1
Lanjutan Pendahuluan
a Oleh karena itu, beroperasinya berbagai jenis rele proteksi untuk mendeteksi
berbagai jenis gangguan yang kemungkinan akan terjadi. Pemasangan rele
proteksi tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan peralatan lain,
meliputi pengawatan / wiring, rele bantu, indikator, announciator, panel, suplay
DC, suplay
l AC, PT, CT, PMT dan
d lain
l sebagainya.
b
p g sistem p
a Disamping proteksi mempunyai
p y tujuan
j dan p
persyaratan
y tertentu,, jjuga
g
banyak fungsi yang harus diemban sesuai fungsi masing – masing rele
preteksi, diantaranya : sistem proteksi Transformator Tenaga, Saluran Udara
Tegangan Tinggi ( SUTT ), Saluran Kabel Tegangan Tinggi ( SKTT ), Saluran
Udara Tegangan Extra Tinggi ( SUTET ), Bus Bar, Kopel, Reaktor, Kapasitor dan
lain – lain.
2
Lanjutan Pendahuluan
a Untuk menjaga
j g dalam memenuhi tujuan, j , p
persyaratan
y dan fungsi
g sistem
proteksi, perlu secara periodik ( harian, mingguan, bulanan maupun tahunan ),
harus secara konsisten dilaksanakan pemeliharaan sesuai jenis - jenis
pemeliharaan yyang
p g telah ditetapkan,
p , yyaitu berdasarkan Surat Edaran Direksi PT
PLN ( Persero ) No. 032/PST/1984 Tanggal : 23 Mei 1984, tentang Himpunan
Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharaan Peralatan Penyaluran Tenaga Listrik.
3
2.1. JENIS GANGGUAN SISTEM PENYALURAN
a GANGGUAN SISTEM
Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga listrik
l i kerusakan
lain k k k
komponen relai,
l i kabel
k b l kontrol
k t l terhubung
t h b singkat
i k t dan
d
4
2.2. TUJUAN SISTEM PROTEKSI
5
2.3. PERSYARATAN SISTEM PROTEKSI
6
2.4. PEMBAGIAN DAERAH PROTEKSI
PM G
7
2.5. PERALATAN SISTEM PROTEKSI
AC
C GEN-SET, Untuk Supply
GEN-SET
SUPPLY Essensial Load ?
DC 1. Charger ?
SUPPLY 2 Battery ?
2.
PERALATAN PROTEKSI
Indikasi relai
Data Scada
PMT PMT
Disturbance Recorder
AIR SF 6
BLAST
Operating Mechanism ?
1. Hydraulic
2. Pneumatic Evaluasi Gangguan
3. Spring
8
2.6. SINGLE LINE DIAGRAM GARDU INDUK
1250A 1250A
300-600/5-5A 300-600/5-5A
TRAFO I TRAFO II
60 MVA 60 MVA
150 / 20 kV 150 / 20 kV
YNyn0 YNyn0
12 Ohm
12 Ohm
20kV/ 3 20kV/ 3
100V/ 3 100V/ 3
2000/5A 2000/5A
2000A 2000A
I
20 kV
II
KETERANGAN
= PMT SF6
= PMT VACUM
PT PLN (PERSERO) UBS - P3B
REGION JAKARTA DAN BANTEN
UPT - KARET
SINGLE LINE DIAGRAM
GI. KARET
DIGAMBAR TANGGAL DIPERIKSA DISETUJUI DIKETAHUI
UPT KARET 06-03-2002
AM Kinerja\Single Line Diagram\Karet 1
9
2.7. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI 500 KV
10
2.8. PERALATAN UTAMA TERPASANG
a Pemutus tenaga
a Pemisah
a Trafo pengukuran
a Busbar
a Lightning Arrester
a Trafo tenaga
a Kapasitor
a Reaktor
a Panel kontrol
a Panel proteksi
a Sumber AC dan DC
a Sarana komunikasi
11
2.9. JENIS – JENIS RELAY PROTEKSI
12
2.10. PERUNTUKAN SISTEM PROTEKSI
a Transformator
a Reaktor
a Kapasitor
a Busbar
a Kopel
a Diameter
a SUTT
a SUTET
13
3.1. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI
TRANSFORMATOR
BUS 150 KV
YNyn0(d), 60 MVA
In sisi 150 kV In sisi 20 kV
Trf : 231 A Trf : 1732 A BUS 20 KV
300/1 A 2000/1 A
51/51N 51/51N
2000/1 A
51N
300/1 A
64 64
12 Ω
87
In : 1 A
14
3.2. DAERAH KERJA SISTEM PROTEKSI TANSFORMATOR
OCR/GFR
50/51P/51GP 87NP
87T
SBEF
51NS
87NS
d c
OCR/GFR
50/51S/51G REL 20 kV
S
b
OCR/GFR
50/51/51G a
15
3.3. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI
KAPASITOR
MCB
M
TCS TCS
52 Control Panel
TC1 TC1
A V
P2
ASS VSS
1
2
P1
Protection Panel
M
50N, 50, 27 59
51N 51
46 86
P1
1
P2
CAPASITOR BANK
25 MVAR
16
3.4. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI BUSBAR
1 2 3 4 5 6 7 8
1 2 3 4 5 6 7 8 Posisi DS
R1 R2
17
3.5. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI BUSBAR
Sektor 1 Sektor 2
d c
R1 a b e f R2
g h R3 j k
Check zone
18
3.6. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI 500 KV
19
3.7. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI
CCP/SZP/CBF
LPa
LPb
CCPb
CCPa
CBF/SZP
/
Ke BUS A
CBF/SZP BUS B
BUSPRO A CCPa
CCPb
BUSPRO B
20
3.8. DIAGRAM LOGIC SISTEM PROTEKSI CBF/SZP
kontak trip
relai proteksi
utama
OCR
200 mS
& t
+
trip
15 mS
&
t
kontak status
PMT terbuka
21
4.1. TRANSFORMATOR ARUS
a T
Transformator
f t Arus
A j
juga bi
biasa di b t Current
disebut C t Transformer
T f ( CT )
22
Lanjutan 4.1
a Rangkaian Pengganti
Ip/N Is
P1 P2 Ie
Ze Es Zs
S1 S2 Zb
23
Lanjutan 4.1
a Tegangan induksi
ind ksi disisi sekunder
sek nde
Ek = 4.44 B A f N volt
a Tegangan jepit disisi rangkaian sekunder
Es = Is ( Zb + Zct + Zl ) volt
If
24
Lanjutan 4.1
proteksi
t ki
B
pengukuran
25
Lanjutan 4.1
a Konstruksi CT
Bar primary
26
Lanjutan 4.1
P1 P2 P1 P2
S1 S2 S1 S2
27
Lanjutan 4.1
P1 P2
S1 S2 S3
P1 P2 P1 P2
S1 S2 S3 S1 S2 S3
28
Lanjutan 4.1
a Multi Rasio
P1 P2
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7
29
Lanjutan 4.1
a T f A
Trafo Arus Dengan
D R
Rasio
i lebih
l bih dari
d i 1 (Satu).
