A. Kasus 1
SKENARIO 2A
1
6) Mengeringkan daerah yang akan dianestesi dengan kassa dan
dilanjutkan dengan melakukan tindakan asepsis pada rongga mulut
pasien dengan povidone iodine 10% bila perlu.
7) Semprotkan Klor etil pada dua kain kasa atau kapas tunggu hingga
kasa atau kapas terjadi efek salju, kemudian letakkan pada membrane
mukosa labial dan lingual di daerah apeks gigi 81. Pertahankan bahan
tersebut pada tempatnya, setelah menimbulkan efek anestesi maka
pencabutan sudah dapat dilakukan (Howe dan Whitehead, 2013).
3. Teknik ekstraksi
a. Persiapan
1) Posisi operator berada dipukul 9-10
2) Dental chair diposisikan lebih rendah, sehingga sudut antara dental
chair dengan bidang horizontal kira-kira 110º.
3) Oklusal gigi rahang bawah pasien terletak paralel dengan bidang
horizontal ketika pasien membuka mulut.
4) Tangan bebas atau tangan kiri memfiksasi mandibula dengan cara jari
telunjuk berada pada posisi lingual dan ibu jari berada pada labial gigi
81.
5) Penerangan adekuat dengan menggunakan lampu multifokus sehingga
dapat mengurangi daerah gelap dan meminimalisir bayangan kepala
dan bahu operator atau asisten (Pedersen, 2013).
b. Alat, bahan, dan penerangan prosedur ekstraksi
1) Tang mahkota anterior insisivus rahang bawah desidui
2) Kapas atau kassa
3) Larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)
4) Bahan anestikum ( Chlor ethil spray)
c. Prosedur ekstraksi
1) Posisi operator berada pada arah jam 7-9 dari pasien.
2) Dental chair diposisikan lebih rendah, sehingga sudut antara dental
chair dengan bidang horizontal kira-kira 110º. Oklusal gigi rahang
bawah paralel dengan bidang horizontal ketika pasien membuka
mulut.
2
3) Mengecek anestetikum dapat dilakukan dengan elevator atau sonde.
4) Gigi insisivus bawah dicabut dengan menggunakan tang mahkota
anterior rahang bawah desidui
5) Teknik memegang gigi yang digunakan pinch grasp dengan telapak
menghadap ke bawah. Teknik pinch grasp efektif tergantung pada
retraksi pipi atau bibir dan stabilitas prosesus alveolaris.
6) Letakkan ujung tang (paruh) pada bagian labial dan lingual gigi 81
sampai cervical gigi.
3
1) Medikasi
Berdasarkan kasus, pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik. Oleh karena itu, peresepan obat yang dapat diberikan berupa
analgesik ibuprofen sirup dengan sedian 60 ml, diminum 3 kali sehari
setiap 8 jam sekali sebanyak 1 sendok takar setiap minum (5ml), di
minum kurang lebih 1 jam setelah makan dan hanya digunakan selama
sakit/ nyeri masih ada (Yagiela, 2011).
2) Instruksi
Instruksi pasca ekstraksi yang dapat berikan pada pasien dan
orangtuannya adalah sebagai berikut:
(a) Pasien diminta menggigit kapas atau kasa selama 30 menit - 60
menit karena dapat membantu pembekuan darah. Rasa sakit
biasanya akan muncul saat efek anestesi telah hilang. Jangan
diisap-isap
(b) Jangan gigit-gigit bibir atau lidah yang terasa tebal atau keanehan
yang terjadi dalam rongga mulut
(c) menghindari makan makanan yang keras
(d) Tampon dapat diganti oleh orangtuannya sendiri jika dirasa sudah
terlalu basah
(e) Jangan terlalu sering berkumur terlalu keras
(f) Minumlah obat sesuai aturan
(g) Jangan minum atau makan yang panas
(h) Segera kembali ke dokter apabila terjadi hal yang tidak diinginkan
(Pedersen, 2013).
3) Edukasi
Pasca pencabutan pasien diedukasi mengenai pemeliharaan oral
hygiene dan menghindari makan-makanan yang mengandung banyak
gula. Pasien diingatkan agar tidak berkumur pada 24 jam pertama
pasca pencabutan. Setelah itu, pasien dapat berkumur dengan air
garam 3 kali sehari selama 3-4 hari. Gigi dapat dibersihkan
menggunakan sikat gigi dan dental floss, namun harus menghindari
daerah pencabutan (Fragiskos, 2007).
