Anda di halaman 1dari 19

Thyristor : SCR, TRIAC dan DIAC

Thyristor berakar kata dari bahasa Yunani yang berarti ‘pintu'. Dinamakan demikian barangkali karena
sifat dari komponen ini yang mirip dengan pintu yang dapat dibuka dan ditutup untuk melewatkan arus
listrik. Ada beberapa komponen yang termasuk thyristor antara lain PUT (programmable uni-junction
transistor), UJT (uni-junction transistor ), GTO (gate turn off switch), photo SCR dan sebagainya. Namun
pada kesempatan ini, yang akan kemukakan adalah komponen-komponen thyristor yang dikenal dengan
sebutan SCR (silicon controlled rectifier), TRIAC dan DIAC. Pembaca dapat menyimak lebih jelas
bagaimana prinsip kerja serta aplikasinya.

Struktur Thyristor

Ciri-ciri utama dari sebuah thyristor adalah komponen yang terbuat dari bahan semiconductor silicon.
Walaupun bahannya sama, tetapi struktur P-N junction yang dimilikinya lebih kompleks dibanding
transistor bipolar atau MOS. Komponen thyristor lebih digunakan sebagai saklar (switch) ketimbang
sebagai penguat arus atau tegangan seperti halnya transistor.

Gambar-1 : Struktur Thyristor

Struktur dasar thyristor adalah struktur 4 layer PNPN seperti yang ditunjukkan pada gambar-1a. Jika
dipilah, struktur ini dapat dilihat sebagai dua buah struktur junction PNP dan NPN yang tersambung di
tengah seperti pada gambar-1b. Ini tidak lain adalah dua buah transistor PNP dan NPN yang tersambung
pada masing-masing kolektor dan base. Jika divisualisasikan sebagai transistor Q1 dan Q2, maka
struktur thyristor ini dapat diperlihatkan seperti pada gambar-2 yang berikut ini.
Gambar-2 : visualisasi dengan transistor

Terlihat di sini kolektor transistor Q1 tersambung pada base transistor Q2 dan sebaliknya kolektor
transistor Q2 tersambung pada base transistor Q1. Rangkaian transistor yang demikian menunjukkan
adanya loop penguatan arus di bagian tengah. Dimana diketahui bahwa Ic = b Ib, yaitu arus kolektor
adalah penguatan dari arus base.
Jika misalnya ada arus sebesar Ib yang mengalir pada base transistor Q2, maka akan ada arus I c yang
mengalir pada kolektor Q2. Arus kolektor ini merupakan arus base I b pada transistor Q1, sehingga akan
muncul penguatan pada pada arus kolektor transistor Q1. Arus kolektor transistor Q1 tdak lain adalah
arus base bagi transistor Q2. Demikian seterusnya sehingga makin lama sambungan PN dari thyristor ini
di bagian tengah akan mengecil dan hilang. Tertinggal hanyalah lapisan P dan N dibagian luar.
Jika keadaan ini tercapai, maka struktur yang demikian todak lain adalah struktur dioda PN (anoda-
katoda) yang sudah dikenal. Pada saat yang demikian, disebut bahwa thyristor dalam keadaan ON dan
dapat mengalirkan arus dari anoda menuju katoda seperti layaknya sebuah dioda.

Gambar-3 : Thyristor diberi tegangan

Bagaimana kalau pada thyristor ini kita beri beban lampu dc dan diberi suplai tegangan dari nol sampai
tegangan tertentu seperti pada gambar 3. Apa yang terjadi pada lampu ketika tegangan dinaikkan dari
nol. Ya betul, tentu saja lampu akan tetap padam karena lapisan N-P yang ada ditengah akan
mendapatkan reverse-bias (teori dioda). Pada saat ini disebut thyristor dalam keadaan OFF karena tidak
ada arus yang bisa mengalir atau sangat kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir sampai pada suatu
tegangan reverse-biastertentu yang menyebabkan sambungan NP ini jenuh dan hilang. Tegangan ini
disebuttegangan breakdown dan pada saat itu arus mulai dapat mengalir melewati thyristor
sebagaimana dioda umumnya. Pada thyristor tegangan ini disebut tegangan breakover Vbo.
SCR

Telah dibahas, bahwa untuk membuat thyristor menjadi ON adalah dengan memberi arus trigger lapisan
P yang dekat dengan katoda. Yaitu dengan membuat kaki gate pada thyristor PNPN seperti pada
gambar-4a. Karena letaknya yang dekat dengan katoda, bisa juga pin gate ini disebut pin gate katoda
(cathode gate). Beginilah SCR dibuat dan simbol SCR digambarkan seperti gambar-4b. SCR dalam
banyak literatur disebut Thyristor saja.

