Anda di halaman 1dari 14

Bed Side Teaching

PERITONITIS TUBERKULOSA

Oleh:

Carlven Lenim 1740312408


Reno Hulandari 1840312244

Preseptor:
dr. Andi Friadi, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI RSUP DR M DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal


atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, dan
terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem
gastrointestinal, mesenterium dan organ genetalia interna.1

Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan


proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering
ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru
sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru
mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih
berlangsung di tempat lain.2 Di Negara yang sedang berkembang tuberkulosis
peritoneal masih sering dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di negara
Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun sudah jarang ada kecendrungan
meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan imigran. Karena
perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa
keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau
terlambat ditegakkan.3 Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai
penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak
terlalu menonjol.2

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan bed side teaching ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang Peritonitis TB.

1.3 Batasan Masalah


Batasan penulisan bed side teaching ini membahas mengenai Peritonitis TB.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan bed side teaching ini menggunakan metode penulisan tinjauan
kepustakaan merujuk pada berbagai literatur serta laporan kasus Peritonitis TB.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal
atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, dan
terlihat penyakit ini mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem
gastrointestinal, mesenterium dan organ genitalia interna. Penyakit ini jarang
berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosa di
tempat lain terutama dari tuberkulosis paru, namun sering ditemukan ketika
didagnosa bahwa proses tuberkulosa paru sudah tidak ada lagi. Hal ini bisa terjadi
karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah sembuh terlebih dahulu
sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain.

2.2. Epidemiologi
TB ekstrapulmonal ditemui pada 15-20% populasi dengan insiden HIV
rendah dan merupakan salah satu manifestasi TB ekstrapulmonal tersering. 2-5
Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan
perbandingan 1,5:1 dan lebih sering pada dekade ke 3 dan 4.4,5 Tuberkulosis
peritoneal dijumpai 2% dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari
Tuberkulosis Abdominal.5 Di Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam
terbanyak diantara penyakit extrapulmonal sedangkan peneliti lain menemukan
hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru
yang aktif.6,7 Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberkulosis peritoneal di
negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya
insiden AIDS di negara maju.1

2.3. Patogenesis
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui beberapa cara9
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai
akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang
terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses
primer terdahulu (infeksi laten “Dorman infection”).2

Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan


menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama
hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat,
jika organisme intraseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat.2

Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa :


1. Bentuk Eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang
banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites).
Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering
dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak
tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga
peritoneum. Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel
yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat
reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat
dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum
sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-
kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan
kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi
penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.8

2. Bentuk Adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak
banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan.
Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan
gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fistel. Hal ini
disebabkan karena adanya perlengketan - perlengketan. Kadang-kadang
terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan
peritoneum parietal kemudian timbul proses nekrosis. Bentuk ini sering
menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih
besar.

3. Bentuk Campuran
Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi
melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk
cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis
menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat
penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk eksudatif dan kemudian
bentuk adhesif.2 Pemberian hispatologi jaringan biopsi peritoneum akan
memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel sel
epitel dan sel datia langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan.2,9

2.4. Manifestasi Klinis


Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul
perlahan lahan sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan
ini. Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo
lama keluhan berkisar dari 2 minggu s/d 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16
minggu.1,2,10 Keluhan terjadi berupa nyeri perut, pembengkakan perut, berat badan
menurun, tidak nafsu makan, batuk dan demam.1,2,10-13 Pada yang tipe plastik sakit
perut lebih terasa dan muncul manisfestasi seperti sub obstruksi.2

Pada pemeriksaan jasmani gejala yang sering dijumpai adalah asites,


demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung
lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan
kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai
oleh proses tuberkulosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa
ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista
ovari.1,2 Fenomena papan catur yang selalu dikatakan karakteristik pada penderita
peritonitis tuberkulosa ternyata tidak sering dijumpai (13%).2,10

2.5. Diagnosis
Diagnosis peritonitis TB memerlukan tingkat kecurigaan klinis yang
tinggi. Konfirmasi mikrobiologis atau patologis biasanya diperlukan untuk
membuat diagnosis definitif. Baku emas diagnosis peritonitis TB tetap
laparoskopi dan biopsi peritoneal, namun pemeriksaan penunjang lain dapat
diakukan untuk mengarahkan diagnosis.

A. Foto Polos
Foto polos thorax dapat menunjukkan bukti TB paru aktif atau sembuh
pada beberapa pasien. Gambaran foto thorax abnormal (sugestif TB)
memiliki nilai sensitivitas diagnostik peritonitis TB sebesar 38%.
Namun, walaupun penemuan lesi TB pada foto thorax mendukung
diagnosis peritonitis TB, gambaran foto thorax normal tidak
membatalkan diagnosis. Nodul-nodul TB dapat menyebar di
peritoneum dan omentum, menyebabkan abses, perlengketan,
obstruksi intestinalis, dan asites. Karena itu, fitur yang muncul dalam
foto polos abdomen bervariasi dan seringkali tidak khas.
B. USG
Pada peritonitis tuberkulosis dengan pemeriksaan USG dapat dilihat
adanya
1. cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam
bentuk kantong-kantong) dalam rongga abdomen,
2. pembesaran kelenjar limfe di retroperitoneal
3. adanya penebalan mesenterium
4. nodul peritoneum
5. abses hepar dan lien
6. perlengketan lumen usus
C. CT scan
Gambaran CT scan yang dapat terlihat pada peritonitis tuberkulosis,
berupa :
1. Penebalan noduler atau simetris dari peritoneum dan mesenterium
2. Enhancement abnormal dari peritoneal atau mesenterium
3. Asites
4. Pembesaran hipodens dari nodus limfatikus: limfadenopati dengan
atenuasi rendah
Sebagai tambahan, dapat terlihat gambaran yang lebih spesifik dengan
karateristik sebagai berikut :
1. wet type: asites dengan atenuasi yang tinggi eksudat (20-45 HU),
yang bisa bermanifestasi secara bebas atau pun terlokalisir; asites
dengan atenuasi yang tinggi dapat terjadi karena kandungan protein
dan seluler yang tinggi
2. dry type: menyebabkan limfadenopati mesenterikum dan adesi
fibrosis; penebalan omentum yang diibaratkan ‘cake-like’ omentum
3. fibrotic type: massa pada omentum yang menyerupai cake dengan
usus yang menetap; usus yang tak beraturan dan mesenterium dengan
asites terlokalisir.

Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis,


leukositosis ringan ataupun leukopenia , trombositosis, gangguan faal hati dan
sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat, sedangkan pada
pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negatif.2,10

Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan CA-125.CA-125 (Canker antigen


125) termasuk tumor associated glycoprotein dan terdapat pada permukaan sel.
CA-125 merupakan antigen yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak
ditemukan pada ovarium orang dewasa normal, namun CA-125 ini dilaporkan,
juga meningkat pada keadaan benigna dan maligna, dimana kira-kira 80%
meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama
kehamilan, menstruasi, endometriosis, myoma uteri daan salpingitis, juga kanker
primer ginekologi yang lain seperti endometrium, tuba falopi, endocervix,
pancreas,ginjal,colon juga pada kondisi yang bukan keganasan seperti gagal ginjal
kronik, penyakit autoimum, pancreas, sirosis hati, peradangan peritoneum seperti
tuberculosis, pericardium dan pleura.20

Zain LH di Medan pada tahun 1996 menemukan dari 8 kasus tuberculosis


peritoneal dijumpai kadar CA-125 meninggi dengan kadar rata-rata 370,7 u/ml
(66,2 – 907 u/ml) dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125
disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3 , limfosit yang
dominan maka tuberculosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.8
2.6. Pengobatan
Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru,
obat-obat seperti streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan pirazinamid
memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan
pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai
18 bulan atau lebih.1,30 Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat
mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga
terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis
dimana terjadi resistensi terhadap Mikobakterium tuberculosis.31,32 Alrajhi dkk
yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan
tuberculosis peritoneal mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat
tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sdakit perut dan sumbatan pada
usus.32,33 Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan
terlihat bahwa partikel menghilang namun di beberapa tempat masih dilihat
adanya perlengketan.1

2.7. Prognosis
Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat
pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adekuat.1
BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. YS

Usia : 34 tahun

Alamat : Pasaman

No. RM : 01.03.47.48

2. ANAMNESIS PASIEN (Autoanamnesis, tanggal 02 Februari 2019)

Keluhan Utama

Perut semakin membuncit sejak 5 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

 Perut terasa membuncit sejak 5 bulan yang lalu makin lama makin
membesar

 Nyeri tekan abdomen (-) nyeri lepas abdomen(-)

 Mual (+) muntah (-)

 Penurunan BB 10 kg sejak 2 bulan yang lalu

 Batuk (+) sejak 1 bulan yang lalu

 Demam (-) pusing (-)

 Keluar darah dari kemaluan (-)

 Pasien sudah memiliki 3 orang anak, lahir normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi, dan
riwayat alergi obat.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular,


dankejiwaan
Riwayat Sosial Ekonomi dan lain-lain

 Riwayat pekerjaan: Ibu rumah Tangga

 Riwayat kebiasaan: merokok (-), minum alkohol (-), penyalahgunaan obat


(-)

