Anda di halaman 1dari 14

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Diskusi Kasus

Fakultas Kedokteran Mei 2017


Universitas Halu oleo

GENERALIZED EPILEPTIC FEBRIS SEIZURE

Oleh :

Defa Agripratama Ali, S.Ked

Fathan Rasyid, S.Ked

Pembimbing

dr. H. Mustaring, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Tanggal Lahir : 27 September 2011
Umur : 5 Tahun 8 Bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
BBL : Lupa
PBL : Lupa
Agama : Islam
Alamat : Lasusua, Kolaka Utara
No. RM : 50 13 03
Tanggal masuk : 1 Mei 2017

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu pasien
Keluhan utama : Kejang
Anamnesis terpimpin :
 Pasien datang dengan keluhan kejang yang dirasakan beberapa jam
sebelum masuk rumah sakit. Kejang di dialami seluruh tubuh dengan
durasi kejang ± 5 menit. Sebelum kejang pasien mengalami demam
sejak pagi. Sebelum muncul demam pasien mengalami Pilek sejak 3
hari yang lalu, Sesak (-), Batuk (-), Buang air besar dan buang air kecil
dalam batas normal.
 Riwayat penyakit sebelumnya (+) : kejang demam sejak usia 1 tahun,
terakhir kejang usia 2 tahun. Pasien sudah mengalami kejang sebanyak
4 kali.
 Riwayat keluarga dengan keluhan kejang demam: Ayah (+), Ibu (+).
a. Riwayat imunisasi : (Lengkap) Hep B, Polio, DPT, Thypoid, Campak,
BCG.
b. Riwayat kelahiran : lahir cukup bulan ditolong oleh dokter, susah, vakum.

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang/Composmentis
Antropometri : BB : 16 Kg │ TB : 108 cm │LK : 49 cm │LD : 52,5 cm
│LP : 46 cm │LLA : 15 cm
Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg P : 26x/menit
N : 105x/menit S : 37,7 C
Kepala : Normocephal, ubun-ubun tertutup
Muka : simetris kanan dan kiri
Rambut : Lurus, hitam, tidak mudah tercabut
Telinga : Otorhea (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-) │Sklera ikterik (-)
Hidung : Rinorhea (-) │cuping hidung (-)│epistaksis (-)
Mulut : sianosis(-), pucat (-), kering (-)
Lidah : Kotor (-) | Tremor (-) | Hiperemis (-)
Sel Mulut : Stomatitis (+)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Paru :
PP : simetris kiri dan kanan │ retraksi subcostal (-)
PR : Massa (-) | Nyeri Tekan (-)
PK : Sonor kedua lapangan paru
PD : vesikuler│Rhonki +/+ │ Wheezing -/-
Jantung
PP : Ictus cordis tidak tampak
PR : Ictus cordis tidak teraba
PK : Pekak
PD : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Abdomen
PP : cembung ikut gerak nafas
PD : peristaltik (+) kesan normal

3
PK : tympani
PR : Nyeri (-) asites (-) Organomegali (-)

Limpa : Tidak teraba

Hati : Tidak teraba

KelenjarLimfe : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Alat kelamin : tidak ada kelainan

Anggota Gerak : tidak ada keluhan

Kulit : Petekie (-)

Tasbeh : (-)

Col. Vertebralis : spondilitis (-) skoliosis (-)

Refleks Patologis : Babinski (-)

Kaku kuduk : (-)

4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan EEG

Bangun 80% (Mata Tertutup)


Aktifitas FREK (HZ) AMPLITUDO DISTRIBUSI KETERANGAN

Irama Dasar 10-12 L-M Daerah Kontinu, Ritmis,


(Cenderung L) Posterior, Berkurang dengan buka
Simetris mata
Beta 20-25 L
 Tampak Epileptiform discharge seperti sharp wave
 Tidak tampak gelombang paroksismal dan asimetris
 Hanya tampak artefak otot

Tidur

AKTIFITAS FREK (HZ) AMPLITUDO DISTRIBUSI KETERANGAN


Perlambatan - - Simetris, Difus Ritmis, Irama Dasar
Berkurang
Vertex Sharp - - Frontosentral Durasi 150-200 msec
Spindels - - Frontosentral Simetris
POSTS - Bioksipital Durasi 100 msec

Hiperventilasi: 3 menit (Pernapasan dalam dan teratur)

AKTIFITAS FREK (HZ) AMPLITUDO DISTRIBUSI KETERANGAN


Perlambatan - - Menyeluruh Intermitten, ritmis
 Tidak tampak perubahan yang berarti

Stimulasi Photic Bertahap 1-25 Hz

AKTIFITAS FREK(HZ) AMPLITUDO DISTRIBUSI KETERANGAN


Photic driving - -

High cut 70 hz, low cut : 1hz


Sensitivity, 7MV/mm
Paper speed = 20mm/sec.
Klasifikasi EEG:
EEG saat ini tampak gelombang patologis/epileptic
Discharge berupa Sharp wave pada regio Frontotemporoocepital kiri
Kesan : Saat ini EEG abnormal III

5
E. DIAGNOSA KERJA
Kejang Demam Sederhana Suspect GEFS
GEFS

F. ANJURAN PEMERIKSAAN
CT-SCAN

G. RESUME
An. M, Laki-laki, 5 Tahun 8 Bulan (16Kg), datang dengan keluhan kejang
yang dirasakan beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang di dialami
seluruh tubuh dengan durasi kejang ± 5 menit. Sebelum kejang pasien
mengalami demam sejak pagi. Sebelum muncul demam pasien mengalami
Pilek sejak 3 hari yang lalu, Sesak (-), Batuk (-), Buang air besar dan buang
air kecil dalam batas normal. Riwayat penyakit sebelumnya (+) : kejang
demam sejak usia 1 tahun, terakhir kejang usia 2 tahun. Pasien sudah
mengalami kejang sebanyak 4 kali. Riwayat keluarga dengan keluhan kejang
demam: Ayah (+), Ibu (+). Riwayat imunisasi : (Lengkap) Hep B, Polio,
DPT, Thypoid, Campak, BCG. Riwayat kelahiran : lahir cukup bulan ditolong
oleh dokter, susah, vakum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan sakit berat, T; 100/60 mmhg,
N ;136 P; 48 S; 37,9 Cº. Pada pemeriksaan umum didapatkan Ronkhi +/+, dan
pembesaran kelenjar getah bening (-)

H. PENATALAKSANAAN
R/ :
 IVFD RL 20 tetes/mnt
 Inj. Ceftriaxon 500 mg/ IV /12 Jam
 Paracetamol infus 150 mg/IV/6 Jam
 Inj. Diazepam 4,5 mg/ kali/ IV/ Jika Kejang
 Depakem sirup 2x3 cc

6
I. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan Intruksi Dokter
01/05/2017 S: Demam (+), Kejang (+),  IVFD RL 20 tetes/mnt
TD : 100/60mmHg  Inj. Ceftriaxone 500gr/12 J/IV
HR : 105x/m  Paracetamol infus 150
P : 26x/m mg/IV/6 jam
S : 37.7°c  Depakem syrup 2x3 cc
BB : 16 kg  Diazepam 4,5mg/10 jam/IV
A: Kejang demam sederhana
02/05/2017 S: Demam (+), Kejang (+)  IVFD RL 20 tetes/mnt
TD : 90/60  Inj. Ceftriaxone 500gr/12 J/IV
HR :120  Paracetamol infus 150
P :20 mg/IV/6 jam
S : 37  Depakem syrup 2x3 cc
BB : 16 kg  Diazepam 4,5mg/10 jam/IV
A: Kejang Demam sederhana
03/05/2017 S: Demam (+), Sakit kepala  IVFD RL 20 tetes/mnt
(+)  Inj. Ceftriaxone 500gr/12 J/IV
TD: 90/60  Paracetamol infus 150
HR : 104 mg/IV/6 jam
P : 20  Depakem syrup 2x3 cc
S : 36,4
BB : 15
A: ISPA + GEFS + Suspect
Epilepsi
04/05/2017 S: Batuk (+) FLU (+)  IVFD RL 20 tetes/mnt
T: 90/60  Depakem syrup 2x3cc
HR : 76  Sanmol 4 x1 ½ cth
P : 22  Cefixime 2x1

7
S : 36 ºc
BB : 15
A: ISPA + GEFS + Suspect
Epilepsi

8
BAB 2
ANALISA KASUS

An. M, Laki-laki, 5 Tahun 8 Bulan (16Kg), datang dengan keluhan kejang


yang dirasakan beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang di dialami
seluruh tubuh dengan durasi kejang ± 5 menit. Sebelum kejang pasien
mengalami demam sejak pagi. Sebelum muncul demam pasien mengalami
Pilek sejak 3 hari yang lalu, Sesak (-), Batuk (-), Buang air besar dan buang air
kecil dalam batas normal. Riwayat penyakit sebelumnya (+) : kejang demam
sejak usia 1 tahun, terakhir kejang usia 2 tahun. Pasien sudah mengalami kejang
sebanyak 4 kali. Riwayat keluarga dengan keluhan kejang demam: Ayah (+),
Ibu (+). Riwayat imunisasi : (Lengkap) Hep B, Polio, DPT, Thypoid, Campak,
BCG. Riwayat kelahiran : lahir cukup bulan ditolong oleh dokter, susah, vakum.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolit lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam1.
National institute of health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,
sedangka nelson dan ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan
usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf
pusat1.
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit
dan bersifat fokal atau parsial dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

9
Insiden di negara-negara barat berkisar antara 3-5%. Di asia berkisar antara 4.47
% di singapura, sampai 9.9% di jepang. Data di indonesia belum ada secara
nasional. Sekitar 80% diantaranya adalah kejang demam sederhana. Sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan1.
Beberapa teori dikemukakan mengenai penyebab terjadinya kejang demam,
dua diantaranya adalah lepasnya sitokin inflamasi (IL-1 beta), atau hiperventilasi
yang menyebabkan alkalosis dan meningkatkan pH otak sehingga terjadi kejang.
Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial, paling sering
disebabkan karena infeksi saluran napas akut, otitis media akut, infeksi saluran
kemih namun kasusnya jarang, dan infeksi saluran. Kejang demam juga
diturunkan secara genetik sehingga eksitasi neuron terjadi lebih mudah. Pola
penurunan genetik hingga sekarang masih belum ditemukan gambaran
spesifiknya dan belum dapat dijelaskan kaitannya. Mungkin ada hubungannya
dengan riwayat keluarga dan mungkin juga karena multifaktorial. Namun
beberapa studi menunjukkan keterkaitan dengan kromosom tertentu seperti 19p
dan 8q 13-21, sementara studi lain menunjukkan pola autosomal dominan1.
Pada pasien ini pemeriksaan EEG didapatkan gelombang patologic
epileptic. Sehingga pasien ini dapat didiagnosa menderita epilepsi umum dengan
kejang demam plus (General Epilepsy With Febrile Seizure Plus [GEFS +])
Epilepsi umum dengan kejang demam plus (General Epilepsy With Febrile
Seizure Plus [GEFS +]) adalah sindrom autosomal dominan berupa gangguan di
mana individu dapat menunjukkan bermacam-macam fenotipe epilepsi. GEFS +
dapat terjadi pada anak usia dini (yakni usia 6 tahun). GEFS + juga dipercaya
berhubungan dengan ketiga gangguan epilepsi lain: Severe Myoclonic Epilepsy
Of Infancy (SMEI), yang juga dikenal sebagai sindrom Dravet ini, Borderline
SMEI (SMEB), dan Intractable Epilepsy Of Childhood (IEC). Setidaknya ada
enam jenis + GEFS, digambarkan oleh gen penyebabnya. Gen penyebabnya
adalah gen saluran natrium SCN1A subunit , SCN1B subunit , dan gen reseptor
GABA α β A subunit , GABRG2 dan ada gen lain yang berhubungan dengan
saluran kalsium yaitu γ PCDH19 yang juga dikenal sebagai Epilepsy Female
with Mental Retardation3.

10
Seseorang dengan GEFS + muncul dengan berbagai fenotipe epilepsi .
Termasuk kejang demam yang berakhir pada usia 6 tahun. Kejang dapat muncul
lebih lama yaitu setelah usia 6 tahun baik ada demam maupun tanpa demam.Pola
kejang dapat berupa: tonik-klonik, mioklonik ,absence, kejang atoni dan
mioklonik-astatic epilepsi . Seseorang juga dapat muncul dengan SMEI, yang
ditandai dengan umumnya tonik-klonik, gangguan perkembangan psikomotor,
kejang mioklonik, ataksia, dan respon yang buruk terhadap obat epilepsi.
Frekuensi kejang dapat muncul sering, yaitu >13 kali per tahun3.
Apabila ditemukan anak dengan kejang baik itu kejang demam sederhana
maupun kejang demam kompleks, pastikan jalan napas tidak terhalang, pakaian
ketat dilonggarkan, anak diposisikan miring agar lendir atau cairan dapat
mengalir keluar. Periksa tanda vital, baik pernapasan, nadi, suhu. Berikan
antipiretik seperti parasetamol (10-15 kg/BB/kali, sampai 4-5 kali) ibuprofen (5-
10 mg/kgBB/kali, sampai 3-4 kali). Kemudian lanjutkan tata laksana kejang akut
pada anak1.
Pada kejang demam sederhana, biasanya kejang demam berlangsung
singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang
dalam keadaan kejang baik sederhana maupun kompleks, obat yang paling cepat
untk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberika secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg /menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal
20 mg1.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah pada
saat kejang adlah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun1.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

11
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, kemungkinan
anak tidak lagi mengalami kejang demam sederhana, namun masuk ke dalam
klasifikasi kejang demam kompleks. Anak dengan kejang demam kompleks
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg1.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10-20mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
<50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12
jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor resikonya1.

12
Gambar 1. Algoritma Tata Laksana Kejang Akut dan status epileptikus2

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael, S. dkk. Rekomendasi Penatalaksaanaan Kejang Demam . Cetakan


pertama. IDAI. 2016
2. Ismael, S. dkk. Rekomendasi Penatalaksaanaan Status Epileptikus . Cetakan
pertama. IDAI. 2016
3. Lerche H. Generalized Epilepsy with Febrile Seizures Plus. AAN
Enterprises, Inc. 2001

14

Anda mungkin juga menyukai