4
B. Kasus 2
SKENARIO 2B
5
6) Mengeringkan daerah yang akan dianestesi dengan kassa dan
dilanjutkan dengan melakukan tindakan asepsis pada rongga mulut
pasien dengan povidone iodine 10% pada trigonum retromolar.
7) Jari telunjuk diletakkan pada retromolar pad, geser ke lateral untuk
meraba linea oblique eksterna, kemudian ke arah median untuk
mencari linea oblique interna, ujung lengkung kuku berada di linea
oblique interna dan permukaan samping jari berada di bidang oklusal
gigi rahang bawah.
8) Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku, dari sisi rahang
yang tidak dianestesi yaitu kontralateral regio inter premolar, setelah
itu dorong hingga ujung jarum bertemu tulang.
9) Spuit digeser ke arah ipsilateral, sejajar dengan bidang oklusal dan
jarum ditusukan menyusuri tulang hingga ujung jarum terbebas dari
tulang dan spuit di geser ke arah kontralateral inter insisivus kemudian
didorong hingga menetuk tulang kurang lebih 2/3 dari panjang jarum.
10) Melakukan aspirasi, apabila hasilnya negatif maka deponirkan
anestetikum sebanyak 1 cc secara perlahan untuk menganestesi n.
Alveolaris inferior.
11) Kemudian tarik ½ dari panjang jarum, lakukan aspirasi. Apabila
hasilnya negatif maka deponirkan 0,5 cc secara perlahan untuk
menganestesi nervus lingualis.
12) Kemudian tarik jarum keluar secara perlahan dan massage pada
bagian tersebut.
13) Apabila terlihat warna pucat pada mukosa di sekitar trigonum
retromolar dan bagian lingual menunjukan anestesi berhasil dilakukan.
14) Setelah dilakukannya mandibular anestesi, lakukan anestesi teknik
buccalis nerve block
15) Masukan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat didepan
gigi molar pertama. Perlahan lahan tusukan jarum sejajar dengan
corpus mandibula dengan bevel mengarah ke bawah ke suatu titik
sejauh molar ketiga, anastetikum dideponir perlahan lahan seperti
pada waktu memasukan jarum melalui jaringan (Purwanto, 2013).
6
3. Teknik Ekstraksi
a. Persiapan
1) Posisi operator berada dipukul 9-10
2) Dental chair diposisikan lebih rendah, sehingga sudut antara dental
chair dengan bidang horizontal kira-kira 110º.
3) Oklusal gigi rahang bawah pasien terletak paralel dengan bidang
horizontal ketika pasien membuka mulut.
4) Tangan bebas atau tangan kiri memfiksasi mandibula dengan cara jari
telunjuk berada pada posisi bukal dan ibu jari berada pada lingual gigi
47.
5) Penerangan adekuat dengan menggunakan lampu multifokus sehingga
dapat mengurangi daerah gelap dan meminimalisir bayangan kepala
dan bahu operator atau asiste (Pedersen, 2013).
b. Alat, bahan, dan penerangan prosedur ekstraksi
1) Tang mahkota posterior molar rahang bawah
2) Kapas atau kassa
3) Bein
4) Raspatorium
5) Bone curet
6) Spuit
7) Needle holder
8) Lidah ular
9) Klem arteri
10) Rootpick
11) Bur tulang
12) Anestetikum lidokain 2% epineprin 1:100.000
13) Larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)
c. Prosedur ekstraksi
1) Posisi operator berada pada arah jam 9 - 10 dari pasien.
2) Dental chair diposisikan lebih rendah, sehingga sudut antara dental
chair dengan bidang horizontal kira-kira 110º. Oklusal gigi rahang
7
bawah paralel dengan bidang horizontal ketika pasien membuka
mulut.
3) Mengecek anestetikum dapat dilakukan dengan elevator atau sonde.
4) Gunakan elevator untuk membuka gingiva dari soket yaitu gigi 47.
5) Membuka jaringan lunak di sekitar gigi menggunakan bein elevator
dengan menginsersikan pada regio mesio-gingival interproksimal atau
paralel dengan permukaan akar gigi yang akan dicabut. Elevator
ditekan ke apikal dan luksasi ke bukal. Hindari tekanan yang
berlebihan, karena dapat menyebabkan fraktur gigi dan meleset.
6) Arah ekstraksi lebih dominan gerakan luksasi ke arah lingual dan arah
keluar giginya ke arah bukal.
7) Tang mahkota posterior molar rahang bawah gigi permanen
digunakan untuk mengekstraksi gigi 47 dengan teknik luksasi serta
teknik ekstraksi dengan pegangan pinch graps.
8) Forceps dipegang oleh tangan yang dominan dengan ibu jari
diletakkan sekaligus diantara handle di belakang hinge, sehingga
tekanan yang diaplikasikan ke gigi terkontrol. Paruh forceps
diletakkan pada cervical gigi, paralel dengan akar gigi, tanpa
memegang tulang atau gingiva pada waktu yang sama. Gerakan
pencabutan pertama diaplikasikan dengan lembut
9) Posisi tangan bebas yaitu jari telunjuk berada darah bukal, ibu jari
berada pada daerah lingual.
10) Lakukan prosedur ekstraksi dengan cepat, karena jika terlalu lama
pasien bisa mengalami trauma post ekstraksi gigi.
11) Setelah pencabutan gigi dilakukan tindakan memeriksa secara teliti
pada alveolus dengan menggunakan kuret. Tindakan ini bertujuan
untuk mengambil keping-keping atau potongan-potongan tulang,
jaringan patologis periodontal.
12) Membersihkan soket gigi harus bersih hingga keluar darah segar dan
jangan sampai soket mengalami keringan.
13) Lakukan kompresi, merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi
tulang alveolus yang mengalami ekspansi pada waktu pencabutan.
8
Kompresi dapat dilakukan dengan menjepit daerah bekas pencabutan
dengan ibu jari dan telunjuk yang diberi kassa. Tindakan ini
merupakan alveoplasti sederhana yang bertujuan untuk memberikan
kenyamanan pasien, pembekuan darah, dan mempercepat proses
penyembuhan luka (Fragiskos, 2007 dan Pedersen, 2013).
9
(b) Apabila terjadi pembengkakan, pasien diinstruksikan untuk
mengkompres dengan es (kantung plastik kecil yang diisi gerusan
es dan dibungkus dengan dua lapis kain) yang dapat ditempelkan
pada wajah di dekat tempat pencabutan. Selama 24 jam pasca
pencabutan, dianjurkan aplikasi dingin selama 30 menit. Hal ini
dilakukan untuk membantu mengurangi terjadinya pembengkakan
dan rasa sakit
(c) Pasien diinstruksikan untuk menghindari makan makanan yang
keras karena dapat menyebabkan kerusakan pada daerah
pencabutan
(d) Pasien diinstruksikan untuk tidak menghisap daerah bekas
pencabutan
(e) Pasien diinstruksikan untuk tidak meludah terlalu sering
(f) Pasien diinstruksikan untuk tidak mengunyah permen karet atau
merokok
(g) Pasien diinstruksikan untuk tidak memberikan rangsang panas
pada daerah wajah di dekat daerah pencabutan
(h) Pasien diinstruksikan untuk menaati aturan pemakain obat yang
diberikan
(i) Pasien diinstruksikan untuk melakukan kontrol yaitu satu minggu
pasca operasi apabila terdapat jahitan pada luka atau 4-5 hari
pasca pencabutan. Pada waktu pasien datang lagi, pertanyaan
diarahkan kepada daerah mana yang terasa sakit setelah
pencabutan dan cukup atau tidak obat analgesik yang diberikan.
Selanjutya periksa dengan cermat pada daerah bekas pencabutan,
untuk menentukan ada atau tidaknya beku darah, dan kualitasnya.
Apabila terjadi dry socket (alveolitis), maka diperlukan perawatan
dengan irigasi larutan salin steril yang hangat dan penutupan
dengan pembalut (dressing) obat-obatan. Dry socket merupakan
kondisi beku darah yang melebihi ketinggian alveolus dan
berwarna abu-abu yang menunjukkan gagalnya pembentukan beku
darah, misalnya karena lisis (Pedersen, 2013).
10
3) Edukasi
Pasca pencabutan pasien diedukasi mengenai pemeliharaan oral
hygiene. Pasien diingatkan agar tidak berkumur pada 24 jam pertama
pasca pencabutan. Setelah itu, pasien dapat berkumur dengan air
garam 3 kali sehari selama 3-4 hari. Gigi dapat dibersihkan
menggunakan sikat gigi dan dental floss, namun harus menghindari
daerah pencabutan (Fragiskos, 2007).
C. Kasus 3
SKENARIO 2C
11
antiseptik dapat ditambahkan povidon iodin, kasa dan kapas (Pedersen,
2013).
e. Prosedur anestesi
1) Dudukkan pasien pada dental chair
2) Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
3) Memakai pelindung seperti masker dan handscoon
4) Melakukan komunikasi yang baik dengan menjelaskan prosedur yang
akan dilakukan
5) Persiapan pasien terlebih dahulu pada posisi semisupine.
6) Mengeringkan daerah yang akan dianestesi dengan kassa dan
dilanjutkan dengan melakukan tindakan asepsis pada rongga mulut
pasien dengan povidone iodine 10%
7) Melakukan anestesi topikal dengan ligdokain 10% sediaan spray.
Larutan anestesi disemprotkan pada gulungan kecil kapas, kemudian
kapas tersebut diletakkan pada daerah yang akan disuntikkan selama
kurang lebih 1 menit.
8) Anestesi nervus alveolaris media dengan titik suntikan berada pada
lipatan mukobukal diatas gigi premolar pertama. Sebelum injeksi,
lakukan aspirasi, apabila negatif deponirkan cairan anestetikum secara
perlahan sebanyak 1-2 cc.
9) Anestesi nevus alveolaris posterior dengan titik suntikan berada pada
lipatan mukobukal diantara akar molar pertama dan molar kedua.
Sebelum injeksi, lakukan aspirasi, apabila negatif deponirkan cairan
anestetikum secara perlahan sebanyak 1-2 cc.
10) Anestesi nervus palatinus mayor. Nervus palatinus mayor
menginervasi 2/3 mukoperiosteum palatum sampai ke daerah kaninus.
Titik suntikan terletak pada sekitar 1 cm ke media dari bagian distal
gigi molar kedua maksila. Injeksikan anestetikum sedikit ke mesial
dari titik tersebut dari sisi kontralateral sebanyak 0,5 cc.
11) Kemudian tarik jarum keluar secara perlahan dan massage pada
bagian-bangian yang sudah dianestesi (Purwanto, 2013).
12)
12
3. Teknik Ekstraksi
a. Persiapan
1) Posisi operator berada dipukul 9-10
2) Posisi mulut pasien harus sama tingginya dengan bahu operator dan
sudut antara dental chair dengan bidang horizontal (lantai) kira-kira
120º.
3) Sudut antara oklusal gigi rahang atas kira-kira 45º dengan bidang
horizontal ketika pasien membuka mulut.
4) Tangan bebas atau tangan kiri memfiksasi maxilaris dengan cara jari
telunjuk berada pada posisi bukal dan ibu jari berada pada lingual gigi
25 dan 26
5) Penerangan adekuat dengan menggunakan lampu multifokus sehingga
dapat mengurangi daerah gelap dan meminimalisir bayangan kepala
dan bahu operator atau asisten (Pedersen, 2013).
b. Alat, bahan, dan penerangan prosedur ekstraksi
1) Tang radix posterior rahang bawah
2) Kapas atau kassa
3) Bein
4) Raspatorium
5) Bone curet
6) Spuit
7) Needle holder
8) Lidah ular
9) Klem arteri
10) Rootpick
11) Bur tulang
12) Anestetikum lidokain 2% epineprin 1:100.000
13) Larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)
c. Prosedur Ekstraksi
1) Posisi operator berada pada arah jam 9-10 saat melakukan ekstraksi.
13
2) Posisi mulut pasien harus sama tingginya dengan bahu operator dan
sudut antara dental chair dengan bidang horizontal (lantai) kira-kira
120º. Sudut antara oklusal gigi rahang atas kira-kira 45º dengan
bidang horizontal ketika pasien membuka mulut.
3) Mengecek anestetikum dapat dilakukan menggunakan sonde atau
elevator.