 Riwayat Perkawinan: menikah 1x

 Riwayat kontrasepsi: -

3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

 Keadaan umum : Sedang

 Kesadaran : Komposmentis

 Tekanan darah : 110/70 mmHg

 Nadi : 90 x/menit

 Pernafasan : 20 x/menit

 Suhu : 36,5 ºC

 TB : cm

 BB : kg

 BMI : kg/m2

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

 Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, tidak teraba pembesaran KGB


dan tiroid

 Thorak : Jantung dan Paru dalam batas normal

 Jantung

o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

o Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC IV

o Perkusi : atas (RIC II), kanan (LSD), kiri (1 jari medial


LMCS RIC IV)
o Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), bising (-)

 Paru

o Inspeksi : simetris kiri = kanan

o Palpasi : fremitus kiri = kanan

o Perkusi : sonor

o Auskultasi : Suara napas vesikular, Rh -/-, Wh -/-

 Ekstremitas :

o Tremor (-)

o Kekuatan motorik 555 / 555

555 / 555

o Refleks fisiologis ++ / ++

++/++

o Refleks patologis -/-

-/ -

Status Obstetrikus

 Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak membuncit, Sikatrik (-)


- Palpasi : Supel, NT (-) NL(-) DM(-)
Tidak teraba masa intraabdomen
FUT sulit dinilai
- Perkusi : timpani, shifting dullnes (+)
- Auskultasi : Bising usus normal

 Genitalia

- Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium (25 Januari 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Haemoglobin 10,8 12 – 16 g/dL


Hematokrit 34 37 – 47 %
Leukosit 8,04 4,8 – 10,8 103/μL
Trombosit 484 150 – 450 10s/μL
PT 11,9 9,2 - 12,6 detik
APTT 34,4 29,2 – 39,0 detik
HbsAg non reaktif
GDS 112 < 200 mg/dl
Total protein 8,1 6,6 – 8,7 g/dl
Albumin 3,5 3,8 – 5,0 g/dl
Globulin 4,6 1,3 – 2,7 g/dl
SGOT 28 < 32 u/l
SGPT 12 < 31 u/l

Kesan : Anemia ringan, Trombositosis, Albumin ↓, Globulin ↑

b. USG (14 Desember 2018)

o Uterus : AF 6,55 cm x 4,63 cm x 4,41 cm

o Ovarium kanan 4,36 cm x 2,64 cm

o Tampak masa hipoekhoik pada ovarium kiri 4,94 x 4,67 cm

o Tampak cairan bebas intra abdomen pada sisi kiri 2,39 cm, pada sisi kanan
3,59 cm

Kesan: Kista ovarium susp. Malignancy + Asites

c. Foto Thorax (11 Januari 2019)

Kesan : Dalam batas norml

d. CT Scan (17 Januari 2019)

Kesan : Kista Ovarium Kiri Susp. Malignancy

DD/ abses disertai asites dan limfadenopati paraaorta-inguinal bilateral


Pneumonia

e. BTA Sputum (20 Desember 2018)

BTA I : Negatif

BTA II : Negatif

f. TCM Sputum (16 Januari 2019)

Hasil : MTB Not Detected

5. DIAGNOSIS

NOK Susp Malignancy Pro Laparotomi

6. PENATALAKSANAAN

- Kontrol keadaan umum, tanda-tanda vital pasien, His, DJJ

- Rencana Laparotomi (
DAFTAR PUSTAKA

1. Rabe T. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran


EGC, 2009; hal 7-15.
2. Liewer I, Jones D. Dasar – dasar Obstetri dan Ginekologi (Fundamental of
Obstetrics and gynaecology). Jakarta: Hypokrates. 2001;hal.66-75.
3. Manuaba, Chandranita, Manuaba F. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC, 2007; hal.76-88.
4. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka; 2010.
5. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds : Is the non-stress test still useful.
Contemporary Obgyn; 2005.
6. Gerard M. Fundal height measurement; 2004.
7. Taber B. Kapita Selekta: Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC; 2004.
8. Karsono B. Kardiotokografi : Pemantauan Elektronik Denyut Jantung
Janin. Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr.
CiptoMangunkusumo. Jakarta; 2005.
9. National Institute for Clinical Excellence. The use of electronic
fetalmonitoring. UK, 2003. Diunduh dari http://www.nice.org.uk pada
Februari 2019.
10. Parer JT. Handbook of fetal heart rate monitoring. Philadelphia:W.B
Saubders; 2003.
11. Freeman RK, Garite TJ, Nageotte MP, Miller LA. Fetal Heart Rate
Monitoring. 4th ED. Lippincott, Williams & Wilkins; 2012.
12. NICHD definitions and classifications : application to electronic fetal
monitoring interpretation. NCC Monograph; 2010.

Anda mungkin juga menyukai