Anda di halaman 1dari 41

KANKER PARU

Disusun Oleh :
Wa Ode Sharli Saera, S.Ked
K1A1 09 027

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
KANKER PARU

I. PENDAHULUAN
Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah
suatu massa jaringan yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak
dikoordinasi dengan jaringan normal, dan tetap berkembang walaupun
rangsangan yang menimbulkan perubahan tersebut telah hilang.
Prevalensi kanker paru di negara sangat maju sangat tinggi, di
Amerika tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13%
dari semua kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian
(merupakan 28 % dari seluruh akibat kanker), di Inggris prevalensi
kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais, Jakarta tahun 1998
menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Kanker
paru adalah penyebab kematian tersering dari seluruh kanker yang tersering
di dunia (meliputi Ca Paru, Ca Prostat, Adenocarcinoma colon).
Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan
jarangnya penderita ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium
awal penyakit. Untuk menegakkan diagnosis kanker paru diperlukan
bermacam pemeriksaan, seperti dengan foto rotgen dada maupun dengan CT
Scan.
Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu
penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya.

1
II. ANATOMI PARU

Gambar 1. Anatomi Paru

Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Masing-


masing paru diliputi oleh suatu lapisan, yaitu pleura. Pleura dibagi dua, pleura
viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis merupakan pleura yang melekat
pada permukaan paru, sedangkan pleura parientalis merupakan pleura yang
melekat pada dinding thoraks. Diantara kedua pleura tersebut terdapat rongga
pleura yang secara fisiologis terdapat cairan sebanyak ± 5 cc yang berguna
untuk mencegah perlengketan antara paru dan dinding thorax.
Paru-paru mempunya apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke
atas sekitar 2,5cm diatas clavicula, dan basis pulmonis atau
faciesdiafragmatika yang konkaf tempat terdapat diafragma, facies costalis
yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf, facies
mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan struktur
mediastinum lainnya. Pada pertengahan facies mediastinalis terdapat hilus
pulmonis, yaitu suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan saraf
yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru.

2
Paru-paru dibagi 2 bagian, dextra dan sinistra. Paru dextra memiliki 3
lobus, yaitu lobus superior, lobus media, dan lobus inferior. Diantara lobus-
lobus paru dextra tersebut terdapat fisura, diantaranya:
1. Fissura horizontal membatasi lobus superior dan lobus media, berjalan
horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan
bertemu dgn fissura obliqua pada linea axillaris media.
2. Fisurra obliqua membatasi lobus media dan lobus inferior, berjalan dari
pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan
costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm
Pada paru sinistra memiliki 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus
inferior. Kedua lobus tersebut dibatasi oleh fissura oblique.
Perdarahan
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari
a.bronkialis cabang dari aorta torakalis desendens. Vena bronkialis
mengalirkan darah ke vena azygos dan vena hemiazygos. Alveoli mendapat
darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis dan darah
yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang vena pulmonalis.
Dua vena pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri
jantung.
Aliran limfe paru
Pembuluh limfa berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus,
dan tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis terdapat dibawah
pleura viseralis dan mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah
hilus, tempat pembuluh-pembuluh limfa bermuara ke nodi bronchopulmonales.
Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteri, vena pulmonalis
menuju ke hilus, mengalirkan limfe ke nodi intrapulmonalis yang terletak dlm
substansi paru. Semua cairan limfe paru meninggalkan hilus mengalir ke nodi
tracheobronchialis dan kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus
broncomediastinalis.

3
Persarafan
Plexus pulmonalis terletak di pangkal tiap paru. Plexus ini terdiri dari
serabut simpatis (dari trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari
vagus). Serabut eferen dari plexus mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut
aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan alveoli.

III. EPIDEMIOLOGI KANKER PARU


Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari saluran pernapasan
(bronkus, bronkiolus, alveolus) dan parenkim paru. Kanker paru merupakan
kanker yang paling sering di dunia dengan sekitar 1.600.000 kasus baru dan
1.380.000 kematian pada tahun 2008.
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,
berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1
dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko
terkena 1 dari 23 orang. Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar
pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan
usia. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan
dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi
di seluruh dunia.
Penyebab kanker paru belum diketahui, tetapi paparan atau inhalasi
berkepanjangan terhadap karsinogen diduga merupakan faktor penyebab
utama, di samping faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
Faktor risiko utama terjadinya kanker paru adalah kebiasaan merokok.
Terdapat hubungan antara jumlah rata-rata jumlah rokok yang dihisap per
hari dengan tingginya insiden kanker paru. Selain perokok aktif, perokok pasif
juga mengalami peningkatan risiko terjadinya kanker paru. Faktor risiko lain
kanker paru antara lain paparan radiasi pengion, asbestos, polisiklik
hidrokarbon, polusi udara, dan lain-lain. Faktor genetik berupa riwayat
keluarga dengan kanker juga berperan terhadap peningkatan risiko terjadinya
kanker paru.

4
IV. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI KANKER PARU
A. KLASIFIKASI KANKER PARU
Berdasarkan histopatologinya secara garis besar kanker paru
dikelompokkan menjadi Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non-small
Cell Lung Cancer (NSCLC). Kedua jenis kanker paru ini berbeda pada
pertumbuhan, penyebaran, serta terapinya sehingga penting untuk
mendiagnosis secara tepat. Staging dari kanker paru ditentukan dari lokasi
massa, penyebarannya ke nodus limfe dan organ lainnya. Paru adalah organ
yang besar sehingga massa dapat tumbuh dalam waktu yang lama sampai
ditemukan. Umumnya pasien dengan kanker paru baru didagnosis ketika
mencapai stadium III atau IV.
1. Non-small Cell Lung Cancer (NSCLC)
NSCLC merupakan jenis kanker yang paling umum ditemukan
(85-90%) dan dibagi lagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
- Adenokarsinoma merupakan tipe yang paling banyak ditemukan
(40%), baik pada pria maupun wanita. Adenokarsinoma
dihubungkan dengan kebiasaan merokok, namun adenokarsinoma
juga dapat ditemukan pada non-perokok. Adenokarsinoma muncul
di luar atau perifer dari paru dan cenderung menyebar ke nodus
limfe. Karsinoma bronkioloalveolar merupakan subtype dari
adenokarsinoma yang sering menyebabkan lesi multipel dan pari
sehingga menyerupai gambaran pneumonia pada foto rontgen dada.
- Karsinoma sel skuamosa (KSS) atau Karsinoma epidermoid,
terbentuk pada perbatasan bronkus. Tipe ini mencakup 25% dari
NSCLC. Karsinoma sel skuamosa sering muncul pada paru bagian
tengah dalam bronkus. Kanker ini akan menyebar ke nodus limfe,
membesar, dan membentuk kavitas.
- Large Cell Carcinoma merupakan NSCLC yang todak
terdiferensiasi. Kanker tipe ini paling jarang, hanya mencakup
10%-15% dari kanker paru. Kanker tipe ini mempunyai

5
kecenderungan untuk menyebar ke nodus limfe dan organ lain yang
jauh.
2. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
SCLC mencakup 10-15% dari keseluruhan kanker paru.
SCLC memiliki korelasi positif yang kuat dengan kebiasaan merokok
serta cepat tumbuh dan menyebar ke organ lainnya. Hal yang
membedakan dari adenokarsinoma yaitu kanker ini lebih responsif
terhadap kemoterapi.
3. Kanker tipe lainnya
Kanker ini hanya mencakup 5-15% dari kanker paru yang
meliputi:
- Karsinoid bronkial, mencapai 5% dari kanker paru. Massa kanker
umumnya kecil (3-4 cm) dan ditemukan pada pasien kurang dari 40
tahun serta tidak berkorelasi dengan kebiasaan merokok. Massa ini
dapat bermestastasis dan dapat mengeluarkan zat seperti hormon.
Karsinoid tumbuh dan menyebar lebih lambat daripada karsinoma,
dan seringkali terdeteksi secara dini sehingga dapat ditatalaksana
dengan pembedahan.
- Kanker metastasis. Massa kanker primer bukan berasal dari paru,
melainkan organ tubuh lainnya. Massa kanker dapat bermetastasis
ke paru melalui pembuluh darah, pembuluh limfe, atau infiltrasi
langsung dari organ yang dekat. Umumnya massa metastasis
ditemukan multipel, tersebar secara acak di paru dan lebih sering
dtemukan pada perifer paru.
Staging
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM
menurut International Union Against (IUAC)/The American Joint
Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :

6
STADIUM TNM
Karsinoma tersembunyi Tx N0 M0
0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T2 N0 M0
IIA T1 N1 M0
IIB T2 N1 M0, T3 N0 M0
T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N2 M0, T3 N1
IIIA
M0
Berapapun T N3 M0, T4 berapapun N
IIIB
M0
IV Berapapun T berapapun N M1

Kategori TNM untuk kanker paru :


T = Tumor Primer
- T0 : tidak ada bukti ada tumor primer
- Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari
penemuan sel tumor ganas pada secret bronkopulmoner tetapi tidak
tampak secara radiologis atau bronkoskopis
- Tis : Karsinoma in situ
- T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis
yang normal.
- T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang
meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
- T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding
dada, diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau
tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi
tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

7
- T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga
pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit
nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
- Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
- No : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening
regional.
- N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus
ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung.
- N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral
dan/atau KGB subkarina.
- N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral.
M : Metastasis jauh
- Mx : Metastasis tak dapat dinilai
- Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
- M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor
primer dianggap sebagai M1.

B. ETIOLOGI KANKER PARU


Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker
paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat
yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping
adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
1. Merokok
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada
perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok
yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya
berhenti merokok.

8
2. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok
pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di
dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker
paru meningkat dua kali.
3. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara,
tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti
statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan
pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling
rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal
ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok social
ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat
pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar
oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga
ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
4. Paparan zat karsinogenik
Beberapa zat karsinogenik seperti asbestosis, uranium, radon, arsen,
kromium nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat
menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru baik akibat kontak
dengan asbes maupun uranium meningkat jika orang tersebut juga
merokok.
5. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru.

9
6. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko
lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik
molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-
gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan
onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan
gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).
7. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit
paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar
terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan.

V. PATOFISIOLOGI KANKER PARU


Kanker disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari
mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita
memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya
yang menyebabkan sel merusak dirinya sendiri dengan apoptosis jika
kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian
sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin,
serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk
mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker. Kanker sendiri
sebenarnya adalah istilah untuk segolongan penyakit yang ditandai dengan
pembelahan sel abnormal dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang
jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, dan
bahkan menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel.
Beberapa buah mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal

10
menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan oleh agen kimia
maupun fisik yang disebut sebagai zat karsinogen. Mutasi tersebut dapat
terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline).
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus
menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya
pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

VI. DIAGNOSIS KANKER PARU


A. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat
bervariasi. Faktor-faktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah
bening di berbagai lokasi, dan keterlibatan berbagai organ jauh dapat
mempengaruhi manifestasi klinis kanker paru.
Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi :
1. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa
produksi sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu
gejala karsinoma sel bronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma).
Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus.
Nyeri dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada
lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke

11
dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas (dyspnea) dan
penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru.
Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin terjadi
karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan
monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial obstruksi.
Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.
2. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker
paru ke struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bias
disebabkan oleh keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat
menyebabkan sesak nafas, dan efusi perikardial dapat menimbulkan
gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus atas kanan atau kelenjar
mediastinum dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi vena kava
superior dari eksternal. Dengan demikian pasien tersebut akan
menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri kepala,
wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran vena-
vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan melibatkan cabang simpatis
superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan pleksus
brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari
otot-otot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi
nervus laringeus rekurens yang berjalan di atas arcus aorta dan
menyebabkan suara serak dan paralisis pita suara kiri. Invasi tumor
langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar dapat
menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.
3. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis
Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma
paraneoplastik. Biasanya hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor,
melainkan karena zat hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu
sendiri. Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah,
mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik seperti
galaktorea (galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada

12
karsinoma sel kecil dan beberapa sel menunjukkan karakteristik neuro-
endokrin. Peptida yang disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone
(ACTH), antidiuretic hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan
hormon paratiroid. Walaupun kadar peptide-peptida ini tinggi pada
pasien-pasien kanker paru, namun hanya sekitar 5% pasien yang
menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger) dan
hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk
manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan
sindroma neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton juga
dihubungkan dengan kanker paru.
4. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya
(bulan sebelumnya) sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien
dengan metastasis ke hepar sering mengeluhkan penurunan berat badan.
Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang,
otak, dan kulit. Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri
local. Metastasis ke tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun
cenderung melibatkan tulang iga, vertebra, humerus, dan tulang femur.
Bila terjadi metastasis ke otak, maka akan terdapat gejala-gejala
neurologi, seperti confusion, perubahan kepribadian, dan kejang.
Kelenjar getah bening supraklavikular dan servikal anterior dapat
terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai secara rutin dalam
mengevaluasi pasien kanker paru.

B. GAMBARAN RADIOLOGI KANKER PARU


1. Foto Polos
Dalam menilai lesi melalui foto polos ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan. Pertama, perhatikan gambaran dengan proyeksi PA
dan lateral untuk memastikan letak lesi dari kedua posisi tersebut. Jika
terdapat keraguan maka dapat dilakukan foto oblik.

13
Gambaran foto polos memiliki kecenderungan keganasan jika
berupa massa yang berukuran lebih dari 3 cm (massa). Terutama jika
berukuran seperti bola golf sangat mungkin merupakan keganasan.
Massa pada kanker paru biasanya berupa masa soliter perifer sedangkan
40% massa letaknya sentral. Massa memilih batas yang tidak
beraturan serta dapat berkavitas. Nodul satelit juga dapat menjadi
gambaran massa.
Setiap jenis kanker paru primer masing-masing memiliki
kecenderungan perkembangannya. Adenokarsima biasanya
bermanifestasi di perifer. Karsinoma sel skuamosa dapat muncul di
sentral maupun perifer, namun lebih sering muncul di sentral. Small cell
carcinoma biasa muncul pada hilus atau perihilus.
Dalam menilai suatu masa tersebut ganas atau jinak, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

Kemungkinan jinak Kemungkinan ganas


Ukuran dalam Ukuran tidak Ukuran meningkat duan
waktu dua berubah, diameter kali lipat (>30 hari dan
tahun <3 cm <18 bulan), diameter >
3 cm
Kalsifikasi Seperti kulit telur, Lesi eksentrik, tidak
tidak tegas, kasar, tegas
seperti popcorn,
sentral, berlapis-
lapis
Kontur Batas reguler Irreguler berupa
radiating,lesi atau
penebalan pada bronkus
dan pembuluh darah,
berlobul, peripheral
milk glass opacity
Kavitas Dinding lebih tebal Dinding lebih tebal dari
dengan dari 5 mm 15 mm
dinding tebal
Reaksi pleura Tidak ada Penebalan, retraksi
Batas Tegas Sulit diidentifikasi

14
Di bawah ini merupakan gambaran lesi jinak dengan kontur
yang tegas dan halus yang berbeda dengan lesi ganas.

Gambar 2. Kiri: fibroma pada lingual, kanan: hamartoma dengan


kalsifikasi popcorn

Gambar 3. Kista ekinokokus

15
Di bawah ini merupakan gambaran tumor ganas paru yang dapat
dibedakan dengan melihat gambaran kontur.

Gambar 4. Massa pada paru kanan atas

Gambar 5. Karsinoma paru perifer pada paru kiri atas segmen


posterior

16
Gambar 6. KSS dengan kavitas pada lobus kanan atas

17
Gambar 7. NSSC pada lobus bawah paru kiri dengan efusi pleura
Gambaran foto polos paru yang mungkin menunjukan
keganasan paru adalah sebagai berikut :
a. Golden S sign
Golden S sign merupakan gambaran dari tumor yang terletak pada
hilus yang mengakibatkan atelektasis perifer (umumnya sumbatan
berada di lobus kanan atas). Dengan adanya atelektasi maka secara
normal lobus atas paru kanan akan kolaps dan diikuti dengan
melipatnya fisura minor ke atas yang muncul dari hilus ke aspek
lateral dada. Dengan adanya massa yang tyerletak di dekat hilus,
lipatan tadi akan terlihat di dekat hilus mengelilingi massa
sehingga membentuk “S” sebagai batas inferior dari paru yang
kolaps.