(S t )
Contoh :
R i 1000/ 1 - 1 - 1 - 1 A
Rasio
primer P1 - P2
sekunder ke 1 1S1 - 1S2 untuk relai arus lebih & p
pengukuran
g (dgn
( g ACT))
sekunder ke 2 2S1 - 2S2 untuk relai differensial & REF
sekunder ke 3 3S1 - 3S2 untuk check zone buspro
sekunder ke 4 4S1 - 4S2 untuk zone protection buspro
30
Lanjutan 4.1
a Contoh :
Rasio 800/ 1 - 1 - 1 – 1-1 A
primer
i P1 - P2
sekunder ke 1 1S1 - 1S2 untuk pengukuran
sekunder ke 2 2S1 - 2S2 untuk relai arus lebih
sekunder ke 3 3S1 - 3S2 untuk relai jarak
sekunder ke 4 4S1 - 4S2 untuk check zone buspro
sekunder ke 5 5S1 - 5S2 untuk zone protection buspro
a Masing-masing
g g rasio mempunyai
p y klas, kapasitas
p sama atau berbeda sesuai
kebutuhan
31
Lanjutan 4.1
a Rating
i CT
C
9 Rating Beban
¾ Rating
R ti dari
d i beban
b b dimana
di akurasi
k i masih
ih bisa
bi dicapai.
di i
¾ Dinyatakan dalam VA
¾ Umumnya bernilai 2.5 , 5 , 7.5 , 10 , 15 , 30 VA
32
Lanjutan 4.1
33
Lanjutan 4.1
a Kesalahan CT
9 Kesalahan rasio CT
¾ Kesalahan besaran arus karena perbedaan rasio name plate dengan
rasio sebenarnya dinyatakan dalam % = 100 ( Kn Is - Ip ) / Ip
9 Kesalahan fasa
¾ Akibat pergeseran fasa antara arus sisi primer dengan arus sisi
sekunder
9 Komposit Error
εc = 100/ Ip √ 100/T ∫ (K n is – ip)2 dt
is dan ip merupakan nilai arus sesaat sisi sekunder dan sisi primer.
34
Lanjutan 4.1
a Klas CT
35
Lanjutan 4.1
9 Contoh
C h:
Transformator arus 200/1 A dengan ALF 5, maka I alir primer batas
akurasi < 5 x 200 A = 1000 A
36
Lanjutan 4.1
a Klas CT Proteksi
9 Klas P
Dinyatakan dalam bentuk seperti contoh berikut :
15VA 10 P 20
dimana :
15 VA = rated beban CT sebesar 15 VA
10 P = klas proteksi , kesalahan 10 % pada rated batas akurasi.
20 = accuracyy limit faktor,, batas akurasi CT sampai
p dengan
g 20
kali arus rated
37
4.2. TRANSFORMATOR TEGANGAN
38
Lanjutan 4.2
a Rangkaian ekivalen PT
Rp Xp np
p : ns Xs Rs
A a
Ip Is
Vp Vs
Ie Im
N n
Im = arus eksitasi/magnetisasi
Ie = arus karena rugi besi
39
Lanjutan 4.2
a Prinsip Kerja PT
E1 E2
N1 N2
E1 = N1 = a
E2 N2
a = Perbandingan transformasi
N1 > N2
N1 = Jumlah belitan primer E1 = Tegangan Primer
N2 = Jumlah belitan sekunder E2 = Tegangan sekunder
40
Lanjutan 4.2
a Klas PT Proteksi
41
Lanjutan 4.2
Klasifikasi PT
9 PT Induktif yang terdiri dari belitan Primer dan belitan sekunder, dan
belitan primer akan menginduksikannya ke belitan sekunder melalui
core
42
Lanjutan 4.2
a PT jenis
j i capasitor
it (CVT)
C1 C1 C1
L L T
C2 Zb C2 Zb C2 Zb
43
5.1. RELE ARUS LEBIH (OCR & GFR)
a Rele arus lebih merupakan rele Pengaman yang bekerja karena adanya
besaran arus dan terpasang pada Jaringan Tegangan tinggi, Tegangan
menengah juga pada pengaman Transformator tenaga.
tenaga
44
Lanjutan 5.1
a F
Fungsi
i dan
d P
Penggunaan
9 Relai arus lebih tak berarah dan Relai Hubung Tanah Tak berarah atau
fasa-fasa
fasa fasa maupun fasa tanah dan dapat digunakan sebagai :
9 Pengaman utama untuk sistem tenaga listrik yang kecil dan radial.
45
Lanjutan 5.1
OCR
CT OCR
CT
OCR
CT OCR GFR
CT
OCR
CT OCR
CT
CT OCR
GFR
CT
OCR
CT
46
Lanjutan 5.1
a Karakteristik Relay
9 Instantaneous time
9 Definite
fi i time
i
9 Standard Inverse
9 Very Inverse
9 Extremely Inverse
47
Lanjutan 5.1
48
Lanjutan 5.1
¾ Bekerja
j dengan
g waktu tunda
¾ Waktu kerja relai tidak dipengaruhi besar arus gangguan
¾ Terdapat disisi primer atau sekunder trafo
I T
49
Lanjutan 5.1
50
Lanjutan 5.1
No. Kurva C n
4. Extremely Inverse - EI 80 2
51
Lanjutan 5.1
a Karakteristik OCR/GFR
/ ((IEC Standart))
Waktu (s)
1 .10
3
100
10
Long Time Inverse
Standart Inverse
1
Very Inverse
0.1
10 100 1 .10
3
Ekstremely Inverse
Arus hubung singkat (A)
52
Lanjutan 5.1
Trip O/ O/
O/ O/ O/ C
Trip C
C C C
E/
F
a Pemasangan OCR 3phasa + GFR
O/ O/ O/
Trip
C C C
E/
F
53
Lanjutan 5.1
a Diagram Pemasangan 2 OCR & GFR
54
Lanjutan 5.1
55
Lanjutan 5.1
CT
OCR
PMT INDIKATOR
t>
CC
56
5.2. RELE DIFERENSIAL
57
Lanjutan 5.2
a RELE DEFERENSIAL ini berfungsi
g untuk mengamankan
g transformator tenaga
g
terhadap gangguan hubung singkat yang terjadi didalam daerah pengaman
transformator, yang disambung ke instalasi trafo arus ( CT ) dikedua sisi.
