PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal dalam jangka waktu yang lama. Jika di ukur dengan tensi meter hasil
pengukuran tekanan darahnya menunjukan 140/80mmHg (Susanto, 2009). Dr Margaret
Chan, Direktur Jendral World Health Organization, mengatakan bahwa Setiap tahun,
tekanan darah tinggi menyumbang kepada kematian hampir 9,4jutaorang (Susanto, 2013).
Penyakit hipertensi menjadi penyebab kematian diseluruh dunia,yaitu sekitar 13% dari
total kematian (Murti, Ismonah dan Wulandari,2011). Menurut Depkes pada tahun 2006
hipertensi menempati urutan kedua penyakit yang sering diderita oleh pasien rawat jalandi
Indonesia (Murti, Ismonah danWulandari, 2011). Diperkirakan bahwa penduduk di
Indonesia berusia di atas 20 tahun dan terserang penyakit hipertensi adalah 1,8-2,86%.
Berdasarakan data hasil survey tersebut dapat diketahui bahwa Indonesia prevalensi
hipertensi menjadi masalah kesehatan nasional cukup tinggi (Dalimartha, 2008).
Hipertensi berkontribusi menyebabkan sakit dan kematian serta menjadi masalah
karena dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ vital seperti jantung, otak, dan
ginjal. Semakin tinggi tekanan darah seseorang, maka semakin rentan untuk terkena
serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Penanganan hipertensi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi
farmakologis menggunakan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah seperti golongan
diuretik tiazid, diuretik loop, diuretik hemat kalium, ACE inhibitor, dan vasodilator
langsung seperti hydralazine dan minoxidil (JNC 8, 2014).
Hipertensi selain mendapat terapi farmakologis juga perlu dilakukan terapi
nonfarmakologis dalam hal ini modifikasi gaya hidup, kurangi asupan natrium, batasi
alkohol, menurunkan stres dan menghindari rokok (Wijaya dan Putri, 2013). Selain
modifikasi gaya hidup, terapi nonfarmakologis juga terdiri dari terapi komplementer
seperti akupuntur, teknik relaksasi (latihan napas dalam, guided imagery, relaksasi otot
progresif), dan tai chi (Snyder & Lindquist, 2009).
1
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya
didapatkan hasil bahwa terapi napas dalam terbukti dapat menurunkan tekanan darah.
Terapi napas dalam tidak menimbulkan efek samping, tidak memerlukan biaya, dapat
dilakukan secara mandiri dan dapat dilakukan dimana saja. Terapi napas dalam lebih
mudah dilakukan dibandingkan dengan guided imagery yang membutuhkan keterampilan
dalam teknik dan cara membimbing untuk melakukan guided imagery. Terapi napas dalam
dapat memperlama siklus pertukaran gas di paru-paru, meningkatkan kadar oksigen dalam
darah, mempertahankan saraf simpatis dalam keadaan homeostasis, meningkatkan kerja
dari baroreseptor yang akan memberikan impuls aferen menuju pusat jantung yang akan
meningkatkan aktivitas sistem saraf parasimpatis selanjutnya akan merangsang pelepasan
hormon asetilkolin yang dapat menurunkan denyut jantung serta membuat tubuh menjadi
rileks (Snyder & Lindquist, 2009; Suselo, 2010; Putra, Widodo, Kartinah, 2013).
Berdasarkan data puskesmas kendalsari tahun 2017 & 2018 penyakit hipertensi berada
pada urutan ke-2 dari 15 penyakit terbesar. Jumlah kunjungan tahun 2017 sebanyak 2.096
pasien atau kunjungan rata-rata perbulan sebanyak 175 pasien. Sedangkan tahun 2018 rata-
rata kunjungan perbulannya sebanyak 174 pasien. Dari pengamatan kami rata-rata
kunjungan pasien Hipertensi dalam sehari yaitu kurang lebih berjumlah 6-10 orang dan
rutin minum obat anti hipertensi. Meskipun rutin minum obat,sebagian penderita hipertensi
masih memiliki tekanan darah sistol ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90 mmHg. Balai
Pengobatan puskesmas Kendalsari juga lebih merekomendasikan penderita untuk
mengontrol hipertensi menggunakan terapi farmakologis (amlodipin atau katopril) sesuai
yang diresepkan Dokter. Balai Pengobatan PKM kendalsari juga belum/tidak memberikan
KIE tentang tata cara melaksanakan terapi nonfarmakologis napas dalam untuk membantu
menurunkan tekanan darah pada pasien yang menderita hipertensi. Berdasarkan kondisi
tersebut, kami tertarik untuk melakukan aplikasi jurnal tentang pengaruh terapi napas
dalam terhadap penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang diatas maka rumusan masalah yang dapat
di ambil adalah : “Apakah ada pengaruh pemberian terapi relaksasi napas dalam
terhadappenurunan Tekanan Darah pada pasien dengan Hipertensi di Puskesmas
Kendalsari?”
2
C. Tujuan
Tujuan aplikasi jurnal adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi
relaksasi napas dalam terhadap penurunan Tekanan Darah pada pasien dengan Hipertensi
di Puskesmas Kendalsari.
D. Manfaat
1. Bagi Pasien
Mengajarkan pasien untuk mengontrol/mengurangi hipertensi menggunakan terapi
nonfarmakologis serta menghindari ketergantungan pada obat-obatan yang dapat
menimbulkan resistensi obat.
2. Bagi puskesmas
Hasil aplikasi jurnal ini dapat sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan dalam memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pasien.
3. Bagi mahasiswa profesi
Untuk memperdalam dan menambah wawasan dalam menempuh pendidikan profesi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal dalam jangka waktuyang lama. Jika di ukur dengan tensi
meterhasil pengukuran tekanan darahnya menunjukan 140/80mmHg (Sunanto, 2009).
Dr Margaret Chan, Direktur JendralWorld Health Organization, mengatakan
bahwa Setiap tahun, tekanan darah tinggi menyumbang kepada kematian hampir 9,4
juta orang (Susanto, 2013). Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung,
stroke,dan gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam – diam “ karena orang
dengan hipertensi sering tidak menampakan gejala( Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Hipertensi merupakan tekanan tinggi didalam arteri-arteri.Menurut ISH/WHO dan
JNC 7 Report 2009, seseorang dikatakan hipertensi apabila memiliki tekanan darah
lebih dari 140/90 mmHg. Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan dan mungkin
penderita hipertensi tidak menunjukkan gejala selama bertahun tahun sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna (silent killer) (Price, 2006).
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, prevalensi hipertensi di
Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun
sebesar25,8%,tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8
%),dan Kalimantan Timur (29,6 %) (DepkesRI, 2013). Menurut Kemenkes tahun 2015
di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32 persen pada 2015 dengan kisaran
usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7 persen,sedangkan 39,2
persen adalah wanita.
Secara umum hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal
dan seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya melebihi
140/90 mmHg ( Ardiansyah, 2012 ). Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama
mortalitas-morbiditas di Indonesia sehingga tata laksana penyakit ini merupakan
intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan
(PERKI,2015).
4
2.1.2 Faktor penyebab hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi primer dan
hipertensi sekunder.
a. Hipertensi primer
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial (primer).
Penyebab hipertensi primer ini masih belum diketahui,tetapi faktor genetik
dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan hipertensi
esensial (weber,dkk. 2014). Faktor genetik dapat menyebabkan kenaikan
aktivitas dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik
serta sensitifitas garam terhadap tekanan darah. Selain faktor genetik,faktor
lingkungan yang mempengaruhi antara lain yaitu konsumsi garam,obesitas
dan gaya hidup yang tidak sehat serta konsumsi alkohol dan merokok
(weber,dkk. 2014).
b. Hipertensi sekunder
Hipertesi sekunder diderita sekitar 5% pasien hipertensi (weber,dkk.2014).
Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit komorbit atau
penggunaan obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Obat-
obat tertentu baik secara langsung ataupun tidak dapat menyebabkan
hipertensi atau memperberat hipertensi. Penghentian penggunaan obat tersebut
atau mengobati kondisi komorbit yang menyertainya merupakan tahap
pertama dalam penganan hipertensi sekunder (Depkes RI,2006).
2.1.3 Tanda dan Gejala
Gejala-gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing inndividu dan
hampir sama dengan gejala penyakit lain. Gejala-gejalanya adalah :
1) Sakit kepala
2) Nyeri dada
3) Mudah lelah
4) Palpitasi (jantung berdebar)
5) Hidung berdarah
6) Sering buang air kecil (terutama dimalam hari)
7) Tinnitus (telinga berdenging)
5
8) Dunia terasa berputar (vertigo)
2.1.5 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat antherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
merusaknya organ tubuh seperti jantung,mata,ginjal,otak dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskuler
(stroke,trannsient iscemic attack),penyakit arteri koroner (infark miokard
angina),gagal ginjal,dementia dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya.
6
2.2 Terapi Relaksasi Napas Dalam
2.2.1 Definisi
Relaksasi napas dalam adalah pernafasan pada abdomen dengan frekuensi lambat
serta perlahan,berirama, dan nyaman dengan cara memejamkan mata saat menarik nafas.
Efek dari terapi ini ialah distraksi atau pengalihan perhatian (Setyoadi dkk,2011)
Latihan nafas dalam merupakan suatu bentuk terapi nonfarmakologi,yang dalam
hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas
lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam
juga dapat meningkatkanventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Niken,
2010). Menurut (Audah,2011) bernafas dengan cara dan pengendalian yang baik mampu
memberikan relaksasi serta mengurangi stress.
Teknik relaksasi nafas dalam adalah suatu teknik merilekskan otot yang dapat
menunjang nyeri (Brunner dan suddarth, 2002). Teknik relaksasi merupakan metode
efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik
relaksasi menurunkan knsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung,dan
ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery,
1998). Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang
mengalami nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa
jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri.
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam,
nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer &
Bare, 2002)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa relaksasi merupakan metode
efektif untuk menurunkan nyeri yang merupakan pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan dengan mekanismenya yang menghentikan siklus nyeri.
7
2.2.2 Jenis-Jenis Teknik Relaksasi
1) Autogenic relaxation
Autogenic relaxation merupakan jenis relaksasi yang diciptakan sendiri oleh
individu bersangkutan. Cara seperti ini dilakukan dengan menggabungkan
imajinasi visual dan lkewaspadaan tubuh dalam menghadapi stres. Teknik ini
dapat dilakukan dengan cara:
a. Memberi sugesti sendiri dengan kata-kata tertentu yang dapat memberikan
ketegangan
b. Mengatur pernafasan dan rileks (memberikan rasa nyaman) pada tubuh
c. Membayangkan sesuatu atau tempat-tempat yang indah dan tenang secara
fokus dan terkontrol sambil merasakan sensasi berbeda yang muncul
dalam pikiran
d. Tangan saling melipat pada masing lengan yang berlawanan
2) Musle relaxation
Teknik ini bertujuan untuk memberikan rasa nyaman pada otot-otot. Ketika
terjadi stres otot-otot pada beberapa bagian tubuh menjadi menegang seperti otot
leher, punggung, lengan. Teknik dilakukan dengan cara merasakan perubahan dan
sensasi pada otot bagian tubuh tersebut. Teknik dapat dilakukan dengan:
meletakkan kepala diantara kedua lutut (kira-kira selama 5 detik) dan merebahkan
badan kebelakang secara perlahan selama 30 detik.
3) Visualisasi
Teknik ini merupakan bentuk kemampuan mental untuk berimajinasi seperti
melakukan perjalanan ke suatu tempat yang damai atau situasi yang tenang.
Teknik visualisasi seolah-olah menggunakan beberapa indera secara bersamaan.
8
2.2.3 Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk,
mengurangi stres baik stres fisik maupun emosional yaitu menurunkan kecemasan. Smeltzer
dan Bare (2002).
Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, (2013) menyatakan bahwa tujuan
relaksasi pernafasan adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,memelihara pertukaran
gas, mencegah atelektasi paru, merilekskan tegangan otot, meningkatkan efesiensi batuk,
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri
(mengontrol ataumengurangi nyeri) dan menurunkan kecemasan.
Menurut Suddarth dan Brunner (2002) dalam Trullyen, (2013) tujuan nafas dalam
adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi
kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolarmaksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak
berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernafas.
2.2.4 Patofisiologi Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap nyeri
Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Trullyen, (2013) teknik relaksasi nafas
dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem
saraf otonom. Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari
penurunan oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan
bagian dari sistem saraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal
individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan
substansi yang akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf simpatis
mengalami vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan
berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah. Mengurangi aliran
darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls
nyeri dari medulla spinaliske otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.
9
2.2.5 Penatalaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Ada beberapa posisi relaksasi nafas dalam yang dapat dilakukan menurut Smeltzer &
Bare, (2002) dalam Trullyen, (2013) yaitu :
a. Posisi relaksasi dengan terlentang
Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak meregang lurus kearah
luar, menyentuh sisi tubuh, pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang dan
gunakan bantal yang tipis dan kecil di bawah kepala.
b. Posisi relaksasi dengan berbaring miring
Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal dan dibawah perut
sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.
c. Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring terlentang
Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan disamping
telinga.
d. Posisi relaksasi dengan duduk
Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi, letakkan kaki datar pada lantai,
letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan lengan pada sisi atau letakkan pada
lengan kursi dan pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang.
Prosedur teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003) dalam Trullyen,
(2013) yakni dengan bentuk pernafasan yan digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan
diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang
mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk
selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai
berikut :
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
b. Usahakan tetap rileks dan tenang (Dengan memodifikasi tindakan nonfarmakologis yang
lain meliputi distraksi. Menurut Andarmoyo (2013), distraksi adalah suatu tindakan
pengalihan perhatian pasien ke hal-hal lain di luar nyeri. Dengan demikian, diharapkan
pasien tidak berfokus pada nyeri lagi bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri).
10
c. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan
1,2,3.
d. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan
bawah rileks.
e. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui Mulut.
g. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
h. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, (2013), teknik relaksasi nafas
dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu :
a. Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal yang mengalami spasme yang disebabkan
oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic.
b. Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
c. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan sistem otot dan
respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau
sewaktu-waktu.
2.2.8 Manfaat Relaksasi
Teknik relaksasi yang baik dan benar akan memberi efek yang berharga bagi tubuh,
efek tersebut sebagai berikut :
a. Penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan
b. Penurunan konsumsi oksigen
c. Penurunan ketegangan otot
d. Penurunan kecepatan metabolisme
e. Peningkatan kesadaran global
f. Kurang perhatian terhadap stimulasi lingkungan
g. Tidak ada perubahan posisi yang volunter
11
h. Perasaan damai dan sejahtera
i. Periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam (Sulistyo, 2013).
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan
stres sehingga dapat meningkatkan toleransi. Teknik ini yang sederhana terdiri atas nafas
abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama. Hampir semua orang dengan nyeri
mendapatkan manfaat dari metode-metode relaksasi (Andarmoyo, 2013).
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
3.2 deskripsi penelitian berdasarkan metode PICO :
14
klien binaan Puskesmas. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memicu dilakukannya
penelitian lebih lanjut tentang keefektifan terapi relaksasi nafas dalam
3.5 Aplikasi jurnal
a) Data demografi : Pasien yang menjadi sampel aplikasi jurnal adalah pasien
dengan hipertensi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kendalsari yaitu
kelurahan Lowokwaru,Tulusrejo dan Jatymulio.
b) Deskripsi data singkat pasien :
No Nama Alamat TD pre TD post Ket.
(mmHg) (mmHg)
1. Wakidi Jl. Bantaran 153/89 142/85 HT-1
2. Moedjiati Jl. Simpang papa kuning 01 160/87 134/91 HT-2
3. Suwadi sh Jl. Bantaran indah 165/77 145/76 HT-2
4. djukiyah Jl. Simpang setaman 145/97 136/86 HT-1
5. Sri wiyani Jl. Kumis Kucing 180/107 157/93 HT-2
6. Bambang Jl. Letjend sutoyo 3/26 C 161/95 142/89 HT-2
7. Murtina Jl. Selorejo B/18 187/92 156/88 HT-2
8. Riyatno Jl. Candi mendut 4/10 163/91 148/82 HT-2
9. Sumarni Jl. Kedawung 87 159/81 139/82 HT-2
10. Masuah Jl. Cengger ayam 5/6 166/97 141/83 HT-2
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terapi relaksasi nafas dalam dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif tindakan
keperawatan nonfarmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi.Tekanan darah responden dengan hipertensi mengalami penurunan baik
pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik.
4.2 Saran
Peran puskesmas dalam melakukan upaya promotif dan preventif khususnya pada
pasien hipertensi dapat dimaksimalkan dengan membuat jadwal kunjungan khusus
bagi pasien hipertensi. Menjadikan terapi relaksasi nafas dalam sebagai terapi
alternatif dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi.
17
DAFTAR PUSTAKA
JNC 8. (2014). The Eight Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection,
Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure. U.S Department Of Health And
Human Service
Putra, E.K, Widodo, A, Kartinah (2013).“Pengaruh Latihan Napas Dalam Terhadap Perubahan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kecamatan Karas Kabupaten
Magetan”.Skripsi.Universitas Muhammadiyah Surakarta
Sunanto, H. (2009), 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, Dan Obesitas. Jakarta: Elex
Media Komputindo
Suselo.(2010). Efektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Tanda-Tanda Vital Pada Pasien
Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.Thesis.Universitas Indonesia
Wijaya, A.S Dan Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Keperawatan Dewasa Teori
Dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
18