Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan WHO telah
memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah gizi
(malnutrisi). Di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen yang
kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa pertumbuhan. Semua bagian dari
tanaman kelor memiliki nilai gizi, berkhasiat untuk kesehatan dan manfaat dibidang
industri (Broin, 2010). Tanaman kelor (Moringa oleifera) dikatakan sebagai World’s most
valuable multipurpose trees dan miracle tree dalam (Small, 2012).
Kandungan nilai gizi yang tinggi, khasiat dan manfaatnya menyebabkan kelor
mendapat julukan sebagai Mother’s Best Friend and Miracle Tree. Namun di Indonesia
sendiri pemanfaatan kelor masih belum banyak diketahui, umumnya hanya dikenal sebagai
salah satu menu sayuran. Selain dikonsumsi langsung dalam bentuk segar, kelor juga dapat
diolah menjadi bentuk tepung atau powder yang dapat digunakan sebagai bahan fortifkan
untuk mencukupi nutrisi pada berbagai produk pangan. Tepung daun kelor juga dapat
ditambahkan untuk setiap jenis makanan sebagai suplemen gizi (Prajapati, dkk., 2003).
Di Indonesia tanaman kelor dikenal dengan nama yang berbeda di setiap daerah, di
antaranya kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), maronggih (Madura), moltong (Flores),
keloro (Bugis), ongge (Bima), murong atau barunggai (Sumatera) dan hau fo (Timur).
Kelor merupakan spesies dari keluarga monogenerik yang paling banyak dibudidayakan,
yaitu Moringaceae yang berasal dari India sub-Himalaya, Pakistan, Bangladesh dan
Afghanistan. Pohon yang
Proses pengolahan daun kelor menjadi tepung akan dapat meningkatkan nilai
kalori, kandungan protein, kalsium, zat besi dan vitamin A. Hal ini disebabkan karena pada
saat proses pengolahan daun kelor menjadi tepung akan terjadi pengurangan kadar air yang
terdapat dalam daun kelor (Dewi, dkk., 2016).
Teknologi pengolahan daun kelor dengan cara pengawetan menggunakan metode
pengeringan vakum beku belum banyak dilakukan oleh masyarakat, walaupun metode ini
memiliki prospektif yang baik untuk diterapkan. ini Metode pengawetan ini memang
masih terbilang baru dalam bidang industri pengolahan bahan pangan. Objek penelitian
dilakukan terhadap bengkuang sebagai salah satu hasil pertanian. Pengeringan vakum beku
bengkuang bertujuan untuk mengatasi masalah daya simpan bengkuang yang tidak tahan
lama terkait kadar airnya yang tinggi. Hasil pengeringan vakum beku diharapkan dapat
memperluas daerah distribusinya dan meningkatkan nilai jual bengkuang. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka diperlukan suatu penelitian yang dapat menghasilkan mesin
pengering vakum beku (Pujihastuti, 2009).

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Relevansi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Daun Kelor (Moringa Oleifera)


Pada bidang pangan, tanaman kelor telah digunakan untuk mengatasi malnutrisi
terutama untuk balita dan ibu menyusui. Daun tanaman kelor dapat dikonsumsi dalam
kondisi segar, dimasak, atau disimpan dalam bentuk tepung selama beberapa bulan tanpa
pendinginan dan tanpa terjadi kehilangan nilai gizi. Proses pengolahan daun kelor menjadi
tepung akan dapat meningkatkan nilai kalori, kandungan protein, kalsium, zat besi dan
vitamin A. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengolahan daun kelor menjadi
tepung akan terjadi pengurangan kadar air yang terdapat dalam daun kelor (Dewi, dkk.,
2016).
Menurut Integrated Taxonomic Information System (2017), klasifikasi tanaman
kelor sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Brassicales
Familia : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera Lamk.

