Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

“Demam Dengue”

Oleh :
Lydia Nur Amalia
H1A 014 040

Pembimbing:
dr. Titi Pambudi K, M.Sc, S.pA

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Demam dengue”.
Laporan kasus ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa
Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Saya berharap penyusunan jurnal
reading ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita semua mengenai frekuensi
anemia dan difisiensi besi pada anak periode pertama sekolah.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga
Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas dan
menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, 11 Maret 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global. Infeksi virus dengue
merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito borne disease”) yang paling
penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai
spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan
demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok
dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi infeksi
dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita
infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah
juta kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah
dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1
Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit akibat infeksi
virus dengue di berbagai negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%.
Penyakit dengue terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan sekitar 2,5 milyar
penduduk mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit ini. Di perkirakan setiap tahun sekitar
50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat inap,
dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia tenggara termasuk Indonesia
dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis. Itu sebabnya penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan merupakan satu penyebab utama kematian
pada anak.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus
3
dengue yang berat dan sering kali fatal. DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya
peningkatan permeabilitas vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan.1

B. Epidemiologi
Penyakit dengue terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan sekitar 2,5
milyar penduduk mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit ini. Di perkirakan setiap tahun
sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat
inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia tenggara termasuk
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis. Itu
sebabnya penyakit dengue merupakan alasan utama rawat inap dan merupakan satu penyebab
utama kematian pada anak. Table 1 menunjukan jumlah kasus dan angka kematian (case
fatality rate/CFR) demam berdarah dangue (DBD) di Indonesia dari tahun 2008 sampai 2012.2

Jumlah kasus dan angka kematian DBD di Indonesia tahun 2008-2012


Data kasus rawat inap selama kurun waktu tahun 2008-2013 dari departemen Ilmu Kesehatan
Anak di enam rumah sakit pendidikan. Sebanyak 13.940 pasien terdiri dari DD sebanyak 5.931 , DBD
5.844 dan DSS 9.036. 2
Angka kematian DD, DBD, SSD yanfg dirawat di enam rumah sakit pendidikan tahun 2008-2013

C. Etiologi

Virus Dengue
Virus dengue termasuk genus flavivirus dan famili flavifiridae. Selain virus dengue, virus lain
yang termasuk dalam genus ini adalah Japanesse encephalitis virus (JEV), yellow fever virus
(YFW), west nile virus (WNV), dan tickborne encephalitis virus (TBEV). Masing-masing virus
tersebut mempunyai kemiripan dalam struktur antigeniknya sehingga memungkinkan terjadi
reaksi silang secara serologik. Berdasarkan genom yang dimiliki, virus dengue termasuk virus
(positive sense single stranded ) RNA. Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotipe
virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2,DENV-3, dan DENV-4. Masing- masing serotipe
mempunyai beberapa galur(strain) atau genotip yang berbeda. Di Indonesia keempat serotipe
virus dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3 merupakan galur yang paling virulen.3,4

Virus Nyamuk
Pada saat ini nyamuk stegomiya aegipty (aedes aegipty) disebut sebagai spesies kosmopolitan
yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia. Nyamuk ini merupakan nyamuk domestik
yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit manusia (antropofilik) serta dapat menggigit
lebih dari satu individu (multiple bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup
tersebut menyebabkan nyamuk tersebut menjadi vektor yang sangat potensial untuk
menularkan virus dengue dari satu individu ke individu yang lain, dan hanya nyamuk betina
yang menggigit manusia.3,4
Pejamu
Saat nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia,virus masuk ke dalam
tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari fase demam. Nyamuk
kemudian menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada
individu antara lain ditentukan oleh status imun dan faktor genetik pejamu.3,4

Faktor Abiotik
Suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui berperan dalam penyebaran
penyakit dengue. Perubahan iklim secara global dilaporkan membuat nyamuk mengalami
dehidrasi sehingga untuk mempertahankan diri nyamuk akan lebih sering menggigit manusia.
Peningkatan curah hujan, terutama saat peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan
dilaporkan berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit dengue.3,4

D. Patogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan
menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ
sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpatikus, sumsum tulang serta
paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran
pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan
bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.4
Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi
tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.32 Secara invitro, antobodi terhadap
virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen,
antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri
dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif
silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.
Bagan kejadian infeksi virus dengue

Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih
kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody dependent
enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang
mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika
orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan
terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi
primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda
yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan
bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL6, tumor
necrosis factor-alpha (TNF-A dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi
peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran
dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan merangsang
komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan
sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan.
Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi
infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akibat
adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut,
maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi
dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada teori ADE
disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah
penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat
menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin
spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM,
IgG1 dan IgG3. Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis
DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe
virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada
kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori
antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan
aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu,
pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang
dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi
aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan
bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti
interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab
pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus
dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di
beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak
cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih
disebabkan oleh gangguan metabolik.3,5,6,7

E. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam dengan suhu tubuh 39-
40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.
. Perjalanan penyakit infeksi dengue

Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan
terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan
hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak memerlukan minum
yang cukup karena demam tinggi. Anak biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat
mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan
biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai hematokrit masih normaldan viremia berakhir
pada fase ini. Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan
ke-5 (24-48 jam), ypada saat ini demam turun,sehingga disebut sebagai fase deffervescene.
Fase ini kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam
turunpadahal anak memasuki fase berbahayaketikan kebocoran plasma menjadi nyata dan
mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah
dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya
berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.2
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh
darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh
darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan hitung
leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 haritapi dapat menjadi fase
berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak dapat
mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada hari-hari tersebut demam dapat meningkat
kembali tetapi tidak begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana
kuda. Seringkali anak diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase ini anak terlihat
riang, nafsu makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit.2

Klasifikasi

Klasifikasi diagnosis dengue menurut WHO 2011 Dikutip dan dimodifikasi dari WHO. Comprehensive guideline for
prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Regional office for
South-East Asia, New Delhi, India 2011

G. Diagnosis
Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue

a. Kriteria diagnosis klinis


1. Diagnosis klinis demam dengue
• Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik
• Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena maupun berupa
uji tourniquet positif
• Nyeri kepala, mialgia, antralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
rumah.
• Leukopenia <4.000/mm3
• Trombositopenia <100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda
dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan

2. Diagnosis klinis demam berdarah dengue


• Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus,
• Manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis,
epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena maupun berupa
uji torniquet yang positif
• Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah, rumah
atau di sekitar rumah
• Hepatomegali
• Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda dan
gejala: peningkatan nilai hematokrit >20% dari pemeriksaan awal atau dari
data populasi menurut umur, ditemukan adanya efusi pleura,
asites,hipoalbuminemia, hipoproteinemia
• Trombositopenia <100.000/mm3

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis
DBD.

3. Demam berdarah dengue dengan syok (SSD)


• Memenuhi kriteria DBD
• Ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi
maupun yang dekompensasi
Syok terkompensasi
- Takikardia
- Takipnea
- Tekanan darah (perbedaan antara sistolik dan diastolik )<20 mmHg
- Waktu pengisian kapiler (capillary refill time/CRT)>2 detik
- Akral dingin
- Produksi urin menurun <iml/kgBB/jam
- Gelisah

Syok dekompensasi

- Takikardia
- Hipotensi (sistolik dan diastolik menurun
- Nadi cepat dan kecil
- Pernapasan kusmaull atau hiperpne
- Sianosis
- Kulit lembab dan dingin
- Profound shock : nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
4. Expanded dengue syndrome
Memenuhi kriteria DD atau DBD baik disertai syok maupun tidak, dengan
manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis
yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala:
- Kelebihan cairan
- Gangguan elektrolit
- Enselopati
- Ensefalitis
- Perdarahan hebat
- Gagal ginjal akut
- Haemolytic uremic syndrome
- Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
- Infeksi ganda 2,3,7

F. Pemeriksaan Penunjang
Uji torniket bertujuan untuk menilai fragilitas kapiler dan tidak patognomonik untuk
diagnosis dengue.11 Di sisi lain, pemeriksaan darah lengkap harus selalu dilakukan pada pasien
dengue. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hampir 70% pasien dengue mengalami
leukopenia(<5000 ul), yang akan kembali normal sewaktu memasuki fase penyembuhan pada
hari sakit ke-6 atau ke-7.
Jumlah trombosit mulai menurun pada hari ke-3 dan mencapai titik terendah pada hari
sakit ke-5. Trombosit akan mulai meningkat pada fase penyembuhan serta mencapai nilai
normal pada hari ke-7(Tabel 2). Meski jarang, ada pasien yang jumlah trombositnya mencapai
normal pada hari ke-10 sampai ke-14.
Pemeriksaan serial darah tepi yang menunjukkan perubahan hemostatik dan kebocoran
plasma merupakan petanda penting dini diagnosis DBD. Peningkatan nilai hematokrit 20%
atau lebih disertai turunnya hitung trombosit yang tampak sewaktu demam mulai turun atau
mulainya pasien masuk ke dalam fase kritis/syok mencerminkan kebocoran plasma yang
bermakna dan mengindikasikan perlunya penggantian volume cairan tubuh.
Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG seringkali dilakukan. Pada infeksi primer, IgM
akan muncul dalam darah pada hari ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian
menurun serta menghilang setelah 60-90 hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada di
dalam darah. Pada infeksi sekunder, IgM pada masa akut terdeteksi pada 70% kasus, sedangkan
IgG dapat terdeteksi lebih dini pada sebagian besar (90%) pasien, yaitu pada hari ke-2. Apabila
ditemukan hasil IgM dan IgG negatif tetapi gejala tetap menunjukkan kecurigaan DBD,
dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dengan jarak 3-5 hari bagi infeksi primer dan 2-3
hari bagi infeksi sekunder.14 IgM pada sesorang yang terkena infeksi primer akan bertahan
dalam darah beberapa bulan dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan demikian, setelah fase
penyembuhan, baik IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi meskipun anak tidak
menderita infeksi dengue. Setelah 3 bulan, hanya IgG yang bertahan di dalam darah.
Imunoglobulin G dapat terdeteksi pada pemeriksaan darah seseorang yang telah terinfeksi oleh
salah satu serotipe virus dengue,. Hal itu disebabkan oleh IgG dalam darah bertahan dalam
jangka waktu yang lama bahkan dapat seumur hidup. Untuk itu, interpretasi serologi tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi harus dilengkapi dengan anmanesis, pemeriksaan fisis, serta
pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis dengue. Pemeriksaan serologis
terutama berguna untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder.
Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG seringkali dilakukan. Pada infeksi primer, IgM
akan muncul dalam darah pada hari ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian
menurun serta menghilang setelah 60-90 hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada di
dalam darah. Pada infeksi sekunder, IgM pada masa akut terdeteksi pada 70% kasus, sedangkan
IgG dapat terdeteksi lebih dini pada sebagian besar (90%) pasien, yaitu pada hari ke-2. Apabila
ditemukan hasil IgM dan IgG negatif tetapi gejala tetap menunjukkan kecurigaan DBD,
dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dengan jarak 3-5 hari bagi infeksi primer dan 2-3
hari bagi infeksi sekunder.14 IgM pada sesorang yang terkena infeksi primer akan bertahan
dalam darah beberapa bulan dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan demikian, setelah fase
penyembuhan, baik IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi meskipun anak tidak
menderita infeksi dengue. Setelah 3 bulan, hanya IgG yang bertahan di dalam darah.
Imunoglobulin G dapat terdeteksi pada pemeriksaan darah seseorang yang telah terinfeksi oleh
salah satu serotipe virus dengue,. Hal itu disebabkan oleh IgG dalam darah bertahan dalam
jangka waktu yang lama bahkan dapat seumur hidup. Untuk itu, interpretasi serologi tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi harus dilengkapi dengan anmanesis, pemeriksaan fisis, serta
pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis dengue. Pemeriksaan serologis
terutama berguna untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder.2,3,7

Metode diagnostik deteksi antigen dengue dan pemeriksaan serologi anti dengue

G. Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tipoid,
influenza, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), chikungunya dan leptospirosis. 1
1. Belum / tanpa renjatan :
a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit
exanthem, hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
a. Leukemia
b. ITP
c. Anemia Aplastik
4. Dengan kejang
a. Ensefalitis
b. Meningitis1,2,3,7

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Demam Dengue :
Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami
nyeri yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah.
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue :
Tatalaksana DBD bersifat simtomatis dan suportif. Pemberian tatalaksana yang tepat dapat
mengurangi morbiditas dan mortilitas DBD. Pemberian terapi yang berlebihan seperti
kelebihan cairan (fluid overload) akan memperberat keadaan sakit.
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup banyak akan menimbulkan syok
hipovolemi (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue) dengan mortilitas yang tinggi.
Dengan demikian penggantian cairan ditujukan untuk mencegah timbulnya syok. Perembesan
plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun (time of fever defervescene). Pemeriksaan nilai
hematocrit merupakan indicator yang sensitive untuk mendeteksi derajat perembesan plasma,
sehingga jumlah cairan yang diberikan harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematocrit.
Kebocoran plasma pada demam berdarah dengue hanya bersifat sementara, sehingga
pemberian cairan dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama dapat menyebaban kelebihan
cairan dengan segala akibatnya.
Penggantian cairan
• Jenis cairan : cairan kristaloid isotonic merupakan cairan pilihan untuk pasien DBD.
Tidak dianjurkan cairan hopotonik seperti NaCl 0,45 , kecuali bagi pasien usia <6
bulan. Dalam keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12
volume yang bertahan dalam ruang intravaskular sedangkan cairanisotonis ¼ volume
yang bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intraseluler dan eksraseluler. Pada
keadaan permeabilitias yang meningkat volume cairan yang bertahan akan semakin
berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan
hipotonis. Cairan koloid hiperonkonik seperti dextran 40 atau HES walaupun lebih
lama bertahan dalam ruang intravaskular namum memiliki efek samping seperti alergi,
mengganggu fungsi koagulasi, dan berpotensi menganggu fungsi ginjal. Jenis cairan ini
hanya diberikan pada 1) perembesan plasma massif yang ditujukkan dengan nilai
hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan
kristaloid yang adekuat atau 2) pada keadaan syokyang tidak berhasil dengan
pemberian bolus cairan krostaloid yang kedua.
• Jumlah cairan : volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi
klinis dan temuan laboraturium. Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran
plasma >20% oleh karena itu jumlah cairan yang diberikan diperkiran sesuai kebutuhan
rumatan (maintenance) ditambah dengan deficit cairan 5 %..

Tabel 1: Kebutuhan Cairan Berdasarkan Berat Badan Ideal

Kecepatan Pemberian Cairan


• Antipiretik : parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >38 derajat
celcius dengan interval 4-6jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan
kompres hangat.
• Nutrisi : apabila pasien masih bias minum, dianjurkan minum yang cukup, terutama
minuman cairan yang mengandung elektrolit.
Pengobatan kasus dengue menurut klasifikasi diagnosis WHO 2011 tidak jauh berbeda
dengan klasifikasi WHO 1997 yang selama ini dipergunakan di Indonesia. Dalam tata
laksana kasus dengue terdapat dua keadaan klinis yang perlu diperhatikan yaitu :
Sistem triase yang harus disosialisasikan kepada dokter yang bertugas di unit gawat
darurat atau puskesmas. Dalam sistem triase tersebut, dapat dipilah pasien dengue dengan
warning signs dan pasien yang dapat berobat jalan namun memerlukan observasi lebih
lanjut (Gambar 4).
Tata laksana kasus sindrom syok dengue (DSS) dengan dasar pemberian cairan yang
adekuat dan monitor kadar hematokrit. Apabila syok belum teratasi selama 2 x 30 menit,
pastikan apakah telah terjadi perdarahan dan transfusi PRC merupakan pilihan (Gambar
5).2,3,4,7
Alur triage yang dianjurkan Dikutip dengan modifikasi dari World Health Organization. Comprehensive
guideline for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded
edition. Regional office for South-East Asia, New Delhi, India 2011

Flow chart penggantian volume cairan pada sindrom syok dengue Dikutip dengan modifikasi dari World
Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Regional office for South-East Asia, New Delhi, India
2011.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama Lengkap : AAP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 08-08-2013
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 106 cm
Alamat : Selagalas, Mataram
Tanggal MRS : 10 Februari 2019
Tanggal Pemeriksaan : 11 Februari 2019
No. RM : 61-23-68

B. Identitas Orang tua

Nama Ayah : Tn S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Selagalas, Mataram

Nama Ibu : Ny S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Pendidikan : Strata 1
Pekerjaan : Guru TK
Alamat : Selagalas, Mataram
Anamnesis:
Keluhan Utama:
Demam

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien datang ke IGD RSUP NTB dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu. Demam
terjadi secara tiba-tiba dan terus-menerus sepanjang hari. Pada demam hari pertama, pasien
mengalami demam yang terus-menerus, suhunya tidak di ukur, dan demam tidak membaik
setelah istirahat ataupun dengan pemberian obat penurun panas di Apotik. Keluhan demam ini
dirasakan menganggu aktivitas hingga pasien tidak bersekolah. Pada demam hari kedua, pasien
mengeluhkan demam yang terus-menerus, dan mengalami muntah sebanyak 1x, muntah berisi
makanan sebanyak ¼ gelas aqua dan demam tidak membaik dengan istirahat dan pemberian
obat penurun panas. Pada demam hari ketiga pasien mulai tidak mengalami demam namun
mulai mengeluhkan nyeri perut yang terus-menerus sepanjang hari. Pasien juga mengeluhkan
BAB cair sebanyak 3x dengan konsistensi cair berwarna coklat. Selain itu, pasien mengeluhkan
nyeri sendi terutama pada kaki kanan dan kiri. Pada demam hari keempat, pasien mengalami
demam dan langsung di bawa ke IGD RSUD NTB hari Sabtu, 10 Februari 2019 jam 09.20 pagi
dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam di rasakan terus menerus dan tidak
membaik dengan pemberian obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang
dirasakan terus-menerus sepanjang hari sejak 1 hari SMRS. Pasien tidak ada keluhan muntah
dan mencret. BAK dalam batas normal. Riwayat batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sesak napas,
BAB darah, BAK darah, kejang, gusi berdarah, mimisan, ruam di sangkal oleh pasien.
Pengobatan selama di IGD yaitu IVFD RL 18 tpm dan paracetamol 160mg/24jam.

Demam hari ke-1 Demam hari ke-2 Demam hari ke-3


(7 Februari 2019) (8 Februari 2019) (9 Februari 2019) Demam hari ke-4
(10 Februari 2019)
Demam (+) terus- Demam (+) terus- Demam (-)
menerus, menerus, Nafsu makan Ke IGD RSUP NTB,
pemberian obat pemberian obat menurun (+) Demam (+), T >38,5 ,
penurun panas (+) penurun panas (+), Nyeri sendi (+) Nafsu makan menurun
Muntah 1x (+) BAB cair 3x (+) muntah (-)
Ruam (-) Nyeri sendi (+)
BAB cair (-)
Ruam (-)
mimisan (-) gusi
berdarah (-)
batuk (-) pilek (-), nyeri
tenggorokan (-)
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan demam pernah di rasakan pasien pada usia 4 tahun dan di rawat di
puskesmas selama 7 hari. Riwayat penyakit batuk dan pilek juga pernah terjadi pada pasien
dan dengan minum obat sembuh.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Pada keluarga tidak ada yang mengeluhkan demam. Riwayat penyakit asma (-), ginjal (-),
kejang (-), TB (-), hipertensi (-) dan penyakit jantung (-) disangkal.

Riwayat kehamilan dan persalinan:


KEHAMILAN G3A1P2 Kehamilan ke-3, Riwayat Abortus 1 kali,
Persalinan ke-2
Usia ibu saat hamil Ibu hamil saat usia 25 tahun dan jarak usia
dengan anak pertama adalah 5 tahun, dan jarak
dengan kehamilan yang mengalami abortus
adalah 3 tahun.
Penyakit Tidak pernah mengalami sakit, tidak pernah
mengonsumsi obat-obatan selama hamil
Nutrisi Makan teratur 3x sehari, 1 piring/ hari, nasi,
ikan, daging, sayur, buah-buahan, dan susu.
Ibu rutin konsumsi tablet penambah darah dan
vitamin.
Perawatan Antenatal Teratur 2 bulan sekali ke dokter spesialis
kandungan atau ke Polindes. Berat badan ibu
selalu naik tiap bulan. Tekanan darah normal.
Kadar hemoglobin normal
KELAHIRAN Tempat Kelahiran RSUD NTB
Usia kehamilan 38-39 minggu
Penolong Persalinan Dokter spesialis Kandungan
Cara Persalinan SC
Masa Gestasi Cukup Bulan
Keadaan Bayi - Berat lahir: 3100 gr
- Panjang: 50 cm
- Lingkar kepala : tidak di ketahui
- Langsung Menangis
- Nilai APGAR: tidak ada
- Pemberian Vit K dan vaksin Hep B
- Pemberian salep mata
- Kelainan Bawaan: tidak ada

Riwayat Perkembangan:
Motorik kasar
- Mengangkat kepala : 1 bulan
- Duduk dengan tegak : 3 bulan
- Tengkurap membalik badan : 6 bulan
- Berdiri : 7 bulan
- Berjalan : 12 bulan
- Berlari : 16 bulan
- Bersepeda : 3 tahun
- Bermain bola : 4 tahun

Motorik halus
- Memegang benda : 3 bulan
- Meraih benda : 4 bulan
- Mencoret-coret : 15 bulan
- Menggambar : 4 tahun

Komunikasi Bicara
- Bereaksi terhadap bel : 1 bulan
- Bersuara : 1 bulan
- Tertawa : 2 bulan
- Berbicara mama/papa : 10 bulan
- Bicara yang dapat dimengerti : 24 bulan

Sosial/Kemandirian
- Menatap wajah : 1 bulan
- Tersenyum : 2 bulan
- Bertepuk tangan : 10 bulan
- Meniru kegiatan : 15 tahun

Riwayat Imunisasi :

Waktu Pemberian
Imunisasi Bulan Tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 6 12
BCG I
I II III IV
DPT
I II III IV
Polio (OPV)
I
Hepatitis B
Campak
MMR

BCG : 1 kali usia 1 bulan


Hep B : 1 kali usia 0 bulan di posyandu
DPT : 4 kali usia 2,4,6 bulan di posyandu dengan ulangan usia 18 bulan
HiB : 4 kali usia 2,4,6 bulan di posyandu dengan ulangan usia 18 bulan
Polio : 4 kali usia 0,2,4,6 bulan di posyandu
Campak :-

Riwayat Makanan :
Pasien minum ASI sejak lahir hingga usia 2 tahun dengan frekuensi pemberian setiap 3 jam
sekali. Mulai dengan MP-ASI yaitu bubur biskuit sejak usia 6 bulan di berikan 2x sehari. Pasien
mulai makan dengan bubur Tim sejak usia 8 bulan sebanyak 3x sehari. Mulai makan menu
keluarga pada usia 1 tahun dengan porsi setengah piring dengan lauk ikan,sayur,telur,buah-
buahan dan susu. Sekarang pasien biasanya makan 3x sehari dengan 1 piring
nasi,ikan,tahu,tempe,sayur. Namun setelah sakit pasien hanya makan 1-2x sehari dengan nasi,
ikan, telur, sayur sebanyak 4 sendok dan kadang di muntahkan.

Usia 0 bulan Usia 6 bulan


ASI
Usia 8 Sekarang
ASI+MP ASI bulan Usia 2Tahun Usia 3Tahun Nasi,
(Bubur biskuit) Usia 12 bulan
ASI+MP ASI+ Nasi ASI+ Nasi, Nasi, dagung,
ASI lembek, ikan, dagung, ikan, dagung, ikan, ikan, sayur,
(bubur Tim) sayur sayur, buah sayur, buah buah
buahan buahan, susu buahan, jus,
susu
Riwayat sosial ekonomi:
Ayah bekerja sebagai pegawai Swasta dan ibu pasien bekerja sebagai guru TK
dengan penghasilan >5.000.000/ bulan. Gaji orang tua cukup dalam memenuhi kebutuhan
anak-anaknya.

Kondisi lingkungan :
Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan kakaknya. Rumah terdiri dari teras, 1 ruang tamu,
1 ruang keluarga, 1 dapur, 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, terdapat jamban pada kamar mandi,
menggunakan air dari PDAM untuk mandi dan mencuci. Tempat sampah di buang di karung
dan di ambil oleh tukang sampah. Jarak antara setiap rumah berdekatan, sekitar 1 meter.
Ikhtisar keluarga :

31 thn 30 thn

10 thn 5 thn 4 bln

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

: Tinggal serumah
Pemeriksaan Fisik (11 Februari 2019)
Status Generalis
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Heart rate : 100 x/menit, teratur, kuat angkat
Respiratory rate : 30x/menit
SpO2 : 98% dalam udara ruangan
Temperature : 37 oC

Status Nutrisi
Berat badan : 16 kg
Tinggi badan : 106 cm
Lingkar Kepala : 49 cm
BB/U : -2 SD s/d + 2SD  Berat badan normal
TB/U : -2 SD s/d + 2SD  Tinggi badan normal
BB/TB : -2 SD s/d + 2SD  Gizi baik
BMI/U : -2 SD s/d + 2SD  Gizi baik

Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala
Inspeksi : Normocephali, massa (-), rambut rontok (-)
Palpasi: Massa (-), nyeri tekan (-)

Wajah dan Leher


Wajah: edema (-)
Mata: Inspeksi: Konjungtiva anemis (-/-),sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-) refleks
pupil (+/+), isokor. Fotofobia (-/-)
Palpasi: Nyeri tekan (-/-), edema palpebra (-/-).
Telinga Inspeksi: Bentuk normal, deformitas (-), serumen (-/-).
Palpasi: Nyeri tekan (-/-), pembesaran kelenjar (-/-).
Hidung Inspeksi: Bentuk normal, rhinorrhea (-), perdarahan (-) mukosa normal,hiperemis
Palpasi : Tidak ada darah yang keluar dari hidung (-)
Mulut Inspeksi: Sianosis sentral (-), mukosa kering (+).
Leher Inspeksi: Massa (-)
Palpasi: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris (+/+)
Retraksi (-/-)
Palpasi: Pengembangan dinding dada simetris (+/+)
Perkusi: Batas jantung :
Kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
Kanan bawah : ICS IV linea parasternal dextra
Kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kiri bawah : ICS V linea parasternal dextra
Auskultasi: Cor: S1 tunggal S2 split tak konstan, regular, murmur (-), gallop(-)
Pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-)

Abdomen
Inspeksi: Ascites (-), massa (-)
Palpasi: Nyeri tekan (+), turgor kulit normal, Hepatomegali (+), ascites (-)
Perkusi: Timpani (+)
Auskultasi: Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Atas: Akral hangat (+/+), pucat (-/-)

Bawah: Akral hangat (+/+), pucat (-/-) , CRT <2s


Pemeriksaan penunjang :

Tanggal 10/02/19 11/02/19 11/02/19 12/02/19 13/02/19


09.20 06.41 23.00 05.00 05.00
Febris IV V V VI VII
hari
Lab
Hb 9,8 9,9 10,5 10,6 10,0
HT 30 30 32 33 31
WBC 1790 2540 3140 3020 4120
PLT 122.000 71.000 57.000 64.000 73.000
MCV 76,6 76 76,3 76,5 76,3
MCH 24,7 24,8 24,9 24,9 24,7
MCHC 32,2 32,6 32,6 32,6 32,4
SGOT 142
SGPT 57
GDS 107
IgG Reaktif
IgM Reaktif

Pemeriksaan Feses (11/02/19) :


Konsistensi :Cair
Warna :Coklat
Bakteri : +/LPB
Epitel : 3 – 6/LPB
Leukosit : 4 – 6/ LPB
Eritrosit : 3 – 5/LPB

Pemeriksaan Urinalisa (12/02/19) :


PH : 6.0
Nitrit : Negatif
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Urobilinogen : +3 mg/dL
Leukosit : 8/uL
Epitel : 8/uL
Bakteri : 7/uL

Resume
Anak laki-laki usia 5 tahun 4 bulan, demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari, demam dirasakan terus menerus dan tidak
menurun dengan pemberian obat. Pasien juga mengeluh mual dan muntah, muntah sudah 1
pada demam hari ke-2. Nafsu makan pasien menurun sejak 1 hari SMRS masuk rumah sakit
dan badannya terasa lemas dan sakit serta nyeri kepala. Pasien tidak mengeluh bab darah, bak
darah, batuk, kejang, pilek, gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Pasien pernah di rawat
inap pada usia 4 tahun di puskesmas selama 7 hari dengan diagnosis campak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 100 x/menit, , suhu 37 C, frekuensi
nafas 30x/menit, SpO2 98% dengan ruangan udara, status gizi normal, nyeri tekan seluruh
lapang abdomen, hepatomegaly (+). Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan anemia,
leukopenia, dan trombositopenia.

Diagnosis kerja
Demam Fever

Diagnosis banding
Dengue Haemorrage Fever
ITP

Planning
Planning Diagnostik:
• Pemeriksaan laboratorium darah lengkap setiap hari (untuk menilai trombosit,leukosit
dan hematokrit)
Planning terapi:
Non medikamentosa
• Tirah baring
• Monitor tanda vital
Medikamentosa
• IVFD RL 15 tpm
• Paracetamol infus 200mg/4 jam (12.5 mg/KgBB/hari)
• Zinc syr 1x1 Cth ( 10ml/hari)
• L-bio 2x1 Sachet

Follow Up
Tanggal S O P
11 Nyeri perut (+), KU: sedang Planning Terapi:
Februari demam (-), mual TD: 110/70 mmHg - IVFD RL 15 tpm
2019 (+) diare (+), HR: 90 x/menit
- PCT infus 200mg/4 jam prn
nafsu makan RR: 30 x/ menit
menurun T: 39 0C - Zink syr 1x1 Cth
- L-bio 2x1 Schet
Hasil Laboraturium :
Hb: 9,9 - Cek DL ulang
Ht : 30
- Cek feses
Leu: 3140
PLT : 71.000

12 Perdarahan aktif KU: sedang Planning Terapi:


Februari (-), demam (-), TD: 100/70 mmHg - IVFD RL 15 tpm
2019 nyeri perut (+), HR: 110 x/menit
- PCT infus 200mg/ 4 jam prn
mual (-), BAK RR: 30x/ menit
(+), BAB(+), T: 36,4 0C - Zink syr 1x1 Cth
mimisan (+) Hasil Laboraturium :
- L-bio 2x1 Schet
Hb: 10,6
PLT: 57.000 - Cek DL ulang
Leu: 3020
- Cek urinalisis
HCT: 33

13 Nyeri perut (-), KU: sedang BPL


Februari demam (-), TD: 100/70 mmHg
2019 perdarahan gusi HR: 89 x/menit
dan hidung (-) RR: 32x/ menit
T: 37,50C
Hasil Laboraturium :
Hb: 10
Ht : 31
Leu : 4120
PLT : 73.000
IgM : Reaktif
IgG : Reaktif
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada keluhan utama demam selama 4 hari SMRS. Demam terjadi secara mendadak,
dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan respon pengobatan. Demam yang
berlangsung 3-5 hari kemudian menurun mengarah pada demam dengue atau demam berdarah
dengue. Demam pada pasien dirasakan naik turun dan pada hari ke 3. Dilihat dari pola
demamnya pola demam seperti itu dikatakan pola demam bifasik dan sangat khas dengan pola
demam yang berada pada penyakit demam berdarah, pada hari 1 sampai hari ke 3 merupakan
fase demam. Keluhan mual dan muntah, dan myalgia, yang dirasakan pasien akibat dari infeksi
virus yang sudah menyerang secara sistemik sehingga beberapa organ memberikan reaksi
terhadap penyakit. Demam dengue pada umumnya timbul mendadak, suhu >39C, terus-
menerus, bifasik, biasanya berlangsung 2-7 hari. Pada hari ke-3 umumnya suhu tubuh
menurun, namun masih di atas normal, kemudian suhu naik kembali.
Pemeriksaan laboratorium demam dengue menunjukan pada umumnya leukosit yang
normal. Namun beberapa kasus juga dapat ditemukan leukopenia dengan jumlah PMN yang
turun, dan ini berlangsung pada fase demam. Jumlah trombosit dapat normal atau menurun.
Peningkatan hematocrit di temukan apabila pasien mengalami dehidrasi karena demam tinggi,
muntah, atau asupan cairan yang kurang. Pada pasien ini, pemeriksaan penunjang didapatkan
nilai terendah trombosit pasien 57.000/uL, leukosit terendah 1790 yang dapat ditemukan pada
Demam dengue.
Pada kasus ini didapatkan hasil serologi IgG dan IgM reaktif. Uji serologi Dengue
IgM dan IgG seringkali dilakukan. Pada infeksi primer, IgM akan muncul dalam darah pada
hari ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian menurun serta menghilang setelah
60-90 hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada di dalam darah. Pada infeksi sekunder,
IgM pada masa akut terdeteksi pada 70% kasus, sedangkan IgG dapat terdeteksi lebih dini pada
sebagian besar (90%) pasien, yaitu pada hari ke-2. IgM pada sesorang yang terkena infeksi
primer akan bertahan dalam darah beberapa bulan dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan
demikian, setelah fase penyembuhan, baik IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi
meskipun anak tidak menderita infeksi dengue. Setelah 3 bulan, hanya IgG yang bertahan di
dalam darah. Imunoglobulin G dapat terdeteksi pada pemeriksaan darah seseorang yang telah
terinfeksi oleh salah satu serotipe virus dengue,. Hal itu disebabkan oleh IgG dalam darah
bertahan dalam jangka waktu yang lama bahkan dapat seumur hidup. Untuk itu, interpretasi
serologi tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus dilengkapi dengan anmanesis, pemeriksaan
fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis dengue. Pemeriksaan
serologis terutama berguna untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder.
Pada pasien didapatkan nilai SGOT dan SGPT meningkat yaitu dengan nilai 142 dan
57. Peningkatan enzim hati yaitu Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), dan
Serum Glutamic Pyruvate transaminase (SGPT), disebabkan adanya kebocoran enzim yang
merupakan salah satu manifestasi sel-sel yang meningkatkan SGPT oleh infeksi virus Dengue.
Virus dengue mampu berkembang biak dalam sel hati meninggalkan hepatoselular. Dampak
virus dengue tarhadap hepatosit dan sel kupffer melalui beberapa mekanisme yaitu efek
langsung, efek sitokin proinflamasi, dan efek radikal bebas terhadap hepatosit dan sel kupler.
Virus dengue menginduksi mitokondria dan kematian sel. Hal ini mungkin disebabkan oleh
protein virus atau produknya berinteraksi dengan membran mitokondria, mengakibatkan
peningkatan permeabilitas membran mitokondria, perubahan fisiologi mitokondria, yang
berlebihan. Terjadi nekrosis hepatoselular yaitu terjadi kematian sel pada zona tengah dan
perifer hati. Nekrosis tersebut terjadi akibat sirkulasi mikro yang menyebabkan hepatoselular
yang mengalami ketidakmampuan menjalankan fungsinya, inflamasi akut akibat pengaruh
sitokin dan proinflamasi berbagai mediator, serta dampak negatif oksidan dan kolektasis.
Kelainan tersebut tidak terlepas dari keterlibatan sistem retikuloendotelial, kompleks imun,
aktifitas komplemen, kompleks antigen antibodi, agregasi trombosit, perubahan endotel, dan
berbagai komponen lain selama berlangsungnya infeksi.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama adalah terapi suportif.
Pemberian tatalaksana yang diberikan RL 500 cc dengan 14 tetes per menit untuk pengobatan
dan pencegahan hipovolemia. IVFD RL 15 tpm. Paracetamol infus 200mg/4 jam dosis
12.5ml/KgBB/hari dan Zinc syr 1x1 Cth ( 10ml/hari) dan L-bio 2x1 Sachet.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasruddin.2011. Penyakit Infeksi di Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.


2. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Pedoman
Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Dalam: Hadinegoro SR,
Moedjito I, Chairulfatah A, penyunting. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed ke-1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. World Health Organization. 2011. Comprehensive guidelines for prevention and control
of dengue and dengue haemorrhagic fever. New Delhi: Regional office for South-East
Asia.
4. World Health Organization. 2011. Severe dengue. [Di akses tanggal 3 Maret 2019].
Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2016. [diakses tanggal 5 Maret 2019]. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-
lain/Data%20dan%20Informasi%20Kesehatan%20Profil%20Kesehatan%20Indonesia%
202016%20-%20%20smaller%20size%20-%20web.pdf
6. Chadra A. 2010. Demam Berdarah Dengue : Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan. Aspirator Vol 2 No 2 110-119. [diakses tanggal 3 Maret 2019].
Diunduh dari https://media.neliti.com/media/publications/53636-ID-demam-berdarah-
dengue-epidemiologi-patog.pdf
7. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2012. Update Management of
Infectious Disease and Gastrointestinal Disorder Dalam Hadinegoro SR, Kadim M,
Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG.

Anda mungkin juga menyukai