Gambar-4 : Struktur SCR

Melalui kaki (pin) gate tersebut memungkinkan komponen ini di trigger menjadi ON, yaitu dengan
memberi arus gate. Ternyata dengan memberi arus gate Ig yang semakin besar dapat menurunkan
tegangan breakover (Vbo) sebuah SCR. Dimana tegangan ini adalah tegangan minimum yang diperlukan
SCR untuk menjadi ON. Sampai pada suatu besar arus gate tertentu, ternyata akan sangat mudah
membuat SCR menjadi ON. Bahkan dengan tegangan forward yang kecil sekalipun. Misalnya 1 volt saja
atau lebih kecil lagi. Kurva tegangan dan arus dari sebuah SCR adalah seperti yang ada pada gambar-5
yang berikut ini.

Gambar-5 : Karakteristik kurva I-V SCR

Pada gambar tertera tegangan breakover Vbo, yang jika tegangan forward SCR mencapai titik ini, maka
SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah arus Ig yang dapat menyebabkan tegangan Vbo turun menjadi
lebih kecil. Pada gambar ditunjukkan beberapa arus Ig dan korelasinya terhadap tegangan breakover.
Pada datasheet SCR, arus trigger gate ini sering ditulis dengan notasi IGT (gate trigger current). Pada
gambar ada ditunjukkan juga arus Ih yaitu arus holding yang mempertahankan SCR tetap ON. Jadi agar
SCR tetap ON maka arus forward dari anoda menuju katoda harus berada di atas parameter ini.
Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi ON. Pada kenyataannya, sekali
SCR mencapai keadaan ON maka selamanya akan ON, walaupun tegangan gate dilepas atau di short ke
katoda. Satu-satunya cara untuk membuat SCR menjadi OFF adalah dengan membuat arus anoda-
katoda turun dibawah arus Ih(holding current). Pada gambar-5 kurva I-V SCR, jika arus forward berada
dibawah titik Ih, maka SCR kembali pada keadaan OFF. Berapa besar arus holding ini, umumnya ada di
dalam datasheet SCR.
Cara membuat SCR menjadi OFF tersebut adalah sama saja dengan menurunkan tegangan anoda-
katoda ke titik nol. Karena inilah SCR atau thyristor pada umumnya tidak cocok digunakan untuk aplikasi
DC. Komponen ini lebih banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi tegangan AC, dimana SCR bisa OFF
pada saat gelombang tegangan AC berada di titik nol.
Ada satu parameter penting lain dari SCR, yaitu VGT. Parameter ini adalah tegangan trigger pada gate
yang menyebabkab SCR ON. Kalau dilihat dari model thyristor pada gambar-2, tegangan ini adalah
tegangan Vbe pada transistor Q2. VGT seperti halnya Vbe, besarnya kira-kira 0.7 volt. Seperti contoh
rangkaian gambar-8 berikut ini sebuah SCR diketahui memiliki IGT = 10 mA dan VGT = 0.7 volt. Maka
dapat dihitung tegangan Vinyang diperlukan agar SCR ini ON adalah sebesar :
Vin = Vr + VGT
Vin = IGT(R) + VGT = 4.9 volt

Gambar-6 : Rangkaian SCR

TRIAC

Boleh dikatakan SCR adalah thyristor yang uni-directional, karena ketika ON hanya bisa melewatkan
arus satu arah saja yaitu dari anoda menuju katoda. Struktur TRIAC sebenarnya adalah sama dengan
dua buah SCR yang arahnya bolak-balik dan kedua gate-nya disatukan. Simbol TRIAC ditunjukkan pada
gambar-6. TRIAC biasa juga disebut thyristor bi-directional.
Gambar-7 : Simbol TRIAC

TRIAC bekerja mirip seperti SCR yang paralel bolak-balik, sehingga dapat melewatkan arus dua arah.
Kurva karakteristik dari TRIAC adalah seperti pada gambar-7 berikut ini.

Gambar-8 : Karakteristik kurva I-V TRIAC

Pada datasheet akan lebih detail diberikan besar parameter-parameter seperti Vbo dan -Vbo, lalu IGT dan -
IGT, Ih serta -Ih dan sebagainya. Umumnya besar parameter ini simetris antara yang plus dan yang minus.
Dalam perhitungan desain, bisa dianggap parameter ini simetris sehingga lebih mudah di hitung.

DIAC

Kalau dilihat strukturnya seperti gambar-8a, DIAC bukanlah termasuk keluarga thyristor, namun prisip
kerjanya membuat ia digolongkan sebagai thyristor. DIAC dibuat dengan struktur PNP mirip seperti
transistor. Lapisan N pada transistor dibuat sangat tipis sehingga elektron dengan mudah dapat
menyeberang menembus lapisan ini. Sedangkan pada DIAC, lapisan N di buat cukup tebal sehingga
elektron cukup sukar untuk menembusnya. Struktur DIAC yang demikian dapat juga dipandang sebagai
dua buah dioda PN dan NP, sehingga dalam beberapa literatur DIAC digolongkan sebagai dioda.
Gambar-9 : Struktur dan simbol DIAC

Sukar dilewati oleh arus dua arah, DIAC memang dimaksudkan untuk tujuan ini. Hanya dengan
tegangan breakdown tertentu barulah DIAC dapat menghantarkan arus. Arus yang dihantarkan tentu saja
bisa bolak-balik dari anoda menuju katoda dan sebaliknya. Kurva karakteristik DIAC sama seperti TRIAC,
tetapi yang hanya perlu diketahui adalah berapa tegangan breakdown-nya.
Simbol dari DIAC adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar-8b. DIAC umumnya dipakai sebagai
pemicu TRIAC agar ON pada tegangan input tertentu yang relatif tinggi. Contohnya adalah aplikasi
dimmer lampu yang berikut pada gambar-9.

Gambar 10 : Rangkaian Dimmer

Jika diketahui IGT dari TRIAC pada rangkaian di atas 10 mA dan VGT = 0.7 volt. Lalu diketahui juga yang
digunakan adalah sebuah DIAC dengan Vbo = 20 V, maka dapat dihitung TRIAC akan ON pada tegangan
:
V = IGT(R)+Vbo+VGT = 120.7 V
Gambar-11 : Sinyal keluaran TRIAC

Pada rangkaian dimmer, resistor R biasanya diganti dengan rangkaian seri resistor dan potensiometer. Di
sini kapasitor C bersama rangkaian R digunakan untuk menggeser phasa tegangan V AC. Lampu dapat
diatur menyala redup dan terang, tergantung pada saat kapan TRIAC di picu.
APLIKASI THYRISTOR DAN SCR`
April 18, 2014

Silicon Controlled Rectifier (SCR) merupakan alat semikonduktor empat lapis (PNPN) yang
menggunakan tiga kaki yaitu anoda (anode), katoda (cathode), dan gerbang (gate) – dalam operasinya.
SCR adalah salah satu thyristor yang paling sering digunakan dan dapat melakukan penyaklaran untuk
arus yang besar.

Gambar 1 Bentuk fisik SCR

SCR dapat dikategorikan menurut jumlah arus yang dapat beroperasi, yaitu SCR arus rendah dan SCR
arus tinggi. SCR arus rendah dapat bekerja dengan arus anoda kurang dari 1 A sedangkan SCR arus
tinggi dapat menangani arus beban sampai ribuan ampere.

