Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengenalan Sistem Saraf

Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri
dari otak dan medulla spinalis, serta sistem saraf tepi yang merupakan sel-sel saraf yang terletak
diluar otakdan medulla spinalis yaitu saraf-saraf yang masuk dan keluar sistem saraf pusat.
Sistem saraf tepi selnajutnya dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal
dari otak dan medulla spinalis ke jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasidari
perifer ke sistem saraf pusat.
Bagian eferen sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam 2 subdivisifungsional utama,
yaitu sistem somatik dan sistem otonom. Eferen somatik dapat dipengarui oleh kesadaran yang
mengatur fungsi-fugsi seperti kontraksi otot untuk memndahkan suatu benda. Sedangkan
sistem otonom tidak dipengaruhi kesadaran dalam mengatur kebutuhan tubuh sehari-
hari. Sistem saraf otonom terutama terdiri atas saraf motorik visera (eferen) yang menginevarsi
otot polos organ visera, otot jantung, pembuluh darah dan kelenjar eksokrin. Berikut
digambarkan secara singkat tentang pembagian sistem saraf pada manusia :
B. Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom bersama-sama dengan sistem endokrin mengkoordinasikan
pengaturan dan integrasi fungsi-fungsi tubuh. Sistem endokrin mengirimkan sinyal pada
jaringan targetnya melalui hormon yang kadarnya bervariasi dalam darah. Sebaliknya, sistem
saraf menghantarkannya melalui transmisi impuls listrik secara sepat melalui serabut-serabut
saraf yang berakhir pada organ efektor, dan efek khusus akan timbul sebagai akibat pelepasan
substansi neuromediator.
Sistem saraf otonom (SSO) disebut juga susunan saraf vegetatif, meliputi antara lain
saraf-saraf dan ganglia (majemuk dari ganglion = simpul saraf) yang merupakan persarafan ke
otot polos dari berbagai organ ( bronchia, lambung, usus, pembuluh darah, dan lain-lain).
termasuk keompok ini pula adalah, otot jantung (lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat,
dan pencernaan).dengan demikian, SSO tersebar luas diseluruh tubuh dan ungsinya adalah
mengatur secara otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan dan
perearan darah, serta pernapasan.
SSO dipecah lagi dalam dua cabang, yakni Susunan (Ortho) Simpatik (SO) dan
Susunan Parasimpatik (SP). Pada umunya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja
antagonistis: bila satu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya.
Tetapi, dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali atau bahkan bersifat sinergistis.
Untuk jelasnya, percabangan sistem dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada bagan diatas dimuat efek-efek terpenting dari perangsangan SO (saraf simpatik)
dan SP (saraf parasimpaik) terhadap berbagai organ tubuh. Jadi dapat disimpulkan, stimulasi
susunan adrenergik menimbulkan reaksi yang perlu guna meningkatkan penggunaan zat-zat
oleh tubuh, seperti bila kita berada dalam keadaan aktif dan memerlukan energi. Sebaliknya,
bila susunan kolinergik dirangsang, maka akan timbul efek dengan tujuan menghemat
penggunaan zat-zat yang membutuhkan enersi. Hal ini terjadi bila tubuh berada dalam keadaan
istrahat atau tidur. Dalam tubuh yang sehat terdapat keseimbangan antara kedua kelompok
saraf tersebut.
1.) Penerusan impuls oleh neurotransmitter
Susunan saraf motoris mengatur obat-obat lurik dengan impuls listrik (rangsangan) yang
secara langsung dikirim dari SSP melalui saraf motoris ke otot tersebut. Pada SSO, impuls
disalurkan keorgan tujuan (efektor, organ ujung) secara tak langsung. Saraf otonom dibeberapa
tempat terkumpul di sel-sel ganglion, dimana terdapat sinaps, yaitu sela diantara dua neuron(sel
saraf). Saraf yang meneruskan impuls dari SSP ke ganglia dinamakan neuron preganglioner,
sedangkan saraf antara ganglia dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner.
Impuls dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain secara kimiawi
dengan jalan neurotransmitter. Bila dalam suatu neuron impuls tiba di sinaps, maka pada saat
itu juga neuron tersebut membebaskan suatu neurohormon diujungnya, yang melintasi sinaps
dan merangsang neuron berikutnya. Pada sinaps yang berikut dibebaskan pula neurohormon
dan seterusnya hingga impuls tiba di organ efektor.

Berikut adalah organ dan reseptor dari saraf adrenergik dan saraf kolinergik :

Organ Reseptor Efek stimulasi


S.adrenergik S.kolinergik
Mata (pupil) ∞ :diperbesar :diperkecil
Paru-paru (bronchia) Β :dilatasi :konstriksi
Jantung Β :daya kontraksi :diperlemah
diperkuat,
denyutan
dipercepat
Arteriola ∞β : konstriksi
Vena ∞ : konstriksi Diperlambat
dilatasi
Lambung-usus ∞β :dikurangi -
(peristaltik dan relaksasi
sekresi)
Kantong kemih dan ∞ : relaksasi Diperbesar
empedu, rahim konstriksi
berubah-ubah
Rahim yg Β : konstriksi -
megandung,
Kulit, otot-otot ∞ : konstriksi -
C. Obat-obat Sistem Saraf Otonom
Obat-obat yang menghasilkan efek terapeutik utamanya dengan menyerupai atau
mengubah fungsi sistem saraf otonom, disebut obat-obat otomon. Obat-obat yang
mempengaruhi sistem saraf otonom dibagi dalam dua subgrup sesuai dengan mekanisme
kerjanya terhadap tipe neuron yang dipengaruhi.