Daun kelor merupakan salah satu bagian dari tanaman kelor yang telah banyak
diteliti kandungan gizi dan kegunaannya. Daun kelor sangat kaya akan nutrisi, diantaranya
kalsium, zat besi, posfor, kalium, zinc, protein, vitamin A, vitamin B, vitamin C, vitamin
D, vitamin E, vitamin K, asam folat dan biotin (Syarifah, dkk., 2015).
Daun kelor mengandung berbagai macam asam amino, antara lain asam amino
yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin,
arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Simbolan, dkk., 2007).
Daun kelor mengandung fenol dalam jumlah yang banyak yang dikenal sebagai
penangkal senyawa radikal bebas (Verma, dkk., 2009). Kandungan fenol dalam daun kelor
segar sebesar 3,4% sedangkan pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar 1,6% (Foild,
dkk., 2007).
Daun kelor juga dapat mengatasi kulit kering karena kurangnya asupan dari
vitamin B2. Daun kelor mengandung vitamin B2 yang bermanfaat untuk mengatasi kulit
kering, menjaga kelembaban kulit sehingga mengkonsumsi secara rutin daun kelor dapat
menjaga kelembaban kulit. Aktivitas antioksidan pada ekstrak daun kelor saat ini banyak
diteliti sebagai campuran dalam bidang kecantikan seperti hand and body cream. Skin care
pada kosmetik berperan dalam menjaga fungsi dan mekanisme perlindungan kulit agar
berjalan dengan baik. Pada dasarnya skin care kosmetik dapat melindungi kulit dari efek
kekeringan, radiasi ultra violet dan oksidasi sehingga kulit tetap indah dan sehat (Mitsui,
1997).
Penelitian lain menyatakan bahwa daun kelor mengandung vitamin A (10 kali lebih
banyak dibanding wortel), vitamin B (50 kali lebih banyak disbanding sardines dan kacan),
vitamin E (4 kali lebih banyak dibanding minyak jagung), beta karoten (4 kali lebih
banyak dibanding wortel), zat besi (25 kali lebih banyak dibanding bayam), zinc (6 kali
lebih banyak dibanding almond), kalium (15 kali lebih banyak dibanding pisang), kalsium
(17 kali lebih banyak dibanding susu), dan protein (9 kali lebih banyak dibanding yoghurt)
(Krisnadi, 2015).
Penemuan terbaru adalah fungsi daun kelor sebagai farmakologis, yaitu anti-
mikroba, anti-jamur, anti-hipertensi, anti-hyperglikemik, anti-tumor, anti-kanker, anti-
inplamasi. Hal ini karena adanya kandungan diantaranya asam askorbat, flavonoid,
phenolic, dan karatenoid (Toma & Deyno, 2014). Selain itu, hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor dapat berfungsi sebagai anti-diare (antidiarraheal
activity) dengan dosis oral 300 mg/kg berat badan (Misra, 2014).
Terdapat beberapa kandungan pada daun kelor adalah sebagaiberikut :
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Daun Kelor Segar dan Daun kering Per 100gr Bahan