Gambar 8. Golden S sign

b. Tumor Pancoast
Tumor Pancoast merupakan kanker pada lobus atas yang telah
mengenai pleura dan struktur yang berdekatan seperti iga. Gambar

18
di bawah ini menunjukan gambaran tumor pancoast pada bagian
apeks paru kanan.

Gambar 9. Tumor Pancoast

c. Stenosis bronkial
Karena sebagian besar karsinoma tumbuh secara intramural atau
transmural maka sering menimbulkan stenosis bronkial. Pada
stenosis, lumen bronkus tampak menyempit secara konsentris atau
lumen tersumbat total. Setelah terjadi stenosis maka akan diikuti
gambaran radiologi lain yaitu adanya atelektasis parsial atau
komplet yang menghasilkan gambaran bercak opak ireguler atau
homogen pada lobus atau segmental serta mengakibatkan paru
menjadi mengecil dan mengubah posisi fisura interlobaris,
mediastinum, diafragma, dan iga. Selain itu, stenosis juga dapat
mengakibatkan hiperinflasi paru walaupun sangat jarang. Adanya
obstruksi bronkial parsial mengakibatkan mekanisme katup yang
mengakibatkan masuknya udara saat inspirasi namun terperangkap
saat ekspirasi. Pada gambaran radiologi akan tampak adanya
hiperlusen pada paru yang mengembang sehingga menggeser

19
struktur lainnya. Gambaran lain pada obstruksi bronkial parsial
berupa refleks oligemia yang mengakibatkan penurunan ventilasi
walaupun terdapat peningkatan atau udara yang normal.

Gambar 10. Atelektasis dan bronkial stenosis

d. Hilar tumor shadow


Banyak tumor paru yang tumbuh secara intrabronkial sehingga
pada gambaran radiologi terdapat peningkatan opasitas pada regio
hilus sebelum berkembang menjadi stenosis bronkial. Awalnya
satu hilus berubah bentuk dan membesar, lalu tumor mengisi
bagian bayangan hilus lateral dan akhirnya mengenai semua bagian
hilus.

Gambar 11. Hilar tumor shadow

20
Gambar 12. Karsinoma bronkogenik sentral

e. Nodul dan massa soliter


Gambaran lesi kanker paru dapat juga berupa nodul. Nodul
adalah lesi berbentuk bulat dan opak yang berukurankurang dari 3
cm. Jika lesi bulat opak berukuran lebih dari 3 cm, maka disebut
massa.
Tanda yang menunjukan kemungkinan keganasan adalah
diameternya lebih dari 6 cm, batas tidak tegas, terdapat rigler’s
notch sign berupa cekungan pada kontur, korona radiata sebagai
akibat ekstensi tumor ke limfa, dan kavitas dengan dining tebal.
Dalam menilai suatu nodul, hal pertama yang harus
dilakukan yaitu menyingkirkan adanya bayangan puting dan kutil
kulit di permukaan kulit. Bayangan puting hanya terdapat pada foto
rontgen dada bagian depan, umumnya berada pada garis
midklavikula, dan terproyeksi pada lapangan bawah paru.
Kemudian, pastikan nodul benar-benar terdapat pada rongga dada
dengan cara melihat foto dengan 2 proyeksi yang berbeda, misalnya
PA dan lateral.
Kedua, lihat karakteristik dari nodul. Jika bentuk nodul
adalah bulat, berbatas tegas, homogen, konsentris (target), maka
kemungkinan nodul bersifat jinak. Namun bila kalsifikasi terdapat

21
pada bagian pinggir nodul dan ireguler, maka sugestif ke arah
keganasan.
Langkah ketiga yaitu melihat apakah nodul tersebut baru
muncul atau sudah ada sebelumnya. Suatu nodul dicurigai jinak
bila tidak ada pertumbuhan yang signifikan dalam 2 tahun.
Stabilitas dalam 1 tahun tidak cukup karena tumor yang tumbuh
lambat mungkin tidak berubah secara signifikann dalam 12 bulan.
Evaluasi lebih jauh dapat menggunakan CT Scan. CT scan
dapat melihat secara jelas suatu nodul sehingga CT Scan lebih
sensitif daripada foto rontgen dada. Positron emission tomography
(PET) scan dapat membantu melihat apakah nodul bersifat jinak
atau ganas.

Gambar 13. Kanker paru berupa nodul soliter

Gambar 14. Ilustrasi nodul pada keganasan

22
Sementara itu, penilaian massa adalah sebagai berikut:
- Lihat tepi lesi, apakah lesi berduri, terlobulasi, atau ireguler.
Bila ya, dicurigai suatu keganasan.
- Lihat daerah yang terkalsifikasi. Kalsifikasi jarang terdapat
pada keganasan, kecuali kalsifikasi pada tepi lesi.
- Lihat apakah terdapat air bronchogram. Jika ya, maka lesi lebih
dicurigai konsolidasi.
- Lihat apakah terdapat lesi koin lainnya. Bila ada, maka
dicurigai massa ganas yang bermestastasis ke paru.
- Lihat daerah distal dari lesi. Tumor dapat menyebabkan
kelainan pada daerah distal seperti infeksi yang menyebabkan
konsolidasi.
- Lihat daerah mediastinum dan tulang. Tumor yang dicurigai
ganas akan menyebabkan limfadenopati mediastinal dan/atau
metastasis ke tulang.
- Lihat foto sebelumnya. Lesi cenderung tidak ganas bila tidak
ada pertumbuhan massa yang berarti dalam 2 tahun.
f. Pneumonic form pada karsinoma
Gambaran yang terbentuk berupa konsolidasi homogeny
atau bercak dengan batas tidak tegas pada distribusi segmental
atau non segmental. Terkadang dapat juga terlihat air alveologram
dan air bronchogram. Konsolidasi seperti ini sering didiagnosis
dengan pneumonia. Bentuk khusus dari pneumonic carcinoma
adalah multicentric bronchioalveolar adenocarcinoma pulmonary
adenomatosis.

23
Gambar 15. Kiri: ilustrasi pneumonic form; Kanan:
adenokarsinoma bronkoalveolar dengan gambaran pneumonic
form

g. Karsinoma invasif
Tanda pada foto polos yang menunjukan adanya karsinoma
invasive adalah pada iga dan vertebra yang mengakibatkan
osteolisis dan fraktur patologis, paralisis diafragmatika yang
disebabkan oleh infiltrasi pada saraf frenikus, striktur esofagus, dan
efusi pleura.

Gambar 16. Destruksi paru pada iga ke 3-5

h. Pembesaran nodus limfa mediastinum

24
Adanya pembesaran pada nodus limfa voluminous,
paratrakeal, trakeobronkial, dan peribronkial mengakibatkan
meluasnya bayangan mediastinum sehingga terlihat kontur
polisiklik pada paru. Dibawah ini merupakan contoh gambaran
adenokarsinoma pada lobus atas paru kanan yang disertai dengan
pembesaran hilus pada paru kanan.

Gambar 17. Pembesaran hilus kanan

2. CT Scan
CT scan adalah modalitas pencitraan yang paling penting untuk
staging kanker paru. Pemeriksaan CT scan biasanya disertai kontras
intravena agar tumor, adenopati, dan pembuluh darah paru apa
terlihat jelas. Analisis CT scan harus mecakup lokasi dan ukuran tumor
paru, keterlibatan dinding dada dan pleura, serta ada/tidaknya
limfadenopati hilus atau mediastinum. Akurasi CT Scan dalam
menentukan keterlibatan dada hanya sekitar 50% namun invasi
tersebut ditandai dengan penebalan pleura, sudut tumpul antara tumor
dan pleura, atau peningkatan densitas lemak ekstrapleura.
Peran dari staging kanker paru adalah untuk menentukan
apakah tumor dapat direseksi atau tidak dan apakah reseksinya berupa
lobektomi atau penumonektomi. Lobektomi tidak dapat dilakukan jika

25
terdapat pertumbuhan transfisura, invasi pembuluh darah paru, invasi
bronkus utama, dan adanya keterlibatan bronkus lobus atas dan bawah.

Gambar 18. Kiri: potongan aksial tumor yang dekat dengan fisura.
Kanan: potongan koronal menunjukkan tidak adanya pertumbuhan
transfisura

26
Gambar 19. Potongan koronal dan sagital menunjukkan pertumbuhan
transfisura.
Lesi yang ditemukan pada CT Scan sesuai dengan lesi pada
foto polos, namuan pada CT Scan dapat dilihat dengan lebih jelas
karakteristis temuan-temuan tersebut. Gambaran yang dapat ditemui
antara lain:
Nodul soliter
Nodul paru soliter dapat diidentifikasi lebih lanjut dengan
CT scan berdasarkan ukuran, kalsifikasi, atenuasi, batas, morfologi,
dan kecepatan pertumbuhan.
 Ukuran
Lesi berukuran lebih besar dari 3 cm (massa) memiliki
kecenderungan bersifat malignan. Pada satu penelitian, 80% massa
solinter bersifat malignan, sementara hanya 20% nodul yang bersifat
malignan. Penelitian lain menggunakan CT Scan menunjukan bahwa
lebih dari 90% lesi berukuran lebih dari 3 cm bersifat malignan.
Lesi berukuran berapapun yang terdeteksi pada pencitraan harus
dianggap malignan sampai terbukti tidak. Namun, pemeriksaan
skrining kanker paru menunjukkan hubungan antara diameter nodul
dengan kemungkinan malignansi. Rekomendasi follow up
pemeriksaan radiologi berdasarkan ukuran nodul yaitu sebagai berikut:
- Untuk nodul ≤4 mm, serial CT scan tidak perlu dilakukan jika
pasien berisiko rendah. Pasien dengan risiko tinggi sebaiknya
melakukan CT scan ulang 12 bulan kemudian dan tidak perlu
diulang lagi jika nodul tidak berubah.
- Untuk nodul 4-6 mm, CT scan harus dilakukan 12 bulan kemudian
jika pasien berisiko rendah, tidak perlu diulang lagi jika nodul tidak
berubah. Pasien dengan risiko tinggi sebaiknya melakuan CT Scan
ulang 6-12 bulan kemudain, lalu 18-24 bulan kemudian jika nodul
tidak berubah.

27
- Untuk nodul 6-8 mm, CT scan ulang dilakukan 6-12 bulan dan 18-
24 bulan kemudian jika nodul tidak berubah pada pasien dengan
risiko rendah. Pasien dengan risiko tinggi, CT scan dilakukan pada
3 bulan, 9-12 bulan, dan 24 bulan kemudian.
- Untuk nodul lebih besar dari 8 mm, CT scan pada 3, 9, dan 24
bulan pada pasien dengan risiko rendah maupun tinggi.
Guideline ini tidak berlaku untuk pasien muda (kurang dari 35
tahun), pasien keganasan ekstratorak, atau demam yang tidak dapat
dijelaskan.
 Kalsifikasi
Beberapa pola kalsifikasi yang sugestif lesi jinak antara lain:

Gambar 20. Kiri: kalsifikasi difus (homogen), Kanan: kalsifikasi


sentral

Gambar 21. Kiri: kalsifikasi konsentrik,Kanan: kalsifikasi popcorn

Pola kalsifikasi lain selain yang disebutkan di atas tidak boleh


dipikirkan lesi jinak terlebih dahulu. Sebagai contoh, kalsifikasi

28
retikular, pungtata, amorfus, atau eksentrik terlihat pada hingga 6%
nodul maligna.
 Atenuasi
Koefisien atenuasi nodul paru adalah ukuran densitas elektron
dibandingkan dengan atenuasi air, dinyatakan dengan Hounsfield unit
(HU). Atenuasi lemak pada nodul sugestif untuk hamartoma. Atenuasi
kalsium biasanya ditemukan pada nodul jinak, walaupun pada beberapa
nodul maligna dapat ditemui kalsifikasi.
Nodul yang tidak berkalsifikasi diklasifikasikan sebagai
ground-glass, sebagian padat, atau padat. Karakteristik radiografik
berhubungan dengan sistem kalsifikasi patologi Noguchi yaitu: lesi
ground glass <5mm biasanya menunjukkan hiperplasia alveolar
atipikal, lesi ground glass berukuran 5-10 mm biasanya menunjukkan
karsinoma bronkioalveolar, dan lesi pada sebagian dapat menunjukkan
subtype campur adenokarsinoma. Dengan kontras, atenuasi dapat
menunjukkan keganasan suatu lesi, biasanya ditandai dengan atenuasi
>20 HU.

Gambar 22. CT tanpa kontras (kiri) dan 30 detik setelah


penyuntikan kontras (kanan) terlihat enhancement yang merupakan
tanda keganasan suatu lesi.
 Batas
Batas yang beraturan memiliki kecenderungan menunjukan nodul
maligna sebesar 20%. Kecenderungan malignasi meningkat hingga

29
60% dengan batas tidak beraturan 90%, dam 95% dengan adanya
korona radiate.

Gambar 23. Gambaran spikulae dan penebalan lokal pleura pada


kanker paru

 Pertumbuhan
Lesi maligna biasanya memiliki doubling time (waktu yang
diperlukan oleh lesi untuk mencapai dua kali ukurannya). Antara 30
hingga 480 hari, sementara lesi jinak biasanya memiliki doubling time
kurang dari 30 hari atau lebih dari 480 hari. Kanker paru yang memiliki
pertumbuhan yang paling cepat yaitu small cell carcinoma memiliki
rata-rata doubling time sekitar 30 hari. Adenokarsinoma memiliki rata-
rata doubling time sekitar 180 hari, sementara karsinoma sel skuamosa
memiliki rata-rata doubling time antar 90-140 hari.
 Morfologi
Beberapa morfologi yang dapat ditemukan pada kanker paru
antara lain:
- Pleural tag dapat ditemukan pada karsinoma letak perifer.
- Lesi yang berhubungan dengan pembuluh darah dapat berupa
massa metastatis, diagnosis banding sekuestrasi bronkopulmonal,
malformasi arteri vena.

30
- Nodul dengan kavitas dinding tebal, diagnosis banding antara lain
abses, emfisema terinfeksi

Gambar 24. Karsinoma bronkial berkavitasi


pada lobus atas paru kiri

Tumor sentral
Berbeda dengan nodul soliter, kanker paru sentral sering kali
terlihat pada gambaran radiologi sebagai massa hilus atau kolaps dan
konsolidasi paru dengan disertai hilangnya volume. Pada CT scan
dapat terlihat air bronchogram. Untuk membedakan tumor sentral dari
kolapsnya paru memang sulit, namun dapat dibantu dengan
menggunakan kontras diikuti dengan CT scan pada level adanya
abnormalitas. Pada kolaps/konsolidasi paru akan terlihat enhancement,
sedangkan enhancement tumor akan minimal dan tertunda. Perbedaan
yang paling signifikan terlihat pada 40 detik hingga menit pasca
penyuntikan kontras.
Membedakan tumor paru sentral dengan massa mediastinum
juga sulit. Sebuah penelitian ditemukan bahwa untuk membedakan
keduanya adalah dari mass-lung interface. Spikulasi marginal,
nodularitas, atau iregularitas antara massa dan paru di sekitarnya
hampir selalu mengindikasikan bahwa massa tersebut berasal dari

31
paru. Batas yang jelas antara massa dan jaringan paru di sekitarnya
biasanya menunjukkan massa mediastinum. Pengecualian ditemukan
ada limpoma Hodgkin yang dapat juga melewati pleura, menginvasi
paru dan menyebabkan massa berbatas ireguler sehingga menyerupai
massa paru.
Pembesaran hilus sering kali ditemukan pada pasien kanker
paru. Pada sebuah penelitian didapatkan 38% pasien dengan kanker
paru memiliki massa hilar atau perihilar. Pembesaran hilus disebabkan
oleh adanya massa tumor di daerah hilus dan/atau pembesaran nodus
limfe.

Gambar 25. Kiri: kolaps paru kiri dengan pergeseran mediastinum dan
nodul zona kanan tengah. Kanan: adenokarsinoma dengan atenuasi
perihilar yang rendah dan enhancement pada distal paru

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)


MRI saat ini dapat digunakan untuk menentukan stadium tumor
nodus metastasis (TNM), skrining kanker paru-paru dan menilai nodul
paru-paru karena kemungkinan jinak atau ganas. Tulisan bergambar ini
membahas penggunaan MRI dalam diagnosis dan stadium kanker paru-
paru.

32
Multidetektor CT (MDCT) secara rutin digunakan untuk
mengkonfirmasi dan mengkarakterisasi lesi paru. Ini adalah metode
yang sangat sensitif untuk mendeteksi nodul paru, dan dianggap sebagai
standar emas untuk mendeteksi lesi ini. Sensitivitas MRI untuk nodul 5
sampai 11 mm adalah antara 85% dan 95%. Meskipun MDCT dapat
menggambarkan nodul sekecil 1 atau 2 mm, tindakan segera
direkomendasikan hanya untuk lesi yang lebih besar dari 7 atau 8 mm,
tergantung pada stratifikasi risiko kanker paru-paru. Tindak lanjut
untuk menilai pola pertumbuhan dianjurkan untuk lesi lebih kecil dari
7 mm.
MRI paru yang kontras dengan kontras tidak dapat secara efektif
mendeteksi nodul ganas sebagai bagian tipis MDCT.

A B C
Gambar 26: (A) CT Scan aksial menunjukkan satu nodul paru
dengan margin lobular di lobus kiri bawah. (B) Axial post-contrast T1
menunjukkan peningkatan homogen nodul. (C) T2 menunjukan pada
tingkat yang sama dengan CT scan yang menunjukkan sinyal tinggi
pada lesi. Diagnosis akhir nodul ini adalah kanker paru-paru sel non-
kecil.
Tingkat deteksi keseluruhan nodul pada setiap urutan MRI
(82,5%) secara signifikan lebih rendah daripada MDCT (97,0%, p,
0,05), namun tingkat deteksi tidak berbeda nyata untuk nodul ganas.

33
A B C
Gambar 27. (a) nodul paru yang didiagnosis dengan biopsi
sebagai penyakit metastatik dari kanker paru-paru setelah kemoterapi.
Perhatikan kalsifikasi di dalam nodul, simulasikan granuloma paru. (b)
Gambar bobot aksial post-contrast axial T1 menunjukkan heterogenitas
lesi, dengan beberapa bidang peningkatan. (c) Gambar menunjukan
aksial T2 menunjukkan lesi sinyal tinggi yang menunjukkan tumor
yang layak setelah kemoterapi.
Penilaian MRI klasifikasi-T
Tahap T tumor adalah penentu utama dari resectability.
Evaluasi tumor primer mencakup penilaian ukurannya, dan adanya dan
luasnya keterlibatan dinding mediastinum atau dada. Yang sangat
penting adalah perbedaan antara tumor T3 dan T4.
Ketika invasi tidak jelas dengan pemeriksaan CT Scan, MRI
dapat memainkan peran penting dalam menentukan tingkat invasi yang
lebih rendah. MRI lebih unggul dari CT Scan untuk visualisasi
pericardium, pembuluh jantung dan mediastinum (Gambar 28). MRI
dapat digunakan secara khusus untuk menilai invasi vena kava atau
miokardium superior, atau perluasan tumor ke atrium kiri melalui vena
pulmonal.

34
A B C
Gambar 28. (a) CT scan aksial menunjukkan kontak tumor dengan
atrium kanan dan tidak ada tanda-tanda invasi. (b) Gambar tertimbang
aksial T2 menunjukkan hilangnya garis sinyal tinggi (efusi perikardial
minimum) antara tumor dan atrium kanan (panah putih), yang
merupakan pertanda invasi. (c) Citra tertimbang T2 Coronal yang
mengkonfirmasikan tanda-tanda invasi mediastinum (panah).
MRI juga lebih baik daripada CT untuk membedakan massa
paru-paru dari atelektasis atau konsolidasi yang berdekatan, dan dapat
membantu dalam membedakan massa dari area konsolidasi atau
fibrosis pasca radioterapi (Gambar 29)

A B C
Gambar 29. (a) Citra tertimbang T2 Coronal tumor paru yang
menunjukkan tumor dengan sinyal rendah di paru kanan dan atelektrik
sinyal tinggi pada lobus kanan atas yang disebabkan oleh
limphadenomegali hilar dan mediastinum. Perhatikan perbedaan yang
jelas antara tumor dan atelektasis (panah). (b) Gambaran menunjukkan
lateral hull dan mediastinum limphadenomegali (panah), dengan

35
peningkatan kontras yang signifikan, sebuah sinyal penyakit metastatik.
(c) Gambar tertimbang aksial T2 menunjukkan lesi nodular sinyal
rendah di lobus atas atelectasy yang menunjukkan implan sekunder
(panah hitam).
Meskipun MRI saat ini tidak dianggap sebagai modal pencitraan
utama untuk diagnosis dan stadium kanker paru-paru, namun beberapa
kelebihan dibandingkan modalitas pencitraan lainnya, yang
menyarankan penggunaan metode ini harus diperluas. Akses terbatas
ke pemindai MRI dan pengalaman ahli radiologi dada yang terbatas
dengan metode ini mungkin merupakan hambatan utama untuk
memasukkan MRI sebagai metode investigasi rutin untuk pasien kanker
paru-paru. MRI dapat digunakan di lingkungan klinis untuk
mengkarakterisasi nodul paru soliter, membedakan kanker paru-paru
dari perubahan sekunder, memperkirakan invasi mediastal, mendeteksi
invasi dinding dada, menilai kelenjar getah bening mediastal dan
mendiagnosis metastasis jauh.

VII.DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding kanker paru adalah kanker Mediastrinum dan Tuberculosis.

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:
1. Kuratif, yaitu untuk memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup klien.
2. Paliatif, untuk mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, untuk mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif, untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi.

36
Menurut Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (2005),
penatalaksanaan/pengobatan utama penyakit kanker meliputi empat macam
yaitu pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan hormoterapi. Pembedahan
dilakukan untuk mengambil ‘massa kanker‘ dan memperbaiki komplikas yang
mungkin terjadi. Sementara tindakan radioterapi dilakukan dengan sinar
ionisasi untuk menghancurkan kanker. Kemoterapi dilakukan untu membunuh
sel kanker dengan obat anti-kanker (sitostatika). Sedangkan hormonterapi
dilakukan untuk mengubah lingkungan hidup kanker sehingga pertumbuhan
sel-selnya terganggu dan akhirnya mati sendiri.
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk NSCLC
stadium I dan II. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan
intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superior
berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan
tindakan bedah adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis
tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan
dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak mungkin dapat
dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD).
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/bronkus. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian
dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA. Radiasi sering
merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan
keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat
invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
3. Kemoterapi

37
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien SCLC atau dengan metastase luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi dapat diberikan
pada semua kasus kanker paru. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan
beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada
keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

IX. PROGNOSIS
Prognosis kanker paru tergantung dari beberapa aspek, antara lain
kebiasaan merokok yang tidak dihentikan, jenis sel kanker, dan pemilihan
terapi. Pasien dengan kanker paru rata-rata hanya 1-2% hidup sampai 5 tahun,
jika tanpa pengobatan penderita hanya hidup 6-12 bulan.
Seperti yang telah dibahas pada bagian pendahuluan, kanker paru
merupakan salah satu kanker yang fatal dengan tingkat kematian paling tinggi
jika dibandingkan dengan kanker lainnya. Prognosis kanker paru
dikelompokkan berdasarkan stadiumnya dimana semakin tinggi tingkatan
kankernya maka angka 5 years survivalnya akan semakin rendah. (American
Cancer Society, 2016)

STAGE 5 YEARS SURVIVAL


IA 49 %
IB 45 %
II A 30 %
II B 31 %
III A 14 &
III B 5%
IV 1%

Tabel diatas menunjukkan persentase pasien yang mampu bertahan


hidup setelah diagnosis kanker paru selama 5 tahun berdasarkan derajatnya.
Dapat dilihat bahwa pasien kanker paru memiliki prognosis yang buruk dimana
pada stage I A saja persentase pasien yang mampu bertahan sampai 5 tahun

38
tidak sampai setengahnya dan pada stage akhir hanya 1% pasien yang mampu
bertahan sampai 5 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. B. Hochhegger, M.D., et al. MRI in Lung Cancer : a Pictorial Essay. The


British Journal of Radiology, 84 (2011), 661–668

39
2. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2006..
3. Moffat D, Faiz O. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga; 2003.
4. Kartawiguna, Elna. Faktor-Faktor yang Berperan pada Karsiogenesis.
www.univmed.org.
5. Minna JD. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol. 3. Edisi 13.
Jakarta: EGC; 2000.
6. Kanker Paru, Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
http://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/ kankerparu.pdf..
7. Minna JD. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol. 3. Edisi 13.
Jakarta: EGC; 2000.
8. Kemoterapi Kanker Paru. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/
Kemoterapi%20paru%20last%20check10.pdf.
9. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, SutantioN.
2005. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman Nasional untuk
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. Ed. Jusuf A, Syahruddin
E. PDPI dan POI, Jakarta
10. Pembahasan Penyakit Tidak Menular, Kanker Paru. http://kesmas-
unsoed.blogspot.com/2011/03/makalah-kanker-paru.html Lembar Informasi
Kanker Paru. http://www.roche.co.id/fmfiles/re7175008/Indonesian/media/
lembar.informasi/Onkologi/LC/Lembar.Informasi.Kanker.Paru.pdf.
11. Mayo Clinic. Lung Cancer. Available at www.mayoclinic.com.
12. Wilson WT.Medscape: Non-Small Cell Lung Cancer.www.medscape.com.
13. Lung Cancer.org. Types and Staging of Lung Cancer. http://www.lungcancer.
org/find_information/publications/163-lung_cancer_101/268-types_and_
staging
14. Ratini M. Types of Lung Cancer. http://www.webmd.com/lung-cancer/guide/
lung-cancer-types
15. American Joint Committee on Cancer. Lung cancer staging. 7th edition.
16. Khan AN, Al-Jahdali HH, Irion KL, Arabi M, Koteyar SS. Solitary pulmonary
nodule: A diagnostic algorithm in the light of current imaging technique.
Avicenna J Med. 2011 Oct-Dec; 1(2): 39–51.
17. Rab T. Penyakit Paru Neoplastik: Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM, 2010

40

Anda mungkin juga menyukai