1.) Agonis kolinergik


Agonis kolinergik meniru efek asetilkolin dengan cara berikatan langsung pada
kolinoseptor. Obat ini adalah ester sintetik kolin, seperti karbakol dan betanekol, atau alkaloid
alam seperti pilokarpin.
a. Agonis kolinergik langsung
Semua obat kolinergik yang bekerja langsung mempunyai masa kerja lebih lama dibandingkan
asetilkolin. Beberapa diantaranya yang sangat bermanfaat dalam terapi (pilokarpin dan
betanekol) lebih mudah terikat pada reseptor muskarinik dan kadang-kadang dikenal sebagai
obat muskarinik. Namun demikian, sebagai satu grup, maka agonis yang bekerja langsung ini
menunjukkan kurang spesifik dalam kerjanya, yang sudah tentu akan membatasi penggunaan
klinisnya.
 Asetilkolin
Adalah suatu senyawa amonium kuartener yang tidak mampu menembus membran. Walaupun
sebagai suatu neurotransmitter saraf parasimpatis dan kolinergik, namun dalam terapi zat ini
kurang penting karena beragam kerjanya dan sangat cepat di-inaktifkan oleh
asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa muskarinik dan nikotinik. Kerjanya termasuk :
- Menurunkan denyut jantung dan curah jantung
- Menurunkan tekanan darah
Asetilkolin juga mempunyai kerja lain seperti pada saluran cerna, asetilkolin dapat
meningkatkan sekresi saliva, memacu sekresi dan gerakan usus. Sekresi bronkial juga dipacu.
Pada saluran genitourinaus, tonus otot detrusor urine juga ditingkatkan. Pada mata, asetilkolin
memacu kontraksi otot siliaris untuk melihat dekat dan menkontriksi otot sfingter pupil
sehingga timbul miosis.
 Betanekol
Mempunyai struktur yang berkaitan dengan asetilkolin; asetatnya diganti dengan karbamat dan
kolinnya dimetilasi.kerja nikotiniknya kecil atau tidak ada sama sekali, tetapi kerja
muskariniknya sangat kuat. Masa kerjanya berlangsung sekitar 1 jam
Kerja : memacu langsung reseptor muskarinik, sehingga tonus dan motilitas usus meningkat,
dan memacu pula otot detrusor kandung kemih sementara trigonum dan sfingter kemih
melemas, sehingga urin terpencar keluar.
Aplikasi terapi : untuk pengobatan urologi, obat ini digunakan untuk memacu knadung kemih
yang mengalami atoni (atonis bladder) terutama retensi urin pasca persalinan dan pasca bedah
non-obstruksi.
Efek samping : dapat menimbulkan pacuan kolinergik umum. Termasuk dalam pacuan ini
adalah keringat, salivasi, kemerahan, penurunan tekanan darah, mual, nyeri abdomen, diare
dan bronkospasme.
 Karbakol (karbamikolin)
Bekerja sebagai muskarinikmaupun nikotinik.
Kerja : berefek sangat kuat terhadap sistem kardiovaskuler dan sistem pencernaan karena
aktivitas pacu ganglion-nya dan mungkin tahap awalnya memacu dan kemudian mendepresi
sistem tersebut. Penetesan lokal pada mata, dpat meniru efek asetilkolin yang menimbulkan
miosis.
Penggunaan terapi : karena potensi tinggi dan masa kerja yang relatif lama, maka ibat ini
jarang digunakan untuk maksud terapi, kecuali pada mata sebagai obat miotikum untuk
menyebabkan kontraksi pupil dan turunnya tekanan dalam bola mata.
Efek samping : jika diberikan dalam dosis oftalmologi maka efek sampingnya kecil atau tidak
ada sama sekali.
 Pilokarpin
Menunjukkan kativitas muskarinik dan terutama digunakan untuk oftalmologi
Kerja : dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan
terjadi suatu spasme akomodasi, da penglihata akan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit
untuk memfokus suatu objek. Pilokarpin adalah salah satu pemacu sekresi kelenjar keringat,
air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunkan untuk maksud demikian.
Penggunaan terapi : merupakan obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan
tekanan bola matabaik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar
Efek samping : pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini
merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan.
b. Inhibitor kolinesterase
Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting yaitu Asetilkolin
asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan asetilkolinesterase. Enzim ini ditemukan
pada celah syaraf kolinergik, neuromuscular junction, dan darah. Enzim ini sangat penting
karena berfungsi untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Obat dalam hal ini
bereaksi dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik. Sedangkan obat-
obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai Inhibitor
Ireversibel.
1.) Antikolinesterase Reversibel
Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim AChE dan dapat
terbalikkan / reversibel. Obat pada golongan ini bersifat larut air. Contoh obat-obatan yang
bersifat inhibitor reversibel ini yaitu :
 Fisotigmin
Merupakan substrat yang relatif stabil yang berfungsi meng-inaktifkan secara reversible
asetilkolinesterase. Akibatnya terjadi potensiasi aktivasi kolinergik diseluruh tubuh.
Kerja : lama kerja sekitar 2-4 jam, dapat mencapai dan memacu SSP.
Penggunaan terapi : obat ini meningkatka gerakan usus dan kandung kemih, sehingga
berkhasiat untuk mengobati kelumpuhan kedua organ tersebut.digunakan pula untuk
mengobati kerja antikolinergik yang berlebihan seperti atropin dalam dosis berlebihan,
fenotiazin, dan obat antidepresi trisiklik.
Efek samping : efek terhadap SSP menimbulkan kejang bila diberikan dalam dosis besar.
Dapat terjadi juga bradikardia. Efek jarang ditemukan bila digunakan dalam dosis teraupetik.
