Anda di halaman 1dari 6

I.

RESUME JURNAL

Instalasi farmasi rumah sakit bertanggung jawab dalam penggunaan obat yang aman dan
efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Tanggung jawab ini termasuk seleksi, pengadaan,
penyimpanan dan penyiapan obat untuk konsumsi serta distribusi obat ke unit perawatan
penderita. Penyimpanan obat merupakan proses sejak dari penerimaan obat, penyimpanan obat
dan mengirimkan obat ke unit pelayanan di rumah sakit. Distribusi merupakan kegiatan
mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses
terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan. Distribusi merupakan proses yang dimulai dari
pemahaman permintaan, pengendalian stok, pengelolaan penyimpanan serta penyaluran ke depo
obat. Proses penyimpanan didahului dengan penerimaan obat dan barang farmasi di gudang obat.
Obat yang sudah diterima dicatat dalam buku penerimaan dan kartu stok. Tujuan utama
penyimpanan obat adalah mempertahankan mutu obat dari kerusakan akibat peyimpanan yang
tidak baik serta untuk memudahkan pencarian dan pengawasan obat-obatan.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi disertai wawancara sesuai standar
parameter penyimpanan obat yang baik dan benar secara prospektif dan retrospektif. Penelitian
dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Selong selama bulan
April 2015. Data primer diperoleh dari hasil wawancara pegawai di bagian Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dr. R. soedjono. Data sekunder diperoleh dari kartu stok, buku masuk dan keluar
obat, serta pengamatan langsung dari cara penyimpanan obat di instalasi farmasi rumah sakit
tersebut. Populasi penelitian yaitu semua semua jenis sediaan obatobatan di gudang obat Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Selong. Sampel penelitian yaitu bagian
dari jumlah populasi obat-obatan. Jumlah sampel penelitian ini adalah 30 sampel dengan salah
satu indikator penilaiannya yaitu kartu stok yang dicocokkan dengan jumlah atau bukti fisik obat.
Subyek dari penelitian yaitu orang yang berhubungan langsung dengan penyimpanan obat di
gudang farmasi seperti petugas gudang IFRS baik Kepala Instalasi maupun karyawan IFRS.
Analisis data dengan membandingkan indikator pengelolaan obat dengan keadaan sebenarnya.
Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dengan melihat keadaan Instalasi Perbekalan
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Selong.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala instalasi dan petugas gudang Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum daerah dr. R. Soedjono selong bahwa sistem penyimpanan obat di
Rumah sakit Umum daerah dr. R. Soedjono Selong berdasarkan sistem First In First Out (FIFO)
dan First Expired First Out (FEFO) dan dicatat pada kartu stok. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Kesesuaian antara data jumlah obat di kartu stok terhadap jumlah obat sebenarnya adalah
100 %. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pudjaningsih (1996) yang memberikan persentase
100%, maka penyimpanan obat pada indikator ini dapat dikatakan “baik”.
Sistem penataan obat di gudang obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
dr.R.Soedjono seluruhnya menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First
Out (FEFO) dan pencatatannya menggunakan kartu stok sehingga obat yang lebih dahulu masuk
dalam penyimpanan dan lebih dahulu kadaluarsa, akan lebih dahulu digunakan. Selain itu
penataan obat di gudang juga berdasarkan bentuk sediaan dan alfabetis nama obat.
Berdasarkan dari hasil stok opname tahun 2014 menunjukkan bahwa masih adanya
kerugian rumah sakit sebesar Rp.2.109.293 atau sebesar 0,19%. Hal ini disebabkan karena
adanya beberapa item obat yang sudah kadaluarsa. Kemudian untuk indikator death stock, pada
gudang obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono masih ditemukan
adanya beberapa item obat yang tidak mengalami pergerakan selama 3 bulan atau death stock.
Penyimpanan obat pada indikator ini dapat dikatakan “tidak baik” karena persentase death
stocknya lebih besar dari hasil penelitian Pudjaningsih (1996) yang memberikan persentase 0%
yaitu 1,62%. Rata-rata tingkat ketersediaan obat di gudang obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah dr.R. Soedjono Selong sudah mencukupi kebutuhan Rumah sakit yaitu 12 bulan.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pudjaningsih (1996) yang memberikan persentase minimal
sejumlah safety stock 12 bulan. penyimpanan obat pada indikator ini dapat dikatakan “baik”.
Selain menggunakan indikator pada tahap distribusi, peneliti juga menggunakan standar
nilai penyimpanan yang berisi check list data sebagai salah satu instrument penelitian untuk
memperkuat hasil dari indikator pada tahap distribusi. Pengamatan dilakukan secara langsung di
gudang obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono Selong dengan
menggunakan standar nilai penyimpanann yang memiliki range penilaian sebagai berikut. Stok
control, dan kriteria kondisi penyimpanan di gudang obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah dr. R. Soedjono Selong dikatakan “baik” karena nilai yang diperoleh sesuai dengan range
penilaian yang sudah ada.
Kesimpulan yang diperoleh adalah Manajemen Penyimpanan obat di gudang obat
Instalasi Farmasi RSUD dr. R. Soedjono Selong sudah baik dan benar, hal ini berdasarkan hasil
pada empat indikator yang dikatakan baik dan satu indikator yang dikatakan tidak baik , yaitu :
A. Indikator Pengelolaan Obat Pada Tahap Distribusi
1. Persentase Kecocokan Antara Fisik Obat dan Kartu Stok adalah 100% dan dikatakan baik.
2. Sistem Penataan Obat di Gudang adalah 100% FIFO dan FEFO dan dikatakan baik.
3. Persentase dan Nilai Obat yang Kadaluarsa adalah 0,19% dan dikatakan baik.
4. Persentase Death stock yang diperoleh adalah 1,62% dan dikatakan tidak baik.
5. Tingkat Ketersediaan Obat adalah 12 bulan dan dikatakan baik
B. Indikator Standar Nilai Penyimpanan
1. Pada kriteria Manajemen Stok memperoleh nilai Ya sebanyak 14 dan dikatakan baik.
2. Pada kriteria Stok Kontrol memperoleh nilai Ya sebanyak 16 dan dikatakan baik.
3. Pada Kriteria Kondisi Penyimpanan memperoleh nilai Ya sebanyak 16 dan dikatakan
baik.

2. SISTEM MANAJERIAL DEPO RAWAT INAP DI RSUA


Sistem manajerial atau pengelolaan yang terdapat di depo farmasi rawat inap ada terdiri
dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, penarikan dan
pemusnahan, pengendalian, serta administrasi dan pelaporan,
a) Perencanaan
Perencanaan di depo farmasi rawat inap menggunakan metode konsumsi, yaitu dengan
melihat banyaknya konsumsi selama 3 bulan kemudian di rata-rata menjadi kebutuhan 1
minggu untuk safety stock dan 2 minggu untuk maximal stock. Perencanaan jumlah obat
yang akan diminta berdasarrkan pada stok maksimal dikurangi dengan sisa stok yang ada
di depo ranap. Obat-obat khusus seperti regimen kemoterapi yang didasarkan pada
rencana penggunaan atau jadwal kemoterapi pasien..
b) Permintaan
Pengadaan di depo farmasi rawat inap sudah terintegrasi melalui SIM-RS dimana
permintaan diajukan kepada unit logistik. Permintaan dilakukan dua kali dalam seminggu
(senin dan rabu) ke bagian logistik. Permintaan ke bagian logistik akan dicatat pada buku
defekta terkait stok minimal, stok maksimal, stok saat ini, dan stok yang diminta. Selain
permintaan langsung pada bagian logistik, depo rawat inap biasanya melakukan
pengadaan secara langsung untuk kebutuhan obat “CITO”. Waktu pemrosesan pengadaan
oleh unit logistik berjalan selama 2 X 24 jam.
c) Penerimaan
Penerimaan barang farmasi oleh unit depo farmasi rawat inap dilakukan oleh TTK atau
apoteker untuk dilakukan cek kesesuaian barang datang dengan form distribusi. Form
distribusi yang diterima dengan surat terima barang yang ditebitkan oleh unit logistik
yang terdiri dari 2 rangkap (1 rangkap untuk unit logistik dan 1 rangkap untuk unit depo
farmasi rawat inap). Pemeriksaan barang yang datang meliputi kesesuaian nama, jenis,
kekuatan sediaan, jumlah, no batch dan ED (Expired Date). Jika barang telah sesuai
maka form dapat ditanda tangani oleh apoteker atau TTK yang melakukan pengecekan.
Apabila terdapat barang yang tidak sesuai maka akan disisihkan untuk kemudian
dikonfirmasikan dan di retur ke pihak logistik.
d) Penyimpanan
Penyimpanan di depo farmasi rawat inap berdasarkan stabilitas, kelas terapi, bentuk
sediaan, keamanan (narkotika, psikotropika, high alert, dan B3), alfabetis dan First
Expired First Out (FEFO). Obat-obat yang di simpan di kulkas/lemari pendingin
dilakukan pengecekan suhu secara rutin oleh TTK maupun apoteker setiap 2 kali dalam
sehari yaitu pagi dan sore. Penyimpanan obat high alert ditempatkan pada lemari yang
terpisah dari obat-obat lainnya. Penyimpanan pada obat high alert diberi
penandaan berupa stiker high alert berwarna merah dengan tulisan berwarna
putih, baik dalam ukuran kecil untuk kemasan obat ataupun ukuran besar
pada kardus obat. pemberian stiker obat kanker dilakukan pada posisi yang
tidak menutupi nama dan komposisi obat, sehingga akan mempermudah
pengambilan obat high alert serta lebih meningkatkan kewaspadaan. Penyimpanan obat-
obatan sitostatika disimpan didalam lemari kaca terpisah dengan obat-obat yang lainnya,
dan diberikan penandaan berupa stiker obat kanker baik dalam ukuran kecil untuk
kemasan obat ataupun ukuran besar pada kardus obat. Metode penyimpanan obat-obat
LASA yang diterapkan di depo farmasi rawat inap tidak berdasarkan penyusunan secara
alfabetis karena berpotensi besar menyebabkan kesalahan pada proses pengambilan. Hal
ini dapat disebabkan karena penampilan luar atau bentuknya yang mirip (look alike) dan
pelafalannya yang juga terdengar mirip (sound alike). Penyimpanan obat LASA disimpan
secara terpisah, dan diberi jarak antar obat satu dengan obat LASA yang lainnya dan
disesuaikan dengan stabilitas penyimpanannya, tanda LASA diletakkan disetiap
peyimpanan dan pada kotak kemasan luar berada disisi luar kemasan sehingga mudah
dilihat. Penyimpanan narkotika dan psikotropik farmasi disimpan dalam lemari kayu dua
pintu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan namun belum dipisahkan antara
narkotik dan psikotropik. Dalam penyimpanan juga dilakukan penandaan terhadap obat-
obat yang mendekati ED untuk meminimalkan kesalahan dalam pengambilan obat
sekaligus pengendalian. Obat dengan tanda mendekati ED diletakkan paling depan dalam
rak penyimpanan, sehingga lebih mudah terlihat dan akan lebih cepat keluar.
e) Distribusi
Penditribusian Depo Farmasi Rawat Inap ke satelit farmasi rawat inap setiap lantai (2, 3,
4, 5, dan 7) secara berkala setiap harinya dengan sistem ODD (Once Daily Dose).
Apoteker Penanggung jawab satelit akan mengirimkan daftar obat yang harus disiapkan
maksimal jam 2 siang dan obat akan disiapkan di hari itu juga kemudian di distribusi ke
satelit besok paginya jam 8 oleh apoteker Depo Farmasi Rawat Inap, obat yang telah
disiapkan akan distribusikan kepada pasien untuk penggunaan obat dari jam 8 pagi
hingga jam 8 pagi esok harinya. Selain menyiapkan ODDD, depo farmasi rawat inap juga
menyiapkan obat KRS dan terapi tambahan untuk pasien ranap. Sistem distribusi di depo
ranap RSUA juga dibantu menggunakan sistem pneumatik, yaitu sarana distribusi obat
antar unit di rumah sakit dengan menggunakan tabung melalui pipa PVC.
f) Retur, penarikan, dan pemusnahan
Pengembalian obat dari satelit farmasi rawat inap ke Depo Farmasi Rawat Inap terjadi
jika obat tersebut tidak jadi digunakan oleh pasien, seperti ketika terjadi perubahan terapi.
Obat yang di retur akan di entri ke SIM sehingga secara otomatis akan menghapus data
obat yang sebelumnya di distribusikan sehingga menyesuaikan kembali jumlah obat pada
SIM yang tersedia dipenyimpanan. Penarikan dilakukan terhadap obat rusak, ED, atau
ditarik dari peredaran. Obat tersebut akan disendirikan dan diberi tanda obat ED atau
rusak. Pengecekan dilakukan setiap bulannya secara manual. Obat ED ataupun rusak dari
Depo Farmasi Rawat Inap akan dilakukan pencatatan kemudian dikembalikan ke unit
logistic untuk dimusnahkan.
g) Pengendalian
Pengendalian di depo farmasi rawat inap menggunakan kartu stok, stock opname, dan
evaluasi obat death move. Pencatatan pada kartu stok dilakukan setiap kali terdapat obat
yang masuk atau keluar, guna mmantau mutasi barang. Depo farmasi rawat inap
melakukan stok opname setiap minimal 6 bulan sekali. Stok opname berfungsi untuk
melihat aset farmasi rumah sakit dan kesesuaian antara stok yang tercatat di kartu stok
dan fisiknya. Selain itu stock opname juga dapat digunakan untuk melihat omset di depo
ranap dan digunakan sebagai data untuk membuat laporan mutase barang. Untuk obat-
obat death move maka akan dibuat selebaran kepada dokter-dokter agar obat tersebut bisa
berjalan atau digunakannya sehingga dapat menghindari ED karena dapat berpengaruh
pada kerugian RS.
h) Pelaporan
Pelaporan di unit Depo farmasi Rawat Inap dilakukan setiap bulan, meliputi:
1) Laporan Mutasi Barang
Laporan mutasi merupakan laporan yang berisi barang yang keluar dan
masuk setiap bulannya. Fungsinya untuk mengetahui nilai rupiah barang-barang
yang terdapat di depo ranap.
2) Laporan Indikator Mutu
Terdapat tiga indicator mutu yaitu monitoring suhu , KNC dan KTD, dan
Kepatuhan Pelabelan High Alert
3) Laporan Narkotika dan psikotropik
Laporan siserahkan kepada bagian logistik untuk direkap dan dilaporkan secara
online. Pelaporan dilakukan dengan mengupload penggunaan narkotika dan
psikotropika farmasi melalui web SIPNAP maksimal tanggal 10 setiap bulan
dengan data lengkap pasien berupa nama, alamat, nama obat serta dokter
penanggung jawab.
4) Laporan Klaim Jasa Pelayanan
Jika ada pelayanan farmasi, maka akan di klaim jasa pelayanan.

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SISTEM ODD

Kelebihan sistem ODD yaitu :


a. Apoteker dapat langsung mengetahui obat apa saja yang diberikan pada pasien
b. Pelayanan yang diberikan lebih berorientasi pada pasien
c. Pasien hanya membayar obat yang digunakan.
d. Pengelola stok obat secara sentralisasi sehingga pengendalian obat bisa ditingkatkan
e. Terapi pasien dapat lebih terkontrol
f. Meminimalisir terjadinya medication error saat pemberian obat
Kekurangan sistem ODD yaitu:
a. Membutuhkan banyak tenaga kefarmasian
b. Beban kerja Instalasi Farmasi menjadi berlipat ganda
c. Terjadi pemborosan embalage
d. Perlu SDM yang memiliki kompetensi dalam bidang farmasi klinik RS
e. Perbekalan tersebar luas ke masing masing satelit sehingga memungkinan barang
hilang menjadi besar
f. Dapat terjadi keterlambatan pemberian obat
g. Tidak mengetahui jumlah obat yang pasti dipakai sehingga kemungkinan retur lebih
besar.

Masukan untuk depo farmasi rawat inap:

1) Perlu adanya penyeragaman letak obat dan alkes di dalam trolley emergency agar
memberi kmudahan dalam pencarian obat atau alkes.
2) Perlu adanya pemisahan antara penyimpanan narkotika dan psikotropika pada lemari
yang berbeda.

Referensi:

Qiyaam, Nurul., Furqoni, Nur., Hariati., 2016, Evaluasi Manajemen Penyimpanan Obat di
Gudang Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah dr. R. Soedjono
Selong Lombok Timur, Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1(1), 61-70.

Anda mungkin juga menyukai