Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
1. Anatomi Dan Fisiologi

2. Definisi Penyakit
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
(Morton, 2012)
Klasifikasi cedera kepala (Brain Injury Association of Michigan, 2005)
Berdasarkan patologi :
1. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan interigritas fisik,
kimia, dan listrikdari sel diarea tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
2. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedara yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi
setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali, meliputi respon fisiologis,
cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan biokimia, dan perubahan hemidinamik
serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi local atau sistemik.
Menurut Jenis Cedera
1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi diameter.
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan
cedera serebral yang luas.
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown Coma Scale)
1. Cedera kepala ringan/minor
- GCS 14-15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2. Cedera kepala sedang
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari 24 jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
- Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intracranial
3. Cedera kepala berat
- GCS 3-8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi anamnesia lebih dari 24 jam
- Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
Skala Koma Glasgow :

Dewasa Respon Bayi dan Anak - anak


Buka Mata ( eye )
Spontan 4 Spontan
Berdasarkan Perintah verbal 3 Berdasarkan suara
Berdasarkan rangsang nyeri 2 Berdasarkan rangsang nyeri
Tidak Memberi Respon 1 Tidak memberi respon
Respon Verbal
Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap obyek
Percakapan kacau 4 Menangis tetapi dapat ditenangkan
Kata – kata kacau 3 Menangis dan tidak dapat
ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan agitatif
Tidak memberi respons 1 Tidak memberi respons
Respon Motorik
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak memberi respons 1 Tidak memberi respons
Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5
Kondisi Compos mentis Apatis Somnolent Stupor Koma
4. Etilogi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi, coup-
countre coup, dan cedera rotasional.(Satyanegara,2010)
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(mis., alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan kepala.
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentuk objek yang diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera Coup-countre coup terjadi jika kepal terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan
serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian
belakang kepala.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tenggkorak.
5. Komplikasi
a. Kebocoran cairan serebrosipinal akibat fraktor pada fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorang bagian petrous dari tulang temporal.
b. Kejang- kejang pasca trauma dapat terjadi segera 9 dalam 24 jam pertama dini, minggu
pertama, atau lanjut (setelah satu minggu.
c. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisi
menyulitkan penghentian sekresi hormone antiupetik.
6. Pemeriksaan Penunjang (Satyanegara,2010)
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
2. Angiografis serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS lebih 1 point,
adanya lateralisasi, bradikardi (nad<60x/mnt), fraktur impresi dengan lateralisasi yang
tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda
tajam atau peluru
7. Penatalaksanaan

Penanganan cedera kepala: (Satyanegara, 2010)

1. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-Breating-


Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung memperhebat
peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada kesemapatan pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-gangguan
dibagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motoric, verbal, pemeriksaan pupil,
reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler. Penilaian neurologis kurang bermanfaat
bila tekanan darah penederita rendah (syok).
5. Penanganan cedera-cedera dibagian lainnya.
6. Pemeberian pengobatan seperti: antiedemaserebri, anti kejang, dan natrium bikarbonat.
7. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti: sken tomografi computer otak, angiografi
serebral, dan lainnya.

Indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala ringan adalah:

1. Amnesia antegrade/pascatrumatik.
2. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai berat.
3. Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan.
4. Intoksikasi alcohol atau obat-obatan.
5. Adanya fraktur tulang tengkorak.
6. Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (ottore/rinorre).
7. Cedera berat bagian tubuh lain.
8. Indikasi social (tidak ada keluarga /pedamping dirumah)

(Satyanegara,2010)
Dari cedera kepala ringan dapat berlanjut menjadi sedang/berat dengan catatan bila
ada gejala-gejala seperti ini:

1. Mengantuk dan sukar dibangunkan.


2. Mual,muntah dan pusing berat.
3. Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak biasa.
4. Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi dan kejang.
5. Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat.
6. Kacau/bingung (confuse) tidak mampu berkonsentrasi, terjadi perubahan personalitas.
7. Perubahan denyut nadi atau pola pernafasan.

