Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan salah satu penyebab gagal ginjal yang
penting, selain diabetes dan hipertensi, dan terhitung sebesar 10-15% dari seluruh
penyebab gagal ginjal di Amerika Serikat. Data di Indonesia menunjukkan
glomerulonefritis merupakan penyebab utama penyakit ginjal tahap akhir yang
menjalani pengganti dialisis, meskipun data dunia menunjukkan bahwa diabetes
menjadi penyebab yang tersering.1,2
Glomerulonefritis adalah istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di
glomerulus akibat suatu proses imunologis. Istilah glomerulonefritis akut paska
infeksi adalah grup glomerulonefritis akut sebagai akibat dari berbagai macam
infeksi. Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara
berkembang adalah setelah infeksi bakteri Streptokokus beta hemolitikus grup A,
yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca Streprokokus (GNAPS). 3
Streptokokus beta hemolitikus grup A merupakan spesies bakteri yang
dapat menyebabkan beragam penyakit. Beberapa penyakit tersebut dapat bersifat
superfisial seperti impetigo dan faringitis, tetapi beberapa penyakit dapat terjadi
setelah bakteri tersebut sudah terelimnasi dari tubuh. Hal ini disebut postinfection
sequelae yang terjadi akibat respon imun, salah satunya adalah Glomerulonefritis
Akut. 4
Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS adalah sindrom nefritik
akut, manifestasi lainnya dapat berupa sindrom nefrotik atau glomerulonefritis
progresif cepat. Sindrom nefritik merupakan kumpulan gejala klinis yang ditandai
dengan hematuria, proteinuria, edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal
yang terjadi secara tiba-tiba.2,3

1
BAB II
PEMBAHASAN

I. DEFINISI
Glomerulonefritis Akut Pasca Streprokokus (GNAPS) adalah suatu bentuk
peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan
inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi Streptokokus beta hemolitikus
grup A dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi,
oligouria yang terjadi secara akut. 5,6

II. EPIDEMIOLOGI
Kejadian GNAPS di dunia berkisar 472.000 kasus per tahun dan sekitar
404.000 kasus terjadi pada anak-anak. Penyakit ini dapat terjadi secara epidemik
ataupun sporadik. Insiden GNAPS di negara barat menurun dan biasanya terjadi
secara sporadik meskipunkasus epidemik juga masih terjadi,namun sangat jarang.
Penurunan kejadian GNAPS berkaitan dengan banyak faktor diantaranya
penanganan infeksi streptokokus lebih awal. Kasus GNAPS di negara
berkembang masih terus berlanjut. Beberapa negara berkembang menunjukkan
bahwa GNAPS tetap menjadi bentuk sindrom nefritik yang paling sering
ditemui.3,7,8,9
Kebanyakan kasus GNAPS terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah,
berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan
kesehatan. Risiko terjadinya nefritis dari infeksi streptokokus beta hemolitikus
grup A yang menyerang tenggorokan sebesar 5% dan yang menyerang kulit
(pioderma) sebesar 25%.3
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak usia 2 hingga 12 tahun,
dengan puncak usia 5-6 tahun, tetapi 10% kasus terjadi pada usia di atas 40 tahun.
Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi daripada wanita dengan perbandingan 2:1
dengan penyebab yang tidak diketahui. 7,8,10

2
III. PATOGENESIS
Glomerulonefritis Akut Pasca Streprokokus didahului oleh infeksi kulit
(impetigo) atau faringitis yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus
grup A dengan strain nefritogenik. Protein M pada dinding sel bakteristreptokokus
menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat nefritogenik atau
reumatogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi serotype yang berkaitan dengan
faringitis (M1,4,12,25) dan impetigo (M2,42,49,56,57,60).10
Mekanisme timbulnya GNAPS diduga akibat proses imunologi,
dimanaimunitas selular dan humoral berperan penting dalam patogenesis penyakit
ini. Meskipun demikian, mekanisme pasti timbunya penyakit ini belum diketahui.
10

Ada 2 teori yang paling sering diusulkan, yaitu :3,10


1. Terperangkapnya kompleks imun yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam
glomerulus.
2. Terbentuknya kompleks imun antigen-antibodi di glomerulus akibat antibodi
yang bereaksi, baik terhadapkomponen streptokokus yang terdeposit di
glomerulus ataupun terhadap komponen glomerulus sendiri yang disebut
molekul tiruan (molecular mimicry) dari protein ginjal yang menyerupai
antigen streptokokus.
Streptokokus nefritogenik menghasilkan protein antigenik yang unik, yang
memiliki afinitas terhadap bagian dari glomerulus. Setelah antigen ini dilepaskan
di sirkulasi, maka akan terikat di bagian dari glomerulus dan mengaktifkan
komplemen secara langsung.Aktivasi komplemen lewat jalur klasik
menyebabkan bertambahnya mediator inflamasi dan mendatangkan sel-sel
inflamasi. 10
Molecular mimicry antara antigen streptokokus dan antigen glomerulus
menyebabkan reaksi antara antibodi terhadap antigen streptokokus dengan
glomerulus dan terjadi aktivasi komplemen secara langsung lewat jalur klasik dan
alternatif. Selanjutnya terjadi infiltrasi netrofil dan proliferasi sel glomerulus.6
Ada 2 antigen yang diidentifikasi sebagai penyebab GNAPS, yaitu :10

3
1. Prekursor zimogen dari eksotoksin B, yaitu Streptococcal Pyrogenic Toxin
B(SPEB) atau Nephritis Strain-associated Protein (NSAP), dan
2. Nephritis associated Plasmin Receptor (NAPlr), yaitu enzim glikolitik yang
memiliki aktivitas dengan glyceraldehydes-3-phosphate dehydrogenase
(GAPDH) kemampuan mengikat plasminyang membantu deposit kompleks
imun yang bersirkulasi.
Nephritis Strain-associated Protein (NSAP) merupakan protein
ekstraseluler yang dihasilkan oleh Streptokokus nefritogenik. Protein ini memiliki
struktur, biokimia, dan sifat antigenik yang mirip dengan streptokinase, yang
berperan sebagai aktivator plasminogen. Nephritis associated Plasmin Receptor
(NAPlr) merupakan protein yang diduga sama dengan endostreptosin dan
ditemukan 100% pada biopsi glomerulus pasien GNAPS. Kedua antigen ini dapat
mengaktifkan komplemen lewat jalur alternatif.6,10

Gambar 1. Mekanisme yang terlibat dalam GNAPS10


(MES: mesangial cell; END: endothelial cell; PMN: polymorphonuclear cell; MΦ: macrophage; T: T
lymphocyte; GMB: glomerular basement membrane; C: complement)

4
Mekanisme GNAPS yang melibatkan NAPlr terjadi dengan dilepasnya
NAPlr di sirkulasi yang kemudian terikat di glomerulus dan selanjutnya mengikat
plasmin yang telah diaktifkan oleh streptokinase. Baik NAPlr dan NSAP memiliki
kemampuan untuk merangsang kemotaktik dan interleukin ke sel mesangium.
Plasmin dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan bereaksi secara langsung
terhadap membran basalis glomerulus atau dengan aktivasi prokolagenase dan
matriks metaloprotein. Nephritis associated Plasmin Receptor (NAPlr) juga dapat
mengaktifkan komplemen lewat jalur alternatif sehingga menyebabkan akumulasi
sel PMN dan makrofag dan terjadi inflamasi lokal. Kompleks imun yang
terbentuk di sirkulasi dan di glomerulus secara in-situ dapat melewati membran
glomerulus yang rusak dan terakumulasi di daerah subepitel dan disebut sebagai
humps (Gambar1).10
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan
oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigen, sehingga terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, selanjutnya terbentuk
kompleks imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.8
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila deposit pada mesangium respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa proliferasi sel-sel mesangial dan matrik
yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta
menghambat fungsi filtrasi glomerulus.Jika kompleks terutama terletak di
subendotel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa. Peningkatan
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan eritrosit dapat keluar ke
dalam urin yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan
hematuria.Pada kasus deposit kompleks imun di subepitel, maka respon
peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis
glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis glomerulus.3

5
IV. DIAGNOSIS
A. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GNAPS biasanya mulai muncul 2-6 minggu setelah
infeksi kulit (impetigo), sedangkan pada faringitis manifestasi akan mucul 1-3
minggu setelah infeksi. Gambaran klinis sangat bervariasi, dari bentuk
asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada
yang simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui
bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikrosopik yang disertai
riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.5,7
Manifestasi klinis pada GNAPS simtomatikadalah :5,6
1. Periode laten
Harus ada periode laten pada GNAPS yang khas, yaitu periode antara
infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini jarang terjadi di
bawah 1 minggu, dan bila hal itu terjadi, maka harus dipikirkan kemungkinan
penyakit lain seperti lupus eritematosus sistemik atau purpura Henoch Schöenlein.
2. Edema
Edema merupakan gejala yang paling sering timbul, umumnya pertama
kali timbul dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering
terjadi di daerah palpebra, disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat,
maka dapat timbul asites dan edema skrotum/vulva menyerupai sindrom nefrotik.
Edema terjadi akibat retensi cairan dan natrium.
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%,
sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.Urin tampak coklat
kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti
cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan
berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa
minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan.

6
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS.
Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan
menghilangnya gejala klinik yang lain. Dijumpai hipertensi ringan (tekanan
diastolik 80-90 mmHg) pada kebanyakan kasus, tetapi kadang ditemukan
hipertensi berat yang menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang
disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun
dan kejang-kejang.
5. Oligouria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal
menurun atau timbul gagal ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria
umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan
timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria
yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat.
6. Gejala kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi
yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan diduga akibat retensi
natrium dan air sehingga terjadi hipervolemia.Edema paru merupakan gejala yang
paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat
asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-gejala klinik berupa
batuk, sesak napas, dan sianosis. Pemeriksaan fisik dapat terdengar ronki basah
kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang
umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan
menghilangnya gejala-gejala klinik lain.
7. Gejala-gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi
dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat
edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.

7
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis
Pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume
urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian
daging.8
Hematuria Makroskopik maupun mikroskopik dijumpai pada hampir
semua pasien. Torak eritrosit sebagai penanda adanya peradangan glomerulus
terdapat pada 60-85% kasus GNAPS.5,8
Proteinuriasecara kualitatif berkisar antara negatif sampai dengan +2,
jarang sampai +3.Bila terdapat proteinuria +3 harus dipertimbangkan adanya
gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif biasanya
tidak melebihi 2 gram/m2luas permukaan tubuh/24 jam. Hilangnya proteinuria
tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala klinik, sebab lamanya proteinuria
bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik
menghilang. Bila proteinuria menetap lebih dari 6 bulan kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.5
2. Pemeriksaan komplemen C3
Komplemen C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama,
tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplemen. Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS dengan
kadar antara 20-40 mg/dl (nilai normal 50-140 mg.dl). Kadar komplemen C3 akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. 3
3. Tes Serologis
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptozim, Anti Streptolisin O
(ASTO), antihialuronidase, dan anti deoksiribonuklease B.3
Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur
antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus, yaitu streptolisin O,
hialuronidase, deoksiriboneklease B, streptokinase, dan nicotinamide-adenin
dinucleotidase (NAD).Reagen streptozim yang berisi antigen streptokokus

8
kemudian dicampur dengan serum pasien yang berisi antibodi terhadap antigen
streptokokus, sehingga terjadi aglutinasi sebagai petunjuk adanya infeksi oleh
streptokokus.3,6
Tes ASTO untuk mendeteksi antibodi antistreptolisin O yang terdapat
dalam darah dengan hasil positif berupa agglutinasi.Titer ASTO mungkin
meningkat pada 75-80% pasien GNAPS dengan faringitis.Titer ASTO pada
GNAPS dengan infeksi kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus,
sedangkan titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti
deoksiribonuklease B (Dnase B) umumnya meningkat.3
Peningkatan titer antibodi terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus
dan mencapai puncaknya pada minggu ke-3 hingga ke-5 dan mulai menurun pada
bulan ke-2 hingga ke-6. Titer antibodi streptokokus belum meningkatpada awal
penyakit, sehingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial, dimanakenaikan
titer 2-3 kali menunjukkan adanya infeksi.3,8
4. Kultur
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba
sebelumnya. 3
5. Kimia Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda
gagal ginjal seperti hiperkalemia dan asidosis metabolik.3,10
6. Hematologi
Anemia normositik normokrom ringan dapat ditemukan pada GNAPS
akibat hemodilusi. Leukosit dan trombosit biasanya normal, tetapi beberapa
pasien dapat ditemukan leukositosis. Laju endap darah juga biasanya meningkat.
10,11

C. Biopsi Ginjal
Secara umum, biopsi ginjal tidak diindikasikan pada GNAPS, namun
biopsi dapat dipertimbangkan bila:8
1. Gangguan fungsi ginjal berat terutama bila etiologi tidak jelas
(berkembang menjadi gagal ginjal atau sindrom nefrotik)

9
2. Tidak ada bukti infeksi streptokokus
3. Tidak terdapat penurunan kadar komplemen
4. Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, azotemia, gross
hematuri setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu,
proteinuria yang menetap setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap
setelah 12 bulan.

D. Kriteria diagnostik
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi
pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: 5
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown
case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang
merupakan gejala-gejala khas GNAPS.
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium
berupa ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa
adanya torak eritrosit, hematuria & proteinuria.
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus beta
hemolitikus grup A.
Diagnosis pada GNAPS asimtomatik berdasarkan atas kelainan sedimen
urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan
penderita GNAPS.5

V. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang menyerupai GNAPS, seperti :1,8
1. Nefropati IgA
2. Purpura Henoch Schöenlein
3. Nefritis Lupus
4. Mesangiocapillary Glomerulonephritis (MCGN) atau Membranoproliferative
Glomerulonephritis (MPGN)

10
Tabel 1. Diagnosis banding GNAPS 1
Usia dan Jenis Investigasi Manifestasi
kelamin ekstrarenal
GNAPS 2-12 tahun, laki- C3 rendah (jalur Faringitis atau
laki>perempuan alternatif infeksi kulit 7-12
komplemen), titer hari sebelum
antistreptolisin gejala klinis
Nefropati IgA Usia 20 dan 30-an, Serum IgA Hematuria
laki>perempuan meningkat pada makroskopik
50% kasus, berhubungan
komplemen dengan waktu
normal infeksi
Purpura Henoch Usia <20 tahun Komplemen Purpura, artritis,
Schöenlein normal nyeri abdomen
MCGN:
Tipe 1 20-an, wanita>pria C4 rendah
Tipe 2 Remaja, wanita>pria C3 rendah, C3 Muka kurus-
nephritic factor kering karena
(+) lipodistrofi parsial
Nefritis Lupus Wanita muda, usia C3 rendah, Artralgia,
20 dan 30-an antibodi fotosensitif,
antinukluar/ anti- pleuritis dan
dsDNA perikarditis

VI. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan GNAPS tidak ada yang spesifik dan hanya bersifat
suportif dengan mengontrol edema, hipertensi, dan dialisis.6,7
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya
timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut,
tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan

11
seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan
penyakit.Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan
alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif,
penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi. 5
Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema
ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila
kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus
diperhitungkan, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan
yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran. 5,6
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering
dipertentangkan. Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk
eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10
hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin
dosis 30 mg/kgbb/hari.5
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,
dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat
atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila
tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal. 5
Hipertensi ringan cukup dengan istirahat dan pembatasan cairan yang baik,
maka tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Hipertensi
sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi captopril (0,3-2
mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Hipertensi berat atau
hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin
(0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5
mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan
furosemid (1 – 3 mg/kgbb).5
Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat
hiperkalemia diberi Ca glukonas untuk mengikat kalium.5

12
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi akut penyakit ini terjadi akibat hipertensi dan disfungsi renal
akut. Komplikasi yang dapat muncul adalah gagal jantung sebagai akibat dari
hipertensi. Ensefalopati juga dapat terjadi akibat hipertensi atau hipervolemi.6
Hipertensi ensefalopati didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan,
pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal
dengan anoksia dan edema otak.3
Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi
yang menetap dan kelainan di miokardium.3
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari, terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama
jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.3

VIII. PROGNOSIS
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS
antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, strain streptokukus tertentu,
pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan
gambaran histologis glomerulus.Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik
dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada
dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.8
Prognosis GNAPS secara umum adalah baik. Sebagian besar pasien akan
sembuh sembuh secara spontan dan fungsi ginjal kembali normal dalam 3-4
minggu, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk.Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan
prognosis yang baik.Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%.
Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus
menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa

13
minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.Angka kematian pada
GNAPS bervariasi antara 0-7 %.3,8,12

14
BAB III
PENUTUP

RINGKASAN
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu bentuk
peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan
inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi Streptokokus beta hemolitikus
grup A dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi,
oligouria yang terjadi secara akut. Insidens penyakit pada laki-laki dan perempuan
2 : 1 dan biasanya pada anak usia antara 2-12 tahun. Streptokokus beta
hemolitikus grup A strain nefritogenik dibagi menjadi serotype yang berkaitan
dengan faringitis (M1,4,12,25) dan impetigo (M2,42,49,56,57,60). Mekanisme
timbulnya GNAPS diduga akibat proses imunologi. Gejala umum berupa edema,
hematuri, dan hipertensi. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis
sebagai bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar
komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan
yang lain adalah swab tenggorok dan uji serologis. Terapi yang diberikan bersifat
suportif. Komplikasi yang dapat terjadi seperti ensefalopati hipertensi, gagal
jantung, dan insufisiensi renal. Prognosis GNAPS secara umum adalah baik.
Sebagian besar pasien akan sembuh sembuh secara spontan dan fungsi ginjal
kembali normal dalam 3-4 minggu, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk.

15
ALGORITMA(Modifikasi)1,7

Edema, Hematuria, Hipertensi

Urinalisis

- Hematuri Mikroskopis/Makroskopis, torak eritrosit


- Proteinuria <2gr/m2/24 jam

Positif Negatif

Glomerulonefritis Bukan GNAPS

Tes Komplemen C3

C3 menurun C3 normal

- Nefropati IgA
- Henoch Schöenlein Purpura
ANA test, anti ds- Tes ASTO /
DNA, nephritic tes serologi
factor, lipodistrofi lainnya positif
parsial

- Nefritik Lupus Kultur: Streptokokus beta


- MPGN hemolitikus grup A

GNAPS

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Vinen CS and Oliveira DBG. Acute Glomerulonephritis. Postgrad Med J.


2003;79:206-213.
2. Wigono Prodjosujaji. Glomerulonefritis. Dalam:Ilmu Penyakit Dalam. EGC.
Jakarta. 2014:2072-8.
3. Dedi Rachmadi. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut Akut
dalam Simposium Nasional II IDAI cabang Lampung. Bagian Ilmu kesehatan
Anak FK.UNPAD-RS Hasan Sadikin Bandung. Bandar Lampung. 2010:1-14.
4. Tara C Smith. Deadly Disease and EpidemicStreptococcus (Group A).
Chelsea House Publisher. New York. 2010: 61-64.
5. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokkus. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.
2012:1-19.
6. Roy R and Laila K. Acute Post Streptococcal Glomerulonephritis in Children.
Bangladesh J Child Health. 2014; 38(1): 32-39.
7. Lewis JB and Neilson EG. Glomerular Disease. In: Jameson LJ and Loscalzo
J.Harrison’s Nephrology and Acid-Base Disorders. McGraw Hill Companies.
New York. 2010:163-164.
8. Sondang Maniur. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak.Sari
Pediatri. 2003;5(2):58-63.
9. Eison M, Ault B, Jones D, Chesney R, and Wyatt R.Post Streptococcal Acute
Glomerulonephritis in Children: Clinical Features and Pathogenesis. Pediatr
Nephrol. 2011; 26:165-180.
10. Rajendra Bhimma. Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis. Available at:
www.emedicine.medscape.com/article/980685. Last Update : May 2015.
accessed on Mei15th2016.
11. Lau K and Wyatt R. Glomerulonephritis. Adolesc Med. 2005; 16:67-85.
12. Hahn R, Knox L, and Forman T. Evaluation of Poststreptococcal Illness. Am
Fam Physician. 2005; 71 :1949-54.

17

Anda mungkin juga menyukai