I1 I2 I1 I2
1 2 1 2
B B B B
R IR=II1-II2= 0 R IR=II1+ I2≠ 0
9 Arus kerja =
[(smallest current in operating coil to cause operation)/(rated current
of the operating coil)x 100 %]
9 Slope
p =
[(current in operating coil to cause operation)/(current in restraining)
x 100 %]
9 % slope ={(I1-I2)/[(I1+I2)/2]x100 %}
9 %min
% i picki k up = 10 s.dd 30 % x In
I CT
58
Lanjutan 5.2
a Vektor group trafo tenaga menentukan pergeseran sudut arus primer
terhadap arus sekunder. Vektor group ditentukan berdasarkan bilangan jam
dengan searah putaran jarum jam, contoh:
Jam 1 menyatakan pergeseran sudut 30 derajat
Jam 5 menyatakan pergeseran sudut 150 derajat
59
Lanjutan 5.2
60
Lanjutan 5.2
61
5.3. RELE GANGGUAN TANAH TERBATAS
87N 87N
62
Lanjutan 5.3
khususnya untuk gangguan didekat titik netral yang tidak dapat dirasakan
sisi.
63
5.4. RELE ARUS LEBIH BERARAH
a Definisi :
9 Directional over current rele atau yang lebih dikenal dengan rele arus
lebih yang mempunyai arah tertentu merupakan rele Pengaman yang
bekerja karena adanya besaran arus dan tegangan yang dapat
membedakan arah arus gangguan.
64
Lanjutan 5.4
a T
Teori
i dasar
d
9 Rele Ini Mempunyai 2 buah parameter ukur yaitu Tegangan dan Arus
yang masuk ke dalam rele untuk membedakan arah arus ke depan
atau arah arus kebelakang. Pada pentanahan titik netral trafo dengan
menggunakan tahanan, relai ini dipasang pada penyulang 20 KV.
Bekerjanya
e e ja ya relai
e a ini be
berdasarkan
dasa a ada
adanya
ya su
sumber
be a arus
us da
dari ZCT
C ((Zero
eo
Current Transformer) dan sumber tegangan dari PT (Potential
Transformers).
9 Untuk membedakan arah tersebut maka salah satu phasa dari arus
harus dibandingkan dengan Tegangan pada phasa yang lain.
65
Lanjutan 5.4
VRES
66
Lanjutan 5.4
Bus 20 KV
Tripping PT
Coil
-
ZCT +
67 G
67
Lanjutan 5.4
a Relay connection :
9 Adalah sudut perbedaan antara arus dengan tegangan masukan relai
pada power faktor satu
68
Lanjutan 5.4
Max
Max.
Reference
torque line
V
φi
θ φ
I
Zero
torque line
α
OPERATE φv
Iv
RESTRAIN
69
Lanjutan 5.4
MTA
φA
VA
IA
OPERATE
IvA φvA
RESTRAIN
70
Lanjutan 5.4
IA
A IA VBC
VA
B IB VCA
VBC C IC VAB
VB
VC Max
torque line
OPERATE
VA φIA
45°
45° VBC
RESTRAIN
135°
φBC
Zero
torque line
71
Lanjutan 5.4
B IB VCA
VBC
C IC VAB
VB
VC
OPERAT
E
VA Max
RESTRAI
30°
torque
N φIA line
30°
VBC
150°
φBC
Zero
torque
line
72
Lanjutan 5.4
a 90° Relay Connections
90 Connections, 0
0° MTA
Relai Arus Tegangan
VAC
IA
A IA VAC
VA
B IB VAB
30°
C IC VCB
Max
torque line
VB
VC
VAC
OPERATE
VA φIA
30°
RESTRAI
N
120°
φAC
Zero
torque line
73
5.5. RELE SUHU
Keterangan :
1. Trafo arus
2. Sensor suhu
3. Heater
4. Thermometer Winding
5. Thermometer oil
74
5.6. RELE BUCHOLZ
75
Lanjutan 5.6
a RELE BUCHOLTZ ini berfungsi untuk mendeteksi adanya gas yang ditimbulkan
oleh loncatan ( bunga ) api dan pemanasan setempat dalam minyak
transformator.
76
5.7. RELE JANSEN
77
Lanjutan 5.7
78
5.8. RELE TEKANAN LEBIH
79
Lanjutan 5.8
atau hubung singkat yang timbul pada belitan transformator tenaga yang
80
6.1. PRINSIP KERJA
Catu Daya
(battere)
Indikasi relai
Data Scada Evaluasi Gangguan
Disturbance Recorder
81
Lanjutan 6.1
A B
f1 f2
Vf2
Vf1 Vf
82
Lanjutan 6.1
Zs ZL
Ir
Vs Vr Zbeban ZR = VR / IR
= ZL + Z beban
Zs ZL
Ir
Vs Vr Zbeban ZR = VR / IR
= ZF
a Jika setting rele sama dengan ZSet maka rele akan bekerja jika ZF < ZSet
83
6.2. GANGGUAN FASA - FASA
a Besaran input yang menjadi masukan rele jarak adalah besaran tegangan
dan arus tiga fasa.
a Pada ggangguan
gg fasa ke fasa p
pengukuran
g yyang
g diambil adalah tegangan
g g fasa
ke fasa dan arus pada fasa fasa yang terganggu.
a Dengan inputan besaran ini maka impedansi yang diukur adalah impedansi
urutan
t positip.
iti
IR1 F1
ZS1 ZL1
I1
VR1
I2
N1
IR2 F2
ZS2 ZL2
VR2
N2
84
Lanjutan 6.2
IR1 F1
ZS1 ZL1
I1
VR1
I2
N1
IR2 F2
ZS2 ZL2
VR2
N2
VB - VC = ( a2 - a ) ( 2 I1 Z L1 + I1 ZS1 ) + ( a - a2 ) I1 ZS1
IB - IC = 2 ( a2 - a ) I1
ZRB = ( VB - VC ) / ( IB - IC )
=Z L1 + (ZS1)/2 - (ZS1)/2
= ZL1
85
6.3. GANGGUAN FASA TANAH
a I
Impedansi
d i yang diukur
di k rele
l tanpa
t f kt kompensasi
faktor k i urutan
t noll
ZRA = VRA / IRA
= ZL1 { 1 + IRN / IRA ( ZL0 - ZL1 ) / 3 ZL1 }
86
Lanjutan 6.3
Lokasi Relai
IRA = 1
IRN = 1
maka ZR = ZL1 { 1 + ( 3 ZL0 - ZL1 ) / 3 ZL1 }
87
Lanjutan 6.3
Lokasi Relai
IRA = 2
IRN = 0
ZR = ZR1
88
Lanjutan 6.3
VRA / IR = ZL1
89
Lanjutan 6.3
Lokasi Relai
IRA = 1
IRN = 3
maka ZR = ZL0
90
6.4. INFEED
a Secara umum infeed ini disebabkan karena adanya pembangkit antara relai
dengan titik gangguan. Infeed dapat juga disebabkan karena adanya
perubahan konfigurasi saluran dari ganda ke tunggal atau sebaliknya.
a Adanya pengaruh infeed ini akan membuat impedansi yang dilihat relai
seolah olah menjadi lebih besar
seolah-olah besa (letak gangguan
gangg an seolah-olah
seolah olah menjadi lebih
jauh) atau menjadi lebih kecil (letak gangguan seolah-olah menjadi lebih
dekat).
91
Lanjutan 6.4
a Pengaruh pembangkit pada rel ujung saluran yang diamankan
A B
I1 I1 + I2
∼ Z1 ZBf f
I2
∼
a Relai A mengamankan saluran AB, misalnya terjadi gangguan di titik f diluar
daerah pengaman relai. Pada kondisi normal (tidak ada pembangkitan B),
tegangan
g g yyang g terukur oleh relai p
pada saat terjadi
j gangguan
g gg di f adalah :
92
Lanjutan 6.4
a Sehingga
gg impedansi
p yyang
g terukur oleh relai A,, adalah sbb :
VAf I 1. Z1 + I 1. ZBf
ZAf = =
I1 I1
ZAf = Z1 + ZBf
a Pada saat terdapatnya pembangkit B, akan terjadi penambahan arus pada
titik gangguan sehingga tegangan yang terukur oleh relai, adalah :
a S l
Saluran t
transmisi
i i ganda
d ke
k tunggal
t l
A B
I
2I
∼ I f
a Jika terjadi gangguan di f maka impedansi yang terlihat oleh relai A adalah :
( I . ZAB + 2 IZBf )
ZRA = = ZAB + 2 ZBf
I
a Faktor infeed K = 2
94
Lanjutan 6.4
a S l
Saluran t
transmisi
i i ganda
d ke
k ganda
d
A B C
I I1
∼ xx f
f
l
I I
a Jika terjadi gangguan di f maka impedansi yang terlihat oleh relai A adalah :
IZAB + I 1ZBf I1
ZRA = = ZAB + ZBf
I I
(2l − x )
I1 = 2I
2l
(2l − x )
ZRA = ZAB + ZBf
l
95
Lanjutan 6.4
(2l − x)
K=
l
a Untuk gangguan f dekat rel B (x ≈ 0) faktor infeed K = 2
a Untuk gangguan f dekat rel C (x ≈ 1) faktor infeed K = 1 dan
a Untuk gangguan diantar rel B dan rel C nilai infeed berfariasi antara 1 dan 2.
a Saluran transmisi dari tunggal ke ganda
A B C
I1
I
∼ xx f
f
l
I
a Impedansi saluran yang terlihat oleh relai A jika terjadi gangguan di f adalah :
IZAB + I1ZBf I1
ZRA = = ZAB + ZBf
I I
(2l − x)
I1 = I
2l
(2l − x)
ZRA = ZAB + ZBf
2l
96
Lanjutan 6.4
a Faktor infeed
( 2l − x )
K=
2l
a Unt k gangguan
Untuk gangg an f dekat rel ( ≈ 0) faktor
el B (x fakto infeed K = 1
a U k gangguan diantar
Untuk di rell B dan
d rell C nilai
il i infeed
i f d berfariasi
b f i i antara 0.5
0 5 dan
d 1.1
97
6.5. SETTING DISTANCE RELAY
a Dapat membedakan
b d k gangguan dan
d ayunan daya
d
98
Lanjutan 6.5
A B ZBD D E
ZAB ZDE
∼ ZBC ZCD ∼
C
XtB
XtC
a Zone-1
Z
Zone-1
1 = 0.8
0 8 x ZAB
99
Lanjutan 6.5
A B ZBD D E
ZAB ZDE
∼ ZBC ZCD ∼
C
XtB
XtC
a Zone-2
Zone 2 mengamankan sisa penghantar yang tidak diamankan zone 1dan juga
sebagai pengaman cadangan jauh GI di depan.
