Ekspresi yang dilarang antara lain: menunjukkan jari sebagai simbol nomor urut atau
memakai aksesoris kandidat tertentu.
"Mengespresikan dukungan itu yang tidak boleh misalnya menunjukan jari,
dukungan, simbol dukungan calon tertentu. Jika mereka ingin tahu materi kampanye
itu boleh agar mereka punya referensi," ujar Afif di kantornya, Jumat (4/5/2018).
Bawaslu mencontohkan, ada seorang Kepala Desa di Maluku Utara yang diputuskan
bersalah karena menunjukkan keberpihakan terhadap kandidat di Pilkada. Kepala
Desa itu terbukti bersalah karena mengacungkan jari sesuai dengan nomor urut
calon kepala daerah.
Kendati demikian, Bawaslu mengizinkan ASN hadir di kampanye pilkada atau pemilu
agar mereka bisa mengetahui visi dan misi para kandidat. ASN juga didorong
menggunakan hak pilihnya jika peduli dengan program pemerintah, yakni
meningkatkan tingkat partisipasi dalam pemilu.
"Kami dalam posisi yang tegas dalam menindak ASN yang tidak netral. Jika
pertanyaannya 'apakah mereka boleh mengakses soal materi kampanye?' itu boleh.
Keberpihakan itu yang tidak boleh," kata Afif.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN memang tak melarang pegawai
negeri menggunakan suaranya pada pemilu. Mereka hanya diwajibkan menjaga
netralitas dan tidak berpihak terhadap parpol atau kepentingan politik tertentu.
rtikel ini merupakan jawaban dari pertanyaan terpilih yang masuk ke
fitur #MillennialsMemilih by IDN Times. Bagi pembaca yang punya
pertanyaan seputar Pilpres 2019, bisa langsung tanyakan
kepada redaksi IDN Times.
Abhan menuturkan ASN memiliki hak pilih dalam setiap pagelaran pesta
demokrasi di Indonesia, baik itu pemilihan kepala daerah, pemilihan
anggota legislatif, maupun pemilihan presiden.
Karena itu, kata Abhan, tidak ada larangan bagi ASN menghadiri
kampanye, guna mengetahui visi dan misi kandidat pasangan calon.
Namun, ASN bisa ikut kampanye terbuka hanya sebatas mendengarkan
visi, misi, dan program kandidat.
"Yang penting, dia tidak menggunakan atribut partai politik dan pasangan
calon. Kalau dia memakai itu berarti ada unsur keberpihakan," kata Abhan
dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (2/1).
Jika pihak-pihak yang disebutkan dalam Pasal 280 ayat (2) tetap
diikutsertakan dalam kampanye, kata Abhan, maka akan dikenakan sanksi
pidana kurungan dan denda sesuai yang tercantum dalam UU 7 Tahun
2017.