Gagal Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah
secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme jaringan
dalam hal ini nutrisi dan juga oksigen pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke
dalam jantung masih cukup tinggi. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung kongestif /
CHF termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang
dari normal.
Dampak dari penyakit gagal jantung ini secara cepat berpengaruh terhadap kekurangan
penyediaan darah, sehingga menyebabkan kematian sel akibat kekurangan oksigen yang dibawa
dalam darah itu sendiri. Kurangnya suplay oksigen ke otak (Cerebral Hypoxia), menyebabkan
seseorang kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba yang bisa berakibat pada
keadaan terburuk yaitu kematian.
Patofisiologi dari gagal jantung kongestif CHF ini bahwa setiap hambatan pada aliran
(forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan
aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran ( forward failure ) akan menimbulkan adanya
gejala backward failure dalam sirkulasi aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada
kegagalan jantung adalah upaya untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.
Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung adalah berupa dilatasi ventrikel,
hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan vasokontriksi perifer,
peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan ekstraksi
oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri bersama-sama dalam keadaan
gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala
gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut Gagal Jantung
Kongestif / CHF.
Klasifikasi gagal jantung
Tiga mekanisme kompensasi berusaha untuk mempertahankan fungsi pompa jantung normal
yaitu peningkatan respons sistem saraf simpatis, respons frank starling, dan hipertrofi otot
jantung.
1. Stimulasi simpatis
Pada CHF, stimulasi sistem saraf simpatis adalah paling berperan sebagai mekanisme
kompensasi segera. Stimulasi dari reseptor adrenergik menyebabkan peningkatan denyut
jantung, kemampuan kontraksi jantung dan vasokontriksi pada vena dan arteri. Sebagai
akibat vasokontriksi vena, maka akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga
akan meningkatkan preload. Aliran darah balik dari jaringan perifer ke organ-organ besar
dan afterload menunjukkan peningkatan vasokontriksi arteriole. Keadaan vasokontriksi
pada arteri renal akan membuat aliran darah di ginjal berkurang dan ginjal memberi reaksi
berupa retensi garam dan air.
2. Respons frank starling
Respons frank starling meningkatkan preload, dimana membantu mempertahankan curah
jantung. Pada reaksi ini, serabut-serabut otot jantung berkontraksi secara lebig kuat dan
lebih banyak diregang sebelum berkontraksi. Dengan terjadinya peningkatan aliran balik
vena ke jantung, maka serabut-serabut oto diregang sehingga memberikan kontraksi yang
lebih kuat kemudian akan meningkatkan volume sekuncup, yang berakibat pada
peningkatan curah jantung.
3. Hipertrofi miokard
Hipertrofi miokard dengan atau tanpa dilatasi ruang, tampak sebagai suatu penebalan dari
dinding jantung menambah massa otot, mengakibatkan kontraktilitas ebih efektif dan
lebih lanjut meningkatkan curah jantung.
Semua mekanisme kompensasi berindak terutama untuk mengembalikan curah jantung
mendekati normal. Bagaimanapun, selama kegagalan jantung berlangsung, penyesuaian
sirkulasi jantung dan perifer ini dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi pompa
jantung karena semua mekanisme tersebut memperbesar peningkatan konsumsi oksigen
untuk otot jantung. Pada saat itulah gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung
berkembang.
Gagal jantung kongestif (CHF) dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut NYHA yaitu :
1. NYHA I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.
2. NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-
hari.
3. NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
4. NYHA IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
Faktor pencetus dari penyakit gagal jantung kongestif berupa hal sebagai berikut :
1. Infark Miocard. Infark miocard ini disebabkan oleh karena penyakit arteri koroner yang
berefek kepada miokardium (kardiomiopati)karena terganggunya aliran darah keotot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan asam laktat. Infark miokard
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah
kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati
dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).
2. Hipertensi. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban
kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi
miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung,
karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal,
akhirnya terjadi gagal jantung.
4. Stress emosional.
5. Aritmia.
6. Emboli paru.
7. Kehamilan / persalinan.
Dalam penyakit gagal jantung kita mengenal akan gagal jantung kanan dan gagal jantung
kiri.Berikut mekanisme dari gagal jantung tersebut :
Gagal Jantung Kiri. Dalam hal ini ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru
sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong
kejaringan paru. Tanda-tanda bila mengalami gagal jantung kiri yaitu :
(dispnoe,batuk,mudah lelah,takikardia,bunyi jantung S3,cemas,gelisah). Dispnoe karena
karena adanya penimbunan cairan dalam alveoli, ini biasa terjadi saat istirahat / aktivitas.