depan
Zone 2 di set dengan delay waktu
Zone-2min
Zone 2min = 1.2
1 2 x ZAB
Zone-2mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x ZBC)
Zone-trafo = 0.8 x (ZAB + 0.5 x XtB)
Zone batas
Zone-batas = ZAB + (0.8
(0 8 x ZBC)
100
Lanjutan 6.5
Z2min Z2max
A
0.4 - 0.5 det 1.2 - 1.5 det
B C
101
Lanjutan 6.5
0 4 det
0.4 Z2min Z2max
A B
102
Lanjutan 6.5
a Zone-2min
Z 2 i = 1.2
1 2 x ZAB
one-2mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x ZBC)
Zone-2mak < Zone-2min maka Z2 = Zone-2min
Z2min Z2mak
0 8 det
0.8
A
B
103
Lanjutan 6.5
a Zone-3
Zone-3min = 1.2 x (ZAB + k x ZBD), k = infeed factor
Zone-3mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x k x (ZBC + 0.8 x ZCD)
Zone-trafo = 0.8 x (ZAB + 0.8 x XtB)
Zone-batas = ZAB + (0.8 x k x (ZBC + 0.8 x ZCD)
104
Lanjutan 6.5
a Zone 3 Reverse
Jika Zone 3 reverse memberikan sinyal trip
Zr = ((1.5 Z2')) - ZL1
ZL
A B Z2
Z2 (B)
105
Lanjutan 6.5
a S
Starting
i dengan
d relai
l i arus lebih
l bih
Arus starting di set lebih besar dari beban maksimum dan lebih kecil dari arus
gangguan minimum
106
Lanjutan 6.5
a Resistive Reach
9 Prinsip jangkauan dari resistive reach (Rb) tidak melebihi dari setengah
b b (1/2
beban ( / ZBEBAN),
)
Rb = 15 x (Z1 x Ko x 2)
Rb = 8 x ((Z1 x Ko x 2))
107
Lanjutan 6.5
a M t l Coupling
Mutual C li
9 Terjadi pada sirkit paralel terutama untuk mutual zero sekuens.
9 Dapat menyebabkan over reach dan under reach kerja distance
Normal Z1 setting
ditanahkan Z1 sebenarnya
Relai Zl1,Zl2,Zl0
x Zl1
Ig1,Ig2,Igo Zom
Iho
108
Lanjutan 6.5
mutual Z2
Relai Zl1,Zl2,Zl0
x Zl1
Ig1,Ig2,Igo Zom
Relai Zl1,Zl2,Zl0
x Zl1
Ig1,Ig2,Igo Zom
109
6.6. FAULT CLEARING TIME
110
6.7. OPERATING TIME
111
Lanjutan 6.7
9 Di sistem 150 kV
• Tipikal ≤ 30 ms
• Pada SIR 10 dan reach setting 80 % sebesar ≤ 40 ms,
ms
9 Di sistem 70 k
• Tipikal ≤ 35 ms
• Pada SIR 10 dan reach setting 80 % sebesar ≤ 50 ms.
112
6.8. SOURCE to LINE IMPEDANCE RATIO (SIR).
a SIR menunjukan kekuatan sistem yang akan diproteksi, makin kecil SIR makin
kuat sumber yyang
g memasok SUTT tersebut.
113
Lanjutan 6.8
114
Lanjutan 6.8
9 Sistem 70 kV
¾ Penghantar pendek p < 3 km
¾ Penghantar sedang 3 km < p < 20 km
¾ Penghantar
P h t panjang
j p > 20 km
k
9 Sistem 150 kV
¾ Penghantar pendek p < 6 km
¾ Penghantar sedang 6 km < p < 50 km
¾ Penghantar panjang p > 50 km
115
6.9. PROTEKSI UTAMA DAN CADANGAN
116
Lanjutan 6.9
a Distance Relay
9 Jika tidak terdapat teleproteksi maka rele ini berupa step distance saja.
117
Lanjutan 6.9
a Karacteristic Distance Relay
X X
z3 PSB z3 PSB
z2 z2
z1 z1
R
R
z3
z4
z3 z2
z2 PSB z1
z1
z reverse z4
118
Lanjutan 6.9
a Directional Comparison Relay.
Relay
9 Relai penghantar yang prinsip kerjanya membandingkan arah gangguan,
jika kedua relai pada penghantar merasakan gangguan di depannya
makak relai
l akan
k bekerja.
b k
A B
≥1 DIR DIR ≥1
T T
& R R &
Signalling
channel
Directional comparison relay
119
Lanjutan 6.9
A B A B
a. Fasa arus di A
∼
c. Fasa
F arus di B
Output comparator di A :
e=b+d
Output discriminator
Stability
setting
Gangguan eksternal Gangguan internal
120
Lanjutan 6.9
9 Selama gangguan, tegangan dan arus berubah sebesar ∆Vr dan ∆ir,
perubahan ini dikenal sebagai besaran superimposed.
Forward Fault
∆ ir
t=0 ∆ Vr
Zs
121
Lanjutan 6.9
Reverse Fault
∆ ir ZL
∆ Vr
t=0
Zs
+ ∆ Vr + ∆ Vr ∠ -ø LS
∆ ir = ∆ ir =
Zs + ZL |Zs + ZL|
Prinsip pengukuran superimposed tegangan dan arus
9 Dop positip untuk gangguan arah depan dan Dop negatip untuk
gangguan arah belakang
122
Lanjutan 6.9
123
Lanjutan 6.9
IF
IA IB
Relay A Relay B
124
6.10. PEMILIHAN POLA PROTEKSI SUTT
a Penghantar Pendek :
9 Jika satu dan lain hal tidak dapat dihindarkan pemakaian distance relay
untuk SUTT pendek maka distance relay tersebut dipilih pola POTT atau
Blocking.
125
Lanjutan 6.10
a Penghantar Sedang :
a Penghantar Panjang :
126
Lanjutan 6.10
a Teleproteksi
PABX
TP (DTT + PUTT)
LMU PLC
METERING GI
CLOSE
OPEN
TS
PROTEKSI
TS
METERING GI
127
Lanjutan 6.10
a Media Telekomunikasi :
128
Lanjutan 6.10
Dist
Zone 1
TRANSMIT
RECIEVE
TP
Operate
Dist
Zone 2
129
Lanjutan 6.10
CCP, CBF
CCP CBF, LLow
Presure SF 6
TRANSMIT
RECIEVE
TP
Operate
130
Lanjutan 6.10
p
9 Permissive Transfer Trip
9 Blocking
131
Lanjutan 6.10
a Basic Scheme
Z 1 instantaneous
Z2, 3, 4 time delay
Switch on to fault
132
Lanjutan 6.10
TA x
1.5
TB x
TC x 1
0.5
0
1 .10 1.2 .10 1.4 .10
4 4 4
0 2000 4000 6000 8000
x
PPARE
PWALI
BKARU
skala = 1 : 100
133
Lanjutan 6.10
134
Lanjutan 6.10
a U d
Underreach
h Transfer
T f Trip
T i Scheme
S h
9 Prinsip Kerja :
y trip
¾ Sinyal p (carrier)
( ) dikirim oleh Z1
¾ Trip Instantenous jika :
¾ Z1 deteksi atau Z2 deteksi dengan terima carrier
CS A
A B
CS B
CS CS
Z1 Z1
TRIP TRIP
t2 OR OR t2
Z2 Z2
AND AND
CR CR
135
Lanjutan 6.10
a Kelebihan :
9 Unit protection
9 Relai yyang
g berpasangan
p g tidak p
perlu dari satu p
pabrik.