Komposisi Kimia Daun Segar Daun Kering


Kadar air 79gr -
Energi 92gr -
Protein 6,8gr 27,1gr
Lemak 1,7gr 22,3gr
Karbohidrat 12,5gr 38,2gr
Serat 0,9gr -
Zinc (Za) 0,16mg 28,2gr
Kalsium (Ca) 440mg 2003mg
Fospor (p) 70mg 204mg
β – karoten 6,78mg 18,9mg
Tiamin (Vitami B) 0,06mg 2,64mg
Riboflavin (Vitamn B2) 0,05mg 20,5mg
Niacin (Vitamin B3) 0,8mg 8,2mg
Vitamin C 220mg 173mg
Kalori - 205kal
Serat - 19,2gr
Magnesium - 368mg
*(Fuglie, 2001)
**(Sitorus, 2008)
2.2 Vacuum Freeze Drying
Liofilisasi atau dikenal dengan sebutan freeze drying (pengeringan beku)
dan dilengkapi dengan vakum. freeze drying merupakan metode untuk
mengurangi kadar air (dehidrasi) suatu sampel menggunakan prinsip kedap udara
(vakum). Teknologi ini memudahkan penanganan sampel biologis berupa protein,
mikroba, obat-obatan, plasma sel dan jaringan tanaman dari segi penyimpanan
dan pengangkutan tanpa merusak sel yang akan dianalisis.
Pengeringan beku atau lyopilization merupakan proses dimana suatu
larutan dikristalkan terlebih dahulu pada temperatur rendah untuk kemudian
mengalami proses sublimasi secara langsung dari pada menjadi uap (George-
Wilhem Oetjen, Peter Haseley).
Freeze Dryer merupakan suatu alat pengeringan yang termasuk ke dalam
Conduction Dryer/ Indirect Dryer karena proses perpindahan terjadi secara tidak
langsung yaitu antara bahan yang akan dikeringkan (bahan basah) dan media
pemanas terdapat dinding pembatas sehingga air dalam bahan basah / lembab
yang menguap tidak terbawa bersama media pemanas. Hal ini menunjukkan
bahwa perpindahan panas terjadi secara hantaran (konduksi), sehingga disebut
juga Conduction Dryer/ Indirect Dryer.
Pengeringan beku (freeze dryer) adalah salah satu metode pengeringan yang
mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,
khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Keunggulan
pengeringan beku dibandingkan metode lainnya adalah; dapat mempertahankan
stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik
lain) dan dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan
perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil).
Pada Freeze Dryer ini, efek pembekuan diperoleh dengan penguapan
sebagian air bahan pada kondisi ruang bertekanan rendah. Penguapan ini
memerlukan panas laten yang diambil dari produk, sehingga produk tersebut
mengalami penurunan suhu bahkan sampai akhirnya membeku. Dalam hal ini
efek pembekuan bukan karena perpindahan panas dari bahan ke media pembeku,
tetapi karena pelepasan panas laten penguapan. Dengan demikian, energi yang
dibutuhkan untuk proses pembekuan produk ini adalah energi untuk penurunan
tekanan ruang pembekuan.
Pengeringan beku ini dapat meninggalkan kadar air sampai 1%, sehingga
produk bahan alam yang dikeringkan menjadi stabil dan sangat memenuhi syarat
untuk pembuatan sediaan farmasi dari bahan alam yang kadar airnya harus kurang
dari 10%. Pada prosesnya yang panjang ini sampel akan dibekukan terlebih
dahulu, lalu setelah itu dimasukkan kedalam alat freeze dryer yang akan diset
suhu dan tekanannya dibawah titik triple. dan akan terjadi proses sublimasi yaitu
dari padat menjadi gas. Penggunaan freeze drying ini sendiri juga telah banyak
diaplikasikan dalam pengeringan produk makanan, hasil dari pengeringan ini
tidak merubah tekstur dari produk itu sendiri dan cepat kembali kebentuk awalnya
dengan penambahan air.
Bila dibandingan dengan pengeringan konvensional, produk yang dihasilkan
dari pengeringan beku vakum jauh lebih baik, diantarannya; tidak menyebabkan
permukaan yang keriput, lebih porus, densitas lebih rendah, mudah disegarkan
kembali, warna normal, mutu flavor dan nilai gizi lebih. Dalam proses pengeringan
dapat dilakukan dengan waktu yang lebih cepat dan lebih komplit serta tidak
ketergantungan terhadap intensitas sinar matahari. Pengeringan vakum beku dapat
diaplikasikan pada produk hasil pertanian seperti; tomat, bengkuang, cabe, kopi,
buah-buahan dan beberapa produk lainnya seperti rempah-rempah.
Belyamin (2008; 2011) dan Arlisdianto (2012) telah berhasil melakukan
pengeringan beku lidah buaya (aloevera) yang mengandung kadar air sebesar 98,7%.
Pujihastuti telah melakukan pengeringan beku tomat yang mengandung kadar air
sebesar 93,4%. Marques dan Freire (2004) telah melakukan pengeringan beku nenas
yang mengandung kadar air sebesar 85,30%. Kiman, (2004) telah melakukan kajian
pengeringan beku dengan pembekuan vakum terhadap daging buah durian yang
mengandung kadar air sebesar 60,82%. Lisnawati (1997) dan Armansyah (2000) telah
melakukan kajian dan simulasi karakteristik pengeringan beku daging sapi giling,
yang mengandung kadar air sebesar 60%.
2.3 Kondensor
Kondensor adalah salah satu komponen utama pada siklus kompresi uap .
kondensor merupakan suatu alat penukar kalor yang gunanya melepas kalor ke
media pendingin seperti air atau udara. Pada kondensor terdapat refrigeran yang
berada dalam keadaan uap super panas yang melepas kalor sehingga berubah dari
fase gas menjadi fase cair. Untuk membuang kalor yang terkandung pada
refrigeran maka dibutuhkan cooling media.
Kondensor yang akan dirancang yaitu kondensor berpendingin air. Air
yang panas akibat menyerap kalor dari refrigeran pada kondensor akan dialirkan
ke ruang pengering yang tujuannya untuk mempercepat perambatan panas pada
bahan. permukaan bahan yang kering akibat dilakukan proses pengeringan beku
ialah bagian atas permukaan sedangkan bagian bawah masih dalam keadaan beku.
Lambatnya perambatan panas ini mengakibatkan banyaknya energi yang
dibutuhkan untuk melakukan proses sublimasi. Maka air panas yang dialirkan
pada tube akan dirancang berada dibawah tempat atau wadah bahan. Maka panas
yang dihasilkan dari air tersebut akan merambat pada permukaan bahan yang
keadaan beku. Sehingga dengan proses ini dapat mempercepat proses sublimasi
pada bahan yang mengakibatkan berkurangnya energi yang digunakan dan waktu
yang dibutuhkan untuk proses sublimasi relatif lebih singkat. Peletakan panas air
di bawah permukaan bahan dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Perpindahan Panas dan Massa pada Ruang Pengeringa


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Pelaksanaan persiapan bahan baku dan penelitian mulai dari pembuatan
hingga analisa kandungan gizi yang terdapat dalam daun kelor dilakukan
pada bulan Maret sampai dengan Juni 2019 di Laboratorium Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.

3.2 Alat dan Bahan


Penelitian ini menggunakan metode rancang bangun dan eksperimen.
Metode rancang bangun dilakukan untuk modifikasi peralatan mesin
pengering beku vakum Daun Kelor yakni dilakukan untuk perancangan dan
pembuatan helical coilheat exchanger kondensor berpendingin air. Air
pendingin yang menyerap panas refrigeran pada kondensor akan
dimanfaatkan untuk mempercepat proses sublimasi pada pengeringan beku
vakum dengan temperatur 40°C. Metode eksperimen dilakukan untuk
pengujian pengeringan beku vakum Daun Kelor dengan adanya pemanfaatan
panas buang kondensor untuk proses sublimasi.
Alat yang digunakan untuk perancangan adalah :
- Mesin Las
- Tube Cutter
- Tube Bender
- TubeFlaring
- Gunting Kawat
- Pompa Vakum
- Pompa Aquarium
- Blender
- Timbangan Digital
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan yang biasa
terdapat didalam laboratorium seperti neraca analitik, bejana, beaker glass,
ayakan, mortar dan alu, vacuum drying, pengaduk, spatula, HPLC dan
Spektrofotometer GC.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman
Kelor dan bahan pendukung adalah air serta bahan kimia.

3.3 Perlakuan Percobaan


3.3.1 Pengambilan Bahan Baku
Bahan baku tanaman daun Kelor diperoleh dari berbagai tempat baik desa
maupun kota di sumatera selatan yang mempunyai pasokan tanaman daun
kelor.
3.3.2 Proses Persiapan Bahan
Persiapan bahan meliputi pemanenan, pencucian, dan didiamkan untuk
mengurangi kadar air pada daun kelor. Kemudian menampung daun kelor
dengan menggunakan gelas kimia.
3.3.3 Proses Pembuatan Tepung
Pembuatan tepung dilakukan dengan metode vaccum freeze drying yaitu
metode pengeringan beku dengan menggunakan vakum untuk
menghilangkan kandungan air pada daun kelor hingga didapatkan produk
tepung yang benar-benar kering. Kemudian dilakukan pendinginan
kembali (didiamkan) untuk selanjutnya dilakukan proses penghancuran
atau penghalusan dan juga dilakukan proses pengayakan untuk
mendapatkan tepung dengan kualitas dan ukuran yang terbaik.

3.3.4 Analisa Hasil Produk


Pada penelitian pemanfaatan tumbuhan daun kelor sebagai bahan
pembuatan tepung dilakukan analisa karakteristik tepung yang sesuai
dengan SNI, dengan beberapa analisa yakni Nutrisi , kekuatan
aktivitas antioksidan.
3.3.4 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan terhadap data yang diperoleh dari hasil analisa
produk Tepung yang digambarkan melalui grafik sehingga terlihat
berbagai pengaruh variable pada kualitas dan kuantitas dari tepung,
selanjutnya dituangkan didalam pembahasan.

3.4 Tahap Produksi


Alat–alat yang digunakan dalam proses produksi tepung tanaman daun kelor
antara lain adalah vacuum freeze drying, HPLC, Spektrofotometer, ayakan dan
alat-alat laboratorium. Bahan yang dibutuhkan untuk proses produksi antara lain
adalah tanaman daun kelor, bahan pendukung (kimia), air, pembungkus, kertas
label, dan kardus sebagai kemasan sekunder.

