Anda di halaman 1dari 218

PENDAHULUAN

a Sistem proteksi pada instalasi penyaluran, dengan ruang lingkup sistem


proteksi pada Gardu Induk ( GI ) / Gardu Induk Tegangan Extra Tinggi
(GITET ) dan Saluran Udara Tegangan Tinggi ( SUTT ) / Saluran Kabel
Tegangan Tinggi ( SKTT ) / Saluran Tegangan Extra Tinggi ( SUTET ), harus
mampu bekerja sesuai dengan tujuan dan persyaratan serta fungsinya yang
ditentukan terhadap jenis gangguan yang terjadi. Karena apabila tidak
mampu, akan
k mengakibatkan
kib tk kerugian
k i yang besar,
b dilih t dari
dilihat d i segii kerusakan
k k
yang lebih luas terhadap peralatan instalasi itu sendiri maupun tidak lancarnya
penyaluran tenaga listrik.
listrik

1
Lanjutan Pendahuluan

a Oleh karena itu, beroperasinya berbagai jenis rele proteksi untuk mendeteksi
berbagai jenis gangguan yang kemungkinan akan terjadi. Pemasangan rele
proteksi tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan peralatan lain,
meliputi pengawatan / wiring, rele bantu, indikator, announciator, panel, suplay
DC, suplay
l AC, PT, CT, PMT dan
d lain
l sebagainya.
b

p g sistem p
a Disamping proteksi mempunyai
p y tujuan
j dan p
persyaratan
y tertentu,, jjuga
g
banyak fungsi yang harus diemban sesuai fungsi masing – masing rele
preteksi, diantaranya : sistem proteksi Transformator Tenaga, Saluran Udara
Tegangan Tinggi ( SUTT ), Saluran Kabel Tegangan Tinggi ( SKTT ), Saluran
Udara Tegangan Extra Tinggi ( SUTET ), Bus Bar, Kopel, Reaktor, Kapasitor dan
lain – lain.

2
Lanjutan Pendahuluan

a Rele proteksi pada sebuah panel,


panel tergantung pada jumlah rele proteksi yang
dipasang, demikian pula jumlah panel rele proteksi juga tergantung kepada
jumlah bay / jalur yang diproteksi, sehingga banyak sekali panel – panel rele
proteksi di GI / GITET, termasuk panel kontrol yang juga bagian dari sistem
proteksi. Dengan berbagai peralatan, termasuk rele proteksi, lalu diintegrasikan
dengan pengawatan yang sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu
kesatuan yang disebut sistem proteksi.

a Untuk menjaga
j g dalam memenuhi tujuan, j , p
persyaratan
y dan fungsi
g sistem
proteksi, perlu secara periodik ( harian, mingguan, bulanan maupun tahunan ),
harus secara konsisten dilaksanakan pemeliharaan sesuai jenis - jenis
pemeliharaan yyang
p g telah ditetapkan,
p , yyaitu berdasarkan Surat Edaran Direksi PT
PLN ( Persero ) No. 032/PST/1984 Tanggal : 23 Mei 1984, tentang Himpunan
Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharaan Peralatan Penyaluran Tenaga Listrik.

3
2.1. JENIS GANGGUAN SISTEM PENYALURAN

a GANGGUAN SISTEM
Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga listrik

seperti pada transformator, reaktor, kapasitor, busbar, SUTT, SKTT, SUTET

dan lain sebagainya. Gangguan sistem dapat dikelompokkan sebagai

gangguan permanen dan gangguan temporer.

a GANGGUAN NON SISTEM


Gangguan non sistem adalah gangguan bukan pada sistem, jenis nya antara

l i kerusakan
lain k k k
komponen relai,
l i kabel
k b l kontrol
k t l terhubung
t h b singkat
i k t dan
d

interferensi / induksi pada kabel kontrol.

4
2.2. TUJUAN SISTEM PROTEKSI

a Adalah untuk mengidentifikasi gangguan, memisahkan bagian instalasi yang


terganggu dari bagian lain yang masih normal dan sekaligus mengamankan
instalasi dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar, serta memberikan
informasi / tanda bahwa telah terjadi gangguan, yang pada umumnya diikuti
dengan membukanya PMT.
PMT

a Pemutus Tenaga ( PMT ) untuk memisahkan / menghubungkan satu bagian


instalasi dengan bagian instalasi lain, baik instalasi dalam keadaan normal
maupun dalam keadaan terganggu. Batas dari bagian-bagian instalasi tersebut
dapat terdiri dari satu PMT atau lebih.
lebih

5
2.3. PERSYARATAN SISTEM PROTEKSI

a Sensitif : yaitu mampu merasakan gangguan sekecil apapun

a Andal : yaitu akan bekerja bila diperlukan (dependability) dan tidak


akan bekerja bila tidak diperlukan (security).

a Selektif : yaitu mampu memisahkan jaringan yang terganggu saja.

a Cepat : yaitu mampu bekerja secepat-cepatnya

6
2.4. PEMBAGIAN DAERAH PROTEKSI

PEMBANGKIT TRANSMISI GARDU DISTRIBUSI


INDUK

PM G

a Batas-batas instalasi tenaga listrik yang terdiri dari banyak peralatan


yyang
g berbeda jjenis dan karakteristiknya,
y , secara fisik ditandai dengan
g
pemutus tenaga (PMT). Instalasi tersebut menunjukkan rangkaian
pembangkit sampai dengan distribusi, sedangkan transmisi dan gardu
i d k disebut
induk di b t penyaluran.
l

7
2.5. PERALATAN SISTEM PROTEKSI
AC
C GEN-SET, Untuk Supply
GEN-SET
SUPPLY Essensial Load ?

DC 1. Charger ?
SUPPLY 2 Battery ?
2.

PERALATAN PROTEKSI
Indikasi relai

Data Scada
PMT PMT

Disturbance Recorder
AIR SF 6
BLAST

Operating Mechanism ?
1. Hydraulic
2. Pneumatic Evaluasi Gangguan
3. Spring

8
2.6. SINGLE LINE DIAGRAM GARDU INDUK

ANGKE MAMPANG DUA CSW


I II I II II I

150 kV/ 3 KOPEL 150 kV/ 3 id 150 kV/ 3 id


2000A 100V 3 id id 2000A 100V 3 id 2000A 100V 3 id
1250A
800-1600/5-5A id 800-1600/5-5A id 800-1600/5-5A id
800 - 1600/5-5A
3150A 3150A 3150A 3150A 1250A 1250A
2500A
150 kV/ 3
2500A 100V 3 id 2500A 2500A 2500A
2500A 2500A
I
150 kV
II
ALMALEC 2 x 1140 mm2 4000 A 2500A 2500A

1250A 1250A

300-600/5-5A 300-600/5-5A

TRAFO I TRAFO II
60 MVA 60 MVA
150 / 20 kV 150 / 20 kV
YNyn0 YNyn0
12 Ohm

12 Ohm
20kV/ 3 20kV/ 3
100V/ 3 100V/ 3
2000/5A 2000/5A

2000A 2000A

I
20 kV
II
KETERANGAN

= PMT SF6

= PMT VACUM
PT PLN (PERSERO) UBS - P3B
REGION JAKARTA DAN BANTEN
UPT - KARET
SINGLE LINE DIAGRAM
GI. KARET
DIGAMBAR TANGGAL DIPERIKSA DISETUJUI DIKETAHUI
UPT KARET 06-03-2002
AM Kinerja\Single Line Diagram\Karet 1

9
2.7. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI 500 KV

10
2.8. PERALATAN UTAMA TERPASANG

a Pemutus tenaga
a Pemisah
a Trafo pengukuran
a Busbar
a Lightning Arrester
a Trafo tenaga
a Kapasitor
a Reaktor
a Panel kontrol
a Panel proteksi
a Sumber AC dan DC
a Sarana komunikasi

11
2.9. JENIS – JENIS RELAY PROTEKSI

a Arus lebih ( OCR/GFR )


a Diferensial
a Gangg an tanah terbatas
Gangguan te batas ( REF )
a Sirkuit arus ( CCP )
a Beban lebih
a Distansi
a Suhu
a Bucholz
a Tekanan lebih / Tekanan mendadak
a Jansen
a Penutup balik / Auto reclose
a Synchro chek
a Arus lebih berarah

12
2.10. PERUNTUKAN SISTEM PROTEKSI

a Transformator

a Reaktor

a Kapasitor

a Busbar

a Kopel

a Diameter

a SUTT

a SUTET

13
3.1. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI
TRANSFORMATOR

BUS 150 KV
YNyn0(d), 60 MVA
In sisi 150 kV In sisi 20 kV
Trf : 231 A Trf : 1732 A BUS 20 KV
300/1 A 2000/1 A

51/51N 51/51N
2000/1 A
51N
300/1 A
64 64

12 Ω

87
In : 1 A

14
3.2. DAERAH KERJA SISTEM PROTEKSI TANSFORMATOR

REL 150 atau 70 kV

OCR/GFR
50/51P/51GP 87NP

87T
SBEF
51NS
87NS
d c
OCR/GFR
50/51S/51G REL 20 kV
S
b
OCR/GFR
50/51/51G a

15
3.3. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI
KAPASITOR

MCB
M
TCS TCS

52 Control Panel
TC1 TC1
A V
P2
ASS VSS
1
2

P1
Protection Panel

M
50N, 50, 27 59
51N 51

46 86

P1
1
P2

CAPASITOR BANK
25 MVAR

16
3.4. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI BUSBAR

1 2 3 4 5 6 7 8

1 2 3 4 5 6 7 8 Posisi DS

R1 R2

17
3.5. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI BUSBAR

Sektor 1 Sektor 2
d c

R1 a b e f R2

g h R3 j k

Check zone

18
3.6. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI 500 KV

19
3.7. SINGLE LINE DIAGRAM SISTEM PROTEKSI
CCP/SZP/CBF

LPa
LPb
CCPb

CCPa
CBF/SZP
/

Ke BUS A

CBF/SZP BUS B

BUSPRO A CCPa
CCPb

BUSPRO B

20
3.8. DIAGRAM LOGIC SISTEM PROTEKSI CBF/SZP

kontak trip
relai proteksi
utama

OCR
200 mS

& t
+
trip

15 mS
&
t
kontak status
PMT terbuka

21
4.1. TRANSFORMATOR ARUS

a T
Transformator
f t Arus
A j
juga bi
biasa di b t Current
disebut C t Transformer
T f ( CT )

a Fungsi transformator arus adalah :


9 Menyesuaikan besaran arus pada sistem tenaga listrik menjadi
besaran arus untuk sistem pengukuran atau proteksi.
9 Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.
9 Memungkinkan standar arus pengenal pada sisi sekunder

22
Lanjutan 4.1

a Rangkaian Pengganti

Ip/N Is

P1 P2 Ie
Ze Es Zs
S1 S2 Zb

23
Lanjutan 4.1

a Tegangan induksi
ind ksi disisi sekunder
sek nde
Ek = 4.44 B A f N volt
a Tegangan jepit disisi rangkaian sekunder
Es = Is ( Zb + Zct + Zl ) volt

a Harus dipenuhi Ek > Es

Kurva Magnetisasi dan beban


Es
E
Ek

If

24
Lanjutan 4.1

a Pemakaian CT adalah untuk sistem pengukuran dan sistem proteksi

proteksi
t ki
B

pengukuran

25
Lanjutan 4.1

a Konstruksi CT

Bar primary

Wound primary Conventional Dead Inverted CT


Tank CT

26
Lanjutan 4.1

a Trafo arus dengan 2 arus pengenal primer

P1 P2 P1 P2

S1 S2 S1 S2

Rangkaian paralel 1000 / 5 A dan rangkaian seri 500 / 5 A


Atau : 1000 / 1 A 500 / 1 A

27
Lanjutan 4.1
P1 P2

a Sekunder CT di tap dengan rasio


500 -1000 / 5 A

S1 S2 S3

P1 P2 P1 P2

S1 S2 S3 S1 S2 S3

a Primer dan Sekunder CT di tap dengan Rasio 500 - 1000 - 2000 / 5 A

28
Lanjutan 4.1

a Multi Rasio

P1 P2

S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7

100 - 200 - 300 - 400 - 500 - 1000 / 5 A

29
Lanjutan 4.1

a T f A
Trafo Arus Dengan
D R
Rasio
i lebih
l bih dari
d i 1 (Satu).
(S t )

Contoh :
R i 1000/ 1 - 1 - 1 - 1 A
Rasio
primer P1 - P2
sekunder ke 1 1S1 - 1S2 untuk relai arus lebih & p
pengukuran
g (dgn
( g ACT))
sekunder ke 2 2S1 - 2S2 untuk relai differensial & REF
sekunder ke 3 3S1 - 3S2 untuk check zone buspro
sekunder ke 4 4S1 - 4S2 untuk zone protection buspro

a Masing-masing rasio mempunyai klas, kapasitas sama atau berbeda sesuai


kebutuhan

30
Lanjutan 4.1

a Contoh :
Rasio 800/ 1 - 1 - 1 – 1-1 A
primer
i P1 - P2
sekunder ke 1 1S1 - 1S2 untuk pengukuran
sekunder ke 2 2S1 - 2S2 untuk relai arus lebih
sekunder ke 3 3S1 - 3S2 untuk relai jarak
sekunder ke 4 4S1 - 4S2 untuk check zone buspro
sekunder ke 5 5S1 - 5S2 untuk zone protection buspro

a Masing-masing
g g rasio mempunyai
p y klas, kapasitas
p sama atau berbeda sesuai
kebutuhan

31
Lanjutan 4.1

a Rating
i CT
C

9 Rating Beban
¾ Rating
R ti dari
d i beban
b b dimana
di akurasi
k i masih
ih bisa
bi dicapai.
di i
¾ Dinyatakan dalam VA
¾ Umumnya bernilai 2.5 , 5 , 7.5 , 10 , 15 , 30 VA

9 Rating Arus Kontinu


¾ Nilai arus yang diijinkan mengalir secara kontinu di sisi primer
dengan sekunder dibebani nominal tanpa menimbulkan kenaikan
temperatur yang melampaui batas yang dispesifikasi.
dispesifikasi
¾ Standar arus lebih kontinyu di dalam IEC 185-1987 adalah 120%,
150%, 200 %.

9 Rating Arus Sesaat.


¾ Nilai rms arus primer yang dapat ditahan oleh trafo arus selama 1
detik pada kondisi sekunder dihubung singkat, tanpa menimbulkan
kerusakan (I thermal)

32
Lanjutan 4.1

9 Rating Arus Sekunder


¾ Umumnya bernilai 1 , 2 atau 5 Amp

9 Rating Arus Dinamik(Idyn)


¾ Nilai maksimum arus primer yang dapat ditahan oleh trafo arus
tanpa menimbulkan kerusakan listrik atau mekanik pada kondisi
sekunder dihubung singkat.
¾ Nilai Idyn pada IEC 185-1987 umumnya 2.5 kali I thermal

33
Lanjutan 4.1
a Kesalahan CT

9 Kesalahan rasio CT
¾ Kesalahan besaran arus karena perbedaan rasio name plate dengan
rasio sebenarnya dinyatakan dalam % = 100 ( Kn Is - Ip ) / Ip

9 Kesalahan fasa
¾ Akibat pergeseran fasa antara arus sisi primer dengan arus sisi
sekunder

9 Komposit Error
εc = 100/ Ip √ 100/T ∫ (K n is – ip)2 dt
is dan ip merupakan nilai arus sesaat sisi sekunder dan sisi primer.

34
Lanjutan 4.1

a Klas CT

9 Menyatakan prosentase kesalahan pengukuran transformator arus pada


rating
ti arus atau
t padad rating
ti akurasi
k i limit
li it

9 Klas CT Alat Ukur

Klas ± %kesalahan rasio pd % pergeseran fasa dlm menit


beban pada %beban
20 <%In< 100 100 <%In<120 20<%In<100 100<%In<120
0.1 0.2 0.1 8 5
0.2 0.35 0.2 15 10
05
0.5 0 75
0.75 05
0.5 45 30
1 1.5 1 90 60

35
Lanjutan 4.1

a Accuracy Limit Factor (ALF)

9 Disebut juga faktor kejenuhan inti.Perbandingan


inti Perbandingan dari I alir primer : I
rated Nilai dimana akurasi CT masih bisa dicapai.

9 Contoh
C h:
Transformator arus 200/1 A dengan ALF 5, maka I alir primer batas
akurasi < 5 x 200 A = 1000 A

36
Lanjutan 4.1

a Klas CT Proteksi
9 Klas P
Dinyatakan dalam bentuk seperti contoh berikut :
15VA 10 P 20

dimana :
15 VA = rated beban CT sebesar 15 VA
10 P = klas proteksi , kesalahan 10 % pada rated batas akurasi.
20 = accuracyy limit faktor,, batas akurasi CT sampai
p dengan
g 20
kali arus rated

Klas %kesalahan rasio pergeseran fasa komposit


pd 100%In
100% pada%In
% ((menit) i) error
5P ±1 ± 60 5
10P ±3 10

37
4.2. TRANSFORMATOR TEGANGAN

a Transformator Tegangan biasa disebut Potential Transformer ( PT )

a Fungsi Transformator Tegangan.

9 Memperkecil besaran tegangan pada sistem tenaga listrik menjadi


besaran tegangan untuk sistem pengukuran.

9 Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.

9 Memungkinkan standar arus pengenal pada sisi sekunder

38
Lanjutan 4.2

a Rangkaian ekivalen PT

Rp Xp np
p : ns Xs Rs
A a

Ip Is
Vp Vs
Ie Im

N n

Im = arus eksitasi/magnetisasi
Ie = arus karena rugi besi

39
Lanjutan 4.2
a Prinsip Kerja PT

E1 E2

N1 N2

E1 = N1 = a
E2 N2

a = Perbandingan transformasi
N1 > N2
N1 = Jumlah belitan primer E1 = Tegangan Primer
N2 = Jumlah belitan sekunder E2 = Tegangan sekunder

40
Lanjutan 4.2

a Klas PT Alat Ukur


Uk

Klas Kesalahan rasio Kesalahan fasa


akurasi tegangan (menit)
(%)
0.1 ± 0.1 ±5
0.2 ± 0.2 ± 10
05
0.5 ± 0.5
05 ± 20
1.0 ± 1.0 ± 40
3.0 ± 3.0 tidak ditentukan

a Klas PT Proteksi

Klas Kesalahan rasio Kesalahan fasa


akurasi
k i tegangan (
(menit)
i )
(%)
3P ± 3 ± 120
6P ±6 ± 240

41
Lanjutan 4.2
Klasifikasi PT

a PT dibedakan menurut kontruksinya yaitu jenis belitan dan jenis kapasitor.

9 PT Induktif yang terdiri dari belitan Primer dan belitan sekunder, dan
belitan primer akan menginduksikannya ke belitan sekunder melalui
core

9 PT Capasitif (Capasitor Voltage transformer / CVT ), terdiri dari


rangkaian
k i capasitor
it serii dengan
d b lit
belitan primer.
i C
Capasitor
it berfungsi
b f i
mengurangi tegangan tinggi ke tegangan menengah yang
dipergunakan untuk menginduksikan tegangan dari belitan primer ke
belitan sekunder.

42
Lanjutan 4.2

a PT jenis
j i capasitor
it (CVT)

9 pembagi tegangan berupa capasitor.


9 tegangan out put dipengaruhi oleh pembebanan pada tap
sekunder. Dapat dikompensasi oleh reaktor L yang dihubung seri
dengan tapping output.
9 Untuk adjusment rasio maka dipakai transformator.
9 Untuk tuning dapat dilakukan pengaturan nilai L

C1 C1 C1
L L T

C2 Zb C2 Zb C2 Zb

(a) (b) (c)

43
5.1. RELE ARUS LEBIH (OCR & GFR)

a Rele arus lebih merupakan rele Pengaman yang bekerja karena adanya
besaran arus dan terpasang pada Jaringan Tegangan tinggi, Tegangan
menengah juga pada pengaman Transformator tenaga.
tenaga

a Rele ini berfungsi untuk mengamankan peralatan listrik akibat adanya


gangguan phasa-phasa.
phasa phasa

a Rele hubung tanah merupakan rele Pengaman yang bekerja karena


adanya besaran arus dan terpasang pada jaringan Tegangan
tinggi,Tegangan menengah juga pada pengaman Transformator tenaga.

44
Lanjutan 5.1

a F
Fungsi
i dan
d P
Penggunaan
9 Relai arus lebih tak berarah dan Relai Hubung Tanah Tak berarah atau

cukup disebut relai arus lebih dan relai hubung tanah.


tanah Relai ini

berfungsi sebagai pengaman terhadap gangguan arus hubung singkat

fasa-fasa
fasa fasa maupun fasa tanah dan dapat digunakan sebagai :

9 Pengaman utama penyulang (jaringan tegangan menengah)

9 Pengaman cadangan pada trafo,


trafo generator dan transmisi.
transmisi

9 Pengaman utama untuk sistem tenaga listrik yang kecil dan radial.

9 Pengaman utama motor listrik


l k yang kecil.
k l

45
Lanjutan 5.1

a SINGLE LINE DIAGRAM OCR & GFR

9 Pengaman arus lebih dengan 9 Pengaman arus lebih dengan


3 OCR 3 OCR + GFR
R S T
R S T

OCR
CT OCR
CT
OCR
CT OCR GFR
CT
OCR
CT OCR
CT

9 Pengaman arus lebih dengan 2


OCR + GFR
R S T

CT OCR

GFR
CT

OCR
CT

46
Lanjutan 5.1

a Karakteristik Relay

9 Instantaneous time

9 Definite
fi i time
i

9 Long Time Inverse

9 Standard Inverse

9 Very Inverse

9 Extremely Inverse

47
Lanjutan 5.1

a Karakteristik Waktu Kerja OCR/GFR

9 Relai Arus Lebih Seketika (instantenous)

¾ Bekerja tanpa waktu tunda


¾ Setelan arus sangat besar
¾ Terdapat disisi primer atau sekunder trafo

48
Lanjutan 5.1

9 Relai Arus Lebih Waktu Tertentu (definite)

¾ Bekerja
j dengan
g waktu tunda
¾ Waktu kerja relai tidak dipengaruhi besar arus gangguan
¾ Terdapat disisi primer atau sekunder trafo

I T

49
Lanjutan 5.1

a Relai Arus Lebih Waktu Terbalik (Inverse)

¾ Bekerja dengan waktu tunda


¾ Waktu kerja relai sangat bergantung dengan besar arus gangguan
yang melalui relai
¾ Terdapat disisi primer atau sekunder trafo.

50
Lanjutan 5.1

a Kurva Karakteristik OCR/GFR

IEC Standard Keterangan :


t= C * tms
(I n – 1) t = waktu kerja relai (s)
C = konstanta
tms = time dial setting
I = operating current (arus gangguan/
arus pick up- If/Is)
n = eksponensial

No. Kurva C n

1. Standart Inverse - SI 0.14 0.02

2. Very Inverse - VI 13.5 1

3. Long Time Inverse - LTI 120 1

4. Extremely Inverse - EI 80 2

51
Lanjutan 5.1
a Karakteristik OCR/GFR
/ ((IEC Standart))
Waktu (s)
1 .10
3

100

10
Long Time Inverse

Standart Inverse
1

Very Inverse

0.1
10 100 1 .10
3
Ekstremely Inverse
Arus hubung singkat (A)
52
Lanjutan 5.1

a Pemasangan OCR 3phasa a Pemasangan OCR 2phasa + GFR

Trip O/ O/
O/ O/ O/ C
Trip C
C C C

E/
F
a Pemasangan OCR 3phasa + GFR

O/ O/ O/
Trip
C C C

E/
F

53
Lanjutan 5.1
a Diagram Pemasangan 2 OCR & GFR

54
Lanjutan 5.1

a Diagram Pemasangan 3 OCR & GFR

55
Lanjutan 5.1

CT

OCR
PMT INDIKATOR
t>

CC

Contoh fisik dan skema ( ac dan dc sirkuit )


rele arus lebih.
lebih

56
5.2. RELE DIFERENSIAL

a Diagram dan Fisik Rele Diferensial

57
Lanjutan 5.2
a RELE DEFERENSIAL ini berfungsi
g untuk mengamankan
g transformator tenaga
g
terhadap gangguan hubung singkat yang terjadi didalam daerah pengaman
transformator, yang disambung ke instalasi trafo arus ( CT ) dikedua sisi.
I1 I2 I1 I2
1 2 1 2

B B B B
R IR=II1-II2= 0 R IR=II1+ I2≠ 0

Eksternal Fault Internal Fault

9 Arus kerja =
[(smallest current in operating coil to cause operation)/(rated current
of the operating coil)x 100 %]
9 Slope
p =
[(current in operating coil to cause operation)/(current in restraining)
x 100 %]
9 % slope ={(I1-I2)/[(I1+I2)/2]x100 %}
9 %min
% i picki k up = 10 s.dd 30 % x In
I CT

58
Lanjutan 5.2
a Vektor group trafo tenaga menentukan pergeseran sudut arus primer
terhadap arus sekunder. Vektor group ditentukan berdasarkan bilangan jam
dengan searah putaran jarum jam, contoh:
Jam 1 menyatakan pergeseran sudut 30 derajat
Jam 5 menyatakan pergeseran sudut 150 derajat

Gambar dibawah menunjukkan beberapa contoh vektor group:

59
Lanjutan 5.2

60
Lanjutan 5.2

61
5.3. RELE GANGGUAN TANAH TERBATAS

a Single diagram Rele Gangguan Tanah Terbatas

87N 87N

62
Lanjutan 5.3

a Rele Gangguan Tanah Terbatas ini berfungsi untuk mengamankan

transformator terhadap tanah didalam daerah pengaman transformator

khususnya untuk gangguan didekat titik netral yang tidak dapat dirasakan

oleh RELE differential, yang disambung ke instalasi trafo arus ( CT ) dikedua

sisi.

63
5.4. RELE ARUS LEBIH BERARAH

a Definisi :

9 Directional over current rele atau yang lebih dikenal dengan rele arus
lebih yang mempunyai arah tertentu merupakan rele Pengaman yang
bekerja karena adanya besaran arus dan tegangan yang dapat
membedakan arah arus gangguan.

9 Rele ini terpasang pada Jaringan Tegangan tinggi, Tegangan


menengah
h juga
j pada
d pengaman Transformator
T f t tenaga
t d
dan b f
berfungsi
i
untuk mengamankan peralatan listrik akibat adanya gangguan phasa-
phasa maupun
p p Phasa ketanah.

64
Lanjutan 5.4

a T
Teori
i dasar
d

9 Rele Ini Mempunyai 2 buah parameter ukur yaitu Tegangan dan Arus
yang masuk ke dalam rele untuk membedakan arah arus ke depan
atau arah arus kebelakang. Pada pentanahan titik netral trafo dengan
menggunakan tahanan, relai ini dipasang pada penyulang 20 KV.
Bekerjanya
e e ja ya relai
e a ini be
berdasarkan
dasa a ada
adanya
ya su
sumber
be a arus
us da
dari ZCT
C ((Zero
eo
Current Transformer) dan sumber tegangan dari PT (Potential
Transformers).

9 Sumber tegangan PT umumnya menggunakan rangkaian Open-Delta,


tetapi tidak menutup kemungkinan ada yang menggunakan koneksi
langsung 3 Phasa.

9 Untuk membedakan arah tersebut maka salah satu phasa dari arus
harus dibandingkan dengan Tegangan pada phasa yang lain.

65
Lanjutan 5.4

a GAMBAR RANGKAIAN OPEN DELTA TRAFO TEGANGAN

VRES = VAG + VBG + VCG = 3Vo

VRES

66
Lanjutan 5.4

Bus 20 KV

Tripping PT
Coil

-
ZCT +

67 G

a Gambar diatas menunjukkan rele gangguan tanah berarah ( 67 G ) terdiri dari


2 buah parameter ukur yaitu Tegangan dan Arus yang masuk ke dalam Relai
untuk membedakan arah arus ke depan atau arah arus ke belakang.

67
Lanjutan 5.4

a Relay connection :
9 Adalah sudut perbedaan antara arus dengan tegangan masukan relai
pada power faktor satu

a Relay maximum torque angle :


9 Adalah p
perbedaan sudut antara arus dengan
g tegangan
g g p pada relai yyang
g
menghasilkan torsi maksimum.
9 Secara umum torsi yang dihasilkan besaran tegangan dan arus dapat
dilihat pada gambar 8.2.2
822
9 Tegangan masukan pada relai menimbulkan arus IV yang tertinggal
terhadap tegangan sebesar α akan menghasilkan fluksi (φv).
9 sedangkan
d k arus masukan
k pada
d relai
l i akan
k menghasilkan
h ilk fl i φi yang
flusi
tertinggal dari tegangan sebesar sudut φ. Kedua fluksi diatas akan
menghasilkan torsi , dan agar torsi maksimum maka φi dan φv harus
membentuk
b k sudut
d 90°
90 .

68
Lanjutan 5.4

a Relay maximum torque angle :

Max
Max.
Reference
torque line
V

φi

θ φ
I
Zero
torque line
α
OPERATE φv
Iv

RESTRAIN

69
Lanjutan 5.4

a Penentuan arah berdasarkan suatu besaran referensi (besaran polarising).


Besaran referensi yang umum diterapkan adalah besaran tegangan.
a Misal untuk arus fasa R sebagai “operate
operate signal
signal” maka sebagai polarising
signal bisa VA, VB , Vc , VA-B , VB-C atau VC-A .
a Jika digunakan tegangan VA sebagai polarising signal seperti pada Gambar
8.2.3. maka torsi maksimum diperoleh saat arus dan tegangan fasa A sefasa.

MTA

φA
VA

IA
OPERATE

IvA φvA

RESTRAIN

70
Lanjutan 5.4

a 90° Relay Connections


Connections, 45° MTA
Relai Arus Tegangan

IA
A IA VBC
VA
B IB VCA

VBC C IC VAB

VB
VC Max
torque line

OPERATE
VA φIA

45°
45° VBC
RESTRAIN
135°

φBC

Zero
torque line

71
Lanjutan 5.4

a 90° Relay Connections


Connections, 30° MTA

Relai Arus Tegangan


IA
VA A IA VBC

B IB VCA
VBC

C IC VAB
VB
VC

OPERAT
E
VA Max
RESTRAI
30°
torque
N φIA line

30°
VBC
150°

φBC

Zero
torque
line

72
Lanjutan 5.4
a 90° Relay Connections
90 Connections, 0
0° MTA
Relai Arus Tegangan
VAC
IA
A IA VAC
VA
B IB VAB
30°
C IC VCB
Max
torque line
VB
VC
VAC
OPERATE
VA φIA
30°

RESTRAI
N
120°

φAC
Zero
torque line

73
5.5. RELE SUHU

Keterangan :
1. Trafo arus
2. Sensor suhu
3. Heater
4. Thermometer Winding
5. Thermometer oil

74
5.6. RELE BUCHOLZ

75
Lanjutan 5.6

a RELE BUCHOLTZ ini berfungsi untuk mendeteksi adanya gas yang ditimbulkan
oleh loncatan ( bunga ) api dan pemanasan setempat dalam minyak
transformator.

Penggunaan rele deteksi gas (Bucholtz) pada Transformator terendam


minyak
i k yaitu
it untuk
t k mengamankan
k t
transformator
f t yang did
didasarkan
k pada
d
gangguan Transformator seperti : arcing, partial discharge, over heating
yang
ya guumumnya
u ya menghasilkan
e g as a gasgas.

76
5.7. RELE JANSEN

77
Lanjutan 5.7

a RELE JANSEN ini berfungsi untuk mengamankan pengubah tap (tap


changer) dari transformator.
a Tap changer adalah alat yang terpasang pada trafo,berfungsi untuk
mengatur tegangan keluaran
k l ( k d ) akibat
(sekunder) kib beban
b b maupun variasi
i i
tegangan pada sistem masukannya (input).
a Tap changer umumnya dipasang pada ruang terpisah dengan ruang untuk
t
tempat
t kumparan,dimaksudkan
k di k dk agar minyak
i k tap
t changer
h tid k bercampur
tidak b
dengan minyak tangki utama.
a Untuk mengamankan ruang diverter switch apabila terjadi gangguan pada
sistem tap changer ,digunakan
digunakan pengaman yang biasa disebut :RELE JANSEN
(bucholznya Tap changer).
a Jenis dan tipe rele jansen bermacam-macam bergantung pada merk Trafo:
misalnya RS 1000,LF
1000 LF 15,LF
15 LF 30.
30
a Rele jansen dipasang antara tangki tap changer dengan konservator minyak
tap changer.

78
5.8. RELE TEKANAN LEBIH

79
Lanjutan 5.8

a RELE TEKANAN LEBIH ini berfungsi mengamankan tekanan lebih pada

transformator, dipasang pada transformator tenaga dan bekerja dengan

menggunakan membrane.Tekanan lebih terjadi karena adanya flash over

atau hubung singkat yang timbul pada belitan transformator tenaga yang

terendam minyak, lalu berakibat decomposisi dan evaporasi minyak, sehingga

menimbulkan tekanan lebih pada tangki transformator.

80
6.1. PRINSIP KERJA

Perintah buka PMT


Transmisi

Relai Proteksi Sinyal kirim Relai Proteksi


Masukan besaran Sinyal terima
arus dan tegangan

Catu Daya
(battere)

Indikasi relai
Data Scada Evaluasi Gangguan
Disturbance Recorder

81
Lanjutan 6.1

a Impedansi penghantar berbanding lurus dengan jarak penghantar.

a Dasar pengukuran impedansi ialah mengukur besarnya arus dan tegangan


gangguan pada lokasi rele terpasang.
terpasang

A B
f1 f2

Rele A Zf1 Zf2


ZS Z1

Vf2
Vf1 Vf

Gangguan di dalam daerah pengamanan


Gangguan di luar daerah pengamanan

82
Lanjutan 6.1

Zs ZL

Ir
Vs Vr Zbeban ZR = VR / IR
= ZL + Z beban

Zs ZL

Ir
Vs Vr Zbeban ZR = VR / IR
= ZF

a Jika setting rele sama dengan ZSet maka rele akan bekerja jika ZF < ZSet

83
6.2. GANGGUAN FASA - FASA

a Besaran input yang menjadi masukan rele jarak adalah besaran tegangan
dan arus tiga fasa.

a Pada ggangguan
gg fasa ke fasa p
pengukuran
g yyang
g diambil adalah tegangan
g g fasa
ke fasa dan arus pada fasa fasa yang terganggu.

a Dengan inputan besaran ini maka impedansi yang diukur adalah impedansi
urutan
t positip.
iti
IR1 F1

ZS1 ZL1
I1
VR1
I2
N1

IR2 F2
ZS2 ZL2
VR2
N2

84
Lanjutan 6.2
IR1 F1

ZS1 ZL1
I1
VR1
I2
N1

IR2 F2
ZS2 ZL2
VR2
N2

VB - VC = ( a2 - a ) ( 2 I1 Z L1 + I1 ZS1 ) + ( a - a2 ) I1 ZS1
IB - IC = 2 ( a2 - a ) I1
ZRB = ( VB - VC ) / ( IB - IC )
=Z L1 + (ZS1)/2 - (ZS1)/2
= ZL1

85
6.3. GANGGUAN FASA TANAH

a Pada gangguan fasa ke tanah harus dimasukan faktor kompensasi urutan


nol.
KN = ( ZLo - ZL1 ) / 3 ZL1

a Dengan menambahkan faktor ini pada pengukuran arus, maka impedansi


yang diukur adalah impedansi urutan positip penghantar
( ZL1 ).

a I
Impedansi
d i yang diukur
di k rele
l tanpa
t f kt kompensasi
faktor k i urutan
t noll
ZRA = VRA / IRA
= ZL1 { 1 + IRN / IRA ( ZL0 - ZL1 ) / 3 ZL1 }

a IRN adalah arus residual dari ketiga fasa

86
Lanjutan 6.3

Lokasi Relai

IRA = 1
IRN = 1
maka ZR = ZL1 { 1 + ( 3 ZL0 - ZL1 ) / 3 ZL1 }

87
Lanjutan 6.3

Lokasi Relai

IRA = 2
IRN = 0
ZR = ZR1

88
Lanjutan 6.3

a Untuk mendapatkan hasil pengukuran ZL1 untuk semua kondisi

VRA / IR = ZL1

ZL1 ( IRA + IRN ( ZL0 - ZL1 ) / 3 ZL1 ) = ZL1


IR
maka IR harus sama dengan

IRA + IRN ( ZL0 - ZL1 ) / 3 ZL1

a Jadi pada masukan rele harus ditambahkan

IRN ( ZL0 - ZL1 ) / 3 ZL1

89
Lanjutan 6.3

Lokasi Relai

IRA = 1
IRN = 3
maka ZR = ZL0

90
6.4. INFEED

a Yang dimaksud dengan infeed adalah pengaruh penambahan atau


pengurangan arus yang melalui titik gangguan terhadap arus yang melalui
relai yang ditinjau.

a Secara umum infeed ini disebabkan karena adanya pembangkit antara relai
dengan titik gangguan. Infeed dapat juga disebabkan karena adanya
perubahan konfigurasi saluran dari ganda ke tunggal atau sebaliknya.

a Adanya pengaruh infeed ini akan membuat impedansi yang dilihat relai
seolah olah menjadi lebih besar
seolah-olah besa (letak gangguan
gangg an seolah-olah
seolah olah menjadi lebih
jauh) atau menjadi lebih kecil (letak gangguan seolah-olah menjadi lebih
dekat).

a Dengan demikian jangkauan kurang atau jangkauan lebih. Pengaruh infeed


ini harus dipertimbangkan khususnya untuk penyetelan zone-3.

91
Lanjutan 6.4
a Pengaruh pembangkit pada rel ujung saluran yang diamankan

A B
I1 I1 + I2
∼ Z1 ZBf f

I2


a Relai A mengamankan saluran AB, misalnya terjadi gangguan di titik f diluar
daerah pengaman relai. Pada kondisi normal (tidak ada pembangkitan B),
tegangan
g g yyang g terukur oleh relai p
pada saat terjadi
j gangguan
g gg di f adalah :

VAf = VAB + VBf


VAff = I 1. Z1 + I 1. ZBff

92
Lanjutan 6.4
a Sehingga
gg impedansi
p yyang
g terukur oleh relai A,, adalah sbb :
VAf I 1. Z1 + I 1. ZBf
ZAf = =
I1 I1
ZAf = Z1 + ZBf
a Pada saat terdapatnya pembangkit B, akan terjadi penambahan arus pada
titik gangguan sehingga tegangan yang terukur oleh relai, adalah :

VAf = I1.ZAB + ( I1 + I 2).ZBf


a Dan impedansi yang terukur oleh relai adalah :

VAf I 1. ZAB + ( I 1 + I 2). ZBf


VAf = =
I1 I1
( I 1 + I 2). ZBf
VAf = ZAB + = ZAB + K. ZBf
I1
a Dari persamaan tersebut dapat dilihat pengukuran impedansi gangguan
pada titi “f” dipengaruhi faktor infeed “K”.

Jadi faktor infeed :


(I1 + I 2)
a K=
I1
93
Lanjutan 6.4

a S l
Saluran t
transmisi
i i ganda
d ke
k tunggal
t l

A B
I
2I

∼ I f

a Jika terjadi gangguan di f maka impedansi yang terlihat oleh relai A adalah :

( I . ZAB + 2 IZBf )
ZRA = = ZAB + 2 ZBf
I

a Faktor infeed K = 2

94
Lanjutan 6.4

a S l
Saluran t
transmisi
i i ganda
d ke
k ganda
d

A B C
I I1

∼ xx f
f
l
I I

a Jika terjadi gangguan di f maka impedansi yang terlihat oleh relai A adalah :

IZAB + I 1ZBf I1
ZRA = = ZAB + ZBf
I I
(2l − x )
I1 = 2I
2l
(2l − x )
ZRA = ZAB + ZBf
l

95
Lanjutan 6.4
(2l − x)
K=
l
a Untuk gangguan f dekat rel B (x ≈ 0) faktor infeed K = 2
a Untuk gangguan f dekat rel C (x ≈ 1) faktor infeed K = 1 dan
a Untuk gangguan diantar rel B dan rel C nilai infeed berfariasi antara 1 dan 2.
a Saluran transmisi dari tunggal ke ganda
A B C
I1
I
∼ xx f
f
l
I

a Impedansi saluran yang terlihat oleh relai A jika terjadi gangguan di f adalah :
IZAB + I1ZBf I1
ZRA = = ZAB + ZBf
I I
(2l − x)
I1 = I
2l
(2l − x)
ZRA = ZAB + ZBf
2l
96
Lanjutan 6.4

a Faktor infeed

( 2l − x )
K=
2l

a Unt k gangguan
Untuk gangg an f dekat rel ( ≈ 0) faktor
el B (x fakto infeed K = 1

a Untuk gangguan f dekat rel C (x ≈ 1) faktor infeed K = 0.5 dan

a U k gangguan diantar
Untuk di rell B dan
d rell C nilai
il i infeed
i f d berfariasi
b f i i antara 0.5
0 5 dan
d 1.1

97
6.5. SETTING DISTANCE RELAY

a Dapat menentukan arah letak gangguan

9 Gangguan didepan relai harus bekerja

9 Gangguan dibelakang relai tidak boleh bekerja

a Dapat menentukan letak gangguan

9 Gangguan di dalam daerahnya relai harus bekerja

9 Gangguan diluar daerahnya relai tidak boleh bekerja

a Beban maksimum tidak boleh masuk jangkauan relai

a Dapat membedakan
b d k gangguan dan
d ayunan daya
d

98
Lanjutan 6.5

A B ZBD D E
ZAB ZDE
∼ ZBC ZCD ∼
C
XtB
XtC

a Zone-1

Karena adanya kesalahan pengukuran jarak akibat kesalahan CT, PT dan


relainya
l i sendiri,
di i maka
k zone 1 di sett lebih
l bih kecil
k il dari
d i impedansi
i d i penghantar,
h t
misal 80 % impedansi penghantar

Z
Zone-1
1 = 0.8
0 8 x ZAB

99
Lanjutan 6.5

A B ZBD D E
ZAB ZDE
∼ ZBC ZCD ∼
C
XtB
XtC

a Zone-2
Zone 2 mengamankan sisa penghantar yang tidak diamankan zone 1dan juga
sebagai pengaman cadangan jauh GI di depan.
depan
Zone 2 di set dengan delay waktu

Zone-2min
Zone 2min = 1.2
1 2 x ZAB
Zone-2mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x ZBC)
Zone-trafo = 0.8 x (ZAB + 0.5 x XtB)
Zone batas
Zone-batas = ZAB + (0.8
(0 8 x ZBC)

100
Lanjutan 6.5

a Zone-2min = 1.2 x ZAB


Zone-2mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x ZBC)

Z2max diambil untuk pht terpendek

Z2min Z2max
A
0.4 - 0.5 det 1.2 - 1.5 det

B C

101
Lanjutan 6.5

a Zone-2min = 1.2 x ZAB


Zone-2mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x ZBC)
Zone-2mak
Zone 2mak > Zone-2min
Zone 2min maka Z2 = Zone
Zone-2mak
2mak

0 4 det
0.4 Z2min Z2max
A B

102
Lanjutan 6.5

a Zone-2min
Z 2 i = 1.2
1 2 x ZAB
one-2mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x ZBC)
Zone-2mak < Zone-2min maka Z2 = Zone-2min

Z2min Z2mak
0 8 det
0.8

A
B

103
Lanjutan 6.5

a Zone-3
Zone-3min = 1.2 x (ZAB + k x ZBD), k = infeed factor
Zone-3mak = 0.8 x (ZAB + 0.8 x k x (ZBC + 0.8 x ZCD)
Zone-trafo = 0.8 x (ZAB + 0.8 x XtB)
Zone-batas = ZAB + (0.8 x k x (ZBC + 0.8 x ZCD)

9 Dipilih nilai terbesar antara Z3min dengan Z3mak.


9 Jika pada gardu induk di depannya terdapat trafo daya, maka
jangkauan zone-3 sebaiknya tidak melebihi impedansi trafo ZTR = 0.8
(ZL1 + k.ZTR), dimana k = bagian trafo yang diproteksi, nilai k
direkomendasikan = 0.8
9 Jika overlap dengan zone-3 seksi berikutnya, maka waktu zone-3 dapat
dikoordinasikan dengan waktu zone-3 seksi berikutnya.

104
Lanjutan 6.5

a Zone 3 Reverse
Jika Zone 3 reverse memberikan sinyal trip
Zr = ((1.5 Z2')) - ZL1

Jika Zone 3 reverse tidak memberikan sinyal trip


Zr = (2 Z2') - ZL1

Local bus Near end bus Far end bus


Z3R (A) Z3 (A)

ZL

A B Z2
Z2 (B)

105
Lanjutan 6.5

a S
Starting
i dengan
d relai
l i arus lebih
l bih
Arus starting di set lebih besar dari beban maksimum dan lebih kecil dari arus
gangguan minimum

a Starting dengan relai impedansi


Zsmak = 0.4
0 4 x [V/(I x√ 3)]
Zsmin = 1.25 x Z3
Zs = Zsmak (j
(jika Z3mak < Zmin))
Zs = Zmin + [(Zmak - Zmin)/2], (jika Z3mak > Zmin)

106
Lanjutan 6.5

a Resistive Reach

9 Prinsip jangkauan dari resistive reach (Rb) tidak melebihi dari setengah
b b (1/2
beban ( / ZBEBAN),
)

9 Untuk penghantar yang radial atau dalam sistem 70 kV dihitung


dengan :

Rb = 15 x (Z1 x Ko x 2)

9 Dan untuk sistem 150 kV atau 500 kV dihitung dengan :

Rb = 8 x ((Z1 x Ko x 2))

107
Lanjutan 6.5

a M t l Coupling
Mutual C li
9 Terjadi pada sirkit paralel terutama untuk mutual zero sekuens.
9 Dapat menyebabkan over reach dan under reach kerja distance

a Mutual Coupling pada Z1


9 Pengukuran Z1 gangguan 1 fasa ke tanah pada sirkit paralel akan
berbeda pada saat beroperasi 2 sirkit dan saat 1 sirkit ditanahkan.

Normal Z1 setting
ditanahkan Z1 sebenarnya

Relai Zl1,Zl2,Zl0
x Zl1
Ig1,Ig2,Igo Zom

Iho

108
Lanjutan 6.5

a Mutual Coupling pada Z2


Pengukuran Z2 gangguan 1 fasa ke tanah pada sirkit paralel akan berbeda
pada saat beroperasi 2 sirkit dan saat 1 sirkit ditanahkan.

mutual Z2

Satu sirkit keluar Z2

Relai Zl1,Zl2,Zl0
x Zl1
Ig1,Ig2,Igo Zom

Relai Zl1,Zl2,Zl0
x Zl1
Ig1,Ig2,Igo Zom

109
6.6. FAULT CLEARING TIME

a Kecepatan pemutusan gangguan (fault clearing time) terdiri dari


9 Kecepatan kerja (operating time) rele,
9 Kecepatan buka pemutus tenaga (circuit breaker)
9 Waktu kirim sinyal teleproteksi

a Fault clearing time pengaman utama pada SPLN 52


52-1
1 1984
9 Sistem 150 kV ≤ 120 ms
9 Sistem 70 kV ≤ 150 ms

a Fault clearing time pengaman cadangan 500 ms.

110
6.7. OPERATING TIME

111
Lanjutan 6.7

a Dengan mempertimbangkan waktu kerja pmt dan waktu yang diperlukan


teleproteksi maka operating time relai proteksi utama .

9 Di sistem 150 kV
• Tipikal ≤ 30 ms
• Pada SIR 10 dan reach setting 80 % sebesar ≤ 40 ms,
ms

9 Di sistem 70 k
• Tipikal ≤ 35 ms
• Pada SIR 10 dan reach setting 80 % sebesar ≤ 50 ms.

112
6.8. SOURCE to LINE IMPEDANCE RATIO (SIR).

a SIR adalah perbandingan impedansi sumber terhadap impedansi penghantar,


sehingga panjang penghantar menjadi salah satu faktor terhadap besaran SIR.

a SIR menunjukan kekuatan sistem yang akan diproteksi, makin kecil SIR makin
kuat sumber yyang
g memasok SUTT tersebut.

a Dari uraian di atas terlihat bahwa SIR menjadi pertimbangan dalam


menentukan
t k pola
l proteksi
t k i SUTT khususnya
kh yang kinerjanya
ki j di
dipengaruhi
hi oleh
l h
besaran SIR.

113
Lanjutan 6.8

a IEEE Std C17.113-1999 tentang Guide for Protective Relay Applications to


Transmission Lines, panjang penghantar dikelompokan menjadi :

9 Penghantar Pendek dengan SIR > 4

9 Penghantar Sedang dengan 0.5 < SIR < 4

9 Penghantar Panjang dengan SIR < 0.5

114
Lanjutan 6.8

a Pengelompokan panjang penghantar berdasarkan SIR

9 Sistem 70 kV
¾ Penghantar pendek p < 3 km
¾ Penghantar sedang 3 km < p < 20 km
¾ Penghantar
P h t panjang
j p > 20 km
k

9 Sistem 150 kV
¾ Penghantar pendek p < 6 km
¾ Penghantar sedang 6 km < p < 50 km
¾ Penghantar panjang p > 50 km

115
6.9. PROTEKSI UTAMA DAN CADANGAN

a Proteksi Utama a Proteksi Cadangan

9 Distance relay 9 g lokal


Proteksi cadangan
¾ putt ¾ OCR & GFR
¾ pott 9 Proteksi cadangan jauh
¾ blocking ¾ Zone
o e2G GI remote
e ote
9 Differential relay
¾ pilot
¾ current
¾ phase
9 Directional comparison relay
¾ impedance
p
¾ current
¾ superimposed

116
Lanjutan 6.9

a Distance Relay

9 Distance relayy ini p


pada p
prinsipnya
p y bekerja
j berdasarkan p
pengukuran
g
impedansi penghantar.

9 Rele ini mempunyai ketergantungan terhadap besarnya SIR dan


keterbatasan sensitivitas untuk gangguan satu fasa ke tanah.

9 Rele ini mempunyai beberapa karaktristik seperti mho, quadralateral,


reaktans, dll.

9 Sebagai unit proteksi relai ini dilengkapi dengan pola teleproteksi


seperti putt, pott dan blocking.

9 Jika tidak terdapat teleproteksi maka rele ini berupa step distance saja.

117
Lanjutan 6.9
a Karacteristic Distance Relay
X X

z3 PSB z3 PSB
z2 z2
z1 z1
R
R

z3
z4
z3 z2
z2 PSB z1
z1
z reverse z4

118
Lanjutan 6.9
a Directional Comparison Relay.
Relay
9 Relai penghantar yang prinsip kerjanya membandingkan arah gangguan,
jika kedua relai pada penghantar merasakan gangguan di depannya
makak relai
l akan
k bekerja.
b k

9 Cara kerjanya ada yang menggunakan directional impedans, directional


current dan superimposed
p p

A B

≥1 DIR DIR ≥1

T T

& R R &
Signalling
channel
Directional comparison relay

119
Lanjutan 6.9

a Phase Comparison Relay

9 Prinsip kerja membandingkan sudut fasa antara arus yang masuk


dengan arus yang keluar daerah pengaman.

