Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia
dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu
berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada diri si pembicara atau
penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud
secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat
diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat mencapai
sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan
pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca
secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan sudah tepat,
pendengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas,
dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya.
Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada
sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang
diucapkan atau yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat
mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat, unsur kalimat yang
digunakan harus lengkap dan eksplisit.Artinya, unsur-unsur kalimat
seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan.Sebaliknya, unsur-unsur yang
seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan.Kelengkapan dan
keeksplisitan semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi
dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim, 1994:86).
Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak
memenuhi syarat sebagai bahasa ilmiah.Hal ini disebabkan oleh, antara lain,
mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau
bertele-tele.Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud
kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak
efektif.Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk membahas
kalimat efektif dan gejala bahasa dengan segala permasalahannya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari tugas ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan gejala bahasa?
2. Apa saja gejala bahasa dalam bahasa indonesia?
3. Pengertian analogi
4. Pengertian kontaminasi
5. Pengertian pleonasme
6. Pengertian hiperkorek

1
BAB II
PEMBAHASAN

GEJALA BAHASA
Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan
kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Gejala
bahasa dalam bahasa Indonesia diantaranya adalah gejala analogi, gejala
kontaminasi, gejala pleonasme, gejala hiperkorek, dan gejala-gejala lainnya.
1. Gejala Analogi
Analogi dalam bahasa artinya suatu bentukan bahasa yang meniru contoh
yang sudah ada. Terbentuknya bentukan-bentukan baru tentu akan
memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Hal ini tentu akan
menguntungkan bagi bahasa yang tumbuh dan sedang berkembang.
Tabel 1. analogi dalam bahasa Indonesia
No Kata/bentukan Keterangan Kata/ bentukan
yang sudah lama baru
dikenal
1. Putra-putri, dewa- Kata-kata itu berasal dari Saudara-saudari,
dewi bahasa Sansekerta. mahasiswa-
Fonem /a/: menyatakan jenis mahasiswi,
kelamin laki-laki, /i/ pemuda-pemudi,
menyatakan perempuan. dsb.
2. Hartawan, -wan menyatakan lelaki, Olahragawan,
bangsawan untuk menyatakan negarawan,
perempuan dipakai akhiran – sosiawan,
wati. pragawati,
negarawati,
sosiawati.
3. Budiman Seniman.
-

Dalam bahasa Indonesia tak ada alat (bentuk gramatika) untuk


menyatakan atau membedakan jenis laki-laki dan perempuan. Oleh karena
itu, jenis kelamin dinyatakan dengan pertolongan kata lain yaitu kalau laki-
laki (pria) dan perempuan (wanita) di belakang kata-kata yang dimaksud.
Contohnya, murid laki-laki, pelayan wanita.Untuk binatang atau tumbuhan
dipakai kata jantan dan betina.Contohnya, kuda jantan, bunga betina.

Pembatasan unsur a dan i yang bukan merupakan unsur asli bahasa


Indonesia perlu dilakukan. Misalnya, di samping kata bapak tak perlu
dibentuk kata bapik sebab untuk ini sudah ada kata lain yaitu ibu. Jadi analogi
dalam bahasa tak selalu berlaku mutlak.