Kriteria sederhana sebagai patokan indikasi tindakan operasi adalah:

1. Lesi masa intra atau ekstra-aksial yang menyebabkan pergeseran garis tengah (pembuluh
darah serebral anterior) yang melebihi 5 mm.
2. Lesi masa ekstra-aksial yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula interna tengkorak dan
berkaitan dengan pergeseran arteri serebri anterior atau media .
3. Lesi massa ekstra-aksial bilateral dengan tebal 5 mm dari tabula eksternal (kecuali bila
ada atrofi otak).
4. Lesi massa intra-aksial lobus temporalis yang menyebabkan elevasi hebat dari arteri
serebri media atau menyebabkan pergeseran garis tengah.
B. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan
penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran
napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

b. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi
orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-
tanda vital kaku kuduk, hemiparese.

Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena
udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

c. Pemeriksaan Penujang
 CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
 MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
 Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
 Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
 X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
 BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
 PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
 CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
 ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
 Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
 Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis kontraktur (terputusnya jaringan tulang).
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/kognitip, terapi
pembatasan/kewaspadaan keamanan, mis tirah baring, immobilisasi.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas, ditandai dengam
dyspnea
4. Resiko kekurangan volume cairan
5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
6. Resiko infeksi
7. Ansietes
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Nyeri akut b.d agen cidera biologis kontraktur (terputusnya jaringan tulang).
NOC
 Pain level
 Pain control
 Comport level
Tujuan dan Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi Rasional

NIC NIC
Pain Management Pain Management
 Kaji secara komprehensip terhadap  Untuk mengetahui tingkat nyeri
nyeri termasuk lokasi, karakteristik, pasien
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas  Untuk mengetahui tingkat
nyeri dan faktor presipitasi ketidaknyamanan dirasakan oleh
 Observasi reaksi ketidaknyaman pasien
secara nonverbal  Untuk mengalihkan perhatian pasien
 Gunakan strategi komunikasi dari rasa nyeri
terapeutik untuk mengungkapkan  Untuk mengetahui apakah nyeri yang
pengalaman nyeri dan penerimaan dirasakan klien berpengaruh
klien terhadap respon nyeri terhadap yang lainnya
 Tentukan pengaruh pengalaman  Untuk mengurangi factor yang dapat
nyeri terhadap kualitas hidup( napsu memperburuk nyeri yang dirasakan
makan, tidur, aktivitas,mood, klien
hubungan sosial)  untuk mengetahui apakah terjadi
 Tentukan faktor yang dapat pengurangan rasa nyeri atau nyeri
memperburuk nyeriLakukan evaluasi yang dirasakan klien bertambah.
dengan klien dan tim kesehatan lain  Pemberian “health education” dapat
tentang ukuran pengontrolan nyeri mengurangi tingkat kecemasan dan
yang telah dilakukan membantu klien dalam membentuk
 Berikan informasi tentang nyeri mekanisme koping terhadap rasa
termasuk penyebab nyeri, berapa nyeri
lama nyeri akan hilang, antisipasi
terhadap ketidaknyamanan dari  Untuk mengurangi tingkat
prosedur ketidaknyamanan yang dirasakan
 Control lingkungan yang dapat klien.
mempengaruhi respon  Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
ketidaknyamanan klien( suhu bertambah.
ruangan, cahaya dan suara)  Agar klien mampu menggunakan
 Hilangkan faktor presipitasi yang teknik nonfarmakologi dalam
dapat meningkatkan pengalaman memanagement nyeri yang
nyeri klien( ketakutan, kurang dirasakan.
pengetahuan)  Pemberian analgetik dapat
 Ajarkan cara penggunaan terapi non mengurangi rasa nyeri pasien
farmakologi (distraksi, guide
imagery,relaksasi)
 Kolaborasi pemberian analgesic

Diagnosa 2 : Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/kognitip, terapi


pembatasan/kewaspadaan keamanan, mis tirah baring, immobilisasi.

NOC
 Tissue integrity : skin and
 Mucous membranes
 Hemodyalis akses
Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
Intervensi Rasional
NIC NIC
 Membantu pasien untuk latihan otot
yang bisa atau bila diizinkan keluar
dari tempat tidur; Lakukan latihan  Menambahkan untuk meningkatkan
pengetatan perut dan tekukan lutut; keseimbangan dan memperkuat
melompat dengan berjalan kaki; bagian tubuh kompensasi.
berdiri di atas jari kaki.  Langkah-langkah ini
 Hadirkan lingkungan yang aman: rel mempromosikan lingkungan yang
tempat tidur, tempat tidur di posisi aman dan aman dan dapat
bawah, barang penting yang dekat. mengurangi risiko terjatuh
 Tetapkan tindakan untuk mencegah  Hal ini untuk mencegah kerusakan
kerusakan kulit dan tromboflebitis kulit, dan perangkat kompresi
dari imobilitas berkepanjangan: meningkatkan peningkatan vena
 Bersihkan, keringkan, dan kembali untuk mencegah stasis vena
pelembabkan kulit secukupnya. dan kemungkinan tromboflebitis di
 Gunakan stocking anti embolic atau kaki.
perangkat kompresi berurutan jika  Olahraga meningkatkan peningkatan
sesuai. vena kembali, mencegah kekakuan,
 Gunakan alat pereda tekanan seperti dan mempertahankan kekuatan otot
yang ditunjukkan (kasur gel). dan stamina. Ini juga menghindari
 Jalankan latihan ROM pasif atau deformasi kontraktur, yang bisa
aktif ke semua ekstremitas. terbentuk dengan cepat dan bisa
 Berikan kasur busa atau flotasi, kasur menghambat penggunaan prostesis.
air atau udara atau tempat tidur terapi  Peralatan ini mengurangi tekanan
kinetik, jika perlu. pada kulit atau jaringan yang dapat
 Promosikan dan fasilitasi ambulasi merusak sirkulasi, meningkatkan
dini bila memungkinkan. Bantuan risiko terjadinya iskemia jaringan
dengan setiap perubahan awal: kaki atau kerusakan dan pembentukan
menjuntai, duduk di kursi, ambulasi. dekubitus.
 Tunjukkan penggunaan perangkat  Gerakan ini membuat pasien
mobilitas, seperti berikut ini: trapeze, berfungsi seefektif mungkin.
kruk, atau alat bantu jalan. Mobilitas awal meningkatkan harga
 Bantu dengan metode transfer diri tentang reaglukan kemerdekaan
dengan menggunakan bantuan pas
orang atau perangkat saat dan mengurangi kemungkinan
mentransfer pasien ke tempat tidur, debilitasi akan terjadi.
kursi, atau tandu.  Perangkat ini dapat mengkompensasi
 Biarkan pasien menyelesaikan tugas gangguan fungsi dan meningkatkan
dengan kecepatannya sendiri. Jangan tingkat aktivitas. Tujuan penggunaan
terburu-buru pasien. Mendorong alat bantu tersebut adalah untuk
aktivitas mandiri semaksimal mempromosikan keselamatan,
mungkin dan aman. meningkatkan mobilitas,
 Berikan penguatan positif saat menghindari jatuh, dan menghemat
beraktivitas. Pasien mungkin tidak energi.
mau bergerak atau memulai aktivitas  Mempelajari cara transfer yang tepat
baru karena takut terjatuh. diperlukan untuk menjaga mobilitas
 Berikan pasien waktu istirahat di sela dan keselamatan pasien yang
kegiatan. Pertimbangkan teknik optimal.
hemat energi.  Penyedia layanan kesehatan dan
 Berikan obat yang sesuai. orang-orang penting lainnya sering
 Bantu pasien dalam menerima terburu-buru dan berbuat lebih
keterbatasan. banyak untuk pasien daripada yang
 Dorong latihan latihan resistensi dibutuhkan. Dengan demikian
dengan menggunakan bobot ringan memperlambat pemulihan pasien dan
bila sesuai. mengurangi kepercayaan dirinya.
 Hal ini untuk meningkatkan
kesempatan pasien untuk pulih dan
untuk meningkatkan harga dirinya.
 Masa istirahat sangat penting untuk
menghemat energi. Pasien harus
belajar dan menerima
keterbatasannya.
 Latihan kekuatan dan bentuk latihan
lainnya diyakini efektif dalam
mempertahankan status hidup
mandiri dan mengurangi risiko jatuh
pada orang dewasa yang leb
 Obat antispasmodik dapat
mengurangi kejang otot atau
spastisitas yang mengganggu
mobilitas; Analgesik dapat
mengurangi rasa sakit yang
menghambat gerakan.
 Biarkan pasien mengerti dan
menerima keterbatasan dan
kemampuannya. Bantuan, di sisi lain,
perlu diimbangi untuk mencegah
agar pasien tidak perlu bergantung.

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas, ditandai dengam
dyspnea

NOC

 Respiratory status : Ventilation


 Respiratory status : Airway patency
Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)
2. Irama pernapasn normal
3. Kedalaman pernapasan normal
4. Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif
5. Tidak ada akumulasi sputum
Intervensi Rasional
 NIC  NIC
 Respiratory monitoring  Mengetahui tingkat gangguan yang
 Pantau rate, irama, kedalaman, dan terjadi dan membantu dalam
usaha respirasi menetukan intervensi yang akan
 Perhatikan gerakan dada, amati diberikan.
simetris, penggunaan otot aksesori,  menunjukkan keparahan dari
retraksi otot supraclavicular dan gangguan respirasi yang terjadi dan
intercostal menetukan intervensi yang akan
 Monitor suara napas tambahan diberikan
 Monitor pola napas : bradypnea,  suara napas tambahan dapat menjadi
tachypnea, hyperventilasi, napas indikator gangguan kepatenan jalan
kussmaul, napas cheyne-stokes, napas yang tentunya akan
apnea, napas biot’s dan pola ataxic berpengaruh terhadap kecukupan
pertukaran udara.
 Airway Management  mengetahui permasalahan jalan
 Auskultasi bunyi nafas tambahan; napas yang dialami dan keefektifan
ronchi, wheezing. pola napas klien untuk memenuhi
 Berikan posisi yang nyaman untuk kebutuhan oksigen tubuh.
mengurangi dispnea.  Adanya bunyi ronchi menandakan
 Bersihkan sekret dari mulut dan terdapat penumpukan sekret atau
trakea; lakukan penghisapan sesuai sekret berlebih di jalan nafas.
keperluan.  posisi memaksimalkan ekspansi paru
 Anjurkan asupan cairan adekuat. dan menurunkan upaya pernapasan.
 Ajarkan batuk efektif Ventilasi maksimal membuka area
 Kolaborasi pemberian oksigen atelektasis dan meningkatkan
 Kolaborasi pemberian broncodilator gerakan sekret ke jalan nafas besar
sesuai indikasi. untuk dikeluarkan.
 Mencegah obstruksi atau aspirasi.
 Airway suctioning Penghisapan dapat diperlukan bia
 Putuskan kapan dibutuhkan oral klien tak mampu mengeluarkan
dan/atau trakea suction sekret sendiri.
 Auskultasi sura nafas sebelum dan  Mengoptimalkan keseimbangan
sesudah suction cairan dan membantu mengencerkan
 Informasikan kepada keluarga sekret sehingga mudah dikeluarkan
mengenai tindakan suction  Fisioterapi dada/ back massage dapat
 Gunakan universal precaution, membantu menjatuhkan secret yang
sarung tangan, goggle, masker sesuai ada dijalan nafas.
kebutuhan  Meringankan kerja paru untuk
 Gunakan aliran rendah untuk memenuhi kebutuhan oksigen serta
menghilangkan sekret (80-100 memenuhi kebutuhan oksigen dalam
mmHg pada dewasa) tubuh.
 Monitor status oksigen pasien (SaO2  Broncodilator meningkatkan ukuran
dan SvO2) dan status hemodinamik lumen percabangan trakeobronkial
(MAP dan irama jantung) sebelum, sehingga menurunkan tahanan
saat, dan setelah suction terhadap aliran udara.
 waktu tindakan suction yang tepat
membantu melapangan jalan nafas
pasien
 Mengetahui adanya suara nafas
tambahan dan kefektifan jalan nafas
untuk memenuhi O2 pasien
 memberikan pemahaman kepada
keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan tindakan suction
 untuk melindungai tenaga kesehatan
dan pasien dari penyebaran infeksi
dan memberikan pasien safety
 aliran tinggi bisa mencederai jalan
nafas
 Mengetahui adanya perubahan nilai
SaO2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa
dihentikan.
Diagnosa 4 : Resiko kekurangan volume cairan

NOC

 Fluid balance
 Hydration
 Nutritional status : food and
 Fluid intake
Tujuan dan Kriteria hasil :

Fluid Balance

1. Turgor kulit elastic ( skala 5 )


2. Intake dan output cairan seimbang ( skala 5 )
3. Membrane mucus lembab ( skala 5 )

Vital sign

1. Vital signs klien dalam rentang normal (BP : 120/80 mmHg, RR : 15-20 x/menit, HR :
60-100 x/menit, suhu klien 36,5-37,5

Intervensi Rasional

NIC NIC
Electrolyte Monitoring
 mengetahui penyebab untuk
 Identifikasi kemungkinan penyebab
menentukan intervensi penyelesaian
ketidakseimbangan elektrolit
 mengetahui keadaan umum pasien
 Monitor adanya kehilangan cairan
 mengurangi risiko kekurangan
dan elektrolit
voume
 Monitor adanya mual,muntah dan
 cairan semakin bertambah
diare
 mengetahui perkembangan rehidrasi
 evaluasi intervensi
 mengetahui keadaan umum pasien
Fluid Management  rehidrasi optimal
 Monitor status hidrasi (membran
mukus, tekanan ortostatik,
keadekuatan denyut nadi )
 Monitor keakuratan intake dan output
cairan
 Monitor vital signs
 Monitor pemberian terapi IV
 Vital Signs Monitoring
 Monitor vital sign klien
Diagnosa 5 : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

NOC

 Circulation status
 Tissue prefusion : cerebral

Tujuan dan kriteria hasil :

1. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan


2. Tidak ada ortostatikhipertensi
3. Komunikasi jelas
4. Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
5. Pupil seimbang dan reaktif
6. Bebas dari aktivitas kejang
7. Tidak mengalami nyeri kepala
Intervensi Rasional

NIC NIC
 Tentukan faktor-faktor yang
 Menentukan pilihan intervensi
berhubungan dengan keadaan
 Mengkaji adanya kecenderungan
tertentu atau yang menyebabkan
pada tingkat kesadaran dan potensi
peningkatan TIK dan bermanfaat
koma/penurunan perfusi jaringan dalam menentukan lokasi, perluasan
otak dan potensial peningkatan TIK. dan perkembangan kerusakan SSP
 Pantau/catat status neurologis secara  Petunjuk untuk mengetahui
teratur dan dibandingkan dengan kesadaran pasien yang matanya
nilai standar.. tertutup sebagai akibat dari trauma
 Kaji respon motorik terhadap atau pasien yang afasia.
perintah yang sederhana.  reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
 Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, okulomotor (111) dan berguna untuk
ketajaman, kesamaan antara kiri dan menentukan apakah batang otak
kanan, dan reaksi terhadap cahaya. masih baik
 Kolaborasi pembatasn pemberian  Pembatasan cairan mungkin
cairan sesuai indikasi, berikan cairan diperlukan untuk menurunkan edema
melalui IV dengan alat kontral. serebral, meminimalkan fluktuasi
 Kolaborasi pemberian obat sesuai aliran vaskular, tekanan darah (TD)
indikasi (diuretik, steroid, dan TIK
antikonvulsan, anagetik).  Diuretik dapat digunakan fase akut
untuk menurunkan air dari sel otak,
menurunkan edema otak dan TIK.
Steroid menurunkan inflamasi.
Antikonvulsan adalah obat pilihan
untuk mengatasi dan mencegah
terjadinya kejang. Analgetik dapat di
indikasikan untuk menghilangkan
nyeri.
Diagnosa 6 : Resiko infeksi
NOC
 Immune status
 Knowledge : infection control
 Risk control
Tujuan dan Kriteria hasil
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera
berulang
3. menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Intervensi Rasional

NIC NIC

Wound Care Wound Care

 Monitor karakteristik, warna,  Untuk mengetahui keadaan luka dan


ukuran, cairan dan bau luka perkembangannya
 Bersihkan luka dengan normal salin  Normal salin merupakan cairan
 Rawat luka dengan konsep steril isotonis yang sesuai dengan cairan di
 Ajarkan klien dan keluarga untuk tubuh
melakukan perawatan luka  Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar
 Berikan penjelasan kepada klien dan oleh kuman atau bakteri
keluarga mengenai tanda dan gejala  Memandirikan pasien dan keluarga
dari infeksi  Agar keluarga pasien mengetahui
 Kolaborasi pemberian antibiotik tanda dan gejala dari infeksi
Infection Control  Pemberian antibiotic untuk mencegah
 Bersihkan lingkungan setelah timbulnya infeksi
dipakai klien lain Infection Control
 Instruksikan pengunjung untuk  Meminimalkan risiko infeksi
mencuci tangan saat berkunjung dan  meminimalkan patogen yang ada di
setelah berkunjung sekeliling pasien
 Gunakan sabun anti mikroba untuk  mengurangi mikroba bakteri yang
cuci tangan dapat menyebabkan infeksi
 Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
 Gunakan universal precaution dan
gunakan sarung tangan selma kontak
dengan kulit yang tidak utuh
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
 Observasi dan laporkan tanda dan
gejal infeksi seperti kemerahan,
panas, nyeri, tumor
 Kaji temperatur tiap 4 jam
 Catat dan laporkan hasil
laboratorium, WBC
 Kaji warna kulit, turgor dan tekstur,
cuci kulit dengan hati-hati
 Ajarkan keluarga bagaimana
mencegah infeksi
Diagnosa 7 : Ansietes
NOC :
 Anixiety level
 Sosial anxiety level
Tujuan dan Kriteria hasil
1. Kecemasan pada klien berkurang dari skala 3 menjadi skala 4
Intervensi Rasional

NIC NIC
Anxiety Reduction Anxiety Reduction
 Mendengarkan penyebab kecemasan  Klien dapat mengungkapkan
klien dengan penuh perhatian penyebab kecemasannya sehingga
 Observasi tanda verbal dan non perawat dapat menentukan tingkat
verbal dari kecemasan klien kecemasan klien dan menentukan
Calming Technique intervensi untuk klien selanjutnya.
 Menganjurkan keluarga untuk tetap  mengobservasi tanda verbal dan non
mendampingi klien verbal dari kecemasan klien dapat
 Mengurangi atau menghilangkan mengetahui tingkat kecemasan yang
rangsangan yang menyebabkan klien alami.
kecemasan pada klien Calming Technique
Coping enhancement  Dukungan keluarga dapat
 Meningkatkan pengetahuan klien memperkuat mekanisme koping
mengenai glaucoma. klien sehingga tingkat ansietasnya
 Menginstruksikan klien untuk berkurang
menggunakan tekhnik relaksasi  Pengurangan atau penghilangan
rangsang penyebab kecemasan dapat
meningkatkan ketenangan pada klien
dan mengurangi tingkat
kecemasannya
 Coping enhancement
 Peningkatan pengetahuan tentang
penyakit yang dialami klien dapat
membangun mekanisme koping
klien terhadap kecemasan yang
dialaminya
 tekhnik relaksasi yang diberikan
pada klien dapat mengurangi ansietas
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta
: Salemba Medika.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor, T.
Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.

Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition. Missouri:
Mosby Elsevier

Anda mungkin juga menyukai