Gambar 2 Konstruksi dan simbol


SCR

Simbol skematis untuk SCR mirip dengan simbol penyearah dioda dan diperlihatkan pada Gambar 2.
Pada kenyataannya, SCR mirip dengan dioda karena SCR menghantarkan hanya pada satu arah. SCR
harus diberi bias maju dari anoda ke katoda untuk konduksi arus. Tidak seperti pada dioda, ujung
gerbang yang digunakan berfungsi untuk menghidupkan alat.
Operasi SCR
Operasi SCR sama dengan operasi dioda standar kecuali bahwa SCR memerlukan tegangan positif pada
gerbang untuk menghidupkan saklar. Gerbang SCR dihubungkan dengan basis transistor internal, dan
untuk itu diperlukan setidaknya 0,7 V untuk memicu SCR. Tegangan ini disebut sebagai tegangan
pemicu gerbang (gate trigger voltage). Biasanya pabrik pembuat SCR memberikan data arus masukan
minimum yang dibutuhkan untuk menghidupkan SCR. Lembar data menyebutkan arus ini sebagai arus
pemicu gerbang (gate trigger current). Sebagai contoh lembar data 2N4441 memberikan tegangan dan
arus pemicu :
VGT = 0,75 V
IGT = 10 mA
Hal ini berarti sumber yang menggerakkan gerbang 2N4441 harus mencatu 10 mA pada tegangan 0,75 V
untuk mengunci SCR.

Gambar 3 SCR yang


dioperasikan dari sumber DC

Skema rangkaian penghubungan SCR yang dioperasikan dari sumber DC diperlihatkan pada Gambar 3.
Anoda terhubung sehingga positif terhadap katoda (bias maju). Penutupan sebentar tombol tekan (push
button) PB1 memberikan pengaruh positif tegangan terbatas pada gerbang SCR, yang men-switch ON
rangkaian anoda-katoda, atau pada konduksi, kemudian menghidupkan lampu.Rangkaian anoda-katoda
akan terhubung ON hanya satu arah. Hal ini terjadi hanya apabila anoda positif terhadap katoda dan
tegangan positif diberikan kepada gerbang Ketika SCR ON, SCR akan tetap ON, bahkan sesudah
tegangan gerbang dilepas. Satu-satunya cara mematikan SCR adalah penekanan tombol tekan PB2
sebentar, yang akan mengurangi arus anoda-katoda sampai nol atau dengan melepaskan tegangan
sumber dari rangkaian anoda-katoda.

SCR dapat digunakan untuk penghubungan arus pada beban yang dihubungkan pada sumber AC.
Karena SCR adalah penyearah, maka hanya dapat menghantarkan setengah dari gelombang input AC.
Oleh karena itu, output maksimum yang diberikan adalah 50%; bentuknya adalah bentuk gelombang DC
yang berdenyut setengah gelombang.
Gambar 4 SCR yang
dioperasikan dari sumber AC

Skema penghubungan rangkaian SCR yang dioperasikan dari sumber AC diperlihatkan oleh Gambar 4.
Rangkaian anoda-katoda hanya dapat di switch ON selama setengah siklus dan jika anoda adalah positif
(diberi bias maju). Dengan tombol tekan PB1 terbuka, arus gerbang tidak mengalir sehingga rangkaian
anoda-katoda bertahan OFF. Dengan menekan tombol tekan PB1 dan terus-menerus tertutup,
menyebabkan rangkaian gerbang-katoda dan anoda-katoda diberi bias maju pada waktu yang sama.
Prosedur arus searah berdenyut setengah gelombang melewati depan lampu. Ketika tombol tekan PB1
dilepaskan, arus anoda-katoda secara otomatis menutup OFF ketika tegangan AC turun ke nol pada
gelombang sinus.

Gambar 5 Aplikasi SCR sebagai kontrol output suplai daya pada motor DC

Ketika SCR dihubungkan pada sumber tegangan AC, SCR dapat juga digunakan untuk merubah atau
mengatur jumlah daya yang diberikan pada beban. Pada dasarnya SCR melakukan fungsi yang sama
seperti rheostat, tetapi SCR jauh lebih efisien. Gambar 5 menggambarkan penggunaan SCR untuk
mengatur dan menyearahkan suplai daya pada motor DC dari sumber AC.
Gambar 6 Aplikasi SCR untuk start lunak motor AC
induksi 3 fase

Rangkaian SCR dari Gambar 6 dapat digunakan untuk “start lunak” dari motor induksi 3 fase. Dua SCR
dihubungkan secara terbalik paralel untuk memperoleh kontrol gelombang penuh. Dalam tema hubungan
ini, SCR pertama mengontrol tegangan apabila tegangan positif dengan bentuk gelombang sinus dan
SCR yang lain mengontrol tegangan apabila tegangan negatif. Kontrol arus dan percepatan dicapai
dengan pemberian trigger dan penyelaan SCR pada waktu yang berbeda selama setengah siklus. Jika
pulsa gerbang diberikan awal pada setengah siklus, maka outputnya tinggi. Jika pulsa gerbang diberikan
terlambat pada setengah siklus, hanya sebagian kecil dari bentuk gelombang dilewatkan dan
mengakibatkan outputnya rendah.

Aplikasi SCR
Pada aplikasinya, SCR tepat digunakan sebagai saklar solid-state, namun tidak dapat memperkuat sinyal
seperti halnya transistor. SCR juga banyak digunakan untuk mengatur dan menyearahkan suplai daya
pada motor DC dari sumber AC, pemanas, AC, melindungi beban yang mahal (diproteksi) terhadap
kelebihan tegangan yang berasal dari catu daya, digunakan untuk “start lunak” dari motor induksi
3 fase dan pemanas induksi. Sebagian besar SCR mempunyai perlengkapan untuk penyerapan berbagai
jenis panas untuk mendisipasi panas internal dalam pengoperasiannya.

 Aplikasi SCR pada saklar solid state

Solid state relay berfungsi sama seperti halnya relay mekanik, dengan solid state relay kita dapat
mengendalikan beban AC maupun DC daya besar dengan sinyal logika TTL. Rangkaian solid state relay
terdiri dari 2 jenis, yaitu solid state relay DC dan solid state relay AC. Pada gambar rangkaian dibawah
merupakan skema dari rangkaian solid state relay yang digunakan untuk jaringan AC 220V dengan daya
maksimum 500 watt. Rangkaian solid state relay ini dibangun menggunakan TRIAC BT136 sebagai
saklar beban dan optocopler MOC3021 sebagai isolator. Solid state relay pada gambar rangkaian
dibawah dapat digunakan untuk mengendalikan beban AC dengan konsumsi daya maksimal 500 watt.

Daya maksimum rangkaian solid state relay ini ditentukan oleh kapasitas menglirkan arus oleh TRIAC Q1
BT136. Untuk membuat rangkaian solid state relay dapat dilihat gambar rangkaian dan komponen yang
digunakan sebagai berikut.

Gambar 6. Rangkaian Solid State Relay 220VAC 500W

Rangkaian solid state relay pada gambar diatas dapat digunakan untuk mengendalikan beban dengan
tegangan kerja AC dari 24 volt hingga 220 volt. Rangkaian solid state relay ini dikendalikan dengan sinyal
logika tinggi TTL 2 – 5 volt DC yang diberikan ke jalur input solid state relay. Untuk meningkatkan daya
atau kemampuan arus solid state relay ini dapat dilkukan dengan mengganti TRIAC Q1 BT136 dengan
TRIAC yang memiliki kapasitas arus yang lebih besar. TRIAC Q1 BT136 pada rangkaian solid state relay
diatas harus dilengkapi dengan pendingin (heatsink) untuk meredam panas yang dihasilkan TRIAC pada
saat mengalirkan arus ke beban.

APLIKASI THYRISTOR UNTUK PENGATUR TEGANGAN AC/DC

Berkembangnya teknologi elektronika daya, khususnya dengan adanya penemuan Thyristor, maka
pemanfaatan konverter dan inverter merupakan sebuah solusi pemutakhiran pengendali kelistrikan,
misalnya dalam pengaturan tegangan ac / dc yang mudah, luwes, praktis, dan ekonomis.

Thyristor khususnya SCR (silicon controlled rectifier) memiliki 3 buah elektroda: anoda (A), katoda (K),
dan gate (G) merupakan piranti elektronik yang banyak diterapkan pada rangkaian elektronika daya. Di
dalam konverter arus bolak-balik thyristor merupakan komponen utama, melalui pengendalian sinyal picu
(trigger), maka besarnya sudut konduk (conduction angle) dan sudut picu (firing delay angle) dapat
diatur.

Rangkaian dasar: SCR, beban (RL), dan sumber tegangan (Us) diperlihatkan pada gambar 1.a),
sedangkan gambar 1.b) memperlihatkan bahwa pada sudut konduk SCR = 1200 maka sudut picu =
600 (interval 1800 adalah sudut konduk+ sudut picu)
Gambar 1. Rangkaian Dasar: SCR, Sudut Picu, dan Sudut Konduksi
2. Semi-konverter Thyristor

Semi-konverter thyristor merupakan sistem penyearah 1 fasa gelombang penuh atau konverter 1
fasa terkendali gelombang penuh (Half Controlled Single-phase Bridge Rectifier), yaitu penyearah
jembatan (bridge rectifier) yang menggunakan 2 buah thyristor (SCR) dan 2 buah dioda yang
diatur/dikendalikan kondukfitasnya melalui pemicu.