2
Analogi dari Bahasa Indonesia Asli
Dalam bahasa Indonesia ada kata-kata: dikemukakan,
diketengahkan, atau mengemukakan, mengetengahkan. Beranalogi kepada
kata-kata itu dibentuklah kata-kata baru: dikesampingkan, dikebumikan,
dikedepankan, mengebelakangkan; tidak tergolong ke dalam bentukan dike-
kan. Dari kata semasa dibentuk kata-kata baru; sedari, selagi sewaktu,
semasih.Pada masa orde baru pun lahir kata pemersatu yang kemudian
muncul kata-kata baru seperti pemerlain, pemerhati.
Bentukan Analogi Hasil Suadaya Bahasa
Dari bahasa yang tersedia, orang mencoba membentuk dan
melahirkan sesuatu yang baru. Misalnya dari bahasa Belanda
“onrechtvaardigheid”, dibuatlah istilah ketidakadilan (onrechtvaardig: tidak
adil, heid: morvem pembentuk kata benda menyatakan sifat). “heid”
disejajarkan dengan imbuhan ke-an dalam bahasa Indonesia, sehingga
lahirlah analogi bentukan ketidak-an seperti; ketidaktertiban,
ketidakbecusan, ketidakberesan. Pembentukan kata-kata seperti ini sungguh
sangat berhasil.
Analogi yang Salah
Analogi yang salah sering terjadi karena kata bervokal satu dijadikan
kata yang bervokal dua yang disebut diftongisasi. Contoh: teladan dijadikan
tauladan, anggota dijadikan anggauta. Mungkin hal tersebut terjadi karena
pemakai bahasa menganalogikannya dengan pemungutan kata-kata bahasa
Arab seperti: taubat, taufan, taurat. Dalam bahasa Indonesia kata-kata itu
menjadi tobat, tofan, torat.Karena analogi itulah bentukan-bentukan teladan
dan anggota dikembalikan kepada bentuk dengan au (tauladan,
anggauta).Inilah yang dinamakan dengan analogi yang salah yang
menimbulkan terjadinya hiperkorek.
Drs. Pernis (Badudu, 1985:50) mengatakan bahwa “analogi ialah faktor yang
terpenting dalam setiap bahasa”. Hal ini nampaknya benar adanya banyak
bentukan baru yang dianalogikan dari bentukan yang sudah ada.

3
2. Gejala Kontaminasi
Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang rancu atau kacau
susunan.Yangdirancukan adalah susunan dua unsur bahasa,baik itu
imbuhan,kata,ataupun kalimat.
 Kontaminasi Kata
Kata-kata seperti berulang kali dan sering kali adalah contoh
kontaminasi kata yang sebenarnya kata-kata tersebut terbentuk dari kata-
kata: berulang-ulang dan berkali-kali.
Berulang-ulang
Berulang kali
Berkali-kali

di belakang hari
di belakang kali
lain kali

jangan biarkan
jangan boleh
tidak boleh
Kontaminasi kata terjadi karena adanya dua kata yang sebenarnya dapat
berdiri sendiri yang ketika diucapkan dua kata tersebut diucapkan menjadi
satu.
 Kontaminasi Bentukan Kata
Adakalanya kita melihat bentukan kata dengan beberapa imbuhan
(afiks) sekaligus yang memperlihatkan gejala kontaminasi. Contoh:
dipertinggi
dipertinggikan
ditinggikan
Adanya bentukan dipertinggikan menyebabkan arti khususnya menjadi tak
jelas.

menyampingkan
mengenyampingkan
mengesampingkan
 Kontaminasi Kalimat
Kalimat yang rancu pada umumnya dapat kita kembalikan pada dua
kalimat asal yang betul strukturnya. Gejala kontaminasi ini timbul karena dua
kemungkinan, yaitu:
a.Orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat (menyusun
kalimat atau frasa ataupun dalam penggunaan beberapa imbuhan sekaligus).
b.Kontaminasi terjadi tidak disengaja. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan antara kompetensi dan performansi. Orang tahu dua bentuk yang

4
benar namun ketika ditulis atau diucapakan lahirlah sebuah bentuk
penggabungan dua bentukan yang benar.
Contoh:
Kalimat rancu Kalimat asal
Di sekolah murid-murid dilarang- Di sekolah murid-murid dilarang
tidak boleh merokok merokok
- Di sekolah muri-murid tidak boleh
merokok

Bentukan kontaminasi seperti contoh di atas dapat kita hindari apabila kita
tahu benar bagaimana bentukan yang semestinya dan tahu benar mengapa
bentukan-bentukan yang semacam itu salah.

3. Gejala Pleonasme
Pleonasme berasal dari bahasa latin “pleonasmus” dalam bahasa Grika
“pleonazein” artinya kata yang berlebih-lebihan. Gejala pleonasme timbul
karena beberapa kemungkinan antara lain:
a. Pembicara tidak sadar bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifat
yang berlebih-lebihan. Jadi, dibuat dengan tidak sengaja;
b. Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa
kata-kata yang digunakan mengandung pengertian yang berlebih-lebihan;
c. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk
memberikan tekanan pada arti (intensitas).
Contoh gejala pleonasme:

a. Dalam satu prasa terdapat dua atau lebih kata yang searti, misalnya:

Mulai dari waktu itu ia jera berjudi.


(mulai = dari; salah satunya saja dipakai).

b. Kata kedua sebenarnya tak perlu lagi karena pengertiannya sudah


terkandung pada kaya yang mendahuluinya. Contoh: naik ke atas,
turun ke bawah.
c. Bentuk jamak yang dinyatakan dua kali, misalnya:

Telah dipamerkan sebanyak 50 buah lukisan-lukisan.


(50 = memberi pengertian jamak, lukisan-lukisan = menyatakan jamak ).

5
4. Gejala Hiperkorek
H.D. van Pernis (dalam Badudu 1985 : 58)menyebutkan gejala hiperkorek
sebagai proses bentukan betul dibalik betul.Maksudnya, yang sudah betul
dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah.Gejala hiperkorek menunjukkan
sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan).
1. /s/ dijadikan /sy/
Tabel. 2 Alih huruf bahasa Arab ke bahasa Indonesia
No Bahasa Arab Bahasa Indonesia Contoh
1 sin /s/ Islam, salam,
selamat, muslim,
saat, sebab, insan.
2 Syin /sy/ -
3 tsa /s/ misal, amsal, Senin,
Selasa, hadis, salju.
4 Shad /s/ sehat,sahabat,
nasihat, hasil, insaf,
salat, pasal, maksud.

Hiperkorek terjadi karena kata-kata yang seharusnya tidak boleh


dijadikan /sy/ dijadikan /sy/, misalnya, insaf dijadikan insyaf, sah dijadikan
syah.
2. /h/ dijadikan /kh/
Dalam bahasa Arab, ada dua macam bunyi laringal /h/. /h/ berdesah
seperti pada kata-kata: sehat, nasihat, hasil, sahabat, dan /h/ bersuara seperti
pada kata-kata: paham, hidayat, jihad, lahir.Dalam bahasa Indonesia kedua
macam fonem ini dituliskan dengan h saja, jadi tidak dibedakan.Ucapannya
pun tidak dibedakan.
Selain daripada itu ada fonem /kh/ yang dasar ucapannya langit-langit
lembut (artikulasi velar) seperti yang terdapat pada kata-kata: Khalik,
makhluk, khusus, khayal, akhir, khabar, ikhtisar. Dalam bahasa Indonesia,
fonem itu dituliskan dengan kh menurut ejaan lama ch. Fonem /kh/ pada
awal suku bisa dijadikan /k/ saja seperti pada kata-kata: kabar, akhir,
ketubah, kesumat.
Karena pengaruh bahasa Sunda, maka huruf kh itu biasanya dituliskan
orang sebagai h saja, jadi: makhluk, husus, hayal, akhir. Memang dalam
ucapannya lebih cenderung pada bunyi /h/ dari pada /k/ walaupun /kh/
mempunyai satu daerah artikulasi yaitu velar. Bentuk mahluk, husus, ahir,
bukanlah bentuk baku.
Hewan dari bahasa Arab haiwani ditulis dengan kh menjadi khewan,
(dalam ejaan lama chewan) padahal dalam bahasa Arab h pada kata ini sama
dengan h pada sehat, nasihat, sahabat.

6
3. /p/ dijadikan /f/
Dalam bahasa Arab, tak terdapat fonem /p/, yang ada hanyalah
/f/.Sebaliknya dalam bahasa Melayu tak terdapat fonem /f/. Itu sebabnya
pada umumnya kata-kata yang berasal dari bahasa Arab dengan f dijadikan p
seperti: fikir – pikir, faham – paham, hafal – hapal, fasal – pasal, disesuaikan
dengan fonem atau ucapan kita. Namun yang sering salah adalah kata-kata
bahasa Indonesia yang berawalan fonem /p/ dijadikan /f/ contoh: pihak –
fihak inilah yang disebut kasus hiperkorek.
4. /j/ dijadikan /z/
Fonem /z/ dari bahasa Arab, yang merupakan fonem asing dalam bahasa
Melayu/Indonesia sering dijadikan /j/, seperti: zaman – jaman, izin – ijin,
ziarah – jiarah, zambrut – jambrut. Fonem /z/ yang berasal dari bahas
Belanda dijadikan /s/ dalam bahasa Indonesia, seperti: zak – saku; zaal – sal;
zadel – sadel, zonder – sonder (= tanpa), zuster – suster.
Dalam bahasa Indonesia ada kita lihat yang sebaliknya dari yang
disebutkan di atas ini yaitu /j/ dijadikan /z/ sehingga terjadi pula
hiperkorek.
Misalnya:
ijazah, tidak boleh dijadikan izazah.
5. Gejala Hiperkorek dengan /au/ Pengganti /o,e/
Dalam bahasa Indonesia dewasa ini, kita jumpai penulisan kata-kata
seperti:
anggota dijadikan anggauta
teladan dijadikan tauladan
sentosa dijadikan sentausa
Contoh-contoh tersebut terjadi karena adanya analogi yang salah, yaitu
dikira berasal dari bahasa Arab seperti tuabat, taurat, aurat, taufan.Kata-kata
di atas tadi tidak berasal dari bahasa Arab, jadi bunyi /o/ atau /e/-nya jangan
dikembalikan kepada bunyi /au/.Frekuensi penulisan anggauta memang
sangat besar.
Kata-kata yang diambil dari bahasa daerah seperti sajen dan kabupaten,
buro, dan windon adalah bentuk-bentuk yang disandikan: saji + an – sajen, ka
+ bupati + an – kabupaten, buru + an – buron, windu + an – windon. Namun
sering orang mengucapkan kata sajenan dan buronan.Sajen dan buron
dianggap sebagai bentuk dasar.
Ada pula gejala monoftongisasi (dua vokal dijadikan satu vokal di dalam
satu kata).Misalnya, syaitan, hairan, haiwan (dari bahasa Arab) menjadi
setan, heran, hewan.Kata taubat dan taurat menjadi tobat dan torat.

7
6. Timbulnya Gejala Hiperkorek
Beberapa alasan yang menyebabkan timbulnya hiperkorekadalah :
1. Orang tak tahu mana bentuk yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang
diucapkan/dituliskan oleh orang lain.
2. Mungkin juga karena ingin gagah, ingin hebat, sehingga disamping apa
yang sudah dibicarakan di atas, kita lihat juga orang menuliskan kata-kata
seperti hadir, rela, fasal, hasil, batin, menjadi hadir, redla, fatsal, hatsil, bathin.
3. Dari segi linguistik /f, kh, sy, z/ bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu
sebabnya variasi antara f – p, kh – k – h, sy – s, z – j, tidak menimbulkan
perbedaan arti.Karena sifatnya yang tidak fonemis itulah, maka variasi
bentuk kembar seperti contoh di atas dimungkinkan dalam bahasa Indonesia.
Hanya bila oleh perbedaan fonem timbul perbedaan arti, haruslah orang
berhati-hati.
Contohnya: sakit polio - kertas folio
seni - zeni
khas Pasundan - kas Pasundan

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

 Gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata


atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya.
 Gejala bahasa dalam bahasa Indonesia diantaranya adalah gejala analogi,
gejala kontaminasi, gejala pleonasme, gejala hiperkorek, dan gejala-gejala
lainnya.
 Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau
pembicara secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami
pikiran tersebut dengan mudah, jelas dan lengkap seperti apa yang
dimasud oleh penulis atau pembicaranya.
 Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), predikat (P), objek (O),
pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).
 Ciri-ciri kalimat efektif yaitu :
Kesepadanan,Keparalelan,Kehematan,Kelogisan,Ketegasan,dan
Kevariasian.

B. Saran
Pada kenyataannya, pembuatan artikel ini masih bersifat sangat
sederhana dan simpel.Serta dalam Penyusunan makalah inipun masih
memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi tersebut.

9
Daftar Pustaka

Salliyanti dkk. 2015. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Medan : Bartong


Jaya.
http://dayintapinasthika.wordpress.com/2013/01/02/contoh-kalimat-
efektif-dan-kalimat-tidak-efektif/
shttp://arifharypurnomo.blogspot.com/2013/10/gejala-bahasa-
indonesia.html

10

Anda mungkin juga menyukai