Orthopnoe ialah kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari
(paroximal nocturnal dispnoe/PND). Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk
basah disertai bercak darah.Mudah lelah hal ini diakibatkan curah jantung berkurang dan
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan. Gelisah dan cemas akibat
gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan/kesulitan bernafas.
Gagal Jantung Kanan. Hal ini karena sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara
normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema
ekstremitas (pitting edema :oedem dg penekanan ujung jari), penambahan BB,
hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum),
anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.Oedema ini mulai dari kaki dan tumit,
bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenitalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
3. Pemeriksaan EKG. Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung
( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor pencetus akut
( infark miocard, emboli paru ).
A. PENGERTIAN
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal.
Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi
atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan
keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma,
tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
B. ETIOLOGI
Di negara – negara berkembang, penyebab tersering adalah :
2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya
miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis
viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati
idiopatik).
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau
pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat
meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung
meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat
menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan
sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi
jantung.
C. PATOFISIOLOGI
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara
sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau
afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua
ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir
diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi
dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan
tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi
pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan
menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac
output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal,
akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan
yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan
preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi
itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sistem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer, adaptasi ini dirancang
untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat
malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga
merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat
meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan
menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan
dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat
vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida
natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi
resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor :
1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
b/d perubahan panjang regangan serabut jantung
3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-hari
Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas IV : bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring
E. MANIFESTASI KLINIK
2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung
3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke
alveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak nafas.
4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan
penambahan berat badan.
5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi
jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal menyebabkan
sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume
Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel kanan dan
ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering
mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru akut.
Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan
tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya :
(dispnu, batuk, mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3, cemas,
gelisah). Dispnu karena menimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi saat istirahat /
aktivitas.
Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari (paroximal
nocturnal dispnu / PND)
Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah
Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi
yg digunakan.
Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas.
Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat
sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting edema), penambahan
BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga
peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.
Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia
eksterna dan tubuh bagian bawah.
Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada
diafragma dan distress pernafasan.
Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga
abdomen
Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi
penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dg istirahat.
Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk
sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah dapat menunjukan anemia, merupakan suatu penyebab gagal jantung output
tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya
3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia
prerenal
5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau
mieksedema tersembunyi
6. Pemeriksaan EKG
7. Radiografi dada
8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis
gerakan dinding regional
9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.
G. KOMPLIKASI
1. Tromboemboli
Resiko terjadinya bekuan vena ( trombosis vena dalam DVT/deep venous thrombosis dan
emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang menyebabkan perburukan dramatis.
Dapat diberikan digoxin atau β-Bloker dan pemberian warfarin.
4. Aritmia Ventrikel
Sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak ( 25-50%
kematian pada CHF ).
H. PENATALAKSANAAN
1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapat
diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.
2. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr
garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil
dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
3. Terapi diuretic
7. Terapi vasodilator
10. Antikoagulan
14. Kardoimioplasti
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN CHF (CONGESTI HEARTH FAILURE)
(Analisa Data Dan Masalah Keperawatan)
↓ curah jantung
Ekstremitas dingin
↑ pengaktifan ↑ ADH ↑ RAA Ketidak efektifan
simpatis perfusi jaringan Kapiler refill ↓
perifer
Sekresi vasokontrik Perfusi jaringan ↓
Katekolamin ↑ BP
aldosteron si perifer
↑ KERJA JANTUNG
Bendungan Transudasi cairan - Intoleransi aktivitas,
& vena - gangguan pola tidur
Mekanisme kompencasi Pulmonal ↑
berjalan terus menerus Penumpukan
Dispneu,, orthopneu, PND
cairan di
Alveoli
↑ LVDEP, Ggn
CH pertukaran gas Tek. Diastole akhir
↑ LAP
F Edema paru ventrikel kiri
meningkat
↑ CVP, ↑ JVP
ronkhi
Pola napas
Tekanan atrium
Hepatomegali tidak efektif
kanan ↑
Tujuan utama mencakup mencegah nyeri, mengurangi resiko penurunan curah jantung,
meningkatkan kemampuan perawatan diri, mengurangi cemas, menghindari salah pemahaman
terhadap sifat dasar penyakit dan perawatan yang diberikan, mematuhi program perawatan dini
dan mencegah komplikasi
m. Monitor serum digitalis secara periodik dan efek samping obat-obatan serta tanda-tanda
peningkatan ketegangan jantung.
n. Jangan memberikan digitalis bila didapatkan perubahan denyut nadi, bunyi jantung,atau
perkembangan toksisitas digitalis dan segera laporkan kepada tim medis.
Rasionalnya: toksisitas digitalis menimbulkan rigiditas miokard, menurunkan currah
jantung dan menurunkan perfusi.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru sekundr
terhadap satus hemodinamik tidak stabil.
Potensial komplikasi: hipoksia berat
Data penunjang: sesak nafas, nyeri dada, batuk, letargi, keletihan. Agitsi , sianosis,
wheezing, rales, retaksi intercosta, pernafasan cuping hidung, nilai AGD abnormal,
takipneu/ortophneu, kulit kuning pucat.
Tujuan: mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan
oksigenasi jaringan.
Kriteria hasil: keluhan sesak nafs hilang, nyeri dada, batuk hilang, tanda sianosis hilang,
bunyi nafas normal, nilai AGD dalam batas normal.
Intervensi;
a. Posisi tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung.
b. Bed rest total dan batasi aktivitas selama periade sesak nafas, bantu mnegubah posisi.
Rasional a-b : manfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi konsumsi oksigen miokard.
c. Auskultasi suara nafas, observasi kecepatan pernafasan dan kedalaman (pola nafas) tiap
1-4 jam.
d. Monitor tanda dan gejala edema pulmonal ( sesak nafas saat aktivitas: ortopneu, batuk,
takipneu: sputun mukosam, bau, jumlah, warna, viskositas,
e. Monitor tanda dan gejala hipoksi: ( perubahan nilai gas darah: takikardi: peningkatan
sistolik tekanan darah: gelisah, bingung, pusing, nyeri dada, sianosis dibibir, dan
amembran mukosa.
f. Observasi tanda-tanda kesulitan respirasi, pernafasan cheyne stoke, segera laporkan tim
medis.
Rasionalnya c-f : terdengarnya krskles, orthopnea, sianosis mengindikasikan kongesti
pulmunal, akibat peningkatan tekanan jantung kiri. Tanda dan gejala hipoksia
mengindikasikan tidak adekuatnya perfusi jaringan akibat kongesti pulmonal dari gagal
jantung kiri.pernafasan cheyne stoke mengindikasikan kerusakan pusat nafas diotak,
akibat penurunan perfusi otak.
g. Kolaborasi medis untuk terafi dan tindakan
- Pemberian oksigen dan observasi klien dan efek pemberian oksigen.
Rasionalnya: dapat meningkatkan suplai oksigen miokardium.
- Diuretik dan suplemen kalium
Rasionalnya: menurunkan volume cairan ektraseluler, mencegah hipokalemi atas
pemberian diuretik.
- Bronkodilator
Rasionlnya: membebaskan jalan nafas, meningkatkan inhalasi oksigen.
- Sodium nitropuside dan sodium bikarbonat.
Rasionalnya: relaksasi otot polos arteri dan vena, menurunkan tahanan perifer,
mengoreksi asidosis metabolik.
h. Monitor efek yang diharapkan, efek samping dan toksisitas dari terapi yang diberikan.
Rasionalnya : efek samping obat yang membahayakn harus dikaji dan dilaporkan.
i. Kolaborasi tim gizi
Rasionalnya; diet rendah garam dapat menurunkan volume vaskuler akibet retensi
cairan.
Daftar pustaka
I. PEMBAHASAN
Pada kasus pemicu 1 klien berusia 55 tahun dengan riwayat hipertensi 5 tahun dengan
pengobatan tidak teratur. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya CHF,
seperti dijelaskan pada sebelumnya hipertensi menyebabakan jantung bekerja lebih, pada
saat tertentu otot jantung mengalami penebalan ( hipertrofi otot) efek hipertrofi dapat
dianngap sebagai mekanisme kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung.
Hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara normal maka yang terjadi adalah
jumlah darah yang keluar jantung akan mengalami penurunan akibatnya jantung tidak
dapat memompa darah sesuai kebutuhan tubuh.
Data yang lain didapat yang memepengaruhi CHF yaitu klien bekerja sebagai sopir
angkot dan berasal dari suku jawa. Dimana kondisi pekerjaan juga berpengaruh pada
risiko CHF seperti tingkat stress dan kebiasaan di lingkungan kerja seperti merokok.
Sedangkan pengkajian pada suku jawa dimana akan didapat kebiasaan suku jawa untuk
mengkonsumsi makanan manis sehingga beisiko untuk terkena Diabetes Melitus juga
berpotensi menjadi Hipertensi penyebab CHF.