Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan
wanita, uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh.
Saluran uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi
pria. Uretra pria berbentuk pipa yang menyerupai alat penyiram bunga.1,2

Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat


terbentuknya jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan
gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai
sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat
keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi
terberat adalah gagal ginjal.1

Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada


bagian dunia tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita, karena uretra pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala
sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir
dengan striktur uretra, meskipun hal tersebut jarang terjadi.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI URETRA

Anatomi Uretra

Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian
buli-buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang
bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian
posterior. Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars
membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan
bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30
ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.4,5

GAMBAR 1 : ANATOMI URETRA

2
2.1.1 Uretra bagian anterior

Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai
dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa
tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan
operasi atau reparasi relatif mudah.4,5

2.1.2 Uretra bagian posterior

Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang


dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah
uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra,
sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter.
Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti
pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang
simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra
membranasea.4,5

2.2 DEFINISI

Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena


fibrosis. Fibrosis merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas
ke dalam sekitar korpus spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Penyempitan
ini membatasi aliran urine dan menyebabkan dilatasi proksimal uretra dan duktus
prostatika.3,5

2.3 EPIDEMIOLOGI

Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam


waktu yang cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk
dengan retensi urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra
(44%) dan trauma (33%).5 Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan
kateter Folley.3

3
Keteterisasi urin merupakan salah satu tindakan yang membantu eliminasi
urin maupun ketidakmampuan melakukan urinasi. Prosedur pemasangan kateter
uretra merupakan tindakan invasif. Pasien akan dipasangkan sejenis alat yang
disebut kateter Dower pada muara uretra. Dalam melakukan prosedur ini
diperlukan keprofesionalan. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri,
dan tidak nyaman pada saat dilakukan kataterisasi uretra. Hasil studi dari
Mushhab, 2006 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama waktu
terpasang kateter dengan tingkat kecemasan pada pasien yang terpasang kateter
uretra.3

Sebuah studi di Nigeria melaporkan pola striktur uretra. Dalam studi ini
menyebutkan delapan puluh empat pasien (83 laki-laki dan 1 perempuan) dengan
striktur uretra dilihat dalam sebuah periode dengan usia rata-rata 43,1 tahun.
Trauma bertanggung jawab untuk 60 (72,3%) kasus, dengan kecelakaan lalu lintas
sebanyak 29 orang (34,9%), dengan trauma iatrogenik sebesar 17 (20,5%) dari
semua kasus striktur uretra. Pemasangan kateter uretra bertanggung jawab pada 13
pasien (76,5%) dari kasus iatrogenik. Uretritis purulen bertanggung jawab untuk
22 (26,5%) kasus. Lima puluh (60,2%) kasus terletak di uretra anterior sedangkan
dua puluh tiga (39,8%) berada di posterior. Lima puluh tujuh pasien dilakukan
urethroplasty dengan kekambuhan 14% dan 8 pasien mengalami dilatasi uretra
dengan kekambuhan 50% pada 1 tahun.3

2.4 ETIOLOGI

2.4.1 Infeksi

Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti


infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non
gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang
sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars
membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia
sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari
kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.3,5

4
2.4.2 Trauma

Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma


tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa,
dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda
sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada
penis, instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti
pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.3,5

2.4.3 Iatrogenik

a. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia,


epispadias
b. Post operasi

Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra,


seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.7

2.4.4 Tumor

2.4.5 Kelainan Kongenital

misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior.7

Tabel 1. Letak Striktur Uretra dan Penyebabnya


Letak Uretra Penyebab
Pars membranasea Trauma panggul, kateterisasi “salah Jalan”.

Pars bulbosa Trauma/ cedera kangkang, uretritis.

Meatus Balanitis, instrumentasi kasar.

5
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau
iatrogenik. Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau infeksi,
keganasan, dan kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya merupakan gejala
sekunder dari urethritis gonococcal, yang masih umum di beberapa populasi
berisiko tinggi.9

Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi transurethral,


kateterisasi uretra, fraktur panggul dan operasi hipospadia. Penyebab iatrogenik
keseluruhan (reseksi transurethral, kateterisasi uretra, sistoskopi, prostatektomi,
operasi brachytherapy dan hipospadia) adalah 45,5% dari kasus striktur. Pada
pasien yang lebih muda dari 45 tahun penyebab utama adalah idiopati, operasi
hipospadia dan fraktur panggul. Pada pasien yang lebih tua dari 45 tahun
penyebab utama adalah reseksi transurethral dan idiopathy. Penyebab utama
penyakit penyempitan multifokal/panurethral adalah kateterisasi uretra anterior,
sedangkan fraktur panggul adalah penyebab utama dari striktur uretra posterior.9

2.5 PATOFISIOLOGI

Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.
Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium
eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan
erektil vaskular.8

Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan


cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan
ikat) yang tidak sama dengan semula.8

Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil


lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra. 1-3

Segala proses yang melukai lapisan epitelium uretra atau di bagian korpus
spongiosum pada proses penyembuhannnya akan menghasilkan jaringan parut tau
scar. Hal ini akan menyebabkan striktur uretra anterior. Sebagian besar striktur
uretra disebabkan oleh trauma, biasanya stradle trauma. Trauma ini biasanya tidak

6
dirasakan sampai pasien mengeluh kesulitan BAK yang merupakan tanda dari
obstruksi oleh karena striktur atau scar. Trauma iatrogenik juga dapat
menyebabkan striktur uretra. Namun dengan berkembangnya endoskopi yang
kecil dan pembatasan indikasi sistoskopi pada pria membuat kejadian striktur
uretra lebih sedikit. Jejas pada urethra posterior yang berakibat terjadinya striktur
berhubungan dengan fibrosis periurethral yang luas.8

Striktur akibat radang berhubungan dengan gonorrhea adalah penyebab


paling sering pada masa lalu dan sekarang sangat jarang ditemui. Dengan
penanganan antibiotik yang tepat dan efektif, urethriris gonococcal jarang menjadi
striktur uretra. Sampai hari ini belum jelas hubungan antara uretritis nonspesifik
dengan striktur uretra anterior.8

Karakteristik dari striktur adalah perubahan epitel uretra oleh jaringan


fibrosa padat karena tromboflebitis lokal di korpus spongiosum dalam. Epitel itu
sendiri biasanya utuh, meskipun yang abnormal. Patogenesis striktur belum
dipelajari secara luas dan studi yang ada menyebutkan infeksi sebagai penyebab,
meskipun telah ada studi pada model binatang yang mempelajari trauma elektro-
koagulasi pada uretra kelinci sebagai model cedera iatrogenik. Lokasi dari
kelenjar uretra berhubungan dengan tempat kejadian infeksi yang berhubungan
dengan striktur yang mengimplikasikannya sebagai penyebab. Namun, satu-
satunya studi tentang patogenesis penyakit striktur menunjukkan bahwa
perubahan yang utama adalah metaplasia epitel uretra dari normal jenisnya
pseudo-kolumnar bertingkat pada epitel skuamosa berlapis. Ini adalah epitel yang
rapuh, dan ini cenderung untuk robek saat terjadi distensi selama berkemih.
Robekan tersebut akan membuat lubang di epitel menyebabkan ekstravasasi urine
saat berkemih yang memicu untuk terbentuknya fibrosis subepitel. Pada
penampakan mikroskopis, tempat terjadinya robekan terbentuk fibrosis dan
menyatu selama periode tahun untuk membentuk plak makroskopik, yang
kemudian dapat menyempitkan uretra jika mereka menyatu di sekitar lingkar
uretra untuk membentuk sebuah cincin yang lengkap. Dalam model pembentukan
striktur, infeksi bakteri dapat menginduksi metaplasia skuamosa, dan faktor
lainnya dapat berupa bahan kimia, fisik atau biologis.8

7
GAMBAR 2 : Anatomi striktur uretra anterior meliputi, dalam banyak
kasus, yang mendasari spongiofibrosis. A, Sebuah lipat, mukosa. B, Iris
penyempitan. C, Full-ketebalan keterlibatan dengan fibrosis minimal dalam
jaringan spons. D, Full-ketebalan spongiofibrosis. E, Peradangan dan fibrosis
yang melibatkan jaringan luar korpus spongiosum. F, striktur kompleks
rumit dengan fistula.

8
2.6 GEJALA KLINIS

Adanya obstruksi saluran kemih bawah akan memberikan sekumpulan


gejala yang populer diistilahkan sebagai LUTS (lower urinary tract symptoms).
Patofisiologi LUTS didasarkan atas 2 kelompok gejala, yaitu :

1. Voiding symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat kegagalan buli
untuk mengeluarkan sebagian atau seluruh isi kandung kemih, antara lain:
weakness of stream (pancaran kencing melemah), abdominal straining
(mengejan), hesitancy (menunggu saat akan kencing), intermittency
(kencing terputus-putus), disuria (nyeri saat kencing), incomplete
emptying (kencing tidak tuntas), terminal dribble ( kencing menetes).
2. Storage symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat gangguan
pengisian kandung kemih, bias karena iritasi atau karena perubahan
kapasitas kandung kemih, antara lain : frekuensi, urgensi, nocturia,
incontinensia (paradoxal), nyeri suprasimfisis.
3. Miction post symptom; yaitu gejala yang muncul pasca miksi, antara lain
tidak lampias, terminal dribbling, inkontinensia paradoks.

Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,
disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang
membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi
urine.9

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik.


Diagnosis pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi
dan panjang striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra.3,9

1. Anamnesa
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari
penyebab striktur uretra.

9
2. Pemeriksaan fisik dan local
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di
uretra, infiltrat, abses atau fistula.
3. Laboratorium
 Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
 Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran
urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan
lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah
20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang
dari harga normal menandakan ada obstruksi.
5. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan
uretrogram adalah pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan kontras
uretra.
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah
dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan
bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari
uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga
penting untuk perencanaan terapi atau operasi.3,9

10
GAMBAR 3 : Retrograde urethrogram menunjukkan striktur uretra
bulbar

6. Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke
buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan
adanya penyempitan lumen uretra.
7. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan
adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu
memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.

Derajat penyempitan uretra :

1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra

3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra

11
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus
spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.3,9

GAMBAR 4 : DERAJAT PENYEMPITAN URETRA

2.8 DIAGNOSIS BANDING

 Batu uretra dengan / tanpa infiltrat urine


 Kelainan-kelainan pada kelenjar prostat6

2.9 PENATALAKSANAAN

Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan


apapun.Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi
suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan
insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan
bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan
lumen uretra.9

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:

1. Bougie (Dilatasi)

12
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa
adanya glukosa dan protein dalam urin.

Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang


logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang
juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya
sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan
terbuat dari bahan yang lebih lunak. 9

Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan


dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan
meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut.
Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi
pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis. 9

Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah


bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan

bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut (Gbr.5A-D).
Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie lurus (Gbr.5E). 9

Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau
lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. 9

13
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang
kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter
yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk
memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan
bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil
kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan
asepsis dan dengan penggunaan antibiotik. 9

GAMBAR 6 : Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus


dan bougie bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus
(G) dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-J).

2. Uretrotomi interna

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang


memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse,
laser atau elektrokoter.1,2

Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian


distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan
pada wanita dengan striktur uretra. 1,2

14
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah
striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang
tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca
tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1
bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur
hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran
urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi. 1,2

3. Uretrotomi eksterna

Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian


dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara
ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. 1,2

Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan
fibrotik. 1,2

Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit


jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa
uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari. 1,2

Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru. 1,2

4. Uretroplasty

Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm


atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi
Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah
striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan

15
dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit
preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya. 1,2

2.10 KOMPLIKASI

1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot
kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian
akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal
terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi
timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah
penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan
divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan
mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.5

2. Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul
residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan
dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan
normal residu ini tidak ada. 5

3. Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli
akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal. 5

4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi

16
maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan
timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal
dengan segala akibatnya. 5

5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi

Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine
yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat
urine, kalau tidak diobati infiltrate urine akan timbul abses, abses pecah timbul
fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur. 5

2.11 PROGNOSIS

 Striktura urethra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering


menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter.
 Observasi dilakukan selama 1 tahun
 Kontrol berkala dilakukan dengan melakukan evaluasi pancaran kencing.9

17
BAB III

KESIMPULAN

Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena


fibrosis.3 Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil
dan bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi,
urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis
yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi
urine.9

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik.


Diagnosis pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi
dan panjang striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra. 9

Striktura urethra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Observasi dilakukan selama 1 tahun.
Kontrol berkala dilakukan dengan melakukan evaluasi pancaran kencing. 9

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. 1994. Uretra. Dalam: Sistem Urogenital, Buku Ajar


Bedah Bagian 2, hal.463. EGC. Jakarta.
2. Anonym. 2007. Urinary Bladder And Urethra – Male. http://www.ivy-
rose.co.uk/Topics/Urinary_Bladder_Urethra_Male.htm.
3. Sabiston, David C. 1994. Penyakit Striktur Uretra. Dalam: Sistem
Urogenital, Buku Ajar Bedah Bagian 2, hal.488. EGC. Jakarta.
4. Anonim. 2005. Urinary System. Accessed:
http://faculty.southwest.tn.edu/rburkett/urinar28.jpg.
5. Jong, Wim De, R. Sjamsuhidayat. 2004. Striktur Uretra. Dalam: Saluran
Kemih Dan Alat Kelamin Lelaki, Buku Ajar Ilmu Bedah hal.752. EGC.
Jakarta.
6. Anonim. 2005. Urethral Stricture. Accessed:
http://www.patient.co.uk/showdoc/urethral-stricture.htm.
7. Wessells, Hunter. 2005. Urethral Stricture Disease. Accessed:
http://depts.washington.edu/uroweb/images/stricture_slide1.jpg.
8. Anonim. 1992. Striktura Uretra. Dalam: Pedoman Diagnosis Dan Terapi
Ilmu Bedah RSUP Denpasar, hal.99. LAB/ UPF ILMU BEDAH FK
UNUD. Bali.
9. Anonim. 2007. Urethral Stricture. Accessed:
http://www.med.umich.edu/1libr/urology/umurethral_stricture.htm.

19

Anda mungkin juga menyukai