Anda di halaman 1dari 15

LBM 4

Step 1
1. Anorexia : keinginan tidsak mau makan menyebabkan turunnya berat badan. Gangguan emosional yang berkaitan
dengan berat badan
2. Insomnia : gangguan pola tidur. Kualitas dan kuantitas tidur tidak efektif atau kurang. Ada 3: early (susah memulai
tidur), middle (sering terbangun dari tidur & masih bisa kembali tidur), late (tidur larut, bangun lebih pagi)
3. Kejang : peningkatan eksitasi di ssp yang menyebabkan peningkatan aktivitas motorik. Gangguan dimana GABA tidak
bisa membuka sehingga kanal ion Cl tidak bisa masuk dari presinap ke postsinaps.
Bisa dipicu oleh suhu yang terlalu tinggi.
Gejala : motorik, rigiditas

STEP 3

1. Mengapa pasien merasa mual, anorexia, keringat meningkat, cemas, insomnia? Hubungannya dengan terjadinya GMO?
2. Bagaimana diagnosis multiaksial dari pasien di skenario?
Aksis I  F10.3 Gangguan mental dan perilaku akibat keadaan putus alkohol
Aksis II Z03.2 Tidak ada Diagnosis ( Gambaran Kepribadian Dissosial )
Aksis III  Tidak ada ( None )
Aksis IV  Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Aksis V  11 ( Mutakhir )

3. Apa saja diagnosis bandingnya?


F10.2 sindrom ketergantungan karena alkohol

4. Apa saja kemungkinan etiologi pada kasus di skneario?


Gg mental :
-organik : kerusakan di otak. Ada Demensia, delirium akibat stoke, trauma kepala,alzheimer. Post stroke  kepribadian
berubah.
Akibat obat2 yang memmpengaruhi SSP (ex:alkohol, NAPZA).
-non organik : lebih ke biokimiawi

Alkohol : lebih ke kepribadian antisosial.

Teori psikodinamik :
Ada 5 fase kepribadian:
-Oral : umur 0-1 tahun. Lebih memuaskan diri di mulut (ngisap asi). Jika tidak puas  saat dewasa melampiaskan ke
alkohol
-anal : 2-3th. Puas melalui anal. Harus diajarkan toilet training. Jika terlalu galak saat diajarkan  OCD. Jika terlalu
lembek  melampiaskan ke alkohol
-Falik : pengenalan gender. Elektra sindrom (wanita), pria(Odipal). Pria : fase odipal (mencintai ibu) berebut dg ayah
untuk mencintai ibunya.
Elektra sindrom : pas kecil, si cewek ingin jadi ayah  kesal dengan ibunya  melampiaskan dengan miripin diri dg ibu
-fase laten : 5th – remaja. Menyimpan ego seksual untuk arahin ke hal2 lain (hobi)
-fase genital : mengarahkan ego seksual ke lawan jenis.

• Delirium  peny. SSP (epilepsi), sistemik (gagal jantung), intoksikasi antikolinergik, putus zat.
NT : asetikolin. Neuroanatomis : formatio retikularis (yang atur perhatian dan kesadaran)
• Demensia tipe alzheimer
NT : asetilkolin, NE hipoaktif
kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran  membran yang kurang cairan jadi kaku
• Demensia vaskuler
gg pembuluh darah serebral kecil mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar
pada daerah otak yang luas

5. Apa efek alkohol bagi fisiologis tubuh? Bagaimana intoksikasinya?


Alkohol masuk ke tubuh  di metabolisme oleh 3 enzim : CYP2e1, ADH  asetil dehid  jadi toxic di tubuh 
menjadi ATP dan Fatty acid lemak  menumpuk jadi kolestrol.
Dieksresi oleh enzim asetil koa. Jika di paru jadi CO2, jika keluar ginjal jadi h20.
2 enzim:
-alkohol dehidrogenase
-aldehid dehidrogenase  asam asetat  h2o, co2

Efek lainnya :
-absorbsi : diabsorbsi ke seluruh aliran darah  semua jaringan tubuh  tergantung kandungan air. Makin banyak
kanduang air, makin banyak alkohol
-otak : meningkatkan ach nikotinik, serotonin, GABAa. Dan inhibisi glutamat, kanal Ca voltage gate
-tidur : menurunkan tidur REM & tidur dalam
-efek perilaku : tergantung persenan di darah :
0,05% : ganggu isi pikir, daya nilai, pengendalian longgar
0,1% : gerak motorik terganggu
0,2% : fungsi seluruh motorik otak terganggu
0,3% : gaduh gelisah, stupor
` 0,4%- 0,5% : koma
>0,5% : kematian dengan cara pusat yang atur nafas & denyut jantung terganggu.
Efek toleransi. Harus meningkatkan kadar & jumlah yang diminum, untuk mendapat efek yang sama.
- SSP. Alkohol ada metanol akan berpengaruh ke eksitatori :
Agonis thd GABA (inhibitorik meningkat)
Reseptor opioid ssp  meningkat NT dopamin, serotonin inhibitorik meningkat
Antagonis thd glutamat  inhibitorik
Alkohol bersifat depresi SSP  tergantung organ mana.
Cortex serebrum  penurunan kesadaran, fx kognisi, memori
Amygdala  emosi  eforia
Limbik  perilaku & eprsepsi halusinasi
Cerebellum  hilang keseimbangan
Alkohol berkali2  sensitifitas thd reseptor gaba & opioid berkurang  jadi rasa ingin tambah kadar & jumlah
alkohol.

Otak ada memori  jika minum alkoohol, menurunkan fungsi otak


Karena putus alkohol, homeostasis meningkat  kejang, insomnia

6. Apa saja terapi farmakologi & psikoterapi bagi pasien?


- Pasien datang kejang : obati gejalanya (kejang, cemas  benzodiazepin; mood sedih  antidepresan)
- Tunggu 24 jam  pulih, stabil  disulfiram  hambat perubahan asetaldehid ke asetat
- Kasih alkohol sedikit disertai disulfiram 250mg selama 2 minggu .Agar pasien jera tidak minum alkohol. Karena
disulfiram hanya dengan alkohol sedikit, sudah ada efeknya.
- sembari dikasih multivitamin karena komplikasinya sindrom wernick.
- KI disulfiram : sirosis, insufisiensi hepar, epilepsi, hamil.
- praktik meditasi menimbulkan perubahan aktivitas gelombang otak dan bersifat meningkatkan kondisi relaksasi
meningkatkan neurotransmiter yang memengaruhi kondisi emosi positif seperti melatonin, serotonin.

- Vit b1 proteksi saraf agar tidak rusak selama 3bl-1tahun.


- Psikoterapi : minum kenapa  bantu selesaikan masalah keluarga.
Ubah pola pikir pasien bahwa alkohol bukan jalan keluar
Cara mengatasi saat kumal  relaxasi & cara mekanisme koping yang benar

-pasien kejang  diazepam gol benzodiazepin secara IV atau rektal.


- Ketika sudah tenang, dilakukan detoksifikasi (pmbersihan alkohol dalam tubuh menggunakan disulfiram peroral).
Menghambat metabolisme alkohol di tubuh  muntah.
- Diberi noltrexon (antagonis opioid) sehingga saatt pasien minum alkohol lagi tidak merasakan efek euforia. Diberi
secara IM. Waktu paruh 1 bulan. Efek : tidak ingin mengkonsumsi alkohol.

Psikoterapi :
-hipnoterapi
-konseling
-rehabilitasi
Monitoring.
7. Apa faktor risiko timbulnya GMO?
Konflik keluarga sangat mempengaruhi perkembangan psikopatologis anak. Konflik dalam keluarga juga akan
mempengaruhi sikap atau didikan orangtua terhadap anak, dan sikap orangtua sangat berpengaruh terhadap pola asuh
kepada anak. Pola pengasuhan orangtua mempengaruhi perkembangan perilaku sosial anak.
GMO :
Hiperlipidemi, hipertensi,
Alkohol : kelas sosioekonomi tinggi  alkohol
- Latar belakang pendidikan : semakin tinggi  alkohol
- Gender : pria
8. Apa definisi gangguan mental organik?
Gangguan mental yang disebabkan karena ada penyakit di otak atau gangguan di luar sistemik tubuh (zat2 NAPZA). Ada
3 gejajla utama:
- Gangguan kognitif : mudah lupa
- Gg. Sensorium : gg kesadaran
- Gg lain yang menonjol : gg persepsi (halusinasi/ilusi), gg isi pikir (waham),
Gg mental non organik : di sel, atau neurotransmitter nya.

Bisa disebabkan karena trauma, stoke, dsb.

GMO : gangguan dalam fx berpikir, perilaku akibat NAPZA. Mengalami perubahan:


-perilaku : ingin berkelahi
-fisiologis : cara berjalan sempoyongan
-psikologis : mudah marah, tersinggung
9. Mengapa pasien mengalami kejang setelah minum alkohol?
Minum alkohol  kesadaran turun, td turun,  otak ada memori  pada jam yg sama, yang menurun tadi akan
ditingkatkan karena tahu akan diberi alkohol lagi untuk menurunkan semuanya. Sindrom putus alkohol.

10. Sebutkan klasifikasi GMO!


Dementia : suatu keadaan yang menunjukan pada suatu sindroma klinik yang dimanifestasikan dengan kerusakan pada :
memori, kognisi, dan perubahan perilaku
Delirium
Sindroma amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
Gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:


 Demensia dan Delirium
 Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.
 Aterosklerosis otak
 Demensia senilis
 Demensia presenilis.
 Demensia paralitika.
 Sindrom otak organik karena epilepsi.
 Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi.
 Sindrom otak organik karena tumor intra kranial

Demensia - Demensia Pada Penyakit


Alzheimer
- Demensia Vaskular
- Demensia pada Penyakit Lain

Sindrom amnesik organik bukan akibat


Alkohol atau zat psikoaktif lainnya
Delirium bukan akibat alkohol dan zat
Gangguan Organik
dan Simtomatik psikoaktif lainnya
GMO
Gangguan Mental Lainnya Akibat
Kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik

Gangguan Akibat
Alkohol dan Gangguan kepribadian dan perilaku akibat
Obat/Zat penyakit,kerusakan dan disfungsi otak

11. Apa komplikasi pada tubuh akibat GMO?


penyalahgunaan alkohol Meningkatkan terjadinya penyakit otak atau metabolisme Itu pertukaran dapat memprovokasi kejang
(seperti stroke, cedera otak traumatis, demensia dan hiponatremia akut). Di sisi lain, toksisitas neurotransmitter etanol jalur
pertukaran-memodifikasi ambang epilepsi. Risiko kejang yang berhubungan dengan alkohol tergantung pada jumlah gol
asupan alkohol setiap hari.
Pengaruh alkohol terhadap tubuh terutama sebagai suatu depresan dan dapat memperlambat kegiatan otak. Semakin banyak
dikonsumsi, kadang-kadang si peminum menjadi mengantuk dan tertidur. Tingkat keracunan yang tinggi dapat membuat peminum
menjadi koma dan meninggal. Masing-masing akibat tersebut berbeda sesuai dengan bagaimana tubuh orang tersebut mencerna
alkohol, berat tubuhnya, jumlah alkohol yang dikonsumsi dan apakah kegiatan minum sebelumnya telah ditoleransi.
12. Apa definisi dari NAPZA dan penggolongannya?
Jenis-jenis Narkoba
 Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika) adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan :
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk
terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
(Contoh : morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. (Contoh :
kodein). Narkotika yang sering disalahgunakan adalah narkotika golongan I (Opiat : morfin, herion (putauw), petidin,
candu dan lain - lain. Ganja atau kanabis, marijuana, hashis-Kokain yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka).
• Psikotropika (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika) adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibedakan
dalam golongan - golongan sebagai berikut :
a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensiamat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD).
b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. ( Contoh : amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan. (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide,
nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG). Psikotropika yang sering disalahgunakan
antara lain :
a) Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
b) Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain- lain c)
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.

• Zat adiktif lain yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang
disebutNarkotika dan Psikotropika, meliputi :
a. Minuman berakohol mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat,
dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari - hari dalam kebudayaan tertentu. Jika
digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu
dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
1. Golongan A : kadar etanol 1 - 5%, (Bir)
2. Golongan B : kadar etanol 5 - 20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
3. Golongan C : kadar etanol 20 - 45 %, (whiskey, vodca, TKW, manson house, johny walker,
kamput.)
b. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada
berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain :
Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
c. Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan
narkoba di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutamapada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan narkoba lain yang lebih berbahaya. Bahan atau
obat serta zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sama sekali dilarang : narkotika golongan I dan psikotropika Golongan I.
2. Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif, dan hipnotika.
3. Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain. 4. Ada batas umur dalam penggunannya :
alkohol, rokok.

13. Apa perbedaan intoksikasi akut dengan sindrom putus zat?

Putus obat : perilaku utnuk meminum zat yg dia inginkan


14. Apa tanda gejala GMO akibat alkohol dan zat psikotik?
Tanda-tanda mental pada penyalahgunaan alkohol antara lain:
 mudah tersinggung dan marah
 gelisah
 menghindar dari kegiatan yang tidak memberikan kesempatan untuk minum
 kesulitan dalam membuat keputusan
 Pshysical signs:
 Alcohol odor on the breath
 Careless grooming and hygine
 Sign of intoxication (ataxia, slurred speech)
 Multiple traumas
 Hepatomegaly
 Certain facial features:
 Rhynophyma and persistent eritema with or without telangiektasis
 (later) sign of chronic liver disease:
 Jaundice
 Ascites
 Palmar erythema
 Spider angiomata
 Purpura
 Abdominal varices
 Testicular athropy
 gynecomastia
1. Gangguan Mental & Perilaku Akibat Alkohol dan Zat Psikoaktif
a) Klasifikasi
1) Menurut DSM IV
i. Gangguan terkait alkohol
ii. Gangguan terkait Amfetamin (atau lir-Amfetamin)
iii. Gangguan terkait Kafein
iv. Gangguan terkait Kanabis
v. Gangguan terkait Kokain
vi. Gangguan terkait Halusinogen
vii. Gangguan terkait Inhalan
viii. Gangguan terkait Nikotin
ix. Gangguan terkait Opioid
x. Gangguan terkait Fensiklidin (atau lir-Fensiklidin)
xi. Gangguan terkait Sedatif, -Hipnotif, atau -Ansiolitik
Benzodiazepin (misal flunitrazepam yang dionsumsi bersamaan dengan alkohol dikaitkan dengan
perilaku seksual pemerkosaan).
Barbiturat (pentobarbital, serkobarbital, amobarbital)
xii. Penyalahgunaan Anabolik Steroid
Anabolik steroid adalah famili obat-obatan yang mencakup hormon alami laki-laki testosteron dan
sekelompok analog testosteron sintetik yang disintesis sejak tahun 1940-an.
xiii. Gangguan terkait zat lain

KETERGANTUNGAN ZAT
Ketergantungan zat dibagi menjadi dua konsep, ketergantungan fisik dan ketergantungan perilaku. Ketergantungan
perilaku telah menekankan aktivitas mencari-cari zat (subtance-seeking behaviour) dan bukti-bukti pola pengunaan patologis.
Ketergantungan fisik adalah menekankan pada efek fisik (yaitu, fisiologis) dari episode multiple penggunaan zat.
Kriteria Diagnostik untuk ketergantungan zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
Suatu pola penggunaan zat maladaptif, yang menyebabkan gangguan atau penderitaan yang bermakna secara
klinis, seperti yang dimanifestasikan oleh tiga (atau lebih) hal berikut, terjadi pada setiap saar dalam periode 12
bulan yang sama.
1. Toleransi, seperti yang didefinisikan oleh berikut :
a. Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat secara jelas untuk mencapai intoksikasi atau efek
yang diinginkan
b. Penurunan efek yang bermakna pada pemakaian berlanjut dengan jumlah yang sama
2. Putus, seperti yang dimanifestasikan oleh berikut :
a. Sindom putus yang karakteristik bagi zat (lihat kriteria A dan B dari kumpulan kriteria untuk
putus dari zat spesifik)
b. Zat yang sama (atau yang berhubungan erat) digunakan untuk menghilangkan atau
menghindari gejala putus
3. Zat seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama periode yang lebih lama dari yang
diinginkan
4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau mengendalikan
penggunaan zat
5. Dihabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan zat (misalnya, mengunjungi banyak
dokter atau pergi jarak jauh), menggunakan zat (misalnya, chain-smoking), atau pulih dari efeknya
6. Aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting dihentikan atau dikurangi karena
pengguanaan zat
7. Pemakaian zat dilanjutkan walaupun mengetahui memiliki fisik dan psikologis yang menetap atau
rekuren yang kemungkinan telah disebabkan atau di eksaserbasi oleh zat (misalnya, baru saja
menggunakan kokain walaupun menyadari adanya depresi akibat kokain, atau terus minum walaupun
mengetahui bahwa ulkus memburuk oleh konsumsi alkohol)
Sebutkan jika :
Dengan ketergantungan fisiologis : tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, terdapat butir 1 maupun 2).

Tanpa ketergantungan fisiologis : tidak ada tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, tidak terdapat butir 1
maupun 2)
Penentu perjalanan :
Remisi penuh awal
Remisi parsial awal
Remisi penuh bertahan
Remisi parsial bertahan
Pada terapi agonis
Dalam lingkungan terkendali

Kriteria diagnostik untuk intoksikasi zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut
A. Perkembangan sindrom spesifik zat yang reversibel karena ingesti (atau pemaparan) suatu zat yang
belum lama terjadi.
Catatan : zat yang berbeda dapat menimbulkan sindrom yang mirip atau identik
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis yang disebabkan oleh efek
zat pada sistem saraf pusat (misalnya, kenakalan, labilitas mood, gangguan kognitif, gangguan
pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) dan berkembangan selama atau segera setelah
penggunaan zat
C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain

Kriteria diagnostik untuk putus zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut
A. Perkembangan suatu sindrom spesifik zat karena penghentian (atau penurunan) pemakaian zat yang
telah digunakan lama dan berat
B. Sindrom spesifik zat menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya
C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi umum dan tidak lebih baik diterangkan oleg gangguan mental lain
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN ALKOHOL
Efek alkohol pada otak terutama efek biokimia, efek perilaku dan efek pada tidur. Efek perilaku yang ditimbulkan oleh
penggunaan alkohol adalah pada tingkat 0,05 % alkohol di dalam darah, pikiran, pertimbangan dan pengendalian mengendur dan
seringkali terputus. Pada konsentrasi 0,1 %, aksi motorik yang disadari biasanya menjadi dirasakan canggung. Pada konsentrasi
0,2 % fungai seluruh daerah motorik di otak menjadi terdepresi; bagian otak yang mengontrol perilaku emosional juga
terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3 % seseorang umumnya mengalami konfusi atau dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi 0,4
sampai 0,5 % orang berada dalam koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat primitif di otak yang mengontrol pernafasan
dan kecepatan denyut jantung terpengaruhi dan dapat terjadi kematian. Sedangkan efek pada tidur yang ditimbulkan oleh alkohol
adalah menurunnya tidur REM (rapid eye movement), menurunnya tidur dalam (staidum 4), dan meningkatnya fragmentasi tidur,
termasuk lebih banyaknya dan lebih lamanya episode terbangun.
Selain pada otak, alkohol juga menimbulkan efek kerusakan pada hati, berkembangnnya esofagitis, gastritis dan ulkus
lambung.
Gangguan akibat alkohol yang dapat terjadi adalah ketergantungan alkohol, intoksikasi alkohol, putus alkoholm, delirium,
demensia menetap, gangguan amnestik, gangguan psikotik dengan halusinasi, gangguan psikoti dengan waham, gangguan mood,
gangguan kecemasan, disfungsi seksual, gangguan tidur dan gangguan berhubungan alkohol yang tidak ditentukan.

INTOKSIKASI ALKOHOL
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi alkohol berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Baru saja menggunakan alkohol
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikolgis yang bemakna secara klinis (misalnya, perilaku seksual
atau agresif yang tidak tepat, labilitas mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau
pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah, ingesti alkhol
C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian alkhol :
1) Bicara cadel
2) Inkoordinasi
3) Gaya berjalan tidak mantap
4) Nistagmus
5) Gangguan atensi atau daya ingat
6) Stupor atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain

Intoksikasi alkohol yang parah dapat menyebabkan koma, depresi pernafasa, dan kematian, baik karena henti pernafasan
atau karena aspirasi muntah. Hal ini berhubungan dengan konsentrasi alkohol di dalam darah dan kadarnya di dalam otak.

PUTUS ALKOHOL
Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar, walaupun spektrum gejala dapat meluas sampai termasuk gejala psikotik
dan persepsi, kejang dan gejala delirium putus alkohol. Gemetar berkembang 6 – 8 jam setelah dihentikannya minuman, gejala
psikotik dan persepsi mulai dalam 8 – 12 jam. Kejang dalam 12 – 24 jam, dan delirium dalam 72 jam. Gejala lain putus alkohol
adalah iritabilitas umum, gejala gastrointestinal dan hiperaktivitas otonomik simpaik, termasuk kecemasan, kesiagaan,
berkeringat, kemerahan pada wajah, midriasis, takikardia dan hipertensi ringan. Pasien biasanya sadar tetapi mudah dikagetkan.
Pada pasien putus alkohol juga bisa kejang dan delirium.
Kriteria diagnostik untuk putus alkohol berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Penghentian (atau penurunan) pemakaian alkhol yang telah lama atau berat
B. Dua (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah
kriteria A :
1. Hiperaktivitas otonomik (misalnya, berkeringat atau kecepatan denyut nadi lebih dari 100)
2. Peningkatan tremor tangan
3. Insomnia
4. Mual atau muntah
5. Halusinasi atau ilusi lihat, raba atau engar yang transien
6. Agitasi motorik
7. Kecemasan
8. Kejang grand mal
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang serius secara klinis atau gangguan fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain
Sebutkan jika :
Dengan gangguan persepsi

2) Menurut PPDGJ III


i. F 10 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Alkohol
ii. F 11 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Opioida
iii. F 12 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Kanabinoida
iv. F 13 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Sedativa atau Hipnotika
v. F 14 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Kokain
vi. F 15 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Stimulansia lain termasuk kafein
vii. F 16 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Halusinogenika
viii. F 17 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Tembakau
ix. F 18 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Pelarut yang mudah menguap
x. F 19 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Zat multipel dan Penggunaan Zat psikoaktif
lainnya
b) Etiologi
1) Faktor Psikodinamik
Menurut teori klasik, penyalahgunaan zat merupakan ekuivalen dari masturbasi (yi., kebutuhan untuk orgasme),
defensi terhadap impuls ansietas atau manifestasi regresi oral (yi., dependensi). Formulasi psikodinamik terkini
menghubungkan penggunaan zat dengan depresi atau menangani penggunaan zat sebagai refleksi fungsi ego
yang terganggu (yi., ketidakmampuan mengatasi kenyataan).
2) Teori Perilaku
Beberapa model perilaku penyalahgunaan zat memfokuskan pada perilaku mencari zat dibanding pada gejala
dependensi fisik. Sebagian besar penyalahgunaan zat menimbulkan pengalaman postif setelah penggunaan
pertama, dan oleh karena itu, zat tersebut bertindak sebagai penguat positif perilaku mencari zat.
3) Faktor Genetik
Bukti kuat dari penelitian terhadap anak kembar, anak adopsi, dan saudara kandung yang dibesarkan secara
terpisah mengindikasikan bahwa kasus penyalahgunaan alkohol memiliki komponen genetik.
4) Faktor Neurokimiawi
Untuk sebagian besar zat yang disalahgunakan, dengan pengecualian alkohol, peneliti telah menemukan
neurotransmitter atau reseptor neurotransmitter tertentu di mana zat menimbulkan efeknya. Misal opiat yang
bekerja pada reseptor opiat. Neurotransmitter utama yang mungkin terlibat dalam perkembangan
penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat adalah sistem opiat, katekolamin (khususnya dopamin), dan
gamma-aminobutyric acid (GABA).

c) Komorbiditas
Dikenal juga sebagai diagnosis ganda adalah diagnosis dua atau lebih gangguan psikiatrik pada pasien. Survey
menunjukkan 76 % laki-laki dan 65 % wanita dengan diagnosis penyalahgunaan atau ketergantungan zat mempunyai
diagnosis psikiatrik tambahan. Diagnosis psikiatrik lain yang sering yang sering berhubungan dengan penyalahgunaan zat
adalah gangguan kepribadian antisosial, fobia (dan gangguan kecemasan lainnya), gangguan depresif berat, dan
gangguan distimik. Pada umumnya, zat yang paling kuat dan berbahaya mempunyai angka komorbiditas yang paling
tinggi. Contohnya lebih sering penggunaan opioid dan kokain dibandingkan penggunaan marijuana.
d) Pengobatan
1) Farmakologi
Detoksifikasi
a. Konvensional : dibatasi (abtinensia zat)
b. Asupan zat/ zat subtitusi atau pengganti sebagai contoh methadone (untuk mengurangi efek
putus zat), atau untuk mengobati suatu perkiraan gangguan psikiatrik dasar sebagai contoh
antidepresan.
2) Non Farmakologi
Terapi keluarga
Terapi kelompok

2. Gangguan mood dan afektif


a. Klasifikasi menurut DSM IV
i. Gangguan mood utama
1. Gangguan depresif berat
2. Gangguan bipolar I (pasien dengan episode manik dan depresif dan pasien dengan episode
manik saja)
ii. Gangguan mood tambahan
1. Gangguan distimik
2. Gangguan siklotimik
b. Etiologi
i. Faktor biologi
1. Penurunan jumlah norepinefrin
2. Kekurangan serotonin dapat mencetuskan depresi dan beberapa pasien dengan impuls bunuh
diri
3. Aktivitas dopamin berkurang pada depresi dan meningkat pada mania. Dua teori terkini
mengenai dopamin dan depresi adalah bahwa jaras dopamin mesolimbik mungkin
mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopamin D 1 mungkin hipoaktif pada
depresi.
ii. Faktor genetika
1. Teori keluarga
Keluarga derajat pertama probandus memiliki kecenderungan gangguan bipolar I 8-18 kali
daripada keluarga derajat pertama kontrol dan 2-10 kali cenderung mengalami gangguan
depresif berat.
2. Studi anak kembar
Gangguan Bipolar I Gangguan Depresif Berat
Kembar Monozigot 33 % - 90 % 50 %
Kembar Dizigot 5 % - 25 % 10 % - 25 %

iii. Faktor psikososial


1. Peristiwa hidup dan stress lingkungan
a. Peristiwa hidup yang paling sering menimbulkan depresi adalah kehilangan orang tua
sebelum usia 11 tahun.
b. Stressor lingkungan yang paling sering menimbulkan awitan depresi adalah kematian
pasangan.
2. Faktor kepribadian
Gangguan kepribadian tertentu seperti obsesif kompulsif, histrionik kemungkinan memiliki
risiko lebih besar mengalami gangguan depresi daripada gangguan kepribadian antisosial atau
paranoid.

3. Faktor psikodinamik depresi


a. Gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral (10 – 18 bulan pertama kehidupan
predisposisi terhadap depresi).
b. Depresi dapat terkait dengan kehilangan obyek yang nyata atau khayalan.
c. Introyeksi obyek yang meninggal
d. Kehilangan obyek
4. Faktor psikodinamik mania
Sebagian besar teori memandang episode manik sebagai pertahanan terhadap depresi.
c. Terapi
i. Farmakologi
1. Gangguan depresi berat : anti depresan
2. Gangguan bipolar : anti mania
ii. Non farmakologi
1. Terapi psikososial
2. Terapi kognitif
3. Terapi Interpersonal
4. Terapi Perilaku
5. Terapi Keluarga

Terapi obat untuk Intoksikasi dan Putus alkohol adalah sebagai berikut :
Masalah klinis Obat Jalur Dosis Keterangan
Gemetaran dan Chlordiazepoxide Oral 25–100 mg tiap 4-6 jam Dosis awal dapat diulangi tiap 2 jam
agitasi ringan – sampai pasien tenang; dosis
sedang selanjutnya harus ditentukan secara
individual dan titrasi

Diazepam Oral 5–20 mg tiap 4-6 jam


Halusinosis, agitasi Lorazepam Oral 2-10 mg tiap 4-6 jam
parah Chlordiazepoxide Intravena 0,5 mg/kg pada 12,5 Berikan sampai pasien tenang; dosis
mg/mnt selanjutnya harus ditentukan secara
individual dan titrasi
Kejang putus Diazepam Intravena 0,15 mg/kg pada 2,5
mg/mnt
Delirium tremens Lorazepam Intravena 0,1 mg/kg pada 2,0
mg/mnt

Anda mungkin juga menyukai