4) Memegang dan meretraksi mulut pasien dilakukan dengan
menggunakan teknik pinch grabs.
5) Memegang tang radix posterior rahang atas gigi permanen harus
mantap sehingga tang tidak mudah meleset.
6) Posisikan tangan bebas dengan jari telunjuk berada pada bagian bukal,
ibu jari berada pada bagian palatum.
7) Tahap pertama ekstraksi akar 25 dan 26 yaitu membuat flap
mukoperiostal dengan desain flap envelope yang diperluas ke dua gigi
anterior dan satu gigi posterior atau dengan perluasan ke bukal/labial.
8) Setelah flap mukoperiostal terbuka secara bebas selanjutnya dilakukan
pengambilan tulang pada daerah bukal/labial dari gigi yang akan
dicabut, atau bisa juga diperluas kebagian posterior dari gigi yang
akan dicabut.
9) Jika tang akar/ elevator memungkinkan masuk ke ruang ligamen
periodontal, maka pengambilan dapat digunakan tang sisa akar atau
bisa juga menggunakan elevator dari bagian mesial atau bukal gigi
yang akan dicabut.
14
10) Namun, jika akar gigi terletak di bawah tulang alveolar dan tang akar/
elevator tidak dapat masuk ke ruang ligamen periodontal maka
diperlukan pengambilan sebagian tulang alveolar.
11) Pengambilan tulang diusahakan seminimal mungkin untuk
menghindari luka bedah yang besar. Pengambilan tulang alveolar
dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, pengambilan tulang
dilakukan dengan ujung tang akar bagian bukal menjepit tulang
alveolar. Kedua, pembuangan tulang bagian bukal dengan bur atau
chisel selebar ukuran mesio-distal akar dan panjangnya setengah
sampai dua pertiga panjang akar.
12) Jika dengan cara ini tidak berhasil maka pembuangan tulang bagian
bukal diperdalam mendekati ujung akar dan dibuat takikan dengan bur
untuk penempatan elevator.
13) Apabila sulit dilakukan pencabutan dengan tang cabut, maka gigi
26 perlu dilakukan separasi ketiga akar gigi tersebut.
14) Separasi menggunakan bor tulang dan yang pertama diseparasi
adalah akar palatal dari kedua akar bukalnya dengan arah separasi
mesio-distal.
15) Setelah akar palatal terpisah, maka separasi akar mesiobukal dengan
akar distobukal dan arah preparasinya buko-palatal
15
17) Kemudian akar gigi distobukal yang telah goyah dicabut dengan
tang sisa akar.
16
ekstraksi. Ibuprofen dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit.
Dosis yang dapat diberikan yaitu 500 mg setiap 6 jam sekali dalam
sehari yang digunakan selama sakit/ nyeri masih ada (Yagiela, 2011).
2) Instruksi
Setelah tindakan ekstraksi perdarahan dapat dikontrol dengan cara
pasien diminta menggigit kapas atau kasa selama 30 menit - 60 menit.
Hal yang harus dilakukan oleh pasien setelah tindakan bedah adalah
menaati aturan pakai obat, kontrol perdarahan dapat dilakukan dengan
kompres menggunakan air es pada daerah wajah dekat daerah
pencabutan. Sebaliknya, hal yang harus dihindari setelah ekstraksi
adalah makan makanan yang keras atau panas, makan permen karet,
merokok, mengisap bagian pencabutan, meludah (Pedersen, 2013).
3) Edukasi
Pasca pencabutan pasien diedukasi mengenai pemeliharaan oral
hygiene dan menghindari makan-makanan yang mengandung banyak
gula. Pasien diingatkan agar tidak berkumur pada 24 jam pertama
pasca pencabutan. Setelah itu, pasien dapat berkumur dengan air
garam 3 kali sehari selama 3-4 hari. Gigi dapat dibersihkan
menggunakan sikat gigi dan dental floss, namun harus menghindari
daerah pencabutan (Fragiskos, 2007).
17
DAFTAR PUSTAKA
Howe, G. L., Whitehead, F.H., 2013, Anestesi Lokal Edisi III, EGC, Jakarta.
Pedersen, G. W., 2013, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC: Jakarta.
Yagiela, J. A., 2011, Pharmacology and Therapeutics for Dentistry, Ed. 6, Mosby
Elsevier, USA.
18