Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan Keseimbangan yaitu
kemampuan untuk mempertahankan proyeksi pusat tubuh pada landasan
penunjang baik saat berdiri, duduk, transit dan berjalan (Winter, 1995 dalam
Howe, et al. 2008). Adanya masalah dalam keseimbangan menimbulkan
adanya risiko jatuh.
Risiko jatuh adalah meningkatnya kerentanan peristiwa jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik. Menurut Miller (2012) selain perubahan fisik
karena menua dan masalah kesehatan yang umum terjadi pada lansia,
kesehatan psikologis juga mempengaruhi penyebab risiko jatuh pada lansia.
Kejadian jatuh yang terjadi pada lansia merupakan kejadian serius yang bisa
membawa banyak akibat diantaranya : keterbatasan fisik, kesulitan
melakukan aktifitas sehari-hari, dan bahkan kematian (Probosuseno, 2008).
Tahun 2003 sekitar 1,8 juta lansia dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD) dan
lebih dari 421.000 lansia dirawat di rumah sakit karena mengalami luka
dibagian kepala akibat jatuh. Angka kejadian jatuh pada lansia baik di
institusi dan di rumah mencapai 50% kejadian jatuh terjadi setiap tahun, dan
40% diantaranya mengalami jatuh berulang, prevalensi jatuh tampaknya
meningkat sebanding dengan peningkatan umur lansia. Kejadian jatuh pada
lansia dipengerahi oleh faktor intrinsik (dalam) dan faktor ekstrinsik (luar)
(Nugroho, 2012).
Kejadian jatuh pada lansia merupakan salah satu masalah fisik yang
dapat mengakibatkan kecacatan atau bahkan kematian yang harus dicegah
dan perlu mendapatkan perhatian (Nugroho 2008). Dalam teori keperawatan
Miller (2012) dijelaskan bahwa konsekuensi fungsional lansia dapat menjadi
positif ataupun negatif tergantung dari perubahan yang terjadi dikarenakan
usia dan adanya faktor risiko tambahan. Kejadian jatuh sebagai konsekuensi
negatif perlu mendapatkan perhatian dari keperawatan sebab jatuh bukan

1
merupakan bagian normal dari proses penuaan (Nugroho 2008). Penting bagi
perawat untuk dapat memahami mengenai kejadian jatuh pada lansia dan
mengetahui cara mengatasi masalah kesehatan fisik yakni kejadian jatuh
sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat terhadap
pasien lansia yang mengalami ataupun berisiko mengalami kejadian jatuh.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan masalah kesehatan fisik jatuh pada
lansia?
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan karena adanya masalah kesehatan
fisik jatuh pada lansia?
3. Bagaimana Implikasi Keperawatan yang dapat dilakukan dalam
mengatasi masalah kesehatan fisik jatuh pada lansia?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan masalah kesehatan
fisik jatuh pada lansia
2. Mahasiswa mengetahui apa saja dampak yang ditimbulkan karena
adanya masalah kesehatan fisik jatuh pada lansia
3. Mahasiswa mengetahui Implikasi Keperawatan yang dapat dilakukan
dalam mengatasi masalah kesehatan fisik jatuh pada lansia

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Definisi
Menurut Miake-Lye at al. (2013) dalam National Database of Nursing
Quality Indicators mendefinisikan jatuh sebagai sebuah peristiwa turunnya ke
permukaan lantai/bawah yang tidak disengaja dengan atau disertai dengan
cedera.

Resiko terjadinya jatuh merupakan berisiko meningkatnya kerentanan


untuk jatuh yang dapat merusak fisik (Miller,2012).

B. Faktor Resiko
Menurut (Dewi,2014) faktor resiko jatuh pada lansia terbagi menjadi faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik meliputi usia, penurunan status kesehatan, perubahan
status mental immobilisasi dan perubahan status fungsional. Perubahan
pada lansia yang meliputi postur, gaya berjalan, keseimbangan dan
penurunan penglihatan meningkatkan resiko terjadinya jatuh pada lansia.
1) Postur dan Keseimbangan
Perubahan postur umum terjadi pada lansia akibat penurunan
kekuatan dan fleksibilitas. Pada lansia secara anatomis kepala akan
lebih maju, bahu menjadi lebih melengkung dan punggung mengalami
kifosis (keadaan dimana tulang punggung terlalu bengkok
kebelakang). Perubahan postur dan kesegarisan tulang punggung
dapat mempengaruhi keseimbangan dan meningkatkan resiko jatuh.
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan koordinasi pada posisi
berdiri dan bereaksi mencegah jatuh bergantung pada koordinasi
sistem muskuloskeletal, neurologi dan sistem penglihatan. Gangguan
keseimbangan berhubungan dengan adanya postur melambai yang
akan meningkatkan resiko jatuh. Postur melambai terjadi ketika satu
dari tiga sistem tidak berfungsi.
2) Gaya Berjalan
Sejalan dengan proses menua, pergerakan motorik kasar yang dibutuhkan
untuk mempertahankan postur dan gaya berjalan mengalami

3
perubahan. Gaya berjalan pada lansia ditandai dengan penurunan
kecepatan, langkah kaki diseret, langkah pendek, langkah ragu,
penurunan lambaian tangan dan postur membungkuk. Perubahan ini
umum terjadi pada populasi lansia yang berusia diatas 80 tahun.
Perubahan kecepatan pergerakan dan kemampuan untuk
mempertahankan postur tubuh tegak dapat mempengaruhi
keseimbangan lansia dan meningkatkan resiko jatuh pada lansia.
3) Penglihatan
Semua lansia mengalami penurunan penglihatan sebagai konsekuensi dari
proses menua. Sejalan dengan pertambahan usia, akan terjadi
penurunan tajam penglihatan, kedalaman persepsi dan penglihatan
malam. Penurunan penglihatan meningkatkan resiko jatuh pada lansia
karena dapat menurunkan kemampuan lansia untuk memfokuskan
objek yang berada pada jarak yang jauh dan menurunkan kemampuan
lansia untuk menentukan jarak. Penurunan penglihatan perifer
menurunkan lapang pandang lansia. Penurunan tajam penglihatan
dapat memperparah perubahan gaya berjalan lansia karena penglihatan
sangat diperlukan untuk mempertahankan kestabilan dalam berjalan.

b. Faktor Ekstrinsik
Setidaknya 50% kejadian jatuh yang terjadi pada lansia dipengaruhi
oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari lingkungan seperti karpet yang
tergulung, pencahayaan yang kurang, dan penempatan perabotan yang
tidak tepat. Berada di lingkungan asing juga dapat meningkatkan resiko
jatuh pada lansia. Akibatnya lansia akan merasa ketakutan akan jatuh lagi
dan memilih untuk berada diatas tempat tidur. Perilaku seperti ini akan
menurunkan status fungsional lansia dan meningkatkan ketergantungan
dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis terkait resiko jatuh pada lansia (PPNI,2017) adalah:
1. Osteoporosis
2. Kejang

4
3. Penyakit serebrovaskular
4. Katarak
5. Glaukoma
6. Demensia
7. Hipotensi
8. Amputasi
9. Intoksikasi

D. Penatalaksanaan
Menurut Bulechek at al. (2013) dalam Nursing Interventions
Classification (NIC) penatalaksanaan jatuh terdiri dari :
1. Pembatasan area
2. Peningkatan mekanika Tubuh
3. Manajemen demensia
4. Manajemen Lingkungan (Keselamatan) berupa terapi latihan
keseimbangan dan terapi kontrol otot.
5. Pencegahan jatuh (manajemen pengobatan, pengaturan posisi kursi roda)
6. Identifikasi resiko
7. Pencegahan kejang
8. Bantuan perawatan diri (eliminasi)
9. Monitor tanda-tanda vital

E. Pengkajian
Pemeriksaan fisik secara teratur dan seksama dapat mengidentifikasi
masalah-masalah potensial dan perubahan-perubahan yang dapat
mempengaruhi risiko jatuh seorang lansia. Fungsi penglihatan, propriosepsi,
dan vestibular berinteraksi dengan pusat pemrosesan dan respons otot, sendi,
dan refleks yang sesuai untuk mempertahankan kendali terhadap postur dan
gaya berjalan yang efisien. Perubahan-perubahan yang terkait usia terjadi
pada semua sistem ini dan mengakibatkan peningkatan risiko jatuh untuk
lansia. Pemeriksaan fisik harus menargetkan perubahan-perubahan sensoris,
juga sistem kardiovaskular, nuskuloskeletal, neurologis, dan urologis.
Daerah-daerah ini yang perlu di periksa adalah kaki dan status nutrisi.
Perbaikan dini, atau bantuan dalam beradaptasi, perubahan-perubahan terkait
usia dan abnormalitas dapat mencegah jatuh.Adapun pengkajian meliputi:
Fisik : perubahan sensoris : kacamata, pendengaran, propriosepsi, sensitivitas
penglihatan kontras

5
Kardiovaskular : distritmia, tekanan darah ortostatik, pusing

Muskuloskeletal : mobilitas, kekuatan, gaya berjalan dan keseimbangan


(bangun dari kursi, berbalik pada saat berjalan, ketinggian langkah
kaki,duduk), kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki, penyakit serebrovaskular

Neurologis : tremor, gaya berjalan dan keseimbangan, waktu reaksi

Urologi : inkontinensia, urgensi, hipotensi mikturisi, penggunaan


diuretik

Nutrisi : anemia, ketidakseimbangan cairan atau elektrolit, malnutrisi

Psikososial : kesehatan : emosi (stres)

Perilaku dan kemampuan kognitif : konfusi, depresi, ansietas,


ketergantungan, agitasi, penyangkalan, takut jatuh, perhatian tentang jatuh

Penggunaan obat-obatan dan efeknya : jumlah obat obatan (termasuk obat


yang di beli bebas)

Penggunaan alkohol : mengkaji konsumsi alkohol oleh oleh individu


tersebut.

Interaksi dan efek samping : hipotensi ortostatik, pusing, perubahan status


mental

Lingkungan : inspeksi atau pembahasan tentang bahaya-bahaya di rumah,


baik di dalam maupun di luar rumah dan di mana saja orang tersebut
menghabiskan sebagian besar waktunya (tangga, pegangan tangan di dinding,
kamar mandi, karpet, lemari, keadaan yang berantakan).

Riwayat jatuh (pencegahan sekunder) : kegiatan-kegiatan yang dapat


mengakibatkan jatuh : apa yang di lakukan orang tersebut? Adakah tanda
peringatan? Dimana? Bagaimana? Kapan? Apa yang terjadi setelah jatuh?
Apakah orang tersebut pernah jatuh sebelumnya (termasuk jatuh tanpa
cedera)?

6
F. Asuhan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Jatuh berhubungan dengan Usia ≥ 65 tahun (00155)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (00085)
3. Hambatan berjalan berhubungan dengan takut jatuh (00088)
b. Proses keperawatan

Diagnosa NOC NIC Rasional

Risiko Jatuh berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pencegahan Jatuh (6490) 1. Agar dapat
Usia ≥ 65 tahun 2x24 jam diharapkan risiko jatuh klien akan mengetahui dan
berkurang dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kekurangan menentukan
baik kognitif atau fisik dari tindakan yang
Pengetahuan : Keamanan Pribadi (1809) pasien yang mungkin paling tepat untuk
meningkatkan potensi pasien.
Indikator jatuh. 2. Untuk mengetahui
2. Identifikasi perilaku dan penyebab kejadian
Risiko keamanan
faktor yang mempengaruhi jatuh dari perilaku
berdaasarkan usia risiko & dapat
3. Monitor gaya berjalan
menyiapkan cara
Perilaku personal (terutama kecepatan),
untuk mengubahnya
keseimbangan dan tingkat 3. Memastikan
berisiko tinggi kelelahan dengan ambulasi kecepatan klien
4. Sediakan alat bantu
Strategi berjalan tidak
(tongkat) untuk
melebih batas
pencegahan jatuh menyeimbangkan gaya
kecepatan yang
berjalan
Langkah-langkah 5. Dukung pasien sesuai.
4. Untuk memudahkan
mengunakan tongkat /
keamanan rumah klien berjalan.
walker 5. Agar klien percaya
6. Ajarkan kepada pasien jika
diri dengan
jatuh, untuk
menggunakan alat
meminimalkan cedera
7. Sediakan alas kaki yang bantu jalan.
6. Agar pasien dapat
tidak licin dan aman
8. Ajarkan anggota keluarga mengerti dan
faktor risiko yang dapat mandiri ketika ia
menyebabkan jatuh dan jatuh.
7. Untuk
bagaimana menurunkan
meminimalisir
risiko tersebut
kejadian jatuh
akibat tergelincir
objek licin.
8. Agar keluarga juga
mengetahui risiko
jatuh dan
bagaimana
meminimalisirnya,
serta agar keluarga
tidak panik ketika

7
klien jatuh.

Hambatan mobilitas
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam 1. Tentukan kemampuan 1. Untuk
fisik berhubungan diharapkan hambatan mobilitas klien akan pasien untuk meningnkatkan
dengan gangguan berkurang dengan kriteria hasil : berpartisipasi dalam kemampuan
muskuloskeletal kegiatan-kegiatan keseimbangan
(00085) a. Pergerakan yang membutuhkan pasien.
2. Agar klien terbiasa
keseimbangan
Indikator 2. Bantu pasien dalam aktivitas berjalan

Keseimbangan aktivitas dan latihan dan menimilkan


berjalan risiko jatuh.
Cara berjalan 3. Bantu dengan 3. Untuk
program penguatan meningkatkan
Berjalan
pergelangan kaki dan kekuatan
Gerakan sendi berjalan. pergelangan kaki
4. Bantu pasien untuk
sehingga lebih
b. Toleransi Terhadap Aktivitas
berpartisipasi dalam
meningkatkan daya
latihan peregangan
Indikator tahan untuk berdiri
sambil berbaring,
dan berjalan.
Kecepatan berjalan duduk atau berdiri. 4. Latihan peregangan

Jarak berjalan bisa membuat otot,


sendi, dan tulang
Kekuatan tubuh bagian bawah
lebih siap untuk
bergerak .

Hambatan berjalan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam 1. Beri kesempatan untuk 1. Agar klien nyaman
berhubungan dengan diharapkan hambatan berjalan klien akan mendiskusikan faktor- dan merasa bahwa
takut jatuh (00088) berkurang dengan kriteria hasil : faktor yang mempengaruhi perasaan takutnya
ketakutan akan jatuh, dilibatkan dalam
a. Perilaku Pencegahan Jatuh 2. Kaji ulang riwayat jatuh
tindakan
bersama klien dan keluarga
keperawatan.
Indikator 3. Tanyakan pasien mengenai
2. Untuk mengetahui
persepsi keseimbangan
Meminta bantuan apakah ada trauma
4. Instruksikan klien untuk
akibat jatuh
memanggil bantuan terkait
Menyediakan bantuan
sebelumnya.
pergerakan, dengan tepat.
3. Agar perawat tahu
5. Sediakan alat bantu
untuk bergerak sejauh mana ia
(walker/ tongkat) untuk
Menggunakan alat mengetahui dan
menyeimbangkan gaya
merasa bahwa
berjalan
bantu dengan benar 6. Dukung pasien untuk keseimbangan itu
menggunakan tongkat/ perlu dan penting.
Menggunakan pegangan
4. Agar ketika klien
walker dengan tepat.
7. Lakukan program latihan kesulitan maka bisa
tangan seperti yang
fisik yang meliputi mendapat bantuan
diperlukan. berjalan perawat atau
8. Instruksikan keluarga
keluarga sehingga
pentingnya pegangan
meminimalisir
tangan di tangga, kamar
b. Koordinasi Pergerakan kemungkinan jatuh.
mandi dan jalur untuk 5. Untuk
berjalan. membantuklien
Indikator
berjalan.
Keseimbangan gerakan 6. Agar klien percaya

8
diri menggunakan
alat bantu
Kecepatan gerakan 7. Agar klien terbiasa
dan rasa takutnya
Kemantapan gerakan
bisa berkurang atau
hilang.
8. Agar keluarga bisa
memfasilitasi
kebutuhan klien
dirumah.

G. Pencegahan
Menurut Bulechek at al. (2013) dalam Nursing Interventions Classification (NIC)
pencegahan jatuh meliputi:
1. Identifitikasi kekurangan baik kognitif atau fisik yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan tertentu
2. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh
3. Kaji ulang riwayat jatuh bersama pasien dan keluarga
4. Identifikasi karakteristik lingkungan yang mungkin meningkatkan
potensi jatuh (misal lantai licin dan tangga terbuka)
5. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat
kelelahan
6. Sediakan alat bantu (tongkat dan walker)
7. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah
8. Sediakan tempat duduk toilet yang ditinggikan untuk memudahkan
perpindahan
9. Sediakan kursi dengan ketinggian yang tepat
10. Letakkan tempat tidur pada posisi yang rendah
11. Sediakan pencahayaan yang cukup dalam rangka meningkatkan
pandangan

12. Sediakan alas kaki yang tidak licin

13. Ajarkan anggota keluarga mengenai faktor resiko yang berkontribusi


terhadap adanya kejadian jatuh dan bagaimana keluarga bisa menurunkan
resiko ini
H. Edukasi
Lansia perlu mengetahui tentang semua intervensi yang tepat.
Intervensi keperawatan dapat menargetkan aktifitas fisik, defisit pengetahuan,

9
dan ketidakpatuhan. Pemberian dorongan dan bantuan pada lansia untuk tetap
seaktif mungkin adalah hal yang penting, terutama jika mereka pernah jatuh.
Hal ini akan membantu mereka untuk memperoleh kembali rasa percaya
dirinya. Lansia perlu mengetahui efek samping obat, bagaimana cara
memeriksa tekanan darah sendiri atau dapat memeriksakan tekanan darah
secara teratur, dan keamanan dirumah. National safety council, American
Association of retired persons, dan department of aging menawarkan
program dan literatur tentang keamanan rumah dan pencegahan jatuh.
Beberapa senior center memiliki program atau literatur mereka sendiri.
Perawat dapat mengajari klien tentang risiko jatuh dan pencegahan
jatuh untuk individu, kelompok lansia, atau keluarga. Pemberi perawatan dan
lansia dapat terlibat dalam mempelajari teknik yang aman untuk berpindah,
mengambil sesuatu, waktu aktivitas, dan penggunaan obat, lansia perlu di
intruksikan mengambil waktu untuk mencapai kembali keseimbangan mereka
ketika mengubah posisi belajar untuk membungkuk dan mengambil secara
tepat dan menghindari gerakan yang tergesa-gesa atau mendadak dapat
membantu. Perawat dapat menyarankan agar orang tersebut memberitahukan
teman-temannya untuk membiarkan telepon berdering 10 kali atau lebih
untuk memberikan waktu yang cukup bagi mereka untuk menjawab telepon
tanpa harus tergesa-gesa.
Lansia dapat di ajarkan untuk bangun setelah jatuh atau untuk
merangkak ke tempat telepon untuk memanggil bantuan. Squires dan bayliss
melaporkan bahwa sebagia besar lansia telah lupa bagaimana cara bangun
setelah jatuh. Mereka menyarankan beberapa metode untuk bangun. Salah
satu metode adalah dengan cara berguling sampai telungkup, bangun dengan
ke empat kaki dan tangan, dan merangkak ke arah mebel terdekat, metode
lain adalah untuk menyeret tubuh bagian bawah atau sisi tubuh ke arah
telepon atau sebuah mebel. Klien dapat juga berpegangan pada bagian bawah
tangga sampai mampu untuk berdiri. Jika suatu cedera membuat klien tidak
mungkin untuk bangun, orang tersebut harus di intruksikan untuk
menggunakan apapun yang tersedia untuk menjaga agar ia tetap hangat
seperti jaket, karpet atau selimut. Mendiskusikan rencana keadaan darurat

10
bersama klien dan pemberi perawatan yang menentukan siapa dan kapan
memanggil bantuan dapat sangat membantu.
Intervensi ini tidak menjamin seseorang tidak akan jatuh.
Mendiskusikan kemungkinan jatuh bersama klien dapat membantu
mengurangi ketakutan dan ansietas tentang jatuh. Membantu seseorang
menyiapkan seluruh dirinya untuk mengalami jatuh dapat memperbarui
hilangnya sebagian rasa kurang percaya. Menggunakan suatu sistem untuk
memanggil bantuan atau menggunakan sistem alarm keamanan dapat
mencegah tergeletak di lantai terlalu lama dan mencegah perasaan tidak
berdaya. Meletakkan bel yang keras di bawah kursi atau meletakkan telepon
pada seluruh kursi kecil dengan nomor darurat yang mudah di temukan,
adalah tindakan pngamanan yang sederhana. Pelayanan untuk dapat
memanggil seseorang setiap harinya melalui telepon untuk jaminan ekstra
tersedia.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jatuh diartikan sebagai sebuah peristiwa turunnya ke permukaan
lantai/bawah yang tidak disengaja dengan atau disertai dengan cedera.
Risiko jatuh adalah meningkatnya kerentanan peristiwa jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik. Kejadian jatuh yang terjadi pada lansia
merupakan kejadian serius yang bisa membawa banyak akibat diantaranya :
keterbatasan fisik, kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari, dan bahkan
kematian. Konsekuensi yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah
tulang panggul, fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis. Selain itu
dapat juga menyebabkan dampak psikologis seperti syok setelah jatuh, cemas,
hilangnya rasa percaya diri menarik diri dari kegiatan sosial dan pembatasan
aktivitas sehari-hari.

B. Saran
Pemberian edukasi tentang risiko jatuh dan pencegahan jatuh kepada
individu, kelompok lansia, atau keluarga sangat penting dilakukan untuk

12
mencegah terjadinya jatuh, sehingga dapat menggurangi angka kecelakaan
akibat jatuh pada lansia.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistika. (2015). Profil Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta :
Komnas Lansia

Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 1.


Deepbulish.Yogyakarta.

Miller, C.A., 2012. Nursing for Wellness in Older Adults 6th ed., China:
Lippincott Williams & Wilkins.

Nugroho, W., 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik 3rd ed., Jakarta: EGC.

Nugroho, W. (2012). Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta.


EGC.Maas, M.L. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik, EGC, Jakarta.

Nuraini, Kartika. Joni Haryanto,dan Rista Fauzingtyas. (2017). Analisis Faktor


Determinan Penyebab Jatuh Pada Lansia dengan Diabetes Mellitus di
Wilayah Kerja Puskesmas Bantul 1 Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta, 4(2). Mei 2017, 171-178

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi 1. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

13
Probosuseno. (2008). Mengapa Lansia Sering Tiba-Tiba
Roboh.https://maryamspkom.files.wordpress.com/2013/06/pedoman-
pencegahan-jatuh-bagi-lansia.pdf diakses pada tanggal 10 November 2016.

Utami, Nita.(2017). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Risiko Jatuh pada


Lansia di Desa Krasakan Lumbungrejo Tempel Sleman
Yogyakarta.Yogyakarta:Universitas Aisiyah Yogyakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai