Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN CVA INFARK

A. DEFINISI
CVA adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah
ke otak (Smeltzer, 2001) Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab infark yang
paling sering terjadi, merupakan keadaan aliran darah tersumbat atau berkurang di
dalam arteri yang memperdarahi daerah otak tersebut (Kowalak, 2011).
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala –gejala berlangsung 24 jam
atau lebih yang menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses pikir, daya ingat dan bentuk kecacatan lain hingga kematian (Muttaqin,
2008).

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti
disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium

C. KLASIFIKASI

1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:


(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi
dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan
keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral
yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.

D. Faktor resiko terjadinya stroke


Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008):
1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

E. Patofisiologi Stroke Infark


Menurut Hudak & Gallo alairan darah disetiap otak terhambat karena trombus atau
embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada
awalanya mungkin akibat iskemia imun (karena berhentinya jantung atau hipotrnsi)
hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat
mengakibatkan kematian jarin gan atau infark. Perdarahan intraksional biasanya
disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi didaerah otak atau
subarachnoid, sehingga jaringan yang terletakk didekatnya akan tertekan. Darah ini
sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri
disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak, bekuan yang
semuanya lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak disekitar tempat
bekuan dapat membengkan dan mengalami nekrosis.
Pathway
Faktor Resiko Stroke/Etiologi

Aterosklerostis,
 Bervariasi Katup jantung rusak, miokard
sesuai dengan Hiperkoagulasi,Arteritis
infark, fibrilasi, endokarditis
lokasi
sumbatan Gangguan
 hemiplegic/par perfusi
estesia setengah jaringan Penyumbatan pembuluh darah otak
Trombosis Cerebri
tubuh oleh lemak, udara, bekuan darah
 Afasia

 Terjadi tiba-tiba
Penyempitan pembuluh darah Sumbatan aliran darah Emboli serebral
 Deficit neurologis tiba-
Kerusakan atau stenosis dan Suplai O2 serebral tiba,
komunikasi verbal Hemiparesis/hemiplegi
a tiba-tiba, afasia,
Suplai darah ke otak menurun kehilangan kesadaran
(related to causa
jantung),
 Serangan biasanya
terjadi saat beraktifitas
Menurun 25 –30 ml/100 gr otak/menit Menurun > =18 ml/100gr otak/mnt

Iskemik otak Kerusakan neuron irreversible


<24 jam 24 jam –21 hari Dalam waktu 6-8 mnt

Infark serebri
Transient Ischemic Attack Stroke In Evolution (dalam perkembangan)

Gejala neurologik bertambah


Kelainan neurologik
sementara
Sembuh total beberapa hari Pengobatan dan
Sembuh total < 24 jam perawatan tidak
akurat

Batang Otak
Cerebrum (otak besar) bersihan jalan
napas tidak
efektif
Penurunan tk Pola napas
Menekan Defisit
kesadaran tidak efektif
medula motorik
Apatis s.d
koma oblongata
-
Reflek
Reflek
patologi
kematian Gangguan menelan
pola napas
turun
Reflek
batuk
menurun
Gg fs Gg fs Gg persepsi
motorik vegetatif sensori

Penglihatan:
bicara Kelemahan Kelemahan otot
angg gerak Diplopia
spicter
Hilang separuh
lapang pandang
- Disfasia
Hemiplegi Pandangan kabur Cerebelum (otak kecil)
- Disatria
Paraplegi
Tetraplegi

Peraba: Gerakan
Parastesi Defisit involunter/in
Gg mobilitas fisik
Hemistesi motorik koordinasi

Resiko atrofi Pendengaran:


vertigo
Kerusakan
mobilitas
Kerusakan fisik
komunikasi Pengecap:
verbal Hilang rasa
inkontine Konstipasi
ujung lidah
nsia urin / Retensi
feses
urin

Gg pemenuhan nutrisi
: kurang
F. Manifestasi Klinis
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan,
permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
2. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
 Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak dengan
tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
 Disorientasi kanan kiri
c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.
d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
2. Penurunan Kesadaran

G. Pemeriksaan Penunjang
a) Angiografi cerebral membantu menentukkan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteru adanya titik oklusi atau ruptur.
b) CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
c) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark
d) Penilaian kekukatan otot
e) EEG : mengidentifikasi masalah pada gelombang otak
f) Laboratorium : Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA
ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008). Analisis
laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami
penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada
pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam
tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak
menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic
dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk
,2005)
g) Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)
dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005)
h) Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran
darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince, dkk, 2005).

H. Penatalaksanaan Medis
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
 Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
 Osmoterapi antara lain:
 Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari.
 Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
 Posisi kepala head up (15-30⁰)
 .Menghindari mengejan pada BAB
 Hindari batuk
c. Terapi Farmakologi
 Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
 Obat anti koagulasi : Heparin
 Obat Trombolitik : menghancurkan trombus)
 Obat untuk edema otak (larutan monitol 20%, dexametason)
d. Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
 Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan
aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah
stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah
vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur
karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
 Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.
Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai alternative dari
carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan pada prinsip
yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
 Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan
paha
 Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri karotis
 Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
 Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah untuk
menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Biodata
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan
stroke.Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita.Ras: kulit hitam
lebih tinggi angka kejadiannya.
2. Keluhan Utama.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan kesadaran atau
koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.
3. Upaya Yang Telah Dilakukan.
Jenis CVA memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu klien
biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs,
Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah
otak menjadi menurun.
e. Riwayat Penyakit Sekarang.
Kronologis peristiwa CVA sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi
keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma.
f. Riwayat Penyakit Keluarga.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke.
g. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan
sebagaian sampai total.Meliputi: mandi, makan/minum, bab / bak, berpakaian,
berhias dan aktifitas mobilisasi
2. Pemeriksaan Fisik dan Observasi
a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan.
Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk
batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak
didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi
- Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
- Refleks Patologis Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah
bleeding atau infark
d. Pemeriksaan saraf cranial
- Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
- Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara
sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
- Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi
yang sakit.
- Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat
- Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera
pengecapan normal.
- Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
- Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual
- Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
- Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia
alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan
pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah pada sisi lateral dan kelumpuhan seisi otot-otot
pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
- Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter gerakan
motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji
adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
4) Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
b) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
c) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
d) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
e) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
f) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
g) Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
h) Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

5. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor tekanan perfusi
Perfusi jaringan tindakan keperawatan selama 3 serebral
serebral b.d x 24 jam, diharapkan suplai 2. Catat respon pasien
aliran darah ke aliran darah keotak lancar terhadap stimuli
otak terhambat. dengan kriteria hasil: 3. Monitor tekanan
1. mendemonstrasikan status intrakranial pasien dan
sirkulasi yang ditandai respon neurology terhadap
dengan aktivitas
a. Tekanan systole 4. Monitor jumlah drainage
dandiastole dalam cairan serebrospinal
rentang yang diharapkan 5. Monitor intake dan output
b. Tidak ada cairan
ortostatikhipertensi 6. Restrain pasien jika perlu
c. Tidak ada tanda tanda 7. Monitor suhu dan angka
peningkatan tekanan WBC
intrakranial (tidak lebih 8. Kolaborasi pemberian
dari 15 mmHg) antibiotik
2. mendemonstrasikan 9. Posisikan pasien pada
kemampuan kognitif yang posisi semifowler
ditandai dengan: 10. Minimalkan stimuli dari
 berkomunikasi dengan lingkungan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan
dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan 1. Dengarkan setiap ucapan
komunikasi tindakan keperawatan klien dengan penuh
verbal b.d selama 3 x 24 jam, diharapkan perhatian
penurunan klien mampu untuk 2. Gunakan kata-kata
sirkulasi ke otak berkomunikasi lagi dengan sederhana dan pendek
kriteria hasil: dalam komunikasi dengan
1. dapat menjawab pertanyaan klien
yang diajukan perawat 3. Dorong klien untuk
2. dapat mengerti dan mengulang kata-kata
memahami pesan-pesan 4. Berikan arahan / perintah
melalui gambar yang sederhana setiap
3. dapat mengekspresikan interaksi dengan klien
perasaannya secara verbal 6
maupun nonverbal
3 Defisit Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor kemempuan klien
perawatan diri; tindakan keperawatan selama untuk perawatan diri yang
mandi,berpakaia 3x 24 jam, diharapkan mandiri.
n, makan, kebutuhan mandiri klien 2. Monitor kebutuhan klien
toileting b.d terpenuhi, dengan kriteria untuk alat-alat bantu untuk
kerusakan hasil: kebersihan diri,
neurovaskuler 1. Klien terbebas dari bau berpakaian, berhias,
badan toileting dan makan.
2. Menyatakan kenyamanan 3. Sediakan bantuan sampai
terhadap kemampuan untuk klien mampu secara utuh
melakukan ADLs untuk melakukan self-
3. Dapat melakukan ADLS care.
dengan bantuan 4. Dorong klien untuk
- melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien
jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
4 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign
mobilitas fisik tindakan keperawatan selama sebelm/sesudah latihan
b.d kerusakan 3x24 jam, diharapkan klien dan lihat respon pasien
neurovaskuler dapat melakukan pergerakan saat latihan
fisik dengan kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan
1. Klien meningkat dalam terapi fisik tentang
aktivitas fisik rencana ambulasi sesuai
2. Mengerti tujuan dari dengan kebutuhan
peningkatan mobilitas 3. Bantu klien untuk
3. Memverbalisasikan menggunakan tongkat saat
perasaan dalam berjalan dan cegah
meningkatkan kekuatan dan terhadap cedera
kemampuan berpindah 4. Ajarkan pasien atau
4. Memperagakan penggunaan tenaga kesehatan lain
alat Bantu untuk mobilisasi tentang teknik ambulasi
(walker) 5. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan
5 Pola nafas tidak Tupen : Setelah dilakukan 1. Buka jalan nafas,
efektif tindakan perawatan selama 3 x guanakan teknik chin lift
berhubungan 24 jam, diharapkan pola nafas atau jaw thrust bila perlu
dengan pasien efektif dengan kriteria 2. Posisikan pasien untuk
penurunan hasil : memaksimalkan ventilasi
kesadaran 1. Menujukkan jalan nafas 3. Identifikasi pasien
paten ( tidak merasa perlunya pemasangan alat
tercekik, irama nafas jalan nafas buatan
normal, frekuensi nafas 4. Pasang mayo bila perlu
normal,tidak ada suara 5. Lakukan fisioterapi dada
nafas tambahan jika perlu
2. Mendemonstrasikan batuk 6. Keluarkan sekret dengan
efektif dan suara nafas yang batuk atau suction
bersih, tidak ada sianosis 7. Auskultasi suara nafas,
dan dyspneu (mampu catat adanya suara
mengeluarkan sputum, tambahan
mampu bernafas dengan 8. Lakukan suction pada
mudah, tidak ada pursed mayo
lips). 9. Berikan bronkodilator bila
3. Menunjukkan jalan nafas perlu
yang paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara
merasa tercekik, irama 11. Kassa basah NaCl
nafas, frekuensi pernafasan Lembab
dalam rentang normal, tidak 12. Atur intake untuk cairan
ada suara nafas abnormal mengoptimalkan
4. Tanda Tanda vital dalam keseimbangan.
rentang normal (tekanan 13. Monitor respirasi dan
darah, nadi, pernafasan status O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
6 Resiko Tupen : Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien untuk
kerusakan tindakan perawatan selama 3 x menggunakan pakaian
integritas kulit 24 jam, diharapkan pasien yang longgar
b.d immobilisasi mampu mengetahui 2. Hindari kerutan padaa
fisik dan mengontrol resiko dengan tempat tidur
kriteria hasil : 3. Jaga kebersihan kulit agar
1. Integritas kulit yang baik tetap bersih dan kering
bisa dipertahankan (sensasi, 4. Mobilisasi pasien (ubah
elastisitas, temperatur, posisi pasien) setiap dua
hidrasi, pigmentasi) jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada 5. Monitor kulit akan adanya
kulit kemerahan
3. Perfusi jaringan baik 6. Oleskan lotion atau
4. Menunjukkan pemahaman minyak/baby oil pada
dalam proses perbaikan derah yang tertekan
kulit dan mencegah 7. Monitor aktivitas dan
terjadinya sedera berulang mobilisasi pasien
5. Mampu melindungi kulit 8. Monitor status nutrisi
dan mempertahankan pasien
kelembaban kulit dan 9. Memandikan pasien
perawatan alami dengan sabun dan air
hangat
7 Resiko Aspirasi Tupen : Setelah dilakukan 1. Aspiration precaution
berhubungan tindakan perawatan selama 3 x 2. Monitor tingkat
dengan 24 jam, diharapkan tidak kesadaran, reflek batuk
penurunan terjadi aspirasi pada pasien dan kemampuan menelan
tingkat dengan kriteria hasil : 3. Monitor status paru
kesadaran 1. Klien dapat bernafas 4. Pelihara jalan nafas
dengan mudah, tidak irama, 5. Lakukan suction jika
frekuensi pernafasan diperlukan
normal 6. Cek nasogastrik sebelum
2. Pasien mampu menelan, makan
mengunyah tanpa terjadi 7. Hindari makan kalau
aspirasi, dan residu masih banyak
mampumelakukan oral 8. Potong makanan kecil
hygien kecil
3. Jalan nafas paten, mudah 9. Haluskan obat
bernafas, tidak merasa sebelumpemberian
tercekik dan tidak ada suara 10. Naikkan kepala 30-45
nafas abnormal derajat setelah makan

8 Resiko Injury Tupen : Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang


berhubungan tindakan perawatan selama 3 x aman untuk pasien
dengan 24 jam, diharapkan tidak 2. Identifikasi kebutuhan
penurunan terjadi trauma pada pasien keamanan pasien, sesuai
tingkat dengan kriteria hasil: dengan kondisi fisik dan
kesadaran 1. Klien terbebas dari cedera fungsi kognitif pasien dan
2. Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu
cara/metode pasien
untukmencegah 3. Menghindarkan
injury/cedera lingkungan yang
3. Klien mampu menjelaskan berbahaya (misalnya
factor resiko dari memindahkan perabotan)
lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail
personal tempat tidur
4. Mampumemodifikasi gaya 5. Menyediakan tempat tidur
hidup untukmencegah yang nyaman dan bersih
injury 6. Menempatkan saklar
5. Menggunakan fasilitas lampu ditempat yang
kesehatan yang ada mudah dijangkau pasien.
6. Mampu mengenali 7. Membatasi pengunjung
perubahan status kesehatan 8. Memberikan penerangan
yang cukup
9. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
11. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Buleehek, GM, dkk. Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri. Mosby Elsevier.
2008

Buleehek, GM, dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri. Mosby Elsevier.
2008

Herdman, TH. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta:EGC. 2012

Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Vol. 2, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI,
Volume II, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai