Laporan Kasus Lydia Nur Amalia PDF
Laporan Kasus Lydia Nur Amalia PDF
“Demam Dengue”
Oleh :
Lydia Nur Amalia
H1A 014 040
Pembimbing:
dr. Titi Pambudi K, M.Sc, S.pA
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Demam dengue”.
Laporan kasus ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa
Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Saya berharap penyusunan jurnal
reading ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita semua mengenai frekuensi
anemia dan difisiensi besi pada anak periode pertama sekolah.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga
Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas dan
menerima segala amal ibadah kita.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global. Infeksi virus dengue
merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito borne disease”) yang paling
penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini mempunyai
spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan
demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat yaitu sindrom syok
dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi infeksi
dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita
infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah
juta kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah
dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1
Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit akibat infeksi
virus dengue di berbagai negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%.
Penyakit dengue terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan sekitar 2,5 milyar
penduduk mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit ini. Di perkirakan setiap tahun sekitar
50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat inap,
dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia tenggara termasuk Indonesia
dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis. Itu sebabnya penyakit
dengue merupakan alasan utama rawat inap dan merupakan satu penyebab utama kematian
pada anak.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus
3
dengue yang berat dan sering kali fatal. DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya
peningkatan permeabilitas vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan.1
B. Epidemiologi
Penyakit dengue terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis dengan sekitar 2,5
milyar penduduk mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit ini. Di perkirakan setiap tahun
sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan rawat
inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia tenggara termasuk
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar merupakan daerah endemis. Itu
sebabnya penyakit dengue merupakan alasan utama rawat inap dan merupakan satu penyebab
utama kematian pada anak. Table 1 menunjukan jumlah kasus dan angka kematian (case
fatality rate/CFR) demam berdarah dangue (DBD) di Indonesia dari tahun 2008 sampai 2012.2
C. Etiologi
Virus Dengue
Virus dengue termasuk genus flavivirus dan famili flavifiridae. Selain virus dengue, virus lain
yang termasuk dalam genus ini adalah Japanesse encephalitis virus (JEV), yellow fever virus
(YFW), west nile virus (WNV), dan tickborne encephalitis virus (TBEV). Masing-masing virus
tersebut mempunyai kemiripan dalam struktur antigeniknya sehingga memungkinkan terjadi
reaksi silang secara serologik. Berdasarkan genom yang dimiliki, virus dengue termasuk virus
(positive sense single stranded ) RNA. Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotipe
virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2,DENV-3, dan DENV-4. Masing- masing serotipe
mempunyai beberapa galur(strain) atau genotip yang berbeda. Di Indonesia keempat serotipe
virus dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3 merupakan galur yang paling virulen.3,4
Virus Nyamuk
Pada saat ini nyamuk stegomiya aegipty (aedes aegipty) disebut sebagai spesies kosmopolitan
yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia. Nyamuk ini merupakan nyamuk domestik
yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit manusia (antropofilik) serta dapat menggigit
lebih dari satu individu (multiple bite) untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup
tersebut menyebabkan nyamuk tersebut menjadi vektor yang sangat potensial untuk
menularkan virus dengue dari satu individu ke individu yang lain, dan hanya nyamuk betina
yang menggigit manusia.3,4
Pejamu
Saat nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia,virus masuk ke dalam
tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari fase demam. Nyamuk
kemudian menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada
individu antara lain ditentukan oleh status imun dan faktor genetik pejamu.3,4
Faktor Abiotik
Suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui berperan dalam penyebaran
penyakit dengue. Perubahan iklim secara global dilaporkan membuat nyamuk mengalami
dehidrasi sehingga untuk mempertahankan diri nyamuk akan lebih sering menggigit manusia.
Peningkatan curah hujan, terutama saat peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan
dilaporkan berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit dengue.3,4
D. Patogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan
menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ
sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpatikus, sumsum tulang serta
paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran
pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan
bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.4
Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi
tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya.32 Secara invitro, antobodi terhadap
virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen,
antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri
dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif
silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.