A B A B
a. Fasa arus di A

b. Logic fasa arus di A

c. Fasa
F arus di B

d. Logic fasa arus di B

Output comparator di A :
e=b+d

Output discriminator
Stability
setting
Gangguan eksternal Gangguan internal

120
Lanjutan 6.9

a Superimposed Directional Relay

9 Elemen directional menggunakan sinyal superimposed


Superimposed = faulted – unfaulted

9 Selama gangguan, tegangan dan arus berubah sebesar ∆Vr dan ∆ir,
perubahan ini dikenal sebagai besaran superimposed.

Forward Fault
∆ ir

t=0 ∆ Vr
Zs

121
Lanjutan 6.9

Reverse Fault
∆ ir ZL
∆ Vr
t=0
Zs

+ ∆ Vr + ∆ Vr ∠ -ø LS
∆ ir = ∆ ir =
Zs + ZL |Zs + ZL|
Prinsip pengukuran superimposed tegangan dan arus

9 Untuk gangguan di depan : ∆ Vr ∠ -ø rep dan ∆ ir mempunyai


polaritas yyang
p g berlawanan sedangkan
g untuk g
gangguan
gg g:∆
di belakang
Vr ∠ -ø rep dan ∆ ir mempunyai polaritas yang sama.

9 Arah ditentukan dari persamaan :


Dop = | ∆ Vr ∠ -ø rep - ∆ ir | - | ∆ Vr ∠ -ø rep + ∆ ir |

9 Dop positip untuk gangguan arah depan dan Dop negatip untuk
gangguan arah belakang

122
Lanjutan 6.9

a Pilot Differensial Relay

123
Lanjutan 6.9

a Line Current Differential Relay


End A End B

IF
IA IB

Relay A Relay B

9 Prinsip kerja pengaman differensial arus saluran transmisi


mengadaptasi prinsip kerja diferensial arus,
arus yang membedakannya
adalah daerah yang diamankan cukup panjang sehingga diperlukan :
¾ Sarana komunikasi antara ujung-ujung saluran.
¾ Relai sejenis
j pada setiap
p p ujung
j g saluran.
9 Karena ujung-ujung saluran transmisi dipisahkan oleh jarak yang jauh
maka masing-masing sisi dihubungkan dengan :
¾ kabel pilot
¾ saluran telekomunikasi : microwave, fiber optic.

124
6.10. PEMILIHAN POLA PROTEKSI SUTT

a Penghantar Pendek :

9 Untuk penghantar pendek pola proteksi SUTT yang direkomendasikan


adalah Current Differential, Phase Comparison, Directional comparison.
Pola ini tidak menyediakan proteksi cadangan jauh untuk GI di
depannya sehingga perlu ditambahkan proteksi cadangan jauh berupa
step distance.

9 Jika satu dan lain hal tidak dapat dihindarkan pemakaian distance relay
untuk SUTT pendek maka distance relay tersebut dipilih pola POTT atau
Blocking.

125
Lanjutan 6.10

a Penghantar Sedang :

9 Untuk penghantar sedang pola proteksi SUTT yang direkomendasikan


adalah Current Differential, Phase Comparison, Directional comparison,
Distance Relay dengan pola PUTT atau POTT.

a Penghantar Panjang :

9 Untuk penghantar panjang pola proteksi SUTT yang direkomendasikan


adalah Phase Comparison, Directional comparison, Distance Relay
dengan pola PUTT atau POTT .

126
Lanjutan 6.10

a Teleproteksi

PABX

TP (DTT + PUTT)
LMU PLC

METERING GI

CLOSE
OPEN

TS
PROTEKSI

TS

CLOSE INTERFACE SCADA


OPEN

METERING GI

127
Lanjutan 6.10

a Media Telekomunikasi :

9 Media PLC dapat digunakan untuk distance relay, relai directional


comparison, dan relai phase comparison.

9 Media Fibre Optic dapat digunakan untuk distance relay, relai


di ti
directional
l comparison,
i relai
l i phase
h comparison,
i d
dan relai
l i currentt
differential.

9 Media Micro Wave dapat digunakan untuk distance relay,


relay relai
directional comparison, relai phase comparison, dan relai current
differential.

9 Kabel Pilot dapat digunakan untuk relai pilot differential.

128
Lanjutan 6.10

a Tele proteksi PUTT

Dist
Zone 1
TRANSMIT

RECIEVE
TP
Operate

Dist
Zone 2

129
Lanjutan 6.10

a Tele proteksi Direct Transfer Trip

CCP, CBF
CCP CBF, LLow
Presure SF 6

TRANSMIT

RECIEVE
TP
Operate

130
Lanjutan 6.10

a Pola Pengaman Pilot (Teleproteksi)

p
9 Permissive Transfer Trip

¾ Underreach Transfer Trip (PUTT)

¾ Overreach Transfer Trip (POTT)

9 Blocking

131
Lanjutan 6.10

a Basic Scheme

Z 1 instantaneous
Z2, 3, 4 time delay
Switch on to fault

132
Lanjutan 6.10

a Step Distance Relay


2.5

TA x
1.5

TB x

TC x 1

0.5

0
1 .10 1.2 .10 1.4 .10
4 4 4
0 2000 4000 6000 8000
x
PPARE
PWALI
BKARU

skala = 1 : 100

133
Lanjutan 6.10

134
Lanjutan 6.10

a U d
Underreach
h Transfer
T f Trip
T i Scheme
S h
9 Prinsip Kerja :
y trip
¾ Sinyal p (carrier)
( ) dikirim oleh Z1
¾ Trip Instantenous jika :
¾ Z1 deteksi atau Z2 deteksi dengan terima carrier

CS A
A B

CS B

CS CS

Z1 Z1
TRIP TRIP
t2 OR OR t2
Z2 Z2
AND AND

CR CR

135
Lanjutan 6.10

a Kelebihan :
9 Unit protection
9 Relai yyang
g berpasangan
p g tidak p
perlu dari satu p
pabrik.

a Kekurangan :
9 Sinyal palsu menyebabkan Z2 trip seketika
9 Pada saluran pendek jangkauan resistif terbatas.
9 Transmisi signal PLC melalui saluran yang terganggu.
9 Pengaruh infeed yang kecil dapat menyebakan relai tidak trip seketika.

136
Lanjutan 6.10

a Pada
P d saatt terjadi
t j di gangguan relel


I≈0 A akan mengirimkan sinyal trip
ke-B, tetapi B tidak melihatnya
sebagai
g zone-2 karena arus yyangg
mengalir melalui rele B sangat
kecil

a Ketika CB A sudah terbuka, arus

∼ I mengalir melalui B (sehingga B


melihat zone-2)
zone 2) tetapi rele tidak
akan trip seketika karena rele A
sudah berhenti mengirim sinyal

137
Lanjutan 6.10

a O
Overreach
h Transfer
T f Trip
T i Scheme
S h

Prinsip Kerja :
9 Sinyal trip (carrier) dikirim oleh Z2
9 Trip Instantenous jika : Z1 deteksi atau Z2 deteksi dengan terima carrier

CS A
A B

CS B

CS CS

Z1 Z1
TRIP TRIP
t2 OR OR t2
Z2 Z2
AND AND

CR CR

138
Lanjutan 6.10

a Kelebihan :

9 Unit protection
9 Relai yang berpasangan tidak perlu dari satu pabrik.

a Kekurangan :

9 Sinyal palsu menyebabkan Z2 trip instantenous


9 Transmisi signal PLC melalui saluran yang terganggu.
9 Pengaruh infeed yang kecil dapat menyebakan rele tidak trip seketika.

139
Lanjutan 6.10

Send : Z2
Trip : Z2 + CRx
Open Echo : CB open + CRx
WI echo : CR
CRx
WI trip : UV + CRx

140
Lanjutan 6.10

a Blocking Scheme

Prinsip Kerja :
9 Sinyal
S l block
bl k (carrier)
( ) dikirim
dk oleh
l h imp. arah
h belakang
b l k
9 Trip Instantenous jika : Z1 deteksi atau Z2 deteksi dengan
tidak terima carrier

CR CR

• AND TRIP TRIP AND



Z2 Z2

t2 t2

ZR CS CS ZR

141
Lanjutan 6.10

a Kelebihan :

9 Jangkauan resistif lebih panjang (dari pola PUTT)


9 T
Transmisi
i i signal
i l PLC melalui
l l i saluran
l yang sehat
h t

a Kekurangan :

9 Waktu kerja rele lebih lambat (dari PUTT)


9 Kegagalan penerimaan sinyal PLC/FO dapat menyebabkan rele bekerja
tidak selektif.
9 Relai yang berpasangan sebaiknya dari satu pabrik.

142
Lanjutan 6.10

a DEF Overreach

Send : DEF-F
Trip : DEF-F + CRx
Open Echo : CB open + CRx
WI echo : No DEF + CR
CRx

143
Lanjutan 6.10

a DEF Blocking

Send : DEF-R + not DEF-F


Trip : DEF-F + not CRx

144
Lanjutan 6.10
a Current Reversal

Terjadi pada sirkit paralel dengan


salah satu sumber weak infeed
Gangguan dekat B,
D menerima sinyal tetapi tidak Z2
B trip & A terlambat trip
trip.
D merasakan Z2
Hal di atas dapat menyebabkan
sirkit 2 ikut terlepas

145
6.11. AUTO RECLOSE

a Persamaan transfer daya antara 2 sistem pembangkit

˜
E1
X
˜
E2

E1 . E2 . sin
P=
δ XT

a Dimana :
• E1 dan E2 tegangan masing-masing pembangkit.
• δ = perbedaan sudut fasa antara E1 dengan E2
• XT = reaktansi transfer antara E1 dengan E2

146
Lanjutan 6.11

a Impedansi gangguan shunts adalah :

9 Kombinasi dari rangkaian impedansi urutan negative dan atau


rangkaian impedansi urutan nol yang tersambung ke rangkaian
impedansi urutan positip

9 Impedansi gangguan shunts untuk beberapa kondisi adalah :


¾ Tanpa gangguan : Zf = ~
¾ Gangguan fasa-tanah : Zf = Z2 + Z0
¾ Gangguan 2 fasa : Zf = Z2
¾ Gangguan 2 fasa-tanah : Zf = (Z2 . Z0) / (Z2 + Z0)
¾ Gangguan 3 fasa : Zf = 0

147
Lanjutan 6.11
a Kurva sudut daya untuk berbagai jenis gangguan

Power Tanpa gangguan

2 fasa sehat & 1 fasa trip


1 fasa ke tanah

fasa-fasa-tanah

δ
9 Tanpa gangguan : Zf = ~
9 Gangguan fasa-tanah : Zf = Z2 + Z0
9 Gangguan 2 fasa : Zf = Z2
9 Gangg an 2 fasa-tanah
Gangguan fasa tanah : Zf = (Z2 . Z0) / (Z2 + Z0)
9 Gangguan 3 fasa : Zf = 0
148
Lanjutan 6.11

a Batas Stabilitas tanpa Auto Reclose

Power
1
F 3

Po A E
D G
2

B C

δ0 δ1 δ2 δ
Kondisi stabilitas sistem masih dicapai

149
Lanjutan 6.11

a Batas Kondisi stabilitas sistem

Power
1
F
Po A E G
D
3
2
B C

δ
δ0 δ1 δ2

150
Lanjutan 6.11

a Batas Kondisi stabilitas sistem bertambah dengan pengoperasian Auto Reclose.

G
Po’ F H
A E 1
Po D
3
2
B C

δ0 δ1 δ2 δ3
δ

151
Lanjutan 6.11

a Manfaat Auto Reclose

9 Mempertahankan kesinambungan pelayanan energi listrik

9 Stabilitas sistem terpelihara

9 Mengurangi dampak gangguan yang bersifat temporer

9 Meningkatkan kinerja sistem penyaluran

152
Lanjutan 6.11

a Faktor - faktor pola Auto Reclose

9 Batas stabilitas sistem

9 Karakteristik/ kemampuan pmt

9 Karakteristik peralatan proteksi

9 Konfigurasi jaringan

9 Persyaratan kedua ujung saluran

153
Lanjutan 6.11

a Waktu de-ionisasi udara

Tegangan W a k tu D e -
S is t e m io n is i
(kV ) ( d e t ik )
66 0 .1
110 0 .1 5
132 0 .1 7
220 0 .2 8
275 0 .3
400 0 .5

154
Lanjutan 6.11

a Pertimbangan konfigurasi jaringan dalam pemilihan pola Auto Reclose.

9 Jaringan radial sirkit tunggal.

9 Jaringan radial sirkit ganda.

9 Jaringan
g looping
p g sirkit tunggal.
gg

9 Jaringan looping sirkit ganda

155
Lanjutan 6.11

a Persyaratan pada kedua ujung saluran

9 kemungkinan reclose pada gangguan permanen.


permanen

9 kemungkinan gagal sinkron pada saat reclose.

9 salah satu sisi tersambung ke unit pembangkit.

9 penutupan dua pmt yang tidak serentak

156
Lanjutan 6.11

a Pola Auto Reclose yang dapat dipilih :

9 Single shot

9 Auto Reclose cepat untuk :

¾ Satu fasa

¾ Tiga fasa

¾ Satu atau tiga fasa

9 Auto Reclose lambat untuk tiga fasa.

157
Lanjutan 6.11

a Kondisi Auto Reclose tidak boleh bekerja apabila :

9 PMT dibuka secara manual atau beberapa saat setelah ditutup secara
manual
9 PMT trip oleh CBF atau DTT
9 PMT trip
t i oleh
l h pengaman cadangan
d
9 PMT trip oleh SOTF
9 PMT trip
p oleh out of step
ppprotection.

158
Lanjutan 6.11
INSTANT
OF FAULT
Operates Resets

PROTECTION
OPERATING
TIME

Trip coil Contact Arc Contacts Closing circuit Contacts Contacts


energized s extinguish Fully open energized make Fully
separate ed clossed
TRANSIENT
FAULT
CIRCUIT
BREAKER

OPENIN ARCING CLOSSING


G TIME TIME
TIME
OPERATING DEAD TIME
TIME
SYSTEM DISTURBANCE TIME
Operates Resets Reclose Operates Resets
on to fault

PROTECTION

OPERATING
TIME Trip coil Contact Arc Contacts Closing circuit Contact Contacts Contacts Arc Contacts Fully open
PERMANEN energized s extinguish Fully open energized s Fully clossed Separate Extinguish Circuit breaker locks
T separat ed make ed out
FAULT e
CIRCUIT
BREAKER

OPENIN ARCING CLOSSING


G TIME TIME
Trip coil
TIME
OPERATE DEAD TIME energized
TIME Relay ready to respond
Reclose to further fault incidents
initiated (after successful
by protection reclosure)
AUTO-RECLOSE
RELAY

DEAD TIME CLOSING


PULSE TIME

RECLAIM TIME

TIME
159
Lanjutan 6.11

a S tti
Setting A t Reclose
Auto R l

9 Dead time SPAR

¾ Lebih kecil dari seting discrepancy dan seting GFR

¾ Lebih besar dari operating time pmt, waktu reset mekanik pmt,
dan waktu pemadaman busur api + waktu deionisasi udara.

¾ Tipikal set 0.5 s/d 1.0 detik.

9 Reclaim time SPAR:

¾ Memberi kesempatan pmt untuk kesiapan siklus O-C-O


berikutnya.

¾ Tipikal 40 detik.

160
Lanjutan 6.11

a K
Koordinasi
di iSSeting
i A/R Dengan
D OLS d
dan OCR

9 Pada saat gangguan OCR


harus bekerja
j lebih cepat
p
t
dari OLS

9 OLS diseting maksimum 1


detik lebih cepat dari seting
t 2In-OCR OCR pada 2 In.

t ols
OLS 9 Dead time TPAR diseting
OCR
lebih cepat dari OLS (tols)

1.1 In 2 In In

161
Lanjutan 6.11

a Dead time untuk TPAR :

9 Diseting
g lebih cepat
p dari OLS ((tols))
9 Lebih besar dari operating time pmt, waktu reset mekanik pmt, dan
waktu pemadaman busur api + waktu deionisasi udara.
9 Tipikal set 5 s/d 60 detik.
9 Seting berbeda di kedua sisi.

a Reclaim time TPAR :


9 Memberi kesempatan Pmt untuk kesiapan siklus O-C-O berikutnya.
9 Tipikal 40 detik

162
Lanjutan 6.11

a Seting Dead time TPAR berbeda untuk kedua sisi :

9 Untuk sumber di kedua sisi maka sisi dengan fault level rendah reclose
terlebih dahulu baru kemudian sisi lawannya.

9 Untuk sumber di satu sisi (radial double sirkit) bila tidak terdapat S/C
untuk operasi manual yang terpisah dari S/C untuk A/R maka untuk
keperluan manuver operasi, reclose pertama dapat dilakukan dari sisi
sumber.

163
Lanjutan 6.11

a SUTT Yang Tersambung ke Pembangkit

9 A/R untuk SUTT yang kedua sisi tersambung ke Pembangkit maka


pola yang dipilih TPAR (inisiate gangguan satu fasa) dengan seting
dead time lebih lama.

9 SUTT yang hanya satu sisi tersambung ke pembangkit maka pola


yang dipilih TPAR dengan pola S/C di sisi pembangkit diseting DL/DB
out.
out

164
Lanjutan 6.11

a Gardu Induk dengan 1,5 (satu setengah) PMT

9 Penutupan dua PMT yang tidak serentak.

9 Disarankan pertama reclose untuk pmt line yang terhubung langsung


ke busbar baru kemudian PMT tengah dimasukan secara manual atau
reclose dengan delay.

165
Lanjutan 6.11

a Pengoperasian High Speed A/R (A/R cepat)

9 A/R cepat untuk 1 fasa, 3 fasa atau 1+3 fasa


9 Pengoperasian high speed A/R 3 (tiga) fasa :
a. Pertimbangan stabilitas
b. Pertimbangan tegangan lebih transien.
c. Tidak membahayakan turbin/generator
9 Sikl kerja
Siklus k j (duty
(d t cycle)
l ) dari
d i PMT harus
h sesuaii untuk
t k operasii dengan
d
A/R cepat.
9 Sistem proteksi di kedua ujung saluran bekerja pada basic time/
instantenous.

166
Lanjutan 6.11

a Pengoperasian A/R lambat 3 fasa

9 Hanya untuk tiga fasa

9 Pengoperasian A/R cepat tiga fasa menghadapi kendala seperti yang


diuraikan sebelumnya

9 Harus
H dil
dilengkapi
k i d
dengan relai
l i synchro
h check
h k atau
t
relai lain (rele daya) yang dapat berfungsi untuk
memastikan bahwa kondisi sinkron pada PMT yang akan reclose masih
di
dipenuhi
hi

167
Lanjutan 6.11

a Penerapan A/R cepat 1 fasa.

Dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem berikut :

9 SUTET jaringan radial sirkit tunggal atau ganda.

9 SUTET jjaringan
g radial sirkit tunggal
gg atau ganda.
g

9 SUTT jaringan radial sirkit tunggal atau ganda.

9 SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda.


ganda

168
Lanjutan 6.11

a Penerapan A/R cepat 3 fasa

Dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem berikut :


9 SUTT jaringan radial sirkit tunggal atau ganda.
9 SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda.

a Catatan :
Harus dilengkapi dengan relai synchro check atau relai lain (rele daya)
yang dapat berfungsi untuk memastikan bahwa kondisi sinkron pada PMT
yang akan reclose masih dipenuhi

169
Lanjutan 6.11

a Penerapan A/R lambat 3 (tiga) fasa

Dapat diterapkan pada konfigurasi atau sistem berikut :


9 SUTT jaringan radial sirkit tunggal atau ganda.
9 SUTT jaringan looping sirkit tunggal atau ganda.

a Prioritas Pengoperasian A/R

9 SUTT yang tidak memenuhi kriteria keandalan N-1, SUTT yang


memasokk kawasan
k i d t i yang memerlukan
industri l k keandalan
k d l tinggi
ti i dan
d
SUTT dengan frekuensi gangguan temporer yang tinggi

9 SUTT sirkit tunggal


gg radial atau looping
p g

9 SUTT sirkit ganda radial atau looping.

170
6.12 SYNCHROCHEK

a Sumber di kedua sisi :

9 Di sisi dengan fault level rendah S / C diset dengan DL / LB IN dan


LL/DB IN.
IN
9 Di sisi dengan fault level tinggi S/C diset dengan DL/LB OUT dan LL/DB
IN.

a Sistem radial double sirkit

Bila tidak terdapat S/C untuk operasi manual yang terpisah dari S/C untuk
A/R maka untuk keperluan manuver operasi, seting S/C dapat dilakukan sbb :

9 Di sisi sumber S/C diset dengan DL/LB IN dan LL/DB IN


9 Di sisi
i i lainnya
l i S/C diset
di t dengan
d DL/LB IN dan
d LL/DB IN

171
6.13. POLA SISTEM PROTEKSI SUTET

172
Lanjutan 6.13

Pola LPa LPb


Main Backup Main Backup

Pola standar Z+ DEF+ TP Z Z+ DEF+ TP Z


Contoh :
Hampir disemua SUTET

Pola non standar I DC Z Z+ DEF+ TP Z


Contoh :
Saguling-Cirata 1

Pola non standar II PC Z Z + TP Z


Contoh :
g g
Saguling-Cirata 2

Z : Distance Relay ; DEF : Directional Earth fault ; TP : Teleproteksi


(PLC & FO)
DC : Directional Comparison ; PC : Phase Comparison

173
Lanjutan 6.13

a Tiga macam pola sistem proteksi yang dikembangkan

9 Pola I : teleproteksi dengan rele jarak, terdiri dari :


Main Protection : Teleproteksi
l k Z + DEF
Media Komunikasi : PLC/Fibre Optic
Back Up Protection :Z

9 Pola II : teleproteksi dengan rele current differential,


terdiri dari :
Main Protection : Teleproteksi Current Differential
M di Komunikasi
Media K ik i : Fibre
Fib Optic/Microwave
O ti /Mi
Back Up Protection : Z + DEF

9 Pola III teleproteksi


p dengan
g rele directional comparison,
p ,
terdiri dari :
Main Protection :Teleproteksi Directional Comparison
Media Komunikasi : PLC/Fibre Optic
Back Up Protection : Z + DEF

174
Lanjutan 6.13
a Aspek-aspek
Aspek aspek yang dipertimbangkan :
9 Karakteristik Relai
a. SIR (System Impedance rasio)
b. Kecepatan pemutusan Gangguan
c. Keberhasilan SPAR
9 Keandalan
a. Hardware dan software individu
b. Keandalan media telekomunikasi
9 Maintainability
9 Gardu induk sisipan dimasa yang akan datang
9 Telekomunikasi
9 Feature minimum
a. Block for relay failure
b. Fail save
c. Self monitoring
d Power swing block
d.
e. Switch on to fault
f. VT MCB fail
175
Lanjutan 6.13

LP (b)
LP (b)

DEF(B) DEF(B)

Z(B) Z(B)
PLC/FO/µW

DC( DC(M
M) )
PT PT
CB SUTET CB

C C
T T

CD( CD(M
M) )

FO/µW
Z(B) Z(B)

DEF( DEF(
B) B)

LP (a)
( )
LP (a)

176
Lanjutan 6.13

LP (b) LP (b)

DEF(B DEF(B
) )

Z(B) Z(B)
FO/µW

CD(M CD(M)
)

CB PT PT CB
SUTET

C C
T T

Z(M) Z(M)

DEF DEF

PLC/FO
Z(B) Z(B)

LP (a) LP (a)

177
Lanjutan 6.13

LP (b) LP (b)
DEF( DEF(
B)
B)

Z(B) Z(B)
PLC/FO

DC(M) DC(M
)

CB PT PT CB
SUTET

C C
T T

Z(M) Z(M)

DEF DEF

PLC/FO
Z(B) Z(B)

LP (a) LP (a)

178
Lanjutan 6.13
LP (b) LP (b)

Z(B Z(B
) )

DEF(M)
PLC / FO DEF(M)

Z(M) Z(M)

PT PT
CB SUTET CB

CT
CT

Z(M) Z(M)

DEF(M) DEF(M)
PLC / FO

Z(B) Z(B)

LP (a) LP (a)

179
Lanjutan 6.13
a TELEPROTEKSI PLC + FO
DTT (b) sirkit 1 LFTP CPL Link 715 CPL PLC
CCP, CBF, SZP 194-202 194-201

DTT (a) sirkit 1


Link 717 HFTP
CCP, CBF, SZP
TA-304

LP +DEF (b)
sirkit 1
NOKIA
LP +DEF ((a)) TPS 64
sirkit 1

NOKIA NOKIA OPGW


DIU 2 Mbs
G703 MUX

LP +DEF (a)
sirkit 2 NOKIA
BBP TPS 64

LP +DEF (b)
sirkit 2

DTT (a) sirkit 2 Link 717 HFTP


CCP, CBF, SZP TA-304

DTT (b) sirkit 2 LFTP CPL Link 715 CPL


CCP, CBF, SZP 194-202 194-201

180
Lanjutan 6.13
a TELEPROTEKSI PLC + PLC
DTT (b) sirkit 1 LFTP CPL Link 715 CPL PLC
CCP, CBF, SZP 194-202 194-201

DTT (a) sirkit 1


Link 717 HFTP
CCP,, CBF,, SZP
TA 304
TA-304

LP +DEF (b) LFTP CPL


sirkit 1 Link 715 CPL
194-202
194-201
LP +DEF (a) Link
Li k 717 HFTP
sirkit 1 TA-304

LP +DEF (a) Link 717 HFTP


BBP TA-304
sirkit 2
PLC
LFTP CPL Link 715 CPL
LP +DEF (b)
194-202 194-201
sirkit 2

Link 717 HFTP


sirkit 2
DTT (a) sirkit 2
CCP, CBF, SZP TA-304

DTT (b) sirkit 2 LFTP CPL Link 715 CPL


CCP, CBF, SZP 194-202 194-201

181
Lanjutan 6.13

DIAGRAM TELEPROTEKSI SISTEM 500kV


CIBINONG ARAH SAGULING
Lp 1(a) 1
PUTT
DEF 1(a) TP FO
2
NSD 70D FOX-U
Lp 1(b)
PUTT
DEF 1(b)
SAGULING LINE 1
DTT CCP 1(a)
1 PLC 506
CBF 1(a) TP AFT PLC
DTT
SZP 1(a) LFTP 202 204
CPL
2 205
DTT CCP 1(b)

Lp 2(
L 2(a))
PUTT 1 PLC 665
DEF 2(a) TP PLC
NSD 50
ETL
2
Lp 2(b) 41
PUTT
DEF 2(b)
SAGULING LINE 2
CCP 2(a)
DTT CBZ 2(a)
SZP 2(a) 1
TP FO
2
NSD 70D FOX-U
CCP 2(b)
DTT CBZ 2(b)
SZP 2(b)

182
Lanjutan 6.13

OPERASIONAL TELEPROTEKSI LINK PLC 506


CIBINONG ARAH SAGULING
DISTANT RELAY
GITET
PUTT 1 PLC 506
TP TX AFT LE
LFTP 202 204 CPL TO SAGULING 1
DTT 2
205

000 COUNTER SEND PUTT

000 COUNTER SEND DTT GITET CIBINONG

TP
PUTT LFTP 202
1 PLC 506
RX AFT LR
COMMAND
RECEIVE 204 CPL FROM CIIBINONG 1
2
205
DTT
000 COUNTER RECEIVE PUTT

000 COUNTER RECEIVE DTT GITET SAGULING

183
Lanjutan 6.13

KONFIGURASI EXISTING
PEDAN PAITON
R LINE 2 R

WT WT
S S

T T

CVT CVT

LMU MEDIA PLC LMU

PLC SAINCO PLC SAINCO

TO TP SAINCO TP SAINCO TO
DIST. RELAY DIST. RELAY
LINE 2 LINE 2

PEDAN UNGARAN KRIAN GRATI PAITON

NOKIA FOX-U FOX-U NOKIA NOKIA NOKIA NOKIA


NOKIA

SIEMENS SIEMENS

TP DIP 5000
TP DIP 5000
TO TO
DIST. RELAY DIST. RELAY
LINE 2 MEDIA FO LINE 2

184
Lanjutan 6.13

PERUBAHAN KONFIGURASI JARINGAN KOMUNIKASI


DENGAN MASUKNYA KEDIRI 500KV

PEDAN 500KV KEDIRI 500KV PAITON 500KV


WT WT NEW NEW
LINE 1 LINE 1
S S S
CC CC NEW NEW

LMU LMU NEW NEW

PLC PLC SAINCO PLC SAINCO PLC NEW NEW


2 (ex Pedan) (ex Paiton) 2 PLC ALSPA PLC ALSPA

TP SAINCO TP SAINCO NEW TP NEW TP


TO TO
DIST. RELAY DIST. RELAY
LINE 1 LINE 1 TO TO
DIST. RELAY LINE 1 DIST. RELAY LINE 1

PEDAN 500 kV BANARAN 150kV KEDIRI 500kV

UX

UX
MU

MU
ECI ECI ECI

TP DIGITAL TP DIGITAL
TO 2MB 2MB TO
DIST. RELAY DIST. RELAY
LINE 1 MEDIA FO LINE 1

185
6.14. DISTURBANCE FAULT RECORDER (DFR)

a Peran Disturbance Fault Recorder

9 Peranan DFR dalam mengevaluasi gangguan

9 File rekaman gangguan yang berupa COMTRADE (Common Format for


Data Exchange).

9 Play back rekaman gangguan dari alat uji ke relay

9 Umumnya memiliki kemampuan merekam gangguan dan file rekaman


d l
dalam f l COMTRADE.
file

9 File gangguan tersebut dapat diambil secara remote dari tempat lain
sehingga memudahkan dalam menganalisa gangguan dari tempat lain.
lain

186
Lanjutan 6.14

a Fungsi Disturbance Fault Recorder

9 Suatu alat yang dapat mengukur dan merekam besaran listrik seperti
arus ( I ), tegangan (V) dan frekuensi (F) pada saat sebelum, selama
dan setelah gangguan.

9 Disturbance Recorder yang saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan,


dapat membantu perekaman data dari Sistem Tenaga Listrik termasuk
Sistem Proteksi serta peralatan terkait lainnya yang pada akhirnya
membantu dalam analisa dan memastikan bahwa sistem telah bekerja
dengan baik.

187
Lanjutan 6.14

a Prinsip Kerja DFR :

9 DFR akan bekerja secara real time untuk memonitor kondisi listrik dan
peralatan terkait lainnya, karena menggunakan sistem digital maka
semua data dikonversikan ke bentuk digital dan disimpan di memori.
P d saat terjadi
Pada j di gangguan, hasil
h il monitor
i tersebut
b akan
k tersimpan
i
secara permanen dalam bentuk hasil cetakan di kertas dan data
memori.

188
Lanjutan 6.14

a Manfaat DFR :

9 Mendeteksi penyebab gangguan

9 Mengetahui lamanya gangguan (fault clearing time)

9 Mengetahui besaran listrik seperti Arus (I), Tegangan (V) dan


Frekuensi (F)

9 Mengetahui unjuk kerja sistem proteksi terpasang

9 Melihat harmonik dari sistem tenaga Listrik

9 Melihat apakah CT normal / tidak ( jenuh)

9 Memastikan bahwa PMT bekerja dengan baik

9 Dokumentasi

189
Lanjutan 6.14

a Pengembangan DFR :
9 Time Synchronizing (GPS)
9 M t Station
Master St ti
9 Monitoring Frekuensi
9 DC Monitoring
g

a Bagian dari DFR (Disturbance Fault Recorder) :


9 DAU (Data Acquisition Unit)
9 AC/DC Power Supply
9 Communication Channel
9 Sistem Alarm

190
Lanjutan 6.14

INPUT OUTPUT

ANALOG
16 Channel
PRINTER

DAU
EVENT
32 Channel COMM
CO KE
Data MASTER DFR
Acquisition
Unit ALARM
SYNCHR RELAY

DC POWER

AC POWER
KEY
EXTERNAL BOARD
&
SCREEN

191
Lanjutan 6.14
a Rekaman DFR

192
Lanjutan 6.14
a Menganalisa rekaman DFR :
9 Pada kondisi normal, arus dan tegangan akan menggambarkan
sinusoidal (50HZ) yang sempurna.

9 Besaran arus dan tegangan tersebut dapat diukur dengan


memperhatikan skala rekaman, serta ratio CT & PT.

9 Setiap
S ti ti
trigger k
karena b
besaran analog
l yang diluar
dil normal,
l DFR akank
menggambarkan pada bagian sensor digital, serta bentuk sinusoidal
arus/tegangan akan berubah menjadi lebih besar atau Lebih kecil.

9 Apabila perubahan besaran analog ini diikuti dengan bekerjanya


proteksi maka diikuti dengan perubahan status input digital.

9 Bila PMT juga bekerja,


bekerja maka dapat dilihat status PMT sebagai input
digital yang berubah.

9 Setiap trigger karena perubahan status input digital, DFR akan


menggambarkannya pada bagian digital, dimana garisnya akan
berubah menjadi terputus
193
6.15. TRAVELLING WAVE SYSTEM (TWS)

a Prinsip Kerja TWS

9 Untuk mengukur jarak SUTT saat ini dapat menggunakan methode


impedansi dengan bantuan disturbance fault
f recorder atau numerical
relay.

9 M th d hasilnya
Methode h il akan
k menjadi
j di kurang
k akurat
k t apabila
bil terdapat
t d t
kondisi-kondisi sebagai berikut :
¾ Resistansi
es sta s ga
gangguan
ggua da
dan faktor
a to infeed
eed
¾ Arcing fault yang membentuk gelombang non-sinusoidal
¾ Source impedance ratio (SIR) yang tinggi
¾ Line constanta jaringan berbeda-beda
¾ Capasitansi jaringan (jaringan > 100 km)
¾ Error CT dan CVT

194
Lanjutan 6.15

a Agar akurasi pengukuran jarak SUTT lebih akurat digunakan methode

traveling waves (TWS). Selain untuk mengukur jarak SUTT, TWS dapat pula

digunakan sebagai fault locator, dengan akurasi hingga 100-200 m.

a Prinsip kerja dari TWS adalah gelombang berjalan terbentuk apabila

terdapat switcing di SUTT yang disebabkan oleh buka / tutup PMT atau

arcing saat gangguan. Pulsa ini berjalan sepanjang seksi SUTT yang

mempunyai impedansi karakteristik yang sama, sampai ke titik bus akan

menemui impedansi karakteristik yang berbeda dan menyebabkan pulsa

mengalami pemantulan.

195
Lanjutan 6.15

t1 t2 t3

Proses gelombang berjalan pada penghantar

a Waktu tempuh gelombang ini terekam oleh TWS adalah t2-t1, maka jarak
yang diukur adalah :

L = (t2-t1) . V/2

dimana V adalah kecepatan gelombang berjalan dalam hal ini sama


dengan kecepatan cahaya atau gelombang elektromagnetik (300.000
km/dt).

196
Lanjutan 6.15

a Ada beberapa cara untuk mengukur jarak SUTT atau menentukan lokasi
gangguan dengan menggunakan methode gelombang berjalan ini.

a Pada saat terjadi gangguan penghantar, maka pada titik gangguan akan
dibangkitkan gelombang berjalan menuju ke dua ujung penghantar.

t1a t2a

La

Lb

Proses gelombang berjalan pada penghantar

197
Lanjutan 6.15

a Pada kondisi ini maka jarak ke titik gangguan :

La = ((t1a – t2a)) x V/2


/

a Jika waktu gangguan singkat sekali atau resistansi gangguan tinggi, maka
waktu
k pantulan
l gelombang
l b yang kedua
k d b k
bukan d
dipantulkan
lk oleh
l h titikk
gangguan, sehingga waktu yang tercatat bukan waktu tempuh dua kali jarak
gangguan.
gangguan

198
Lanjutan 6.15

t1a tt2a
a

La

Lb

t1b

Proses gelombang berjalan pada penghantar

199
Lanjutan 6.15

a H l tersebut
Hal b diatas
di d
dapat di
diatasi
i dengan
d menggunakan
k d
dua b h TWS
buah
masing-masing pada kedua ujung penghantar. Pada kondisi ini maka jarak
ke titik gangguan :
La = L/2 + (t1a - t1b) x V/2
Lb = L/2 + ((t1b - t1a)) x V/2

a Ada beberapa cara untuk memanfaatkan TWS untuk mengukur jarak


penghantar atau jarak ke lokasi gangguan dengan menggunakan gelombang
berjalan yaitu :

200
Lanjutan 6.15

a C
Cara mengukur
k jarak
j k SUTT (type
(t E single
i l ended
d d mode).
d )

9 1 buah TWS dipasang membelakangi sumber ( penghantar


radial ).
)

9 Posisi kedua PMT dalam keadaan terbuka.

9 PMT dilokasi
dil k i TWS dimasukkan
di kk (re-energize).
( i )

9 Pulsa dibentuk dari PMT masuk, dan terekam (t1a) oleh TWS
melalui CT, dan berjalan sepanjang seksi penghantar sampai
diujung depan PMT yang masih posisi terbuka (impedansi
tinggi), maka pulsa yang dipantulkan dalam posisi terbalik
terekam oleh TWS (t2a).
(t2a)

9 Jarak seksi penghantar adalah :

La = (t2a - t1a) x V/2

201
Lanjutan 6.15
9 1 buah TWS dipasang membelakangi sumber.
sumber

9 Posisi kedua PMT dalam keadaan masuk (operasi normal).

9 Pada saat terjadi gangguan pulsa dibentuk dari switcing dari dititik
gangguan bergerak menuju TWS terekam (t1a) dan dipantulkan
b j l
berjalan k titik gangguan sampaii dititik gangguan dipantulkan
ke di t lk
kembali menuju TWS dan terekam lagi (t2a).

9 Jarak seksi saluran adalah :

La = (t2a - t1a) x V/2

202
Lanjutan 6.15

a Cara mengukur jarak SUTT(type D double ended).