Gambar 2. dan gambar 3. berikut ini menunjukkan prinsip kerja semi-konverter thyristor 1 fasa tersebut.

Gambar 2. Rangkaian Fullwave Semi Konverter

Pada interval ½ gelombang positive tegangan sumber (A+ dan B-), arus akan mengalir melalui rangkaian
seri : dari titik A -> dioda D1 ->Load -> thyristor T1 -> titik B, selanjutnya dengan adanya sinyal picu
(trigger) maka thyristor T1 konduksi pada wt = sudut picu. Dalam interval ini dioda D2 dan thyristor
T2 kondisi reverse bias.

Pada interval ½ gelombang negative berikutnya (A- dan B+), arus akan mengalir melalui rangkaian seri :
dari titik B -> dioda D2 -> Load -> thyristor T2 -> titik A, selanjutnya dengan adanya sinyal picu (trigger)
maka thyristor T2 konduksi pada phi + wt = sudut picu. Dalam interval ini dioda D1 dan thyristor T1
kondisi reverse bias.

Demikian seterusnya sehingga diperoleh output tegangan DC gelombang penuh yang dapat diatur
(UDC variabel), melalui pengendalian thyristor T 1 dan T2.
Gambar 3. Bentuk Gelombang Ða, Ðj, dan IG

Semi-konverter Thyristor

Dioda Dm disebut freewheeling dioda bersifat optional dalam rangkaian, Dm sangat diperlukan
khususnya jika beban bersifat induktif. Apabila U m adalah tegangan maksimum dari UAC, maka tegangan
keluaran rata-rata UDC adalah :
UDC dapat diatur dari 0 volt sampai dengan vot melalui pengendalian a;

(nilai a adalah 0 < a < p). Dari persamaam tersebut maka tegangan keluaran adalah nol apabila a =
1800 dan akan menjadi maksimum apabila a = 00.

3. Rangkaian Pemicu (Trigger) pada Frekuensi AC-50 Hz

Pemanfaatan UJT secara konvensional sebagai pemicu SCR melalui rangkaian relaxation osilator
merupakan pilihan yang tepat, rangkaian relaxation oscillator uni junction transistor (RO-UJT) dirancang
agar sinyal/pulsa yang dihasilkan senantiasa sinkron terhadap interval tegangan sumber AC (power
supply), serta mampu menghasilkan daerah pengaturan sudut penyalaan (a) atau sudut (j) konduksi
antara 00 sampai dengan 1800, rangkaiannya sebagaimana pada gambar 4 berikut:

Gambar 4. Rangkaian RO-UJT Pemicu SCR

Data teknis yang merupakan persyaratan / pertimbangan dalam perancangan rangkaian RO-UJT
adalah: tegangan AC 220 volt / 50 Hz, UJT (misal 2N2646), tegangan bias RO-UJT (misal 12 volt dc)

Untuk menghasilkan sinyal picu yang tetap sinkron terhadap perioda tegangan sumber AC (Us), maka
tegangan pencatu rangkaian RO-UJT adalah tegangan dc rata yang secara periodik “off” dan sinkron
terhadap Us tersebut. Hal ini dapat dipenuhi melalui rangkaian seri tahanan (R z) dan zener dioda (Dz)
yang dihubungkan pada sumber dc gelombang penuh hasil penyearahan Us melalui dioda jembatan DB,
selanjutnya tegangan output Dz (= Uz) digunakan sebagai pencatu RO-UJT yaitu titik C-D..

Berikut ini rancangan / perhitungan / pendekatan untuk menentukan komponen rangkaian pemicu
1. Penyearah gelombang penuh menggunakan dioda bridge (DB).

DB menyearahkan tegangan sumber AC 220 volt dan dibebani rangkaian RO-UJT yang memerlukan arus
maksimum 50 mA, maka tegangan kerja DB > (1,41 x 220 V) dan arus kerja > 50 mA; à DB = 400 V /
500mA.