 Neostigmin
Suatu senyawa sintetik yang dapat menghambat asetilkolinesterase secara reversible seperti
fisotigmin, tetapi lebih polar dan oleh sebab itu tidak dapat masuk dalam SSP. Masa kerjanya
2-4 jam. Neostigmin juga bermanfaat sebagai simtomatik pada mistenia gravis, suatu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh antiboditerhadap reseptor nikotinik yang terikat pada reseptol
asetilkolin dari sambungan neuromuskular. Efek samping berupa salivasi, muka merah, dan
pans, menurunnya tekanan darah, mual, nyeri perut, diare dan bronkospasme.
 Piridogstimin
Penghambat kolinesterase lain yang digunakan untuk pengobatan jangka panjang miastenia
gravis. Masa kerjanya lebih panjang (3-6 jam) dari neogstigmin (2-4 jam)
 Edrofonium
Kerja obat ini mirip dengan neostigmin, kecuali obat ini lebih cepat diserap dan masa kerjanya
lebih singkat (sekitar 10-20 menit). Edrofonium amin kuartener dan digunakan untuk
mendiagnosis miastenia gravis. Injeksi intravena edrofonium menyebabkan peningkatan
kekuatan otot dengan cepat. Kelebihan dosis dari obat ini harus diperhatikan karena mungkin
menimbulkan krisis kolinergik. Atropin adalah antidotumnya.
2.) Antikolinesterase Irreversibel
Sejumlah senyawa organofosfat sintetik mempunyai kapasitas untuk melekat secara kovalen
pada asetilkolinesterase. Keadaan ini memperpanjang efek asetilkolin pada semua tempat
pelepasannya. Kebanyakan dari obat ini sangat toksik dn dikembangkan hanya untuk keperluan
militer sebagai racun saraf. Senyawa turunannya seperti paration digunakan sebagai inteksida.
 Isoflurofat
Mekanisme kerja : merupakan organofosfat yang terikat secara kovalen pada serin-OH pada
sisi aktif asetilkolinesterase. Sekali terikat, maka enzim menjadi tidak aktif secara permanen,
dan restorasi (pemulihan kembali) aktivitas asetilkolinesterase memerlukan sintesis molekul
enzim baru. Setelah terjadi modifikasi kovalen asetilkolinesterase, maka enzim yang
terfosforisasiakan melepas secara perlahan satu gugus isopropilnya. Kehilangan satu gugus
alkil, yang sering disebut sebagai penuaan, menjadi sulit sekali bagi reaktivator kimia seperti
pralidoksim, untuk memecah ikatan antara sisa obat dan enzim. Obat saraf yang baru, ditujukan
untuk militer, bekerja setelah beberapa menit atau detik, sedangkan DFP dalam 6-8 jam.
Kerja : kerja obat ini meliputi pacuan kolinergik umum, kelumpuhan fungsi motor (yang
menimbulkan kesulitan bernapas), dan kejang. Isoflurofat menimbulkan pula miosis kuat dan
bermanfaat terapeutik. Atroin dosis besar mampu melawan semua efek muskarini dan efek
sentral Isoflurofat.
Penggunaan terapi : bentuk salep mata obat ini digunakan secara topikal dalam jangka
panjang pada pengobatan glaukoma sudut terbuka. Efeknya berakhir mendekati satu minggu
setelah penetesan tunggal. Ekotiofat adalah obat baru yang terikat pula secara kovalen pada
asetilkolinesterase. Kegunaanya sama seperti Isoflurofat
Reaktivasi asetilkolinesterase : pralidoksim (PAM) adalah senyawa piridium sintetik yang
mampu mengaktifkan kembali asetilkolinesterase yang terhambat.
2.) Antagonis Kolinergik
Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik) mengikat
kolinoreseptor tetapi tidak memicu efek intraseluler diperntarai reseptor seperti lazimnya.
Yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf
parasimpatis secara selektif.oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu,
dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan.
a.) Obat antimuskarinik
Obat golongan ini seperti atropin dan skopolamin bekerja menyekat reseptor muskarinik yang
menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik. Selain itu, obat ini menyekat sedikit
perkeualian neuron simpatis yang juga kolinergik, seperti saraf simpatis yang menuju kelenjar
keringat. Bertentangan dengan obat agonis kolinerik yang kegunaan teraupetiknya tebatas,
maka obat penyekat kolinergik ini sangat menguntungkan dalam sejumlah besar situasi klinis.
Karena obat ini tidak menyekat nikotinik, maka obat antimuskarinik ini sedikit atau tidak
mempengaruhi smbungan saraf otot rangka atau ganglia otonom.
 Atropin
Atropin, alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarink, dimana obat
ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor
muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di snetral maupun saraf tepi. Kerja
obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan kedalam mata, maka
kerjanya sampai berhari-hari.
Kerja :
- Mata : atropin meyekat semua aktivitas kolinergik pada mata, sehingg menimbulkan midriasis,
mata menjadi tidak bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia (ketidak mampuan untuk
memfokuskn penglihatan dekat). Pada pasien dengan glaukoma, tekanan intraokular akan
meninggi secara membahayakan.
- Gastrointestial : atropin digunakan sebagai obat antispsmodik untuk mengurangi aktivitas
saluran cerna.
- Sistem kemih : atropin digunakan pula untuk mengurangi keadaan hipermotilitas kandung
kemih. Obat ini kadang-kdang masih dipakai untuk kasus enuresis (buang air seni tanpa
disadari). Tetapi obat agoni adrenergik alfa mungkin jauh lebih efektif dengan efek samping
yang sedikit.
- Kardiovaskuler : atropin menimbulkan efek divergen pada sistem kardiovaskuler, tergantung
pada dosisnya. Pada dosis rendah, efek yang menonjol adalah penurunan denyut jantung
(brakardia). Pada dosis tinggi, reseptor jantung pada nodus SA disekat, dan denyut jantung
sedikit bertambah (takkikardia). Dosis sampai timbul efek ini sedikitnya 1 mg atropin, yang
berarti sudah termasuk dosis tinggi dan pemberian biasanya. Tekanan darah arterial tidak
dipengaruh tetapi padatingkat toksik, atropin akan mendilatasi pembuluh darah di kulit.
- Sekresi : atropin menyekat kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan
mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropin. Kelenjar keringat
dan kelenjar air mata terganggu pula. Hambatan sekresi pada kelenjar keringat menyebabkan
suhu tubuh meninggi.
Penggunaan terapi :
- Oftalmik : pada mata, salep mata atropin menyebabkan efek midratik atau siklopegik dan
memunginkan untuk pengukuran kelainan refraksi tanpa gangguan oleh kapasitas akomodasi
mata. Atropin mungin menimbulkan suatu serangan pada individu yang menderita glaukoma
sudut sempit.
- Obat antipasmodik : atropin digunakan sebagai obat antiplasmodik untuk melemaskan saluran
cerna dan kandung kemih.
- Antidotum untuk aginis kolinergik : atropin digunakan untuk mengobati kelebihan dosis
organofosfat (yang megandung insektisida tertentu) dan beberapa jenis keracunan jamur (
jamur tertentu yang megandung substansi kolinergik). Kemampuan obat ini masuk kedalam
SSP sangat penting sekali. Atropin menyekat efek asetilkolin yang berlebihan akibat dari
hambatan terhadap asetilkolinesterase oleh obat-obatan seperti fisostigmin.
- Obat antisekretori : suatu obat kadang diperlukan sebagai antisekretori guna menghentikan
sekresi pada saluran napas atas dan bawah sebelum dilakukan suatu operasi
Farmakokinetik :atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme didalam hepar, dan dibuang
dari tubuh terutama melalui air seni. Masa paruhnya sekitar 4 jam.
Efek samping : tergantung pada dosis, atropin dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan
mengabur, mata rasa berpasir (sandy eyes), takikardia, dan konstipasi. Efeknya terhadap SSP
termasuk rasa capek, bingung, halusinasi, delirium, yang mungkin berlanjut mnejadi depresi,
kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan dan kematian. Pada individu yang lebih tua, pemakaian
atropin dapat menimbulkan midrasis dan sikloplegi dan keadaan ini cukup gawat karena dapat
menyebabkan serangan glaukomaberulang setelah menjalani kondisi tenang.
 Skopolamin
Skolapomin, alkaloid beladona lainnya, dapat menimbulkan efek tepi yang sama dengan efek
atropin. Tetapi efe skopolamin lebih nyata pada SSP dan masa kerjanya lebih lama
dibandingkan atropin.
Efek : skopolamin merupakan salah satu obat anti mbauk perjalanan yang paling efektif. Obat
ini menimbulkan pula efek penumpulan daya ingat jangka pendek. Bertolak belakang dengan
atropin, obat ini menyebabkan sedasi, rasa megantuk, tetapi pada dosis yang lebih tinggi
bahkan menimbulkan kegelisahan/kegaduhan.
Penggunaan terapi : walaupun mirip dengan atropin, indikasi obat ini terbatas pada
pencegahan mabuk perjalanan (obat ini memang sangat efektif) dan penumpulan daya ingat
jangka pendek.
Farmakokinetik dan efek samping : aspek ini persis sama seperti atropin
 Ipratropium
Penyedotan Ipratropium, suatu turunan kuartener atropin, bermanfaat untuk pengobatan asma
dan penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) pada pasien yang tidak cocok menelan agonis
adrenergik.
b.) Penyekat ganglionik
Obat ini menunjukkan tidak adanya selektivitas terhadap ganglia simpatis maupun
parasimpatis dan tidak efektif sebagai antagonis neuromuskular. Oleh karena itu, obat ini
menghentikan semua keluaran sistem saraf otonom pada reseptor nikotinikrespon yang
teramati memang kompleks dan sulit diduga, sehingga tidak mungkin meperoleh kerja yang
selektif. Obat penyekat ganglionik jarang digunakan untuk maksud terapi saat ini. Tetapi obat
ini ering digunakan sebagai alat dalam eksperimen farmakologi.
 Nikotin
Satu komponen dalam roko sigaret, nikotin memiliki sejumlah kerja yang kurang
menyenangkan. Tergantung pada dosis, ikotin mendepolarisasi ganglia, menimbulkan pertama
kali gejala pacuan dan kemudian diikuti oleh paralisis dari semua ganglia. Efek pacunya
kompleks, termasuk peningkatan tekanan darah, pertambahan denyut jantung ( akibat
pelepasan transmitter dari ujung saraf adrenergik dan medula adrenalis ), serta peningkatan
peristaltis dan sekresi. Pada dosis lebih tinggi, teanan darah justru menurun karena penyekatan
ganglionik, dan aktivitas saluran cerna otot-otot kandung kemih terhent.
 Trimetafan
Trimetafan adalah obat penyekat ganglionik nikotinik bekerja singkat dan bersifat kompetitif
yang harus diberikan secara infus intravena. Saat ini trimetafan digunakan untuk menurunkan
tekanan darah dalam keadaan darurat seperti hipertensi yang disebabkan oleh edema paru atau
pecahnya aneurisma aorta bila obat lain tidak dapat digunakan.
 Mekamilamin
Mekamilamin menyekat kompetitif ganglia nikotinik. Lam kerjanya berkisar 10 jam setelah
pemberian tunggal. Ambilan obat melalui penyerapan oral baik, berbeda dengan trimetafan.
c.) Obat penyekat neuromuskular
Penyekat neuromuskular bermanfaat secara klinik selama opersi guna melemaskan otot secara
sempurna tanpa memperbanyak obat anastesi yang sebanding dalam melemaskan otot. Obat
penyekat neuromuskular ini strukturnya analog dengan asetilkolin dan bekerja baik sebagai
antagonis (tipe nondepolarisasi) maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang
terdapat cekungan sambungan neuromuskular.
 Penyekat nondepolarisasi (kompetitif)
Obat pertama yang mampu menyekat sambungan neuromuskular otot rangka adalah kurare,
yang dipake oleh pemburu alam didaerah amazon Amerika Selatan untuk melumpuhkan
binatang buruannya. Obat tubokuarin akhirnya dimurnikan dengan baikdan dikenalkan dalam
klinik pada awal tahun 1940-an. Obat penyekat neuromuskilat jelas mempertinggi tinggkat
keamanan anastesi yang dibutuhkan untuk sampai ketingkat melemaskan otot tidak perlu
terlalu banyak.
Mekanisme kerja : pada dosis rendah obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi
bergabung dengan reseptor nikotinik dan mencegah pengikatan asetilkolin. Obat ini justru
mencegah depolarisasi membran sel otot yang menghambat kontraksi otot. Karena obat ini
bersaing dengan aetilkolin pada reseptor, maka disebut penyekat kompetitif. Kerjanya dapat
dimusnahkan dengan memperbanyak kadar asetilkolin pada cela sinaptik, sebagai contoh
pemberian obat penghambat kolinesterase seperti neostigmin atau edrofonium. Ahli anastesi
sering menggunakan strategi ini untuk mempersingkat lama penyekatan neuromuskular. Pada
dosis tinggi penyekat nondepolarisasi menghadang kanal ion pada cekungan. Keadaan ini
menyebabkan pelemahan transmisi neuromuskular lebih lanjut dan mengurangi kemampuan
obat penghambat asetilkolinesterase untuk menghilangkan kerja obat pelemas otot
nondepolarisasi.
Efek : tidak semua otot sama pekanya terhadap penyekatan oleh obat penyekat kompetitif.
Otot-otot kecil yang berkontraksi cepat pada muka dan mata sangat peka sekali dan
dilumpuhkan pertama kali, kemudian diikuti oleh otot jari-jari. Setelah itu otot tungkai dan
lengan, lher, dan batang tutbuh dilumuhkan, kemudian otot sela iga terganggu dan terakhir otot
diafragma lumpuh.
Penggunaan terapi : obat penyekat ini digunakan dalam terapi sebagai obat pelengkap dalam
anastesi selama operasi guna melemaskan otot rangka.
Farmakokinetik : obat ini sulit menembus membran dan tidak mauk kedalam sel atau
melintasi sawar darah otak. Kebanyakan obat ini tidak dimetabolisme; kerjanya diakhiri
dengan cara penyebaran kembali. Sebagai contoh, tubokuarin, pankuronium, mivakurium,
metokurin dan doksakurium diekskresikan kedalam urin dalam bentuk utuh. Atrikurium
dihancurkan spontan didalam plasma dan dengan hidrolisis ester. Obat aminosteroid
(vekuronium dan rokuronium) di-deastilasi dalam hati, dan bersihannya akan memanjang pada
pasien dengan penyakit hepar. Obat ini diekskresi dalam bentuk utuh kedalam empedu.
Interaksi obat : penghambat kolinesterase, anestesi hidrokarbon berhalogen, antibiotika
aminoglikosida, penyekat kanal kalsium.
 Obat depolarisasi
Mekanisme kerja : tidak seperti asetilkolin yang segera dirusak oleh asetilkolinesterase, maka
obat depolarisasi ini kadarnya teteap tinggi dalam celah sinaptik dan tetap melekat pada
reseptor dalam jangka waktu yang relatif lama, dan terus menerus memacu reseptor.
Efek : urutan kelumpuhan ungkin sedikit berbeda, tetapi sebagaimana yang terjadi pada
penyekat kompetitif, otot-otot pernapasan limpuh belakangan. Suksinilkolin mengawali
efeknya dengan lumpuh dalam beberapa menit. Obat ini tidak menyebabkan penyekatan
ganglion, kecuai pada dosis tinggi, walaupun sebenarnya obat ini memacu secara lemah
pelepasan histamin. Dalam keadaan normal, lama kerja suksinilkolin sangat singkat, karena
obat ini cepat sekali dirusak oleh kolinesterase dalam plasma.
Penggunaan terapi : karena mula kerjanya cepat dan lama kerja singkat, suksisnilkolin
berguna sewaktu intubasi endotrakeal cepat dibutuhkn selama induksi anastesi. Obat ini
digunakan juga selama terapi syok elektrokonvulsif (ECT).
Farmakokinetik : suksisnilkolin disuntikkan intravena. Kerjanya yang sangat singkat
(beberapa menit saja) disebabkan oleh hidrolisis cepat kolinesterase dalam plasma. Oleh karena
itu, obat ini biasanya diberikan dalam bentuk nfus terus menerus.
Efek samping :
- Hipertermia : bila halotan digunakan sebagai anastesi, maka pemberian suksinilkolin
terkadang menyebabkan hipertemia sangat berat pada orang yang dasar genetiknya peka.
- Apnea : pasien yang dasar genetiknya berkaitan dengan defisiensi kolinesterase plasma atau
adanya bentuk atipikal dari enzim tersebut sering terjadi apnea (tidak dapat bernapas) karena
kelumpuhan otot diafragma.
3.) Agonis adrenergik
Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf adrenergik. Oleh
karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai
neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan dengan
Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan reseptor adrenergik,
yaitu reseptor adrenergik α & reseptor adrenergik β. Obat agonis adrenergi memiliki 3
mekanisme kerja yaitu:
a.) Agonis bekerja langsung : yaitu obat-obat yang bekerja lngsung pada reseptor α dan β dengan
menimbulkan efek mirip pacuan saraf simpatis atau pelepasan hormon epinefrin dari medula
adrenalis, contoh obat agonis yang bekerja langsung :
 Epinefrin : epinefrin berinteraksi terhadap reseptor α dan β. Pada dosis rendah, efek β
(vasodilatasi) pada sistem vaskular menonjol sekali, sedangkan pada dosis tinggi, efek α
(vasokontriksi) menjadi efek terkuat.
Kerja : kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskuler. Senyawa ini memperkuat
daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif: kerja β1). Oleh sebab itu, curah jantung
meningkat pula. Akibat dar efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung meningkat juga.
Epinefrin mengkontriksi areriol dikulit, membran mukosa dan visera (efek α) dan mendilatasi
pembuluh darah kehati dan otot rangka (efek β2). Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena
itu, efek kumulatif epinefrin adalah peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit
penurunan tekanan diastolik yang akhirnya menimbulkan refleks perlambatan jantung.
Respirasi : epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot
polos bronus (kerja β2). Kerja ini sangat membantu semua keadaan bronkokontriksi karena
reaksi alergi atau pacu histamin. Pada kasus syok anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan
nyawa.
Hiperglikemia : epinefrin mempunyai efek hiperglikemia yang khas karena terjadinya
glikogenolisis didalam hepar (efek β2) peningkatan pelepasan glukogen (efek β2) dan
menurunkan pelepasan insulin (efek α2). Efek demikian diperantarai oleh AMP.
Lipolisis : epinefrin mengawali lipoisis melalui aktivitas agonisnya pada reseptor beta jaringan
lemak, yang pada stimulasi, mengaktifkan adenili siklase untuk meningkatkan kadar cAMP.
cAMP ini kemudian memacu suatu lipase sensitif hormon yang selanjutnya menghidrolisis
triasilgliserol menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Biotransformasi : epinefrin seperti katekolamin lainnya, dimetabolisme oleh 2 jalur
enzimatik: COMT yang memiliki S-adenosilmetionin sebagai kofaktor, dan MAO. Hasil
metabolit kahir yang dijumpai dalam urin adalah metanefrin dan asam vanilimendelat.
Penggunaan terapi :
- Bronkospasme : epinefrin merupakan obat utama yang digunakan untuk pengobatan gawat
setiap kondisi saluran napas yang ditandai oleh bronkokontriksi dengan kesulitan bernapas.
- Glaukoma : pada oftalmologi, larutan epinefrin 2% dapat digunakan secara topikal untuk
mengurangi tekanan dalam bola matapada glaukoma sudut terbuka. Obat ini mapu mengurangi
produksi cairan humor dengan memvasokontriksi pembuluh darah badan siliaris.
- Syok anafilatik : epinefrin merupakan obat pilihan untuk pengobatan reaksi hipersensitif tipe
1 dan responnya terhadap alergen.
- Pada anastesi : larutan anastesi lokal biasanya megandung 1:100.000 bagian epinefrin.
Efeknya nyata sekali dalam memperpanjang kerja anastesi lokal.
Farmakokinetik : epinefrin mempunyai awitan cepat, tetapi masa kerjanya singkat.
Efek samping :
- Gangguan SSP : akibat epinefrin termasuk kecemasan, ketakutan, tegang, sakit kepala dan
tremor.
- Pendarahan : obat ini dapat memacu pendarahan didalam otak akibat dari naiknya tekanan
darah secara nyata.
- Aritmia jantung : obat ini dapat pula memacu aritmia jantung, terutama bagi pasien yang
sedang mendapat digitalis
- Edema paru : epinefrin dapat menimbulkan edema baru.
Interaksi
- Hipertiroidisme : epinefrin akan mempercepat kerja kardiovaskuler pada pasien
hipertiroidisme, bisa digunakan kecuali dosis obat dikurangi.
- Kokain : bila didalam tubuh terdapat kokain, maka epinefrin akan menambah efek
kardiovaskulernya.
 Norepinefrin
Obat ini akan memacu semua tipe reseptor adrenergik. Namun dalam kenyataannya, bila obat
ini diberikan pada manusia dalam dosis terapi, maka reseptor adrenergik α saja yang paling
dipengaruhi.
Kerja kardiovaskuler :
- Vasokontriksi : norepinefrin menyebabkan kenaikan tahanan perifer akibat vasokontriksi kuat
hampir semua lapangan vaskular, termasuk ginjal.
- Refleks baroreseptor : pada preparat jaringan jantung terpisah, norepinefrin akan memacu
kontraktilitas jantung; namun secara invivo, pacuan ini hanya ringan sekali bila ada.ha in akibat
dari peningkatan tekanan darah yang emacu suatu refleks berkaitan dengan aktivitas vagal
melalui pacuan baroreseptor.
- Efek praterapi atropin : bila atropin diberikan sebelum norepinefrin, maka pacuan norepinefrin
jelas akan menimbulkan takikardia.
- Penggunaan terapi : norepinefrin digunakan untuk pengobatan syok karena kemampuannya
menaikkan tahanan tepi dan oleh karena itu menaikkan tekanan darah; namun demikian
dopamin ternyata lebih baik, karena tidak mengurangi aliran darah keginjal seperti
norepinefrin.
 Isoproterenol
Bekerja langsung yang terutama memacu reseptor β1 dan β2.
Kerja :
- Kardiovaskular : pacuan obat ini seaktif epinefrin sehingga bermanfaat pada pengobatan blok
antrioventrikular atau henti jantung. Isoproterenol mendilatasi pula arteriol otot rangka (kerja
β2.), sehingga mengurangi tahanan perifer. Karena kerja pacu jantungnya, obat in mungkin
enaikkan sedikit tekanan sistol, tetapi sangat menurunkan tekanan arteri rerata dan tekanan
diastolik.
- Paru-paru : isoproterenol seaktif epinefrin dan cepat melegakkan seranan asma akut, bila
diberikan secara inhalasi/sedotan. Kerja ini berakhir sekitar 1 jam dan sesudah itu dosis dapat
diulangi kembali.
- Efek lainnya : terhadap reseptor β, seperti peningkatan kadar gula darah dan lipolisis dapat
dibuktikan, tetapi secara klinik efek ini tidak jelas.
Penggunaan terapi : isoproterenol sekarang jarang digunakan sebagai obat bronkodilator pada asma.
Farmakokinetik : diserap secara sistemik oleh mukosa sublingual tetapi lebih nyata diserap secara
parental atau sedotan aerosol.
Efek samping : mirip sekali dengan efek samping epinefrin.
 Dopamin
Dopamin dapat mengaktifkan reseptor adrenergik α dan β. Sebagai contoh, pada dosis tinggi
obat ini menimbulkan vasokontriksi dengan mengaktifkan reseptor α, sebaliknya pada dosis
rendah, obat akan memacu reseptor jantung β.
 Dobutamin
Kerja : adalah suatu katekolamin sintetik, bekerja langsung yang merupakan agonis reseptor
β1. Obat ini tersedia dalam bentuk campuraan resemik.
Penggunaan terapi : dobutamin digunakan untuk meningkatkan curah jantung pada gagal
jantung kongestif.
Efek samping : dobutamin perlu diperhatikan bila diberikan pada pasien dengan fibrilasi atrial,
karena obat ini meningkatkan konduksi atrioventrikular. Efek samping lainnya mirip dengan
efek samping epinefrin.
 Fenilefrin
Fenilefterin adalah obat adrenergik sintetik langsung yang terutama mengikat reseptor α2.
Fenilefterin adalah suatu vasokontriktor yang mampu meningkatkan tekanan sistolik maupun
diastolik. Efeknya terhadap jantung langsung tidak ada, tetapi memacu refleks bradikardia bila
diberikan parental. Obat ini digunakan untuk enaikkan tekanan darah dan menghentikan
serangan tarikardiasupraventrikular. Dosis besar dapat menyebabkan sakit kepala hipertensif
dan ketidakteraturan jantung.
 Metoksamin
Metoksamin adalah obat adrenergik sintetik bekerja langsung yang mengikat reseptor alpha,
terlebih lagi reseptor α1 dan α2. Obat ini digunakan juga untuk menanggulangi hipotensi selama
operasi yang memperoleh anastesi halotan. Obat ini cenderung tidak memacu aritmia jantung
pada pasien yang disensitisasi anastesi umum halotan. Efek samping yang terjadi berupa sakit
kepala hipertensif dan muntah-muntah.
 Kionidin
Kionidin adalah agonis α2 yang digunakan pada hipertensi esensial untuk menurunkan tekanan
darah karena kerjanya pada SSP. Obat ini dapat digunakan juga untuk mengurangi gejala yang
timbul akibat putus obat opiat atau benzodiazepin.
 Metaproterenol
Obat ini dapat idberikan peroral atau inhalasi. Obat ini bekerja terutama pada reseptor β2,
menimbulkan efek ringan pada jantung. Obat ini menyebabkan dilatasi bronkiolus dan
memperbaiki fungsi aliran udara. Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator pada pengobatan
asma dan melegakan bronkospasme.
 Terbutalin
Tetrabulin yang bersifat lebih selektif daripada metaproterenol dan masa kerjanya lebih lama.
Obat ini diberikan baik secara oral ataupun subkutan. Digunakan sebagai bronkodilator dan
mengurangi kontraksi rahim pada persalinan prematur.
 Albuterol
Albuterol adalah agonis β2 selektif yang sifatnya mirip sekali dengan tetrabutalin. Obat ini
banyak dignakan sebagai inhalan untuk mengatasi bronkospasme.
b.) Agonis adrenergik bekerja tidak langsung
Obat-obat ini memperkuat efek norepinefrin endogen, tetapi tidak langsung mempengaruhi
reseptor pasca sinaptik.
 Amfetamin
Amfetamin sering diduga hanya bekerja sebagai pacu sentral kuat saja oleh pecandu
penyaahgunaan obat. Sebenarnya obat ini dapat menaikkan tekanan darah dengan jelas karena
kerja agonis α-nya pada pembuluh darah sebagaimana juga efek pacu β-nya pada jantung.
 Tiramin
Tiramin tidak digunakan dalam klinik, tetapi banyak ditemukan dalam makanan fermentasi,
seperti keju dan anggur chianti. Obat ini adalah produk normal dari hasil metabolisme tirosin.
c.) Agonis adrenergik bekerja ganda
 Efedrin
Efedrin adalah alkaloid tumbuhan, tetapi sekarang dapat dibuat secara sintetik. Obat ini adalah
obat adrenergik bekerja ganda, berarti tidak saja melepas simpanan norepinefrin dari ujung
saraf, tetapi mampu pula memacu langsung reseptor α dan β. Oleh karena itu, sejumlah besar
kerja adrenergik yang muncul sering sekali dengan efek epinefrin, walaupun sedikit lebih
lemah.
 Metaraminol
Metaraminol adalah obat adrenergik yang bekerja ganda dengan kerja yang mirip norepinefrin.
Obat ini digunakan pada pengobatan syok dan untuk mengatasi hipotensi mendadak.
4.) Antagonis adrenergik
Antagonis adrenergik mengikat adrenoseptor tetapi tidak menimbulkan efek intraseluler yang
diperantarai reseptor seperti lazimnya.
a.) Obat penyekat adrenergik α
Obat-obat yang menyekat adrenoseptor α sangat mempengaruhi tekanan darah.
 Fenoksibenzamin
Kerja fenoksibenzamin ini berakhir sekitar 24 jam setelah pemberian tunggal. Setelah obat
disuntikkan,belum erjadi penyekatan beberapa jam karena molekul harus dibiotransformasi
lebih dulu menjadi bentuk aktif.
Kerja :
- Efek kardiovaskular : penurunan resistensi perifer ini menimbulkan refleks takikardia. Lebih
jauh kemampuan untuk menyekat reseptor α2 presinaptik pada jantung justru menimbulkan
peningkatan curah jantung.
- Reversal epinefrin : fenoksibenzamin tidak mempunyai efek terhadap kerja isoproterenol yang
murni sebagai agonis β.
Penggunaan terapi : fenoksibenzamin digunakan untuk pengobatan feokromositoma, tumor
pensekresi katekolamin sel-sel yang berasal dari medulla adrenalis.
Efek samping : fenoksibenzamin dapat menyebabkan hipotensi postural, sumbatan hidung,
mual dan muntah.
 Fentolamin
Kebalikan dari fenoksibenzamin, fentolamin menimbulkan penyekatan kompetitif terhadap
reseptor α1 dan α2. Kerja obat ini berakhir setelah 4 jam pemberian tunggal. Fentolamin
digunakan juga untuk terapi feokromositoma dan keadaan klinis lainnya ditandai dengan
pelepasan katekolamin berlebihan.
 Prazosin, terazosin, dan doksazosin
Efek kardiovaskuler : prazosin dan terazosin menurunkan resistensi vaskular perifer dan
menurunkan tekanan darah arterial dengan melemaskan otot polos arteri dan vena.
Penggunaan terapi :dosis awal obt ini menimbulkan respons hipotensi yang berlebihan
bahkan menimbulkan sinkop(pingsan). Kerja demikian disebut sebagai “efek dosis awal”,
dapat dikurangi dengan menyesuaikan dosis awal tersebut menjadi 1/3 atau ¼ dari dosis
normal, dan obat diberikan menjelang tidur.
Efek samping : parazosin dan terazosin mungkin menyebabkan pusing, kehilangan tenaga,
hidung tersumbat, sakit kepala, megantuk, dan hipotensi ortostatik.
b.) Obat penyeka adrenergik β
Semua obat penyekat β yang digunakan dalam klinik bersifat antagonis kompetitif.
 Propranolol: suatu antagonis- β non-selektif
Kerja : kardiovaskular, vasokonstriksi perifer, bronkokonstriksi, peningkatan retensi natrium,
menghambat kerja isoproterenol.
Efek terapi : memberikan terapi pada hipertensi, glaukoma, migren, hipertiroid, angina
pektoris, infark miokardial.
Efek samping : bronkokonstriksi, aritmia, gangguan seksual, gangguan metabolisme, interaksi
obat.
 Timolol dan nadolol: antagonis- β non-selektif
Timolol menyekat juga adrenoseptor β1 dan β2 dan leih kuat dari propranolol. Nadolol kerjanya
sangat panjang. Nadolol mengurangi produksi cairan humor mata dan digunakan secara topikal
pada pengobatan glaukoma sudut terbuka menahun, dan dapat pula sesekali digunakan untuk
pengobatan sistemik hipertensi.
 Asebutolol, atenolol, metoprolol, dan esmolol antagonis β selektif
Kerja : obat-obat penyekat – β menurunkan tekanan darah pada hipertensi dan meningkatkan
toleransi latihan fisik dan angina.
Penggunaan terapi dan hipertensi : karena obat-obat ini mempunyai efek kecil sekali
terhadap reseptor β2 vaskuler perifer, maka kedinginan anggota tubuh, suatu efek samping yang
sering muncul pada terapi penyekat-β sangat jarang terjadi.

 Pindolol, dan asebutolol: antagonis dengan aktivitas agonis parsial


Kerja : pada kardiovaskular asebutolol dan pindolol bukan penyekat murni; melainkan
mempunyai kemampuan memacu dengan lemah sekali reseptor β1 dan β2 dan oleh karena itu
disebut memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik. Serta pengurangan efek metabolik.
 Labetalol penyekat α dan β
Kerja : obat ini tidak mengganggu kadar lipid atau glukosa darah alam serum.
Penggunaan terapi pada hipertensi : labetalol berguna untuk pengobatan pasien hipertensi
berusia tua. Labetalol dapat digunakan sebagai obat alternatif terhadap hidralazin untuk
pengobatan hipertensi akibat kehamilan.
c.) Obat-obat yang mempengaruhi pelepasan atau ambilan kembali neurotransmitter
 Reserpin
Awal kerja obat ini lambat timbul tetapi masa kerjanya panjang. Bila obat dihentikan kerjanya
menetap selama beberapa hari.
 Guanetidin
Obat ini sekarang jarang digunakan untuk pengobatan hipertensi karena sering menimbulkan
hipotensi ortostatik dan mengganggu fungsi seksual pada lelaki.
 Kokain
Kokain adalah unik diantara anastesi lokal yang mampu menyekat enzim ATPase diaktifkan
Na dan K melintas membran sel neuron adrenergik. Akibatnya, norepinefrin menumpuk dalam
ruang sinaptik, menimbulkan bertambahnya aktivitas simpatetik dan memperkuat kerja
epinefrin dan norepinefrin. Oleh karena itu, dosis kecil katekolamin mampu menimbulkan efek
yang diperkuat pada pasien yang menelan kokain dibanding yang tidak menelannya.

Anda mungkin juga menyukai