Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prolaps uteri yaitu turunnya uterus kedalam introitus vaginae. Hal ini
dapat mempengaruhi kualitas hidup yang sebabkan dari gejala akibat dari
penekanan dan ketidaknyamanan dari prolaps uteri tersebut.[1] Prolaps uteri
merupakan salah satu dari prolaps organ pelvis dan menjadi kasus nomor dua
tersering setelah cystourethrocele (bladder and urethral prolapse).[2] Prolaps
uterus dapat disebabkan karena kelemahan otot, fasia, dan ligemen
penyokongnya.[3]
Prolapsus organ genitalia masih menjadi masalah kesehatan pada wanita
yang insidennya mencapai 40% pada wanita usia diatas 50 tahun.[4] Frekuensi
prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti dilaporkan di klinik
Gynecologie et Obstetrique Geneva insidesnya 5,7%, dan pada priode yang sama
di Hambrug 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang
kejadiannya cukup tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika, Indonesia
kurang. Penyebabnya terutama adalah melahirkan dan pekerjaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat serta kelemahan dari
ligamentum-ligamentum karena hormonal pada usia lanjut.[5]

1.2 Anatomi Genitalia Interna pada Wanita


1. Uterus
Uterus pada orang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer
yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uerus adalah 7-7,5 cm, lebar ditempat yang
paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian
atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Bagian atas uterus disebut fundus uteri,
di situ tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus.[5]

|1
Gambar 01. Anatomi organ genitlia interna pada wanita.[6]

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul


dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan
vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120o-130o
dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio
(korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan.[5]

Gambar 02. Hubungan axis uterus, serviks, dan vagina.[6]

|2
2. Jaringan Penunjang Genitalia Interna pada Wanita
Uterus berada di rongga panggul dalam anteversiofleksio sedemikian rupa,
sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis, dan bagian belakang setinggi
artikulasio sakrokoksigea. Jaringan-jaringan itu ialah:[5,7]
 Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt)
merupakan ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak
turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari
serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain arteri dan vena uterina.[5]
 Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yaitu
ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak,
berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui
dinding rektum ke arah os sakrum kiri dan kanan.[5,7]
 Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum
yang menahan uterus dalam posisi antefleksi, dan berjalan dari sudut
fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.[5,7]
 Ligamentum pubovesikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os
pubis melalui kandung kemih, dan seterusnya sebagai ligamentum
vesikouterina sinistrum dan dekstrum ke serviks.[5,7]
 Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum yang
berjalan dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung jaringan
ikat, sebetulnya ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale
yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan.
Dibagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan ovarium
sinistrum dan dekstrum. Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak
banyak artinya.[5,7]
 Ligamentum infundibulo pelvikum, yaitu ligamentum yang menahan
tuba Fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan persarafan, saluran-saluran limfe, arteri dan vena
ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.[5]

|3
 Ligamentum ovarii proprium sinistrum dan dekstrum, yaitu
ligamentum yang berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus uteru
ke ovarium. Ligamentum ini berasal dari gubernakulum; jadi asalnya sama
dengan ligamentum rotundum, yang juga berasal dari gubernakulum.[5]

|4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Prolaps Uteri


Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia).[1,8]

2.2 Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps yang
sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum
lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan
sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalia terjadi segera
sesudah partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis
mempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada
nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus.[5]

2.3 Klasifikasi Prolaps Uteri


Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan
pendapat antara ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan
beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:[5]
A. Prolapsus uteri tingkat I,dimana serviks uteri turun sampai introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari
introitus vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari
vagina, prolapsus ini juga dinamakan prosidensia uteri. [5]
B. Prolapsus uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina; Prolapsus
uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus vaginae, sedang pada
prosidensia uteri, uterus seluruhnya keluar dari vagina.[5]
C. Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vaginae; Prolapsus
uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian; Prolapsus
uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus vaginae lebih dari ½ bagian.[5]
|5
D. Prolapsus uteri tingakat I, serviks mendekati prosessus spinosus; Prolapsus
uteri tingkat II, serviks terdapat antara prosessus spinosus dan introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus vaginae.[5]
E. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri
tingkat IV (prosidensia uteri).[5]

2.4 Faktor Resiko Prolaps Uteri

1. Multiparitas
Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor
risiko untuk prolaps uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu kehamilan atau
kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi disfungsi dasar panggul.
Namun, banyak penelitian telah dijelaskan menunjukkan bahwa melahirkan tidak
meningkatkan kecenderungan wanita untuk prolaps uteri. Misalnya, pada studi
Organ Penyokong Panggul (POSST), peningkatan paritas dikaitkan dengan
peningkatan kejadian prolaps (Swift, 2005). Selain itu, risiko prolaps organ pelvis
meningkat 1,2 kali pada persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di
Oxford pada 17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita
yang telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan delapan kali
lipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis.[9]

2. Usia
Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam
pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100-persen
peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita berusia 20
sampai 59 tahun, kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda dengan setiap
dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan adalah proses yang
kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari penuaan fisiologis dan proses
degeneratif serta hipoestrogenisme.[9]

|6
3. Penyakit jaringan ikat
Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk
mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil,
sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari wanita
dengan sindrom Ehlers-Danlos melaporkan riwayat prolaps organ pevis.[9]

4. Ras
Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan risiko
terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi.
Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara ras, perbedaan
ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit
hitam lebih sering memiliki lengkungan kemaluan sempit dan panggul android
atau antropoid. Bentuk-bentuk ini adalah pelindung terhadap prolaps organ pelvis
dibandingkan dengan panggul ginekoid khas wanita Kaukasia yang paling.[9]

5. Peninggian tekanan intraabdomen


Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini memainkan
peran dalam patogenesis prolas organ pelvis. Kondisi ini dapat sebabkan oleh
obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat berat berulang-ulang. Sejumlah
penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko independen untuk stres
inkontinensia urin (Brown, 1996; Burgio, 1991; Dwyer, 1988). Namun, hubungan
dengan perkembangan prolaps organ pelvis kurang jelas (Hendrix, 2002; Nygaard,
2004). Berkenaan dengan mengangkat, sebuah studi Denmark menunjukkan
bahwa asisten perawat yang terlibat dengan angkat berat berulang berada pada
peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah untuk prolaps, dengan rasio
odds 1,6 (Jorgensen, 1994). Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis,
meskipun sedikit data mendukung hubungan ini (Gilpin, 1989; Olsen, 1997).
Demikian pula, meskipun batuk kronis menyebabkan kenaikan tekanan intra-
abdomen, tidak ada mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa
kimia dalam tembakau yang dihirup dapat menyebabkan perubahan yang
menyebabkan POP daripada batuk kronis sendiri. (Wieslander, 2005).[9]

|7
2.5 Patofisiologi Prolaps Uteri
Normalnya, uterus di fiksasi pada tempatnya oleh otot dan ligamentum
membentuk dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis yaitu otot dan
ligamentum mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan kelemahan sehingga
mereka tidak sanggup untuk menyokong organ pelvis, sehingga uterus dan organ
pelvis lainnya jatuh ke introitus vaginae. Prolaps bisa saja terjadi secara tidak
komplet, atau pada beberapa kasus yang berat, terjadi prolaps yang komplet
sehingga uterus jatuh sampai keluar vagiana.[2]

Gambar 03. Prolaps uteri.[10]


Gambar 04. Anatomi daras panggul.[8]

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:[5]
 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia
eksterna.[2]
 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang. [2]
 Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
‒ Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.[2]
‒ Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.[2]
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya
dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Pasien dengan
prolaps uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari alat
kelaminnya.[5] Pasien biasanya mengeluhkan:[2]
 Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.
 Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau
kadang-kadang keluar dari vagina.
 Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
 Nyeri pada saat berhubungan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan Little
menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan
dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi
normal atau portio telah sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah
keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi,
ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari
ukuran normal dinamakan elongasio kolli.[5] Berikut adalah stadium untuk
prolapse uteri:[2]

Tabel 01. Lima stadium untuk prolaps.[2,8]


 Stadium 0 : Tidak ada prolaps.
 Stadium I : Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm
di atas himen.
 Stadium II : Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1
cm di proksimal atau distal himen.
 Stadium III: Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1
cm dibawah himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang vagina.
 Stadium IV : Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina
Gambar 05. Prolaps uteri saat kehamilan karena peninggian tekanan
intraabdominal dan prolaps uteri total setelah dilakukan seksio
sesarea elektif.[11]

3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes
Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada
kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus
ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan.[2]
 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari
kelainan-kelainan lain.[2]

2.8 Penatalaksanaan Prolaps Uteri


1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan
prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang lebih tepat. Beberapa
wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps.
Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil atau buang air
besar terhambat, erosi vagina).[8]
. Terapi Konservatif
 Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun
dari penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative
management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun 2006
menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar panggul tidak bukti ilmiah yang
mendukung. Caranya ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat atau
penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air
kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.[5,8,9]
 Pemasangan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh
karena jika pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang
mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka digunakan oleh
86% dari ginekolog dan 98% dari urogynaecologists. Prinsip pemakaian
pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat tekanan pada dinding vagina
bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut besereta uterus tidak
dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang paling
baik untuk prolaps genitalia ialah pessarium cincin, terbuat dari plastik.
Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier.[5,8]

Tabel 02. Pedoman Pemasangan Pessarium.[5]


 Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari
jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vagina, ukuran
tersebut dikurang 1 cm untuk mendapat diameter dari pessarium yang akan
dipakai.

 Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit kedalam


vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut
ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan
pessarium dari plastik mengalami kesukaran.
disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh
jalan-jalan, apabila ia tidak merasa nyeri, pessarium dapat diteruskan.

 Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi
secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2 – 3 bulan sekali, vagian
diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan.
Pessarium dibersihkan dan dicucihamakan dan kemudian di pasang
kembali.

 Indikasi penggunaan pessarium:


‒ Kehamilan.
‒ Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi.
‒ Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan.
‒ Penderita menolak untuk dioperasi.
‒ Untuk menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu
operasi dapat dilakukan.

Gambar 06. Jenis-jenis pessarium. A. Cube pessary. B. Gehrung pessary.


C. Hodge with knob pessary. D. Regula pessary. E. Gellhorn pessary.
F. Shaatz pessary. G. Incontinence dish pessary. H. Ring pessary.
I. Donut pessary.[9]
Gambar 07. Tempat pemasangan cicin pessarium.[12]
Gambar 08. Cara pemasangan pessarium (A,B dan C) dan cara melepaskannya (D).[9]

3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani pula.
Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan,
padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada belum perlu
dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan
untuk prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps
rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu yang sama. Indikasi
untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari beberapa faktor,
seperti umur penderita, keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya keluhan. Macam-
macam operasi untuk prolaps uterus sebagai berikut:[8]
 Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak,
dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan
ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding
perut atau dengan cara operasi Purandare.[5]
 Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks dilakukan pula
kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan
untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo ngasio kolli).
Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus,
dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang penting dari operasi
Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena
dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus
akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat
dicegah.[5]
 Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat
lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri,
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan
dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari.[5]
 Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca
operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak aktif lagi dapat
dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding vagina depan
dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagian tertutup dan
uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak memperbaiki
sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urinae.
Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.[5]
2.9 Komplikasi Prolaps Uteri
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah:[5]
 Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai
dengan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan
serviks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.[5]
 Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan
radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian,
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita
berusia lanjur.[5]
 Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke
dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih
kuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.[5]
 Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus
vaginae atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi
kehamilan.[5]

2.10 Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps derajat
awal biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama sekali.
Latihan otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah perburukan prolaps
derajat awal.[12]
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia).
2. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps
yang sudah ada.
3. Prolapsus uteri tingkat I,dimana serviks uteri turun sampai introitus
vaginae; Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari
introitus vaginae; Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari
vagina, prolapsus ini juga dinamakan prosidensia uteri.
4. Gejala yang sering mucul adalah Perasaan adanya suatu benda yang
mengganjal atau menonjol di genialia eksterna. Rasa sakit di panggul dan
pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang atau menjadi kurang.
5. Penatalaksanaan pada prolaps uterus yaitu: observasi, konservarif, dan
terapi pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Faraj R, Broome J. Laparoscopic Sacrohysteropexy and Myomectomy for


Uterine Prolapse: A Case Report and Review of the Literature. Journal of
Medical Case Report 2009. [database on the NCBI].
; 02:1402. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC2783099/pdf/1752-1947-3-99.pdf.

2. Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine.


Medscape Article. [database on the medscape] 2011.
. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/797295-
overview#showall.

3. Anhar K, Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di Rumah Sakit DR. Mohammad


Hoesin Palembang Selama Lima Tahun (1999 – 2003). Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/RSMH Palembang. [database on the internet]. Available from:
http://digilib.unsri.ac.id/download/
KASUS%20PROLAPSUS%20UTERI%20DI%20RUMAH%20SAKIT%
20DR_%20MOHMMAD%20HOESIN.pdf.

4. Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et


al. Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized
Multicenter Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal
Hysterectomy (SAVE U Trial). BMC Womens Health Journals 2011.
[database on the NCBI]. 02:1402. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3045971/ pdf/1472-6874-
11-4.pdf.

5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi


Kedua, Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2009. Hal: 9-11,432,433,436,437

6. Anatomy of Uterine [Image on the Gray’s Anatomy Student Consult]


2010. Available from:
http://www.studentconsult.com/bookshop/chome/default.cfm?shortcut=an
atomy.

7. Standring S, Ellis H, Healy JC, Johnson D, Williams A, et al. Gray’s


Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 39th Edition.
[textbook of Anatomy]. Elsevier Churchill Livingstone: 2008.
8. Doshani A, Teo R, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine Prolapse. Clinical
Review 2007. [database on the NCBI].
335:819-823. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC2034734/pdf/bmj-335-7624-cr-00819.pdf.

9. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies.
2008.

10. Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International


Urogynecological Association 2011. [article in the internet]. 335:819-823.
Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po p.pdf.

11. Vita DD, Giordano S. Two Succesful Natural Pregnancies in a Patient with
Severe Uterine Prolapse: A Case Report. J Med Case Report 2011. [database on
the NCBI]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3180421/.

12. Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International


Urogynecological Association 2011. [article in the internet].; 335:819-823.
Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po p.pdf.

28

Anda mungkin juga menyukai