3.4.1 Diagram Alir Penelitian

Daun Kelor

Air
Pencucian
Air + Kotoran
Penyaringan

Pengeringan dengan
Metil
Vacuum Freeze Drying

Penghancuran
Pengayakan

Analisis Data

Gambar 1 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daun Kelor

3.5 Prosedur Percobaan

Pembuatan Tepung
1. Alat dan bahan terlebih dahulu dipersiapkan.
2. Pencucian bahan baku tanaman daun kelor dengan menggunakan air bersih
untuk menghilangkan zat pengotor pada daun kelor.
3. Penyaringan untuk memisahkan daun kelor dengan air dan zat pengotor.
4. Pengeringan dengan menggunakan vacuum freeze drying (dimulai dengan
proses pembekuan pangan dan dilanjutkan dengan pengeringan, yaitu
mengeluarkan atau memisahkan hampir sebagian besar air dalam bahan
yang terjadi melalui mekanisme sublimasi). Suhu pembekuan sekitar -24oC
sampai -40oC sedangkan suhu pengeringan sekitar 38oC dengan tetap
menjaga tekanan ruangan tetap vakum pada 0,036Psi.
5. Penghancuran dengan menggunakan Crusher atau Blender untuk
mendapatkan tepung daun kelor.
6. Pengayakan dengan menggunakan ayakan ukuran 150mesh
7. Didapatkan tepung dengan ukuran yang diinginkan.

Analisa Kandungan Nutrisi


a. Analisa Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. Analisa
gravimetri merupakan bagian utama dari kimia analitik. Langkah pengukuran
pada cara gravimetri adalah dengan pengukuran berat. Analit secara fisik
dipisahkan dari semua komponen lainnya dari contoh maupun dari solventnya.
Pengendapan merupakan teknik yang secara luas digunakan untuk memisahkan
analit dari gangguan-gangguan.(A.LUnderwood:1981).
Cara gravimetric dapat dibandingkan terhadap terhadap tehnik lain secara
menguntungkan dipandang dari ketelitiannya yang dapat dicapai. Jika analit
merupakan suatu kontituen utama (> 1% contoh), ketelitian dari beberapa bagian
per seribu dapat diharapkan jika tidak terlalu kompleks. Jika analit ada dalam
keadaan minoritas atau jumlah runut (kurang dari 1%), suatu contoh gravimetric
biasanya tidak digunakan. (Underwood, 1980). Bagian terbesar dari penentuan
secara analisa gravimetri meliputi transformasi unsuratau radikal ke senyawa
murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapatditimbang
dengan teliti.Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat
atomunsur-unsur yang menyusunnya.pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang
dikandung dilakukan dengan beberapa cara seperti: metode pengendapan,metode
penguapan,metode elektroanalisis, atau berbagai macam metode lainnya (S.M.
Khopkar, 1990).
Prinsip penentuan kadar air metode gravimetri oven dalam SNI 01
– 4493 -1998 yaitu pengukuran kandungan air secara gravimetri dengan
cara menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan,
kemudian bahan ditimbang sampai berat konstan yang berarti semua air
sudah diuapkan. Pada metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu
hingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh kehilangan berat bahan
yang konstan saat suhu tertentu. Prinsip metode ini adalah selisih berat
bahan sebelum dan sesudah dipanaskan menunjukkan kadar air bahan.
Metode ini dapat digunakan untuk semua produk pangan, kecuali produk
yang mengandung komponen senyawa “volatile” (mudah menguap) atau
produk yang terdekomposisi atau rusak pada pemanasan 100 oC
(AOAC,1995).
Cara kerja metode ini, yaitu cawan kosong dipanaskan dalam oven pada
temperatur 1050C selama 30menit, didinginkan dalam eksikator selama 15menit,
lalu ditimbang (W0). Kemudian sampel sebanyak 2gram dimasukan pada cawan
yang telah diketahui bobotnya, ditimbang (W1), lalu dikeringkan dalam oven pada
suhu 1050C selama 3jam, didinginkan dalam desikator selama 15-30menit,
kemudian cawan dan isinya ditimbang dan dikeringkan kembali selama 1jam,
serta didinginkan didalam desikator, ditimbang kembali (W2). Kandungan air
dihitung dengan rumus :

𝑊1 − 𝑊2
Kadar air (%) = x 100
𝑊1 − 𝑊0

Dimana :

W0 = berat cawan kosong

W1 = berat cawan + sampel awal (sebelum pemanasan dalam oven)

W2 = berat cawan + sampel awal (setelah pendinginan dalam desikator)

b. Analisa Kadar Protein


Untuk menghemat pemakaian reagensia, dikembangkan alat destilasi mikro
secara khusus yaitu analisis kadar protein dengan menggunakan metode Kjeldahl
Mikro. Kjeldahl ditemukan oleh Johan kjeldahl asal Denmark tahun 1883. Dengan
metode ini diperlukan sampel tepung daun kelor sebanyak 0,1 gram sampai 0,2
gram, asam sulfat pekat sebanyak 3 ml, larutan NaOH 40% sebanyak 15 ml.
Distilat yang diperlukan sebanyak 15-20 ml. Metode Kjeldahl Mikro
menggunakan larutan asam borat 4% sebagai penampung distilat dan larutan HCl
0,05 N untuk mentitrarnya, dengan indikator campuran metil-orange-metil red
atau metil merah-brom (cresol green) .

Reaksi distilasi : HBO3 + NH4OH NH4BO3 + H2O


Titrasi balik : HCl + NH4BO3 HBO3 + NH4Cl

Distilasi diakhiri bila semua NH4OH atau NH3 telah terdistilasi atau tetesan
distilat tidak bersifat basis lagi. Distilat dititrasi dengan larutan standar HCl 0,05
N.

c. Analisa Kadar Lemak


Dalam melakukan analisis kandungan lemak dalam tepung tanaman daun
kelor dapat dilakukan dengan cara ektraksi sampel bahan kering menggunakan
solven non polar (benzen, petroleum-ether, dietil-ether, hexan dan khloroform)
menguapkan solven dari extrak dan dilanjutkan penimbangan residunya, disini
menggunakan metode ekstraksi soxhlet mikro.

Prosedur Kerja Ekstraksi Soxhlet Mikro


1. Timbang tepung 1 – 2 gram, kemudian masukkan dalam tabung Extraksi
Soxhlet
2. Pasang tabung extraksi pada alat distilasi Soxhlet mikro dengan solven
Benzen sebanyak 10ml, didistilasi selama kurang lebih 4 jam.
3. Benzen yang telah mengandung lemak atau minyak dipindahkan ke dalam
gelas kimia yang sudah diketahui beratnya, kemudian solven diuapkan
dengan menggunakan hot plate dan selanjutnya dikeringkan dalam oven
100 oC sampai beratnya konstan
4. Berat residu dalam gelas kimia ditimbang sebagai berat lemak.

d. Analisa kekuatan aktivitas anti oksidan


Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-
pycrilhirazyl). Metode aktivitas antiradikal bebas DPPH merupakan metode
terpilih untuk menapis aktivitas antioksidan bahan alam (Molyneux, 2004 ; Luo,
et.al., 2002 ;Leong dan Shui, 2002 ; Okawa, et.al., 2001 ; Santosa, et.al., 1998).
Digunakan metode ini karena sederhana, cepat dan mudah untuk penapisan
aktivitas penangkal radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini terbukti
akurat, efektif dan praktis (Molyneux, 2004).

Prosedur Kerja Analisa kekuat an akt i vi t as ant i oksi dan


1. Melarutan 2 mg DPPH dengan methanol ke dalam labu ukur 100 ml
(homogenkan hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,002%)
(Molyneux, 2004)
2. Campurkan 2 ml methanol dengan 2 ml larutan DPPH 0,002% kedalam
tabung reaksi (homogenkan dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30
menit dalam ruang gelap).
3. Ukur serapan larutan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (serapan
diukur pada panjang gelombang 517 pada spektrofotometer UV-Vis Perkin
Elmer Lambda 25). Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.
4. Gunakan asam askorbat (konsentrasi 0,5; 1; 2; 4; 8 ppm) dengan perlakuan
yang sama dengan sampel uji.
5. Menghitung inhibisinya dengan rumus
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%inhibisi = x 100%
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

Ket : Absorban blanko = absorban plarut + DPPH

Absorban sampel = absorban plarut + DPPH + sampel

6. Hasil perhitungan dimasukkan kedalam persamaan regresi dengan


konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai %inhibisi
antioksidan sebagai koordinat (sumbu Y).

Anda mungkin juga menyukai