Gangguan Panik
Disusun oleh:
Urwatul Wutsqo
(2014730093)
Dosen Pembimbing:
dr. Agung Priyanto SpKJ
JAKARTA
2018
DAFTAR ISI
Daftar isi.................................................................................................................................1
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang ditandai
oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga, frekuensi serangannya
bervariasi mulai dari serangan terjadi lebih dari satu kali dalam setahun hingga serangan
yang terjadi beberapa kali dalam sehari. Serangan panik dapat pula terjadi pada jenis
gangguan cemas yang lain, namun hanya pada gangguan panik, serangan terjadi
meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas. 2,3
Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak
diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan
relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu
seperti palpitasi dan takipnea.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut DSM-V, gangguan panik adalah gangguan yang sekurang-kurangnya
terdapat 3 serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi stres berat
atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Gangguan panik bersifat rekuren
(kambuh) dan akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-duga
dan mencapai puncaknya kurang dari 10 menit. 2
2.2 Epidemiologi
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5-5 % dan untuk serangan panik adalah 3 – 5.6 %. Sebagai
contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang dipilih
secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8 %
untuk gangguan panik, 5,6 % untuk serangan panik, dan 2,2 % untuk serangan panik
dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.1,2
Jenis Kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun
kurangnya diagnosis gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi
yang tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-
3
Hispanik, dan kulit hitam adalah sangat kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenali
berperan dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau
perpisahan yang belum lama. Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda -
usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun, tetapi baik gangguan panik maupun
agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagai contohnya. gangguan panik telah
dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja. dan kemungkinan kurang diagnosis pada
mereka.1,2
Faktor Genetika
Bahwa gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka
prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik.
Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik
sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan
panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan
gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.1,2,4
Faktor Psikososial
Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon
yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan
klasik.1,2,4
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan
yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang
4
sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan
ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.1,2,4
Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik kemungkinan
melibatkan alam bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis
serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh
reaksi psikologis.1,2,4
5
Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya
berlangsung 20 sampai 30 menit dan jarang lebih lama dari 1 jam.1,2
Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara
seperti gagap, dan gangguan memori. Depresi derealisasi dan depersonalisasi bisa
dialami saat serangan panik. Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati
karena maslah jantug dan pernapasan. Sering pasien merasa seperti akan menjadi gila.
Gejala penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada
beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan
panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang
dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan
mental.2
Disamping agorapobia, fobia lain dan gangguan obsesi kompulsif dapat terjadi
bersama dengan gangguan panik. Akibat psikologis dari gangguan panik dan agorafobia
selain menolaak meninggalkan rumah, pertengkaran perkawinan, dapat berupa waktu
terbuang ditempat kerja, kesulitan finansial yang berhubungan dengan hilangnya
pekerjaan dan penyalahgunaan alkohol dan zat lain.2
2.6 Diagnosis
Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan
adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1
bulan terhadap: (1) serangan panik baru (2) konsekuensi serangan, atau (3) terjadi
perubahan perilaku yang signifikan berhubungan dengan serangan. Selain itu untuk
mendiagnosis serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala
berikut ini:
Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
Takut mati
Leher serasa dicekik
Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
Merasa sesak, bernapas pendek
Mual atau distress abdominal
6
Gemetaran
Berkeringat
Rasa panas dikulit, menggigil
Mati rasa, kesemutan
Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri) 2
Selama serangan panik pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa
ajalnya hampir menjelang akibat perasaan terkecekik dan berdebar-debar. Gejala lain
yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin,
timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.2
7
2.8 Terapi
2.8.1 Psikoterapi
Cognitive-behavioral therapy (CBT)
CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk
gangguan panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki
efikasi yang lebih tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah.
Selain itu tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan
terapi farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat dihasilkan dari
kombinasi CBT dan famakoterapi.4,5,6
8
Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala pusing, derealisasi,
dan pandangan menjadi kabur
Melakukan putaran pada kursi ergonomis – ini dapat mengakibatkan rasa
pusing dan disorientasi
Bernapas melalui pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi
saluran napas
Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman
menjelang ajal
Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada
Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya
dari teknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan
panik. Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi
merasakan kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga
beberapa minggu untuk dapat mencapai hal itu.1,2
Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar
melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak
napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika
pasien mulai menyadari hal tersebut maka secara otomatis, hippocampus dan
amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan ikut mempelajarinya sebagai hal yang
tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem simpatik akan ikut berkurang.1,2
2.8.2 Farmakoterapi
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan
panik, yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor).4,5,6
What are the first-line treatments? SSRIs and the SNRI venlafaxine
Cognitive-behavorial therapy
When should treatment be stopped because After 4-6 weeks
the lack of efficacy?
What if partial response occurs after 4-6 Treat another 4-6 weeks with increased dose
weeks? before changing the treatment strategy
9
What are the treatment options for treatment- - Switching from one SSRI to another
resistant cases? - Switching from venlafixine to an
SSRI or vice verca
- Switching to tricyclic antidepressants
- Switching to benzodiazepines,
reboxetine, phenelzine, or
moclobeminde.