2. Zener dioda (Dz) dan tahanan depan zener (R z),

Tegangan bias RO-UJT = 12 V, maka Rz dan Dz sebagai berikut :

 Zener dioda (Dz) = 12 V / 0,5 W; yaitu 1N4742 atau sejenis.


 Tahanan depan zener (Rz),

PRz = Iz2 x Rz = (0,04)2 x 7475 = 11,96 watt

Rz yang digunakan pada rangkaian adalah 10 kW / 10 W.

1. Spesifikasi komponen rangkaian RO-UJT.

 UJT adalah type 2N2646, dengan data sebagai berikut :

h = 0,56 — 0,75 IE rms = 50 mA

Ip = 5 mA IV = 4 mA

UBB = 35 V UV =2V

rB1 = 5,8 kW rB2 = 3,4 kW

 Untuk perancangan range frekuensi dan stabilitas RO-UJT, ditetapkan CE = 0,1 mF, dan R2 =
560 W.
 Penentuan nilai tahanan RE dan potensiometer RP .

Telah dibahas dalam bab sebelumnya bahwa harga UP dapat dihitung, dan agar RO-UJT dapat berosilasi
REmin < RE < REmax.
Frekuensi ac yang dikendalikan (f AC) = 50 Hz, maka TAC = 20 ms

Daerah kerja RO-UJT 00 ~1800 = ½ TAC = 10 ms, artinya TRO-UJT= 0 ~ 10 ms,

, untuk h = 0,63 ®

10 ms = RP x 0,1 mF ® RP = 10.10-3 / 0,1.10-6 = 100 kW

RE pada rangkaian merupakan RE.min ³ 2500 W à RE = 2700 W / ½ W.

RP pada rangkaian (» RE + RP) = RE.max £ 888 kW à RP = 100 kW / ½ W.

1. Trafo pulsa pemicu thyristor

Pulsa tajam positip yang dihasilkan pada basis 1 (B1) dimanfaatkan untuk pemicu thyristor, karena RO-
UJT merupakan rangkaian elektronik yang bekerja pada tegangan rendah (=12 V) sedangkan thyristor
beroperasi pada tegangan tinggi (>>220 V), maka perlu melindungi rangkaian RO-UJT dari bahaya /
kebocoran arus dari thyristor. Selanjutnya dipasang trafo pulsa yang berfungsi sebagai kopel /
penghubung sinyal picu sekaligus mengisolasi antara rangkaian RO-UJT dengan thyristor.

Ä Trafo pulsa yang digunakan adalah 1:1:1 impedansi dc ± 100W.

Hal yang mungkin terjadi adalah pulsa yang diperlukan untuk pemicu semi-konverter mungkin lebih
tinggi, karena karakteristik thyristor yang digunakan berbeda, untuk mengatasinya antara lain dengan
menaikkan tegangan bias RO-UJT, yaitu dengan mengganti zener dioda (Dz) yang memiliki Uz lebih
tinggi, misalnya : 18 volt atau 20 volt.

4. Pengontrolan Beban dc / ac

Perhatikan rangkaian pada gambar 5.a dan 5.b, pada dasarnya merupakan pengontrol dc gelombang
penuh, disebut pengontrol dc/ac karena dapat digunakan untuk mengendalikan beban ac maupun beban
dc, yang selanjutnya biasa dinamakan “Uni-bi directional full wave controll ”.
Gambar 5. Pengontrolan Beban ac/dc.

Untuk pemakaian beban ac sebagaimana gambar 5.a., bridge tidak dibebani (dihubung singkat), beban
dipasang di luar bridge. Selanjutnya untuk beban dc sebagaimana gambar 5.b, beban dipasang di
dalambridge sedangkan di luar bridge sambungan rangkaian langsung ke sumber (tidak dibebani).

Sumber:

http://andihasad.wordpress.com/2011/12/04/silicon-controlled-rectifier-scr/ 16 April 2014 21:00

Hasad Andi, 2011. Materi Kuliah Elektronika Industri, Teknik Elektro, UNISMA Bekasi
Malvino A.P., 2003. Prinsip-prinsip Elektronika, Salemba Teknika, Jakarta
Petruzella F.D., 2001. Elektronik Industri, Andi Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai