Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara tiba-tiba yang dapat
disebabkan oleh kejadian alam, bencana teknologi, perselisihan atau kejadian yang disebabkan
oleh manusia, dan menuntut suatu penanganan segera. Kejadian gawat darurat dapat menimpa
siapa saja dan terjadi dimana saja.
Kejadian gawat darurat dapat berupa kecelakaan yang misalnya seperti kecelakaan
kendaraan bermotor, keracunan obat atau makanan, tenggelam, tersengat listrik, kehilangan
darah, dan bahkan serangan jantung. Serangan jantung merupakan suatu kejadian gawat darurat
yang dapat menyebabkan terjadinyahenti nafas dan henti jantung. Berdasarkan penelitian dari
negara-negara di Eropa, mengatakan bahwa kasus henti jantung merupakan salah satu penyebab
kematian dengan angka kejadian sekitar 700.000 kasus setiap tahunnya.
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbesar nomor satu di dunia. Pada
orang dewasa, penyakit jantung yang paling sering ditemui ialah penyakit jantung koroner dan
gagal jantung. Dimana, pada tahun 2012 tercatat angka kematian dunia yang diakibatkan oleh
penyakit jantung koroner ialah berkisar 7,4 juta. Penyakit jantung koroner dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan listrik yang akhirnya menyebabkan Sudden Cardiac Arrest (SCA).
Cardiac arrest merupakan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba guna
mempertahankan sirkulasi normal darah yang berfungsi untuk menyuplai oksigen ke otak dan
organ vital lainnya, yang ditandai dengan tidak ditemukan adanya denyut nadi akibat
ketidakmapuan jantung untuk dapat berkontraksi dengan baik. Kematian pada cardiac arrest
terjadi ketika jantung secara tiba-tiba berhenti bekerja dengan benar.
Di Amerika Serikat, layanan gawat darurat medis mengkaji setiap tahunya terdapat lebih
dari 420.000 kasus cardiac arrest yang terjadi di luar rumah sakit. Pada tiga terkahir, tercatat
sebanyak 60.000 kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) pada beberapa negara yang
bergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia. Di Indonesia, data prevalensi yang
didapatkan untuk penderita cardiac arrest tiap tahunnya belum jelas, tetapi diperkirakan terdapat
sekitar 10.000 warga Indonesia yang mengalami cardiac arrest4.
Kelangsungan hidup korban OCHA, akan jauh lebih baik jika mendapatkan
Cardiopulmonary Resusciation (CPR) secepat mungkin baik itu dari pihak Emergency Medical
Service (EMS) ataupun masyarakat umum (bystander). Bahkan, berdasarkan data dari American
Heart Association (2015) sebesar 40,1% korban OHCA terselamatkan setelah mendapatkan
Resusitasi Jantung Paru (RJP) oleh bystander10. Hal ini dikarenakan, sekitar 80% dari OHCA
terjadi di rumah dan 20% di tempat umum, sehingga sangatlah penting peran dari bystander
dalam memberikan RJP sesegera mungkin terhadap korban OHCA.
Bantuan Hidup Dasar (BHD) harus diberikan pada setiap korban yang mengalami
perdarahan, henti nafas dan henti jantung. Sehingga, perlu diajarkan mengenai keterampilan
BHD pada siapa saja, khususnya orang dewasa. Seharusnya, semua orang di dunia mengetahui
tentang tekhnik dasar pertolongan pertama dan dapat mengambil pelatihan yang teratur guna
memastikan bahwa pengetahuannya tetap berjalan.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bantuan Hidup Dasar


Definisi bantuan hidup dasar
Bantuan hidup dasar merupakan dasar guna menyelamatkan nyawa ketika
terjadi henti jantung. Aspek dasar dari bantuan hidup dasar adalah mengenali secara
langsung sudden cardiac arrest (SCD), kemudian mengaktivasi sistem tanggap darurat
cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) sedini
mungkin, dan defibrilasi cepat menggunakan automated external defibrillator (AED).
Pengenalan dini dan memberikan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga
dianggap sebagai bagian dari bantuan hidup dasar.
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan darurat yang berupaya
untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan atau henti jantung ke fungsi optimal,
guna mencegah terjadinya kematian biologis. Dengan cara memberikan bantuan
sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi pada tubuh secara efektif dan optimal
hingga didapatkan kembali sirkulasi sistemik secara spontan.

2.2 Indikasi Bantuan Hidup Dasar

1. Henti napas

Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi.
Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan
terjadinya henti jantung. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan
gawat darurat medik yang bertujuan:
a) Aktivasi Aliran Darah
b) Maksimalisasi Oxygen
c) Return of Spontanious Circulation
d) Minimalisir Kerusakan Neurologis
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban atau pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus
dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan:

a) Tenggelam
b) Stroke
c) Obstruksi jalan napas
d) Epiglotitis
e) Overdosis obat-obatan
f) Tersengat listrik
g) Infark miorkard
h) Tersambar petir
i) Koma akibat berbagai macam kasus

2.3 PRINSIP BANTUAN HIDUP DASAR  SRSCAB

1. Safety
2. Responsiveness
3. Shout For Help
4. Circulation
5. Airway
6. Breathing

1. Safety (Aman)

Pastikan kondisi aman bagi penolong maupun korban. Resustansi


jantung paru (RJP) dilakukan pada permukaan keras dan rata.

2. Responsiveness (Memastikan kesadaran dari korban/pasien).

Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong


harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien,
dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien
dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan,
sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas!!! /Mbak !!!
Mengecek respon juga dapat dilakukan dengan menekan kuku atau tulang
dada.
Respon dapat berupa rintihan atau gerakan. Napas yang tidak normal tidak
dianggap sebagai respon. Untuk mengenali pasien yang mengalami serangan
adalah apabila pasien tidak memberikan respon atau tidak bernapas dengan
normal.

3. Shout For Help (Meminta pertolongan)


Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan,
segera minta bantuan dengan cara :
1) Satu penolong segera menghubungi tim medis dan AED (automated
Eksternal Defribillator), jika ada.
2) Beri informasi berupa :
a. Apa yang terjadi (misalnya serangan Jantung / tidak
sadar
b. Jumlah Korban
c. Lokasi korban
d. Nomor telepon yang bisa di hubungi
e. Dibutuhkan ambulance segera
3) Tutup telepon setelah diinstruksikan oleh petugas.

4. Pulse Check
-Cek di arteri carotis communis
-Ingat tidak lebih dari 10 detik (hanya untuk memastikan ada tidaknya nadi )

5. ChestCompression

1) Penekanan dada ini membuat aliran darah dengan meningkatkan tekanan


intra-thoracic dan langsung mengkompresi jantung. Ini menghasilkan
pengiriman oksigen dan aliran darah ke miokardium dan otak. Penekanan
dada yang efektif sangat penting untuk menyediakan aliran
darah selama CPR. Untuk alasan ini semua pasien cardiac arrest harus
menerima penekanan dada. Posisi pijatan ½ bawah tulang dada pasien
dengan memposisikan tumit tangan penolong pada daerah pijatan dan
tangan lain diatasnya.
2) Kompresi dada efektif :
a) Minimal 100 penekanan per menit dan maksimal 120 penekanan
per menit
b) Dengan kedalaman kompresi minimal 2 inchi/5 cm dan
maksimal 2,4 inchi/6 cm
c) Meminimalkan interupsi dan durasi untuk memaksimalkan
jumlah penekanan yang lakukan permenit.
d) Recoil sempurna yaitu dinding dada kembali ke posisi normal
secara penuh sebelum kompresi dada berikutnya dengan cara
tangan penolong tidak bertmpu pada dada korban di antara dua
penekanan.
e) Menghindari bantuan nafas terlalu sering (avoid
hiperventilation) 30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan nafas
disebut 1 siklus RJP/CPR (resusitasi jantung
paru/cardiopulmonary resuscitation). 5 siklus RJP dilakukan
selama 2 menit. Setelah 5 siklus RJP, dilakukan pengkajian nadi
karotis, bila belum ditemukan nadi maka dilanjutkan 5 siklus
RJP berikutnya, begitu seterusnya.
6. Airway

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan


melakukkan tindakan:

1. Pemeriksaan jalan napas.


Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan
jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus
dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan
dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong
kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan
dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

2. Membuka jalan napas.


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah
dan epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah
dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tild
- chin lift) dan manuver pendorongan mandibula (jaw
thrust).
7. Breathing
Terdiri dari 2 tahap:
1. Memastikan korban/pasien tidak bernapas. Dengan cara
melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi
napas dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk
itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan
hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan
napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik.
2. Memberikan bantuan napas. Jika korban/pasien tidak bernapas,
bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut
ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas
sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap
kali hembusan adalah 1,5 - 2 detik dan volume udara yang
dihembuskan adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai
dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus
menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas
agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen
yang dapat diberikan hanya 16 - 17%. Penolong juga harus
memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan
bantuan napas. Lakukan ventilasi 2 kali tiap kali selesai 30
pijat dada Cara memberikan bantuan pernapasan :

a. Mulut ke mulut Bantuan pernapasan dengan


menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan
efektif untuk memberikan udara paru-paru
korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas
dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas
dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat
menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar
tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas
dan juga penolong harus menutup lubang hidung
korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume
udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa
adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang
berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga
terjadi distensi lambung.
b. Mulut ke hidung Teknik ini direkomendasikan jika
usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana
mulut korban mengalami luka yang berat, dan
sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong
harus menutup mulut korban/pasien.
c. Mulut ke Stoma Pasien yang mengalami laringotomi
mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan
trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami
kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi
dari mulut ke stoma.

2.4 Bantuan hidup dasar dengan satu penolong

Pada dua penolong atau lebih, setelah alat intubasi terpasang


selama pemberian RJP, ventilasi diberikan setiap 6-8 detik sekali atau
dalam satu menit 8-10 ventilasi tanpa usaha sinkronisasi antara
kompresi dan ventilasi. Kompresi dada tidak dihentikan untuk
pemberian ventilasi. Ventilasi diberikan dalam waktu satu detik
dengan volume sesuai tidal. Penolong menggunakan mouth barrier
untuk proteksi.
Lanjutkan 30 kompresi dan 2 siklus napas sampai 5
siklus kemudian dievaluasi kembali nadi korban.
- Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan
bantuan nafas dengan rasio 30 : 2. Jika ada nafas dan denyut nadi
teraba letakkan pasien pada posisi mantap (recovery position)
- Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas
sebanyak 10- 12x/menit dan monitor nadi setiap 2 menit. Jika sudah
terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar
jalan nafas tetap terbuka.

2.5

Anda mungkin juga menyukai