internal.
10) Jarum dan alat suntik sudah berisi larutan anestesi diinsersikan dari arah
premolar bersebrangan setinggi pertengahan kuku menyusuri bagian
medial dan linea obliqua interna hingga mencapai sulkus mandibula.
11) Selama insersi jarum, mulut tetap terbuka lebar dan jarum dalam
perjalanannya selalu berkontak dengan tulang.
12) Setelah injeksi selesai jarum ditarik keluar dari jaringan dengan perlahan-
lahan
13) Setelah dilakukannya mandibular anestesi, lakukan anestesi teknik
buccalis nerve block
14) Masukan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat didepan gigi
molar pertama. Perlahan lahan tusukan jarum sejajar dengan corpus
mandibula dengan bevel mengarah ke bawah ke suatu titik sejauh molar
ketiga, anastetikum dideponir perlahan lahan seperti pada waktu
memasukan jarum melalui jaringan (Purwanto, 2013).

SKENARIO 1C
Seorang pasien perempuan berusia 35 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan
keluhan ingin mencabutkan gigi geraham kiri atas yang berlubang besar.
Sebelumnya gigi tersebut pernah ditambal 2x namun selalu lepas sehingga pasien
ingin mencabutkan saja gigi geraham tersebut. Berdasarkan pemeriksaan intraoral
terdapat kavitas yang sudah menembus kamar pulpa gigi 26 dan menyisakan
sedikit mahkota klinis yang tidak dapat direstorasi, perkusi (-), palpasi (-) dan tes
vitalitas dengan CE (-). Berdasarkan anamnesa, pasien memiliki riwayat
hipertensi dan mengkonsumsi obat nifedipin 30 mg secara rutin, sehingga tekanan
darah pasien konstan 130/90 mmHg.

23
1. Diagnosa kasus
Nekrosis pulpa gigi 26
2. Rencana perawatan
Ekstraksi gigi 26 menggunakan teknik anestesi blok yaitu blok nervus
alveolaris superior media, nervus alveolaris superior posterior dan nervus
palatinus majus
3. Alat dan Bahan
a. kaca mulut
b. pinset dental
c. sonde
d. cotton stick
e. disposable injection syringe (semprit injeksi)
f. handscoon
g. larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)
h. larutan anestesi lokal (lidocaine 2%)
4. Teknik dan prosedur anestesi
Teknik anestesi yang digunakan untuk ekstraksi gigi 26 dilakukan
sebanyak 3 kali yaitu pada nervus alveolaris superior media, nervus alveolaris
superior posterior dan nervus palatinus majus. Setiap sisi disuntikan sebanyak
0,5 ml.
a. Teknik anestesi nervus alveolaris superior posterior
1) Mempersiapkan anestetikum sebanyak 1-2 cc
2) Mempersiapkan mukosa, dengan melakukan asepsis pada darah yang
akan di anestesi. Sampai tidakan selesai pasien dilarang menutup
mulut.
3) Titik lokasi suntikan terletak pada lipatan mukobukal diatas gigi molar
kedua atas, jarum digerakan ke awah distal dan superior, kemudian
anestetikumnya di deponir kira kira diatas apeks akar gigi molar
ketiga
4) Molar ketiga, molar kedua, dan akar distal dan palatal molar pertama
kan teranestesi pada injeksi ini. Untuk melengkapi anestesi pada gigi

24
molar pertama maka dilakukan injeksi supraperioteal diatas apeks
premolar kedua (Purwanto, 2013).
b. Teknik anestesi nervus alveolaris superior median
1) Mempersiapkan anestetikum sebanyak 1-2 cc.
2) Titik suntikan (tempat masuknya jarum) adalah lipatan mukobukal
diatas gigi premolar pertama. Arahkan jarum ke suatu titik sedikit
diatas apeks akar kemudian di pionerkan anestetikum perlahan lahan.
Injeksi ini akan menganestesi gigi gigi premolar pertama dan kedua
akar mesial gigi molar pertama.
3) Agar jarum dapat ditempatkan dengan akurat, tentukan kontur tulang
dengan cara merabanya dengan hati hati pada daerah tersebut.
4) Injeksi ini biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk
ekstraksi, perawatan atau bedah periodontal, harus ditambah injeksi
palatinal (Purwanto, 2013).
c. Teknik injeksi Nervus Palatinus Mayor
1) Mempersiapkan anestetikum sebanyak ½ cc
2) Tentukan titik tengah garis khayal yang ditarik antara tepi gingiva
molar ketiga atas disepanjang akar palatal terhadap garis tengah
rahang. Injeksikan anestetikum sedikit ke mesial dari titik tersebut
dari sisi kontralateral.
3) Karena hanya bagian n. Palatinus mayor yang keluar dari foramen
palatinus majus yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan
sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponir
anestetikum dalam jumlah besar dalam anestetikum menyebabkan
teranestesinya n. Palatinus medius sehingga palatum mole menjadi
kebas. Keaadan ini menyebabkan timbulnya gagging.
Anestesi: injeksi ini menggunakan mukoperiosteum palatum dari
tuber maksilare sampai ke regio kaninus dan dari garis tengah ke crista
gingiva pada sisi yang bersangkutan (Purwanto, 2013)

25
DAFTAR PUSTAKA

Hassan, S., Rao, S., Sequeria, J., Rai, G., 2011, Efficacy of 4% Articaine
Hydrochloride and 2% Lignocaine Hydrochloride in the Extraction
of Maxillary Premolars for Orthodontics Reasons, Journal of
Maxillofacial Surgery, 1(1) :14-18

Kaye, DA., and Urman RD., Vadivelu, N., 2012, Essentials of Regional
Anesthesia, Springer, New York, p 130

Levine, WC., 2012, Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General


Hospital, 8th edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia,
p 601

Logothetis, D., 2012, Local Anesthesia for the Dental Hygienist, Elsevier, St.
Louis, pp 7-55

Purwanto, 2013, Petunjuk Praktis Anestesi Lokal, Jakarta: EGC.

Robinson, DS., and Bird, DL., 2013, Essentials of Dental Assisting 5th edition,
Elsevier, Missouri, p 188

Samodro, R., Sutiyono, D., Satoto, HH., 2011, Mekanisme Kerja Obat Anestesi
Lokal, Jurnal Anestesiologi Indonesia, 3(2): 48-59

Shaw, I., Kumar, C., and Dodds, C., 2010, Oxford Textbook of Anaesthesia for
Oral and Maxillofacial Surgery, Oxford University Press, New
York, p 95

26

Anda mungkin juga menyukai

  • Alvogyl
    Alvogyl
    Dokumen3 halaman
    Alvogyl
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • Cs Unit Cost
    Cs Unit Cost
    Dokumen22 halaman
    Cs Unit Cost
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • SGD 2
    SGD 2
    Dokumen14 halaman
    SGD 2
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • TMJ
    TMJ
    Dokumen13 halaman
    TMJ
    Putri Silvia
    100% (1)
  • Dental Material
    Dental Material
    Dokumen12 halaman
    Dental Material
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • Anomali
    Anomali
    Dokumen11 halaman
    Anomali
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • Analisis SWOT SGD
    Analisis SWOT SGD
    Dokumen14 halaman
    Analisis SWOT SGD
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • Dental Simulator
    Dental Simulator
    Dokumen8 halaman
    Dental Simulator
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • Dental Simulator
    Dental Simulator
    Dokumen8 halaman
    Dental Simulator
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • SGD 1
    SGD 1
    Dokumen17 halaman
    SGD 1
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • SGD 3
    SGD 3
    Dokumen17 halaman
    SGD 3
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat
  • Oklusi SGD 1
    Oklusi SGD 1
    Dokumen8 halaman
    Oklusi SGD 1
    Putri Silvia
    Belum ada peringkat