a Kekurangan :
9 Sinyal palsu menyebabkan Z2 trip seketika
9 Pada saluran pendek jangkauan resistif terbatas.
9 Transmisi signal PLC melalui saluran yang terganggu.
9 Pengaruh infeed yang kecil dapat menyebakan relai tidak trip seketika.
136
Lanjutan 6.10
a Pada
P d saatt terjadi
t j di gangguan relel
∼
I≈0 A akan mengirimkan sinyal trip
ke-B, tetapi B tidak melihatnya
sebagai
g zone-2 karena arus yyangg
mengalir melalui rele B sangat
kecil
137
Lanjutan 6.10
a O
Overreach
h Transfer
T f Trip
T i Scheme
S h
Prinsip Kerja :
9 Sinyal trip (carrier) dikirim oleh Z2
9 Trip Instantenous jika : Z1 deteksi atau Z2 deteksi dengan terima carrier
CS A
A B
CS B
CS CS
Z1 Z1
TRIP TRIP
t2 OR OR t2
Z2 Z2
AND AND
CR CR
138
Lanjutan 6.10
a Kelebihan :
9 Unit protection
9 Relai yang berpasangan tidak perlu dari satu pabrik.
a Kekurangan :
139
Lanjutan 6.10
Send : Z2
Trip : Z2 + CRx
Open Echo : CB open + CRx
WI echo : CR
CRx
WI trip : UV + CRx
140
Lanjutan 6.10
a Blocking Scheme
Prinsip Kerja :
9 Sinyal
S l block
bl k (carrier)
( ) dikirim
dk oleh
l h imp. arah
h belakang
b l k
9 Trip Instantenous jika : Z1 deteksi atau Z2 deteksi dengan
tidak terima carrier
CR CR
t2 t2
ZR CS CS ZR
141
Lanjutan 6.10
a Kelebihan :
a Kekurangan :
142
Lanjutan 6.10
a DEF Overreach
Send : DEF-F
Trip : DEF-F + CRx
Open Echo : CB open + CRx
WI echo : No DEF + CR
CRx
143
Lanjutan 6.10
a DEF Blocking
144
Lanjutan 6.10
a Current Reversal
145
6.11. AUTO RECLOSE
˜
E1
X
˜
E2
E1 . E2 . sin
P=
δ XT
a Dimana :
• E1 dan E2 tegangan masing-masing pembangkit.
• δ = perbedaan sudut fasa antara E1 dengan E2
• XT = reaktansi transfer antara E1 dengan E2
146
Lanjutan 6.11
147
Lanjutan 6.11
a Kurva sudut daya untuk berbagai jenis gangguan
fasa-fasa-tanah
δ
9 Tanpa gangguan : Zf = ~
9 Gangguan fasa-tanah : Zf = Z2 + Z0
9 Gangguan 2 fasa : Zf = Z2
9 Gangg an 2 fasa-tanah
Gangguan fasa tanah : Zf = (Z2 . Z0) / (Z2 + Z0)
9 Gangguan 3 fasa : Zf = 0
148
Lanjutan 6.11
Power
1
F 3
Po A E
D G
2
B C
δ0 δ1 δ2 δ
Kondisi stabilitas sistem masih dicapai
149
Lanjutan 6.11
Power
1
F
Po A E G
D
3
2
B C
δ
δ0 δ1 δ2
150
Lanjutan 6.11
G
Po’ F H
A E 1
Po D
3
2
B C
δ0 δ1 δ2 δ3
δ
151
Lanjutan 6.11
152
Lanjutan 6.11
9 Konfigurasi jaringan
153
Lanjutan 6.11
Tegangan W a k tu D e -
S is t e m io n is i
(kV ) ( d e t ik )
66 0 .1
110 0 .1 5
132 0 .1 7
220 0 .2 8
275 0 .3
400 0 .5
154
Lanjutan 6.11
9 Jaringan
g looping
p g sirkit tunggal.
gg
155
Lanjutan 6.11
156
Lanjutan 6.11
9 Single shot
¾ Satu fasa
¾ Tiga fasa
157
Lanjutan 6.11
9 PMT dibuka secara manual atau beberapa saat setelah ditutup secara
manual
9 PMT trip oleh CBF atau DTT
9 PMT trip
t i oleh
l h pengaman cadangan
d
9 PMT trip oleh SOTF
9 PMT trip
p oleh out of step
ppprotection.
158
Lanjutan 6.11
INSTANT
OF FAULT
Operates Resets
PROTECTION
OPERATING
TIME
PROTECTION
OPERATING
TIME Trip coil Contact Arc Contacts Closing circuit Contact Contacts Contacts Arc Contacts Fully open
PERMANEN energized s extinguish Fully open energized s Fully clossed Separate Extinguish Circuit breaker locks
T separat ed make ed out
FAULT e
CIRCUIT
BREAKER
RECLAIM TIME
TIME
159
Lanjutan 6.11
a S tti
Setting A t Reclose
Auto R l
¾ Lebih besar dari operating time pmt, waktu reset mekanik pmt,
dan waktu pemadaman busur api + waktu deionisasi udara.
¾ Tipikal 40 detik.
160
Lanjutan 6.11
a K
Koordinasi
di iSSeting
i A/R Dengan
D OLS d
dan OCR
t ols
OLS 9 Dead time TPAR diseting
OCR
lebih cepat dari OLS (tols)
1.1 In 2 In In
161
Lanjutan 6.11
9 Diseting
g lebih cepat
p dari OLS ((tols))
9 Lebih besar dari operating time pmt, waktu reset mekanik pmt, dan
waktu pemadaman busur api + waktu deionisasi udara.
9 Tipikal set 5 s/d 60 detik.
9 Seting berbeda di kedua sisi.
162
Lanjutan 6.11
9 Untuk sumber di kedua sisi maka sisi dengan fault level rendah reclose
terlebih dahulu baru kemudian sisi lawannya.
9 Untuk sumber di satu sisi (radial double sirkit) bila tidak terdapat S/C
untuk operasi manual yang terpisah dari S/C untuk A/R maka untuk
keperluan manuver operasi, reclose pertama dapat dilakukan dari sisi
sumber.