- Switching to drugs that have been
effective in preliminary open studies
or case reports: mirtazapine,
valproate, inositol, ondansetron,
gabapentin, tiagabine, vigabatrin
- Switching to drugs that were
effective in other anxiety disorders in
double-blind, placebo-controlled
studies: duloxetine, quetiapine,
buspirone.
Can antipanic drugs be combined? Usually, monotherapy is the better option.
Combinations of drug may be used in
treatment-resistant cases. These combination
are supported by studies:
- Benzodiazepines may be used in
combination in the first weeks,
before onset of efficacy of the
antidepressants.
- Augmentation of fluoxetine with
pindodol
- Augmentation of clomipramine with
lithium
- Augmentation with olanzapine
Tabel 2. algoritme Penatalaksanaan Gangguan Panik (Stein, DJ et al. Textbook of Anxiety
Disorders, 2009)
10
1. Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam
rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan
panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu
ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.
11
Fluvoxamine
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada reuptake serotonin
neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-adrenergik, histamine
atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih sedikit dibanding obat-
obatan jeis trisiklik.
Citalopram
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif reuptake
serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat ini lebih
sedikit.
Escitalopram
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya mirip
dengan citalopram.
2. Golongan Tricyclic/Trisiklik
Golongan trisiklikzat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk
mengatasi depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan pilihan
pertama untuk terapi depresi. Meskipun masih dianggap memiliki efektifitas yang tinggi,
namun saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh golongan SSRI dan antidepresan
lain yang terbaru.5,6
Beberapa golongan trisiklik memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup
1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan. TCA
memiliki keunggulan dosis sekali sehari, berisiko rendah untuk terjadi ketergantungan.
Namun 35% penggunanya langsung menghentikan pengobatan karena efek samping yang
12
tidak menyenangkan. Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil untuk
menghindari amphetamine like stimulation. Biasanya pengobatan dengan menggunakan
trisiklik membtuhkan waktu sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon terapi.2
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau panik
yang resisten terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan trisiklik tidak
menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek sampingnya biasanya mendahului efek
terapi sehingga banyak pasien yang justru segera menghentikan pengobatan meskipun
efek terapinya belum tercapai.1,2
13
Desipramine
Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada celah sinaptik SSP
dengan ara menghambat reuptakenya di membran presinaptik. Hal ini dapat
menyebabkan efek desensitasi pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor
beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.
Clomipramine
Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada efeknya uptake
norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi metabolitnya,
desmethylclomipramine.
3. MAO Inhibitor
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis
antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa lalu
golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah
resisten terhadap golongan trisiklik.5
MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai
agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi migraine dan
penyakit parkinson karena target dari obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam
timbulnya nyeri kepala dan gejala parkinson.5,6
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini rendah dan
efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan trisiklik.
MAOI lebih efektif dibandingkan obat trisiklik, dan laporan anekdotal
menyatakan bahwa pasien yang tidak berespon terhadap trisiklik kemungkinan
berespon terhadap MAOI.5
14
Cara Kerja MAOI
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase,
sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan
meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A dan
MAO-B. MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine and
norepinephrine.Sedangkan MAO-B mendeaminasi phenylethylamine and trace
amines.Dopamine dideaminasi oleh keduanya.5
Phenelzine
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan dalam
mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui superioritas yang jelas
terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk mengatas gangguan panik.
Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap obat golongan
trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua.
Tranylcypromine
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara ireversibel
pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan meningkatkan
avaibilitas sinaptik.
15
Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati, makanan yang
difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa seperti kacang-kacangan.
Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari pengguna MAOI.
Tabel 3. Nama generik, golongan, sediaan, dan dosis anjuran anti panik1
2.8 Prognosis
walaupun gangguan panic merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan
fungis premorbid yang baik serta durasi serangan yang singkat bertendensi untuk prognosis
yang lebih baik.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan panik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya beberapa kali
serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan: (1)dengan keadaan dimana
sebenarnya secara objektif tidak berbahaya, (2) tidak terbatas pada situasi yang telah
diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya, (3)dengan keadaan relatif dari gejala-gejala
anxietas pada periode diantara serangan panik.
Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk menanganinya adalah terapi
CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi lini pertama dan golongan
benzodiazepine potensi tinggi, MAOI dan obat anti panic jenis lain menjadi terapi lini kedua.
CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi jangka panjang, namun efikasi terapi dapat
bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang jika CBT dikombinasikan dengan terapi
medikasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI. Jakarta: 2013.
hal 258-63.
2. Sadock J Bejamin, Sadock A Virginia. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi kedua.ECG
Jakarta:2010.hal 230 -33.
3. Departeman Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, cetakan pertama. hal. 177-9.
4. Stein DJ, Hollander E et al. Textbook of Anxiety Disorders. American Psychiatric
Publishing. 2009. hal399-435.
5. Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-Resistance in
Panic Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh
tanggal 18 Juli 2014.
6. Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic
Disorder. Second Edition. American Psychiatric Association guideline. 2009.
Diunduh tanggal 18 Juli 2014.
18