Bagan kejadian infeksi virus dengue
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih
kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody dependent
enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang
mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika
orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan
terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi
primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda
yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan
bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL6, tumor
necrosis factor-alpha (TNF-A dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi
peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran
dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan merangsang
komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan
sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan.
Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi
infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akibat
adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut,
maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi
dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada teori ADE
disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah
penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat
menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin
spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM,
IgG1 dan IgG3. Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis
DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe
virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada
kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori
antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan
aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu,
pada 48- 72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang
dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi
aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan
bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti
interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab
pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus
dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di
beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak
cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih
disebabkan oleh gangguan metabolik.3,5,6,7
E. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam dengan suhu tubuh 39-
40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.
. Perjalanan penyakit infeksi dengue
Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan
terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari sakit ke-1 sampai dengan
hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, anak memerlukan minum
yang cukup karena demam tinggi. Anak biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat
mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan
biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai hematokrit masih normaldan viremia berakhir
pada fase ini. Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan
ke-5 (24-48 jam), ypada saat ini demam turun,sehingga disebut sebagai fase deffervescene.
Fase ini kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam
turunpadahal anak memasuki fase berbahayaketikan kebocoran plasma menjadi nyata dan
mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah
dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya
berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.2
Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran pembuluh
darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam pembuluh
darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan hitung
leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 haritapi dapat menjadi fase
berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak dapat
mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada hari-hari tersebut demam dapat meningkat
kembali tetapi tidak begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana
kuda. Seringkali anak diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase ini anak terlihat
riang, nafsu makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit.2
Klasifikasi
Klasifikasi diagnosis dengue menurut WHO 2011 Dikutip dan dimodifikasi dari WHO. Comprehensive guideline for
prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Regional office for
South-East Asia, New Delhi, India 2011
G. Diagnosis
Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda
dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan
Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti
perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis
DBD.
Syok dekompensasi
- Takikardia
- Hipotensi (sistolik dan diastolik menurun
- Nadi cepat dan kecil
- Pernapasan kusmaull atau hiperpne
- Sianosis
- Kulit lembab dan dingin
- Profound shock : nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
4. Expanded dengue syndrome
Memenuhi kriteria DD atau DBD baik disertai syok maupun tidak, dengan
manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan manifestasi klinis
yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala:
- Kelebihan cairan
- Gangguan elektrolit
- Enselopati
- Ensefalitis
- Perdarahan hebat
- Gagal ginjal akut
- Haemolytic uremic syndrome
- Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, perikarditis
- Infeksi ganda 2,3,7
F. Pemeriksaan Penunjang
Uji torniket bertujuan untuk menilai fragilitas kapiler dan tidak patognomonik untuk
diagnosis dengue.11 Di sisi lain, pemeriksaan darah lengkap harus selalu dilakukan pada pasien
dengue. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hampir 70% pasien dengue mengalami
leukopenia(<5000 ul), yang akan kembali normal sewaktu memasuki fase penyembuhan pada
hari sakit ke-6 atau ke-7.
Jumlah trombosit mulai menurun pada hari ke-3 dan mencapai titik terendah pada hari
sakit ke-5. Trombosit akan mulai meningkat pada fase penyembuhan serta mencapai nilai
normal pada hari ke-7(Tabel 2). Meski jarang, ada pasien yang jumlah trombositnya mencapai
normal pada hari ke-10 sampai ke-14.
Pemeriksaan serial darah tepi yang menunjukkan perubahan hemostatik dan kebocoran
plasma merupakan petanda penting dini diagnosis DBD. Peningkatan nilai hematokrit 20%
atau lebih disertai turunnya hitung trombosit yang tampak sewaktu demam mulai turun atau
mulainya pasien masuk ke dalam fase kritis/syok mencerminkan kebocoran plasma yang
bermakna dan mengindikasikan perlunya penggantian volume cairan tubuh.
Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG seringkali dilakukan. Pada infeksi primer, IgM
akan muncul dalam darah pada hari ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian
menurun serta menghilang setelah 60-90 hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada di
dalam darah. Pada infeksi sekunder, IgM pada masa akut terdeteksi pada 70% kasus, sedangkan
IgG dapat terdeteksi lebih dini pada sebagian besar (90%) pasien, yaitu pada hari ke-2. Apabila
ditemukan hasil IgM dan IgG negatif tetapi gejala tetap menunjukkan kecurigaan DBD,
dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dengan jarak 3-5 hari bagi infeksi primer dan 2-3
hari bagi infeksi sekunder.14 IgM pada sesorang yang terkena infeksi primer akan bertahan
dalam darah beberapa bulan dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan demikian, setelah fase
penyembuhan, baik IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi meskipun anak tidak
menderita infeksi dengue. Setelah 3 bulan, hanya IgG yang bertahan di dalam darah.
Imunoglobulin G dapat terdeteksi pada pemeriksaan darah seseorang yang telah terinfeksi oleh
salah satu serotipe virus dengue,. Hal itu disebabkan oleh IgG dalam darah bertahan dalam
jangka waktu yang lama bahkan dapat seumur hidup. Untuk itu, interpretasi serologi tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi harus dilengkapi dengan anmanesis, pemeriksaan fisis, serta
pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis dengue. Pemeriksaan serologis
terutama berguna untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder.
Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG seringkali dilakukan. Pada infeksi primer, IgM
akan muncul dalam darah pada hari ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian
menurun serta menghilang setelah 60-90 hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada di
dalam darah. Pada infeksi sekunder, IgM pada masa akut terdeteksi pada 70% kasus, sedangkan
IgG dapat terdeteksi lebih dini pada sebagian besar (90%) pasien, yaitu pada hari ke-2. Apabila
ditemukan hasil IgM dan IgG negatif tetapi gejala tetap menunjukkan kecurigaan DBD,
dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dengan jarak 3-5 hari bagi infeksi primer dan 2-3
hari bagi infeksi sekunder.14 IgM pada sesorang yang terkena infeksi primer akan bertahan
dalam darah beberapa bulan dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan demikian, setelah fase
penyembuhan, baik IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi meskipun anak tidak
menderita infeksi dengue. Setelah 3 bulan, hanya IgG yang bertahan di dalam darah.
Imunoglobulin G dapat terdeteksi pada pemeriksaan darah seseorang yang telah terinfeksi oleh
salah satu serotipe virus dengue,. Hal itu disebabkan oleh IgG dalam darah bertahan dalam
jangka waktu yang lama bahkan dapat seumur hidup. Untuk itu, interpretasi serologi tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi harus dilengkapi dengan anmanesis, pemeriksaan fisis, serta
pemeriksaan penunjang lainnya untuk menegakkan diagnosis dengue. Pemeriksaan serologis
terutama berguna untuk membedakan antara infeksi primer dan sekunder.2,3,7
Metode diagnostik deteksi antigen dengue dan pemeriksaan serologi anti dengue
G. Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tipoid,
influenza, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), chikungunya dan leptospirosis. 1
1. Belum / tanpa renjatan :
a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit
exanthem, hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
a. Leukemia
b. ITP
c. Anemia Aplastik
4. Dengan kejang
a. Ensefalitis
b. Meningitis1,2,3,7
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Demam Dengue :
Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
- Tirah baring selama fase demam akut
- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami
nyeri yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah.
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue :
Tatalaksana DBD bersifat simtomatis dan suportif. Pemberian tatalaksana yang tepat dapat
mengurangi morbiditas dan mortilitas DBD. Pemberian terapi yang berlebihan seperti
kelebihan cairan (fluid overload) akan memperberat keadaan sakit.
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup banyak akan menimbulkan syok
hipovolemi (demam berdarah dengue/sindrom syok dengue) dengan mortilitas yang tinggi.
Dengan demikian penggantian cairan ditujukan untuk mencegah timbulnya syok. Perembesan
plasma terutama terjadi saat suhu tubuh turun (time of fever defervescene). Pemeriksaan nilai
hematocrit merupakan indicator yang sensitive untuk mendeteksi derajat perembesan plasma,
sehingga jumlah cairan yang diberikan harus disesuaikan dengan hasil pemeriksaan hematocrit.
Kebocoran plasma pada demam berdarah dengue hanya bersifat sementara, sehingga
pemberian cairan dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama dapat menyebaban kelebihan
cairan dengan segala akibatnya.
Penggantian cairan
• Jenis cairan : cairan kristaloid isotonic merupakan cairan pilihan untuk pasien DBD.
Tidak dianjurkan cairan hopotonik seperti NaCl 0,45 , kecuali bagi pasien usia <6
bulan. Dalam keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan hipotonis, hanya 1/12
volume yang bertahan dalam ruang intravaskular sedangkan cairanisotonis ¼ volume
yang bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intraseluler dan eksraseluler. Pada
keadaan permeabilitias yang meningkat volume cairan yang bertahan akan semakin
berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan
hipotonis. Cairan koloid hiperonkonik seperti dextran 40 atau HES walaupun lebih
lama bertahan dalam ruang intravaskular namum memiliki efek samping seperti alergi,
mengganggu fungsi koagulasi, dan berpotensi menganggu fungsi ginjal. Jenis cairan ini
hanya diberikan pada 1) perembesan plasma massif yang ditujukkan dengan nilai
hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan
kristaloid yang adekuat atau 2) pada keadaan syokyang tidak berhasil dengan
pemberian bolus cairan krostaloid yang kedua.
• Jumlah cairan : volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi
klinis dan temuan laboraturium. Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran
plasma >20% oleh karena itu jumlah cairan yang diberikan diperkiran sesuai kebutuhan
rumatan (maintenance) ditambah dengan deficit cairan 5 %..
Flow chart penggantian volume cairan pada sindrom syok dengue Dikutip dengan modifikasi dari World
Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Regional office for South-East Asia, New Delhi, India
2011.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama Lengkap : AAP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 08-08-2013
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 106 cm
Alamat : Selagalas, Mataram
Tanggal MRS : 10 Februari 2019
Tanggal Pemeriksaan : 11 Februari 2019
No. RM : 61-23-68
Nama Ayah : Tn S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 31 tahun
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Selagalas, Mataram
Nama Ibu : Ny S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Pendidikan : Strata 1
Pekerjaan : Guru TK
Alamat : Selagalas, Mataram
Anamnesis:
Keluhan Utama:
Demam
Riwayat Perkembangan:
Motorik kasar
- Mengangkat kepala : 1 bulan
- Duduk dengan tegak : 3 bulan
- Tengkurap membalik badan : 6 bulan
- Berdiri : 7 bulan
- Berjalan : 12 bulan
- Berlari : 16 bulan
- Bersepeda : 3 tahun
- Bermain bola : 4 tahun
Motorik halus
- Memegang benda : 3 bulan
- Meraih benda : 4 bulan
- Mencoret-coret : 15 bulan
- Menggambar : 4 tahun
Komunikasi Bicara
- Bereaksi terhadap bel : 1 bulan
- Bersuara : 1 bulan
- Tertawa : 2 bulan
- Berbicara mama/papa : 10 bulan
- Bicara yang dapat dimengerti : 24 bulan
Sosial/Kemandirian
- Menatap wajah : 1 bulan
- Tersenyum : 2 bulan
- Bertepuk tangan : 10 bulan
- Meniru kegiatan : 15 tahun
Riwayat Imunisasi :
Waktu Pemberian
Imunisasi Bulan Tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 6 12
BCG I
I II III IV
DPT
I II III IV
Polio (OPV)
I
Hepatitis B
Campak
MMR
Riwayat Makanan :
Pasien minum ASI sejak lahir hingga usia 2 tahun dengan frekuensi pemberian setiap 3 jam
sekali. Mulai dengan MP-ASI yaitu bubur biskuit sejak usia 6 bulan di berikan 2x sehari. Pasien
mulai makan dengan bubur Tim sejak usia 8 bulan sebanyak 3x sehari. Mulai makan menu
keluarga pada usia 1 tahun dengan porsi setengah piring dengan lauk ikan,sayur,telur,buah-
buahan dan susu. Sekarang pasien biasanya makan 3x sehari dengan 1 piring
nasi,ikan,tahu,tempe,sayur. Namun setelah sakit pasien hanya makan 1-2x sehari dengan nasi,
ikan, telur, sayur sebanyak 4 sendok dan kadang di muntahkan.
Kondisi lingkungan :
Pasien tinggal dengan kedua orang tua dan kakaknya. Rumah terdiri dari teras, 1 ruang tamu,
1 ruang keluarga, 1 dapur, 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, terdapat jamban pada kamar mandi,
menggunakan air dari PDAM untuk mandi dan mencuci. Tempat sampah di buang di karung
dan di ambil oleh tukang sampah. Jarak antara setiap rumah berdekatan, sekitar 1 meter.
Ikhtisar keluarga :
31 thn 30 thn
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal serumah
Pemeriksaan Fisik (11 Februari 2019)
Status Generalis
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Heart rate : 100 x/menit, teratur, kuat angkat
Respiratory rate : 30x/menit
SpO2 : 98% dalam udara ruangan
Temperature : 37 oC
Status Nutrisi
Berat badan : 16 kg
Tinggi badan : 106 cm
Lingkar Kepala : 49 cm
BB/U : -2 SD s/d + 2SD Berat badan normal
TB/U : -2 SD s/d + 2SD Tinggi badan normal
BB/TB : -2 SD s/d + 2SD Gizi baik
BMI/U : -2 SD s/d + 2SD Gizi baik
Thoraks
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris (+/+)
Retraksi (-/-)
Palpasi: Pengembangan dinding dada simetris (+/+)
Perkusi: Batas jantung :
Kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
Kanan bawah : ICS IV linea parasternal dextra
Kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kiri bawah : ICS V linea parasternal dextra
Auskultasi: Cor: S1 tunggal S2 split tak konstan, regular, murmur (-), gallop(-)
Pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-)
Abdomen
Inspeksi: Ascites (-), massa (-)
Palpasi: Nyeri tekan (+), turgor kulit normal, Hepatomegali (+), ascites (-)
Perkusi: Timpani (+)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Atas: Akral hangat (+/+), pucat (-/-)
Resume
Anak laki-laki usia 5 tahun 4 bulan, demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari, demam dirasakan terus menerus dan tidak
menurun dengan pemberian obat. Pasien juga mengeluh mual dan muntah, muntah sudah 1
pada demam hari ke-2. Nafsu makan pasien menurun sejak 1 hari SMRS masuk rumah sakit
dan badannya terasa lemas dan sakit serta nyeri kepala. Pasien tidak mengeluh bab darah, bak
darah, batuk, kejang, pilek, gusi berdarah dan tidak pernah mimisan. Pasien pernah di rawat
inap pada usia 4 tahun di puskesmas selama 7 hari dengan diagnosis campak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 100 x/menit, , suhu 37 C, frekuensi
nafas 30x/menit, SpO2 98% dengan ruangan udara, status gizi normal, nyeri tekan seluruh
lapang abdomen, hepatomegaly (+). Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan anemia,
leukopenia, dan trombositopenia.
Diagnosis kerja
Demam Fever
Diagnosis banding
Dengue Haemorrage Fever
ITP
Planning
Planning Diagnostik:
• Pemeriksaan laboratorium darah lengkap setiap hari (untuk menilai trombosit,leukosit
dan hematokrit)
Planning terapi:
Non medikamentosa
• Tirah baring
• Monitor tanda vital
Medikamentosa
• IVFD RL 15 tpm
• Paracetamol infus 200mg/4 jam (12.5 mg/KgBB/hari)
• Zinc syr 1x1 Cth ( 10ml/hari)
• L-bio 2x1 Sachet
Follow Up
Tanggal S O P
11 Nyeri perut (+), KU: sedang Planning Terapi:
Februari demam (-), mual TD: 110/70 mmHg - IVFD RL 15 tpm
2019 (+) diare (+), HR: 90 x/menit
- PCT infus 200mg/4 jam prn
nafsu makan RR: 30 x/ menit
menurun T: 39 0C - Zink syr 1x1 Cth
- L-bio 2x1 Schet
Hasil Laboraturium :
Hb: 9,9 - Cek DL ulang
Ht : 30
- Cek feses
Leu: 3140
PLT : 71.000