163
Lanjutan 6.11
164
Lanjutan 6.11
165
Lanjutan 6.11
166
Lanjutan 6.11
9 Harus
H dil
dilengkapi
k i d
dengan relai
l i synchro
h check
h k atau
t
relai lain (rele daya) yang dapat berfungsi untuk
memastikan bahwa kondisi sinkron pada PMT yang akan reclose masih
di
dipenuhi
hi
167
Lanjutan 6.11
9 SUTET jjaringan
g radial sirkit tunggal
gg atau ganda.
g
168
Lanjutan 6.11
a Catatan :
Harus dilengkapi dengan relai synchro check atau relai lain (rele daya)
yang dapat berfungsi untuk memastikan bahwa kondisi sinkron pada PMT
yang akan reclose masih dipenuhi
169
Lanjutan 6.11
170
6.12 SYNCHROCHEK
Bila tidak terdapat S/C untuk operasi manual yang terpisah dari S/C untuk
A/R maka untuk keperluan manuver operasi, seting S/C dapat dilakukan sbb :
171
6.13. POLA SISTEM PROTEKSI SUTET
172
Lanjutan 6.13
173
Lanjutan 6.13
174
Lanjutan 6.13
a Aspek-aspek
Aspek aspek yang dipertimbangkan :
9 Karakteristik Relai
a. SIR (System Impedance rasio)
b. Kecepatan pemutusan Gangguan
c. Keberhasilan SPAR
9 Keandalan
a. Hardware dan software individu
b. Keandalan media telekomunikasi
9 Maintainability
9 Gardu induk sisipan dimasa yang akan datang
9 Telekomunikasi
9 Feature minimum
a. Block for relay failure
b. Fail save
c. Self monitoring
d Power swing block
d.
e. Switch on to fault
f. VT MCB fail
175
Lanjutan 6.13
LP (b)
LP (b)
DEF(B) DEF(B)
Z(B) Z(B)
PLC/FO/µW
DC( DC(M
M) )
PT PT
CB SUTET CB
C C
T T
CD( CD(M
M) )
FO/µW
Z(B) Z(B)
DEF( DEF(
B) B)
LP (a)
( )
LP (a)
176
Lanjutan 6.13
LP (b) LP (b)
DEF(B DEF(B
) )
Z(B) Z(B)
FO/µW
CD(M CD(M)
)
CB PT PT CB
SUTET
C C
T T
Z(M) Z(M)
DEF DEF
PLC/FO
Z(B) Z(B)
LP (a) LP (a)
177
Lanjutan 6.13
LP (b) LP (b)
DEF( DEF(
B)
B)
Z(B) Z(B)
PLC/FO
DC(M) DC(M
)
CB PT PT CB
SUTET
C C
T T
Z(M) Z(M)
DEF DEF
PLC/FO
Z(B) Z(B)
LP (a) LP (a)
178
Lanjutan 6.13
LP (b) LP (b)
Z(B Z(B
) )
DEF(M)
PLC / FO DEF(M)
Z(M) Z(M)
PT PT
CB SUTET CB
CT
CT
Z(M) Z(M)
DEF(M) DEF(M)
PLC / FO
Z(B) Z(B)
LP (a) LP (a)
179
Lanjutan 6.13
a TELEPROTEKSI PLC + FO
DTT (b) sirkit 1 LFTP CPL Link 715 CPL PLC
CCP, CBF, SZP 194-202 194-201
LP +DEF (b)
sirkit 1
NOKIA
LP +DEF ((a)) TPS 64
sirkit 1
LP +DEF (a)
sirkit 2 NOKIA
BBP TPS 64
LP +DEF (b)
sirkit 2
180
Lanjutan 6.13
a TELEPROTEKSI PLC + PLC
DTT (b) sirkit 1 LFTP CPL Link 715 CPL PLC
CCP, CBF, SZP 194-202 194-201
181
Lanjutan 6.13
Lp 2(
L 2(a))
PUTT 1 PLC 665
DEF 2(a) TP PLC
NSD 50
ETL
2
Lp 2(b) 41
PUTT
DEF 2(b)
SAGULING LINE 2
CCP 2(a)
DTT CBZ 2(a)
SZP 2(a) 1
TP FO
2
NSD 70D FOX-U
CCP 2(b)
DTT CBZ 2(b)
SZP 2(b)
182
Lanjutan 6.13
TP
PUTT LFTP 202
1 PLC 506
RX AFT LR
COMMAND
RECEIVE 204 CPL FROM CIIBINONG 1
2
205
DTT
000 COUNTER RECEIVE PUTT
183
Lanjutan 6.13
KONFIGURASI EXISTING
PEDAN PAITON
R LINE 2 R
WT WT
S S
T T
CVT CVT
TO TP SAINCO TP SAINCO TO
DIST. RELAY DIST. RELAY
LINE 2 LINE 2
SIEMENS SIEMENS
TP DIP 5000
TP DIP 5000
TO TO
DIST. RELAY DIST. RELAY
LINE 2 MEDIA FO LINE 2
184
Lanjutan 6.13
UX
UX
MU
MU
ECI ECI ECI
TP DIGITAL TP DIGITAL
TO 2MB 2MB TO
DIST. RELAY DIST. RELAY
LINE 1 MEDIA FO LINE 1
185
6.14. DISTURBANCE FAULT RECORDER (DFR)
9 File gangguan tersebut dapat diambil secara remote dari tempat lain
sehingga memudahkan dalam menganalisa gangguan dari tempat lain.
lain
186
Lanjutan 6.14
9 Suatu alat yang dapat mengukur dan merekam besaran listrik seperti
arus ( I ), tegangan (V) dan frekuensi (F) pada saat sebelum, selama
dan setelah gangguan.
187
Lanjutan 6.14
9 DFR akan bekerja secara real time untuk memonitor kondisi listrik dan
peralatan terkait lainnya, karena menggunakan sistem digital maka
semua data dikonversikan ke bentuk digital dan disimpan di memori.
P d saat terjadi
Pada j di gangguan, hasil
h il monitor
i tersebut
b akan
k tersimpan
i
secara permanen dalam bentuk hasil cetakan di kertas dan data
memori.
188
Lanjutan 6.14
a Manfaat DFR :
9 Dokumentasi
189
Lanjutan 6.14
a Pengembangan DFR :
9 Time Synchronizing (GPS)
9 M t Station
Master St ti
9 Monitoring Frekuensi
9 DC Monitoring
g
190
Lanjutan 6.14
INPUT OUTPUT
ANALOG
16 Channel
PRINTER
DAU
EVENT
32 Channel COMM
CO KE
Data MASTER DFR
Acquisition
Unit ALARM
SYNCHR RELAY
DC POWER
AC POWER
KEY
EXTERNAL BOARD
&
SCREEN
191
Lanjutan 6.14
a Rekaman DFR
192
Lanjutan 6.14
a Menganalisa rekaman DFR :
9 Pada kondisi normal, arus dan tegangan akan menggambarkan
sinusoidal (50HZ) yang sempurna.
9 Setiap
S ti ti
trigger k
karena b
besaran analog
l yang diluar
dil normal,
l DFR akank
menggambarkan pada bagian sensor digital, serta bentuk sinusoidal
arus/tegangan akan berubah menjadi lebih besar atau Lebih kecil.
9 M th d hasilnya
Methode h il akan
k menjadi
j di kurang
k akurat
k t apabila
bil terdapat
t d t
kondisi-kondisi sebagai berikut :
¾ Resistansi
es sta s ga
gangguan
ggua da
dan faktor
a to infeed
eed
¾ Arcing fault yang membentuk gelombang non-sinusoidal
¾ Source impedance ratio (SIR) yang tinggi
¾ Line constanta jaringan berbeda-beda
¾ Capasitansi jaringan (jaringan > 100 km)
¾ Error CT dan CVT
194
Lanjutan 6.15
traveling waves (TWS). Selain untuk mengukur jarak SUTT, TWS dapat pula
terdapat switcing di SUTT yang disebabkan oleh buka / tutup PMT atau
arcing saat gangguan. Pulsa ini berjalan sepanjang seksi SUTT yang
mengalami pemantulan.
195
Lanjutan 6.15
t1 t2 t3
a Waktu tempuh gelombang ini terekam oleh TWS adalah t2-t1, maka jarak
yang diukur adalah :
L = (t2-t1) . V/2
196
Lanjutan 6.15
a Ada beberapa cara untuk mengukur jarak SUTT atau menentukan lokasi
gangguan dengan menggunakan methode gelombang berjalan ini.
a Pada saat terjadi gangguan penghantar, maka pada titik gangguan akan
dibangkitkan gelombang berjalan menuju ke dua ujung penghantar.
t1a t2a
La
Lb
197
Lanjutan 6.15
a Jika waktu gangguan singkat sekali atau resistansi gangguan tinggi, maka
waktu
k pantulan
l gelombang
l b yang kedua
k d b k
bukan d
dipantulkan
lk oleh
l h titikk
gangguan, sehingga waktu yang tercatat bukan waktu tempuh dua kali jarak
gangguan.
gangguan
198
Lanjutan 6.15
t1a tt2a
a
La
Lb
t1b
199
Lanjutan 6.15
a H l tersebut
Hal b diatas
di d
dapat di
diatasi
i dengan
d menggunakan
k d
dua b h TWS
buah
masing-masing pada kedua ujung penghantar. Pada kondisi ini maka jarak
ke titik gangguan :
La = L/2 + (t1a - t1b) x V/2
Lb = L/2 + ((t1b - t1a)) x V/2
200
Lanjutan 6.15
a C
Cara mengukur
k jarak
j k SUTT (type
(t E single
i l ended
d d mode).
d )
9 PMT dilokasi
dil k i TWS dimasukkan
di kk (re-energize).
( i )
9 Pulsa dibentuk dari PMT masuk, dan terekam (t1a) oleh TWS
melalui CT, dan berjalan sepanjang seksi penghantar sampai
diujung depan PMT yang masih posisi terbuka (impedansi
tinggi), maka pulsa yang dipantulkan dalam posisi terbalik
terekam oleh TWS (t2a).
(t2a)
201
Lanjutan 6.15
9 1 buah TWS dipasang membelakangi sumber.
sumber
9 Pada saat terjadi gangguan pulsa dibentuk dari switcing dari dititik
gangguan bergerak menuju TWS terekam (t1a) dan dipantulkan
b j l
berjalan k titik gangguan sampaii dititik gangguan dipantulkan
ke di t lk
kembali menuju TWS dan terekam lagi (t2a).
202
Lanjutan 6.15
9 Pada saat itu pula pulsa dibentuk dari switcing dititik gangguan
bergerak menuju TWS B terekam (t1b).
(t1b)
203
7.1. PERENCANAAN
a Hasil dari perencanaan ini adalah jadwal dan jenis pekerjaan yang akan
dilaksanakan untuk setiap peralatan.
204
7.2. PELAKSANAAN
205
7.3. PENGENDALIAN
a U t k dapat
Untuk d t melaksanakan
l k k pengendalian
d li di l k
diperlukan sasaran pengendalian,
d li
indikator - indikator dan standar yang jelas.
206
7.4. PENGERTIAN DAN TUJUAN
b h
bahwa peralatan
l t d
dapat
t berfungsi
b f i sebagaimana
b i mestinya
ti sehingga
hi d
dapat
t
207
7.5. FAKTOR YANG DOMINAN
sesuai fungsinya.
fungsinya
patroli setiap hari dengan sistem check list atau catatan saja. Sedangkan
208
7.6. JENIS – JENIS PEMELIHARAAN SISTEM PROTEKSI
a PREVENTIVE MAINTENANCE
209
Lanjutan 7.6
a PREDICTIVE MAINTENANCE
a CORECTIVE MAINTENANCE
211
Lanjutan 7.6
a BREAKDOWN MAINTENANCE
212
Lanjutan 7.6
213
7.7. TROUBLE SHOOTING BAY TRAFO 150 / 20 KV
/ REF20KV
3 BACK UP PANEL RELE, INVESTIGASI DAN
PROTECTION OCR / GFR / SBEF KONTROL KBL
KONTROL, MEMPERBAIKI
KONTROL ,MK & KEMBALI RANGKAIAN
OPERATED CT / KOMPONEN /
PERALATAN YANG
RUSAK
214
Lanjutan 7.7
215
Lanjutan 7.7
216
Lanjutan 7.7
217
7.8. TROUBLE SHOOTING BAY SUTT 150 KV
218