9 2 buah TWS dipasang


p g saling
g berhadapan
p

9 Posisi kedua PMT dalam keadaan masuk (operasi normal).

9 Pada saat terjadi gangguan pulsa dibentuk dari switcing dititik


gangguan bergerak menuju TWS A terekam (t1a).

9 Pada saat itu pula pulsa dibentuk dari switcing dititik gangguan
bergerak menuju TWS B terekam (t1b).
(t1b)

9 Jarak seksi saluran adalah :

9 La = (L/2) + (t1a - t1b) x V/2

9 Lb = (L/2) + (t1b - t1a) x V/2

203
7.1. PERENCANAAN

a Perencanaan memerlukan koordinasi antara kebutuhan akan pemeliharaan


dan kondisi sistem.

a Hasil dari perencanaan ini adalah jadwal dan jenis pekerjaan yang akan
dilaksanakan untuk setiap peralatan.

a Pedoman dasar untuk melakukan pemeliharaan peralatan instalasi listrik


adalah SE Direksi No.032/PST/1984 tanggal 23 Mei 1984 tentang Himpunan
Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharaan Peralatan Penyaluran Tenaga
Listrik dimana yang menjadi dasar utama untuk melakukan pemeliharaan
adalah rekomendasi pabrik serta instruction manual dari masing-masing
masing masing
peralatan instalasi listrik.

204
7.2. PELAKSANAAN

a Pelaksanaan pemeliharaan sebagai hasil perencanaan di atas merupakan


dasar dalam pengaturan SDM, alat, tugas, tanggung-jawab dan wewenang
untuk melaksanakan p
pekerjaan
j pemeliharaan.
p

a Dalam mengalokasikan sumber daya atas pekerjaan-pekerjaan yang


dibebankankan, agar dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin.

a Sumber daya manusia merupakan salah satu penentu bagi keberhasilan


pencapaian sasaran sehingga diperlukan suatu sifat kepemimpinan, motivasi
dan komunikasi yang baik.
baik

a Dalam rangka pelaksanaan pemeliharaan mulai dari persiapan sampai akhir


pekerjaan, diperlukan proses mempengaruhi dan mengarahkan orang
menuju ke pencapaian tujuan yaitu terlaksananya pekerjaan pemeliharaan
dengan baik.

205
7.3. PENGENDALIAN

a Dalam mencapai tujuan sesuai dengan yang direncanakan, diperlukan


pengendalian, sehingga penyimpangan yang terjadi dapat dideteksi sedini
mungkin dan dapat dilakukan tindakan koreksi.

a U t k dapat
Untuk d t melaksanakan
l k k pengendalian
d li di l k
diperlukan sasaran pengendalian,
d li
indikator - indikator dan standar yang jelas.

206
7.4. PENGERTIAN DAN TUJUAN

a Pemeliharaan peralatan listrik tegangan tinggi adalah serangkaian tindakan

atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi dan meyakinkan

b h
bahwa peralatan
l t d
dapat
t berfungsi
b f i sebagaimana
b i mestinya
ti sehingga
hi d
dapat
t

dicegah terjadinya gangguan yang menyebabkan kerusakan.

a Tujuan pemeliharaan sistem proteksi penyaluran adalah untuk menjamin


kontinuitas penyaluran tenaga listrik dan menjamin keandalan, antara lain :

9 Untuk meningkatkan reliability, availability dan effiency.

9 Untuk memperpanjang umur peralatan.

9 Mengurangi resiko terjadinya kegagalan atau kerusakan peralatan.

9 Meningkatkan Safety peralatan.

9 Mengurangi lama waktu padam akibat sering gangguan

207
7.5. FAKTOR YANG DOMINAN

a Faktor yang paling dominan dalam pemeliharaan peralatan proteksi adalah

memperoleh keyakinan bahwa peralatan proteksi tersebut dapat bekerja

sesuai fungsinya.
fungsinya

a Dalam pemeliharaan peralatan proteksi, kita membedakan antara

pemeriksaan / monitoring (melihat, mencatat, meraba serta mendengar)

dalam keadaan operasi dan memelihara (kalibrasi / pengujian, koreksi /

resetting serta memperbaiki / membersihkan ) dalam keadaan padam.

a Pemeriksaan atau monitoring dapat dilaksanakan oleh operator atau petugas

patroli setiap hari dengan sistem check list atau catatan saja. Sedangkan

pemeliharaan harus dilaksanakan oleh regu pemeliharaan.

208
7.6. JENIS – JENIS PEMELIHARAAN SISTEM PROTEKSI
a PREVENTIVE MAINTENANCE

3 Adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan untuk mencegah


terjadinya kerusakan peralatan secara tiba-tiba
tiba tiba dan untuk
mempertahankan unjuk kerja peralatan yang optimum sesuai umur
teknisnya.

3 Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala dengan berpedoman kepada


: Instruction Manual dari pabrik, standar-standar yang ada ( IEC, dll )
dan pengalaman operasi di lapangan.

3 Pemeliharaan ini disebut juga dengan pemeliharaan berdasarkan


waktu ( Time Base Maintenance / TBM ).

209
Lanjutan 7.6
a PREDICTIVE MAINTENANCE

9 Adalah pemeliharaan yang dilakukan dengan cara memprediksi


kondisi suatu peralatan listrik, apakah dan kapan kemungkinannya
peralatan listrik tersebut menuju kegagalan.

9 Dengan memprediksi kondisi tersebut dapat diketahui gejala


ke sakan secara
kerusakan seca a dini.
dini

9 Cara yang biasa dipakai adalah memonitor kondisi secara terus


menerus dengan
g periode tertentu,, baik p
p pada saat p
peralatan
beroperasi atau tidak beroperasi.

9 Untuk ini diperlukan peralatan dan personil khusus untuk analisa,


apakah hasil monitoring terdapat kecenderungan semakin memburuk
kondisinya. Pemeliharaan ini disebut juga pemeliharaan berdasarkan
g
kondisi dari hasil monitoring

(Condition Base Maintenance / CBM )


210
Lanjutan 7.6

a CORECTIVE MAINTENANCE

3 adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terencana ketika peralatan

listrik mengalami kelainan atau unjuk kerja rendah pada saat

menjalankan fungsinya dengan tujuan untuk mengembalikan pada

kondisi semula disertai perbaikan dan penyempurnaan instalasi

3 Pemeliharaan ini disebut jjuga


g Curative Maintenance,, yyang
g bisa berupa
p

Trouble Shooting atau penggantian part/bagian yang rusak atau

kurang berfungsi dengan baik, yang dilaksanakan dengan terencana.

211
Lanjutan 7.6

a BREAKDOWN MAINTENANCE

3 Adalah pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadi kerusakan


mendadak yang waktunya tidak tertentu dan sifatnya darurat.

3 Pemeliharaan ini juga bisa berupa Trouble Shooting atau penggantian


part/bagian/peralatan yang rusak atau kurang berfungsi dengan baik,
yang dilaksanakan dengan tidak terencana dan secepat cepatnya.

212
Lanjutan 7.6

213
7.7. TROUBLE SHOOTING BAY TRAFO 150 / 20 KV

NO ALARM PENYEBAB LOKASI TINDAKAN


1 150 KV CB TRIP RANGKAIAN TRIP.1 PANEL RELE, INVESTIGASI DAN
CIRCUIT FAULTY TERPUTUS, ATAU : KONTROL, KBL MEMPERBAIKI/MENYA
RANGKAIAN TRIP.2 ONTROL, MK & MBUNG KEMBALI
RANGKAIAN YANG
TERPUTUS CB PUTUS

2 MAIN PROTECTION DIFFERENTIAL PANEL RELE, INVESTIGASI DAN


OPERATED RELE / SUHU / KONTROL KBL
KONTROL, MEMPERBAIKI
BUCHOLZ / KONTROL , KEMBALI RANGKAIAN
JANSEN TRANSFORMAT / KOMPONEN /
OR, MK & CT PERALATAN YANG
/ TEKANAN LEBIH RUSAK
/ REF 150 KV

/ REF20KV
3 BACK UP PANEL RELE, INVESTIGASI DAN
PROTECTION OCR / GFR / SBEF KONTROL KBL
KONTROL, MEMPERBAIKI
KONTROL ,MK & KEMBALI RANGKAIAN
OPERATED CT / KOMPONEN /
PERALATAN YANG
RUSAK

214
Lanjutan 7.7

NO ALARM PENYEBAB LOKASI TINDAKAN

4 TEKANAN LEBIH / TERJADI PERCIKAN TRANSFORMATOR INVESTIGASI DAN


SUDDEN PREASSURE BUNGA API DI DLM MEMPERBAIKI /
TRIP TRANSFORMATOR MENGGANTI WINDING /
MINYAK

5 WINDING TEMPERATUR TEMPERATUR TRANSFORMATOR INVESTIGASI DAN


ALARM WINDING TINGGI MENURUNKAN BEBAN /
1’ST STAGE MEMPERBAIKI SISTEM
PENDINGIN &
AKIBAT BEBAN MENGOPERASIKAN
LEBIH/PENDINGIN KEMBALI SISTEM
TIDAK BEROPERASI PENDINGIN

6 WINDING TEMPERATUR TEMPERATUR TRANSFORMATOR INVESTIGASI DAN


TRIP WINDING TINGGI MENURUNKAN BEBAN /
2’ND STAGE MEMPERBAIKI SISTEM
PENDINGIN &
AKIBAT BEBAN MENGOPERASIKAN
LEBIH/PENDINGIN KEMBALI SISTEM
TIDAK BEROPERASI PENDINGIN

215
Lanjutan 7.7

NO ALARM PENYEBAB LOKASI TINDAKAN

7 OIL TEMPERATUR TEMPERATUR TRANSFORMATOR INVESTIGASI DAN


ALARM OIL TINGGI 1’ST MEMPERBAIKI /
STAGE AKIBAT MENGGANTI WINDING /
MINYAK
BEBAN LEBIH
/ PENDINGIN
TIDAK BEROPERASI

8 OIL TEMPERATUR TRIP TEMPERATUR TRANSFORMATOR INVESTIGASI DAN


OIL TINGGI 2’ND MENURUNKAN BEBAN /
STAGE AKIBAT MEMPERBAIKI SISTEM
PENDINGIN &
BEBAN LEBIH MENGOPERASIKAN
/ PENDINGIN KEMBALI SISTEM
TIDAK BEROPERASI PENDINGIN
9 OLTC BUCHOLZ / Terdapat gas pada OLTC INVESTIGASI DAN
JANSEN TRIP OLTC AKIBAT TRANSFORMATOR PEMERIKSAAN /
KONTAK – KONTAK PENGUKURAN KONTAK –
KONTAK OLTC
OLTC TIDAK
SEMPURNA

216
Lanjutan 7.7

NO ALARM PENYEBAB LOKASI TINDAKAN

10 BUCHOLZ ALARM TERDAPAT GAS TRANSFORMATOR INVESTIGASI DAN


PADA 1’ST STAGE MEMPERBAIKI /
AKIBAT PERCIKAN MENGGANTI WINDING /
MINYAK
BUNGA API DALAM
TANGKI UTAMA
TRANSFORMATOR

11 BUCHOLZ TRIP TERDAPAT GAS TRANSFORMATOR INVESTIGASI DAN


PADA 2’ND STAGE MEMPERBAIKI /
AKIBAT PERCIKAN MENGGANTI WINDING /
MINYAK
BUNGA API DALAM
TANGKI UTAMA
TRANSFORMATOR

12 DC POWER FAILURE MCB DC POWER TRIP PANEL DC / PANEL MEMASUKKAN KEMBALI


KONTROL MCB / INVESTIGASI
RANGKAIAN SISTEM DC
TERKAIT

217
7.8. TROUBLE SHOOTING BAY SUTT 150 KV

NO ALARM PENYEBAB LOKASI TINDAKAN


1 150 KV CB TRIP CIRCUIT RANGKAIAN TRIP.1 PANEL RELE, INVESTIGASI DAN
FAULTY TERPUTUS, ATAU : KONTROL, KBL MEMPERBAIKI/MENYAMB
RANGKAIAN TRIP.2
TRIP 2 ONTROL MK & CB
ONTROL, UNG KEMBALI
RANGKAIAN YANG PUTUS
TERPUTUS

2 MAIN PROTECTION DISTANCE RELE PANEL RELE, INVESTIGASI DAN


OPERATED BEKERJA KARENA KONTROL, KBL
KONTROL MEMPERBAIKI KEMBALI
GANGGUAN SUTT / KONTROL , PT, MK RANGKAIAN / KOMPONEN
& CT / SUTT / PERALATAN YANG
RANGKAIAN RUSAK TERMASUK DI
SISTEM PROTEKSI SUTT

3 BACK UP PROTECTION OCR/GFR BEKERJA SUTT INVESTIGASI


OPERATED KARENA PEMBEBANAN / DI SUTT,
GANGGUAN/BEBAN LALU PENGATURAN
BEBAN / MEMPERBAIKI
LEBIH SUTT PERALATAN YANG RUSAK
DI SUTT

218

Anda mungkin juga menyukai