PENDAHULUAN
mahkluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria
plasmodium di dalamnya. Data WHO 2014 mencatat 198 juta kasus malaria
terjadi secara global dan menjadi penyebab 584000 kematian di tahun 2013.
Infeksi malaria banyak terjadi di berbagai belahan dunia terutama daerah tropis
2010, di Indonesia terdapat 465764 kasus positif malaria dan angka ini menurun
pada tahun 2015 menjadi 209413 kasus. Malaria masih menjadi penyebab
tertinggi kematian pada bayi, balita dan ibu hamil serta menurunkan produktivitas
merupakan salah satu penyebab kematian penderita malaria pada usia anak (Kuby,
1997).
Kamboja pada tahun 2008, dan telah menyebar ke arah timur dan terdeteksi di
Vietnam pada tahun 2015. Pemilihan antimalaria yang tepat didasarkan pada
1
khasiat obat untuk melawan parasit malaria, sehingga dibutuhkan pencarian obat
antimalaria baru, murah, tersedia secara rutin oleh masyarakat terutama pada
yang dapat dijadikan sebagai antimalaria alternatif pengganti obat malaria yang
juga bersifat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit malaria.
mencit yang terserang malaria dengan mencegah kerusakan pada hati dan limpa.
infeksi. Infeksi plasmodium akan menimbulkan respon imun hospes yaitu dengan
adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Respon
imun terhadap malaria terjadi melalui dua cara, yaitu kekebalan bawaan dan
kekebalan yang didapat yang terjadi secara aktif (pertahanan hospes terhadap
infeksi) dan pasif (dari ibu ke bayinya). Mekanisme respon imun bekerja dengan
cara membatasi kelainan klinis dan menekan jumlah parasit dalam darah
(Voravout. 2016).
Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu tanaman dari famili
2006). Seluruh bagian tumbuhan telah dikenal sebagai tanaman obat di daerah
tropis (Baskar. dkk., 2007; Mahmiah, 2006). Ekstrak Annona muricata berkhasiat
2
antimikroba (Takahashi., et.al. 2006), antiparasit (Osorio., et.al. 2007),
ekstrak etanol daun sirsak dan buah sirsak menunjukan aktivitas antimalaria.
Daun sirsak (dosis 150 mg/kg) menunjukan aktivitas inhibisi parasitemia yang
lebih tinggi dibandingkan ekstrak buah sirsak (20 mg/ml). Selain itu, penelitian
Voravuth Somsak (2016) juga menunjukan ekstrak daun sirsak dengan dosis 1000
dengan terbukti tidak ada kematian pada mencit yang diamati dengan pemberian
ekstrak ini hingga dosis 4000 mg/kg. Berdasarkan hasil tersebut, perlu
dikembangkan penelitian pada fraksinasi ekstrak etanol daun sirsak serta aktivitas
a. Apakah fraksi n- heksan, etilasetat dan air daun sirsak akan mempengaruhi
b. Fraksi mana dari ekstrak etanol daun sirsak yang lebih efektif sebagai
3
1.3 Hipotesis
P. berghei.
b. Salah satu fraksi daun sirsak memiliki efektivitas antimalaria yang lebih
berghei.
c. Ada pengaruh fraksi ekstrak etanol daun sirsak terhadap jumlah makrofag
a. Pengaruh ekstrak etanol pada fraksi n-heksan, etilasetat dan air daun sirsak
berghei.
P. berghei.
4
1.5 Manfaat Penelitian
etilasetat dan sisa daun sirsak dapat digunakan di masyarakat sebagai obat
antimalaria.
etanol, fraksi n-heksan, etilasetat, dari daun sirsak, karakterisasi sampel, skrining
fitokimia, penyiapan dan perlakuan hewan percobaan yakni mencit dengan galur
pengujian aktivitas antimalaria yang terdiri dari lima kelompok dan pengujian
aktivitas makrofag pada mencit yang diinfeksikan Plasmodium berghei terdiri dari
5
Variabel bebas Variabel Terikat Parameter
Mencit diinduksi
P.barghei
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh
satu atau lebih spesies Plasmodium yang dibawa oleh nyamuk Anopheles, ditandai
memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan darah tepi (apusan tebal atau tipis)
serangannya timbul berselang setiap dua hari (48 jam) sekali. Plasmodium vivax
menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana yang gejala
empat hari. Plasmodium ovale ini jarang dijumpai di Indonesia, umumnya banyak
telah terbukti analog dengan Plasmodium penyebab malaria pada manusia dalam
7
hal struktur sel, fisiologi dan siklus hidup. Beberapa alasan mengapa malaria pada
a. Dasar biologi dari parasit pada manusia dan hewan pengerat adalah sama
pada hewan pengerat dalam hal dasar molekuler sensitivitas dan resistensi
obat
c. Terdapat analogi dari organisasi genom dan genetika antara parasit pada
Tehnik kultur secara in vitro dan manipulasi berbagai stadium dalam skala
besar dapat dilakukan. Dan dari keempat spesies tersebut, Plasmodium berghei
yang paling banyak digunakan sebagai model dalam penelitian malaria karena
Pada penyakit malaria gejala klinik yang timbul adalah serangan demam yang
diikuti dengan gejala lainnya seperti mual, muntah, lesu, dan rasa nyeri pada
kepala, serta terjadi penurunan selera makan. Untuk masing – masing jenis
demam, dan hal inilah yang menjadi acauan untuk membedakan masing – masing
penyebab jenis malarianya. P.vivax dan P.ovale memiliki periodisitas tersian (48
falciparum memiliki periodisitas yang tidak menentu dan dapat terjadi setiap hari.
Pada pasien malaria ditemukan juga adanya gejala seperti splenomegali dan
8
dihancurkan. Sedangkan anemia sangat jelas terlihat pada malaria falciparum dan
malaria menahun.
2.1.2 Klorokuin
Mekanisme kerja:
makanan yang diperoleh dengan cara mencema hemoglobin dan vacuola makanan
yang bersifat asam. Hemoglobin yang dicema selain menghasilkan asam amino
yang menjadi nutrient bagi parasit, juga menghasilkan zat toksik yang disebut
obat-FP IX tersebut sangat toksik dan tidak dapat bergabung membentuk pigmen.
membrane. Mekanisme kerja yang lain adalah dengan berinterkelasi dengan DNA
paras it dan menghambat DNA polimerase (kuinin). Klorokuin juga bersifat basa
dikarenakan, yaitu :
9
a. Plasmodium berghei belum pernah ditemukan dapat menyebabkan malaria
lainnya.
pada manusia.
terlihat gambaran bercak pada sel yang terinfeksi dimana sel kecil, bundar
Kingdom : Animalia
Filum : Protozoa
Subfilum : Apicomplexa
Kelas : Sporozoasida
Subkelas : Coccidiasina
Ordo : Eucoccidiorida
Subordo : Haemospororina
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
10
Species : Plasmodium berghei
P. berghei memiliki dua tahapan dalam setiap siklus hidupnya, yaitu: fase
Nyamuk ini merupakan vektor biologis dari P. berghei. Natadisastra dan Ridad
(2009) menyatakan bahwa pada saat nyamuk menghisap darah penderita malaria,
semua stadium yang ada di dalam darah akan terhisap masuk ke dalam lambung
tersebut aktif dan bergerak masuk ke dalam dinding usus tengah nyamuk. Parasit
pada stadium ini dinamakan ookinet. Di bawah epitel usus, ookinet membulat
membentuk kista dan disebut dengan ookista (Noble & Glenn 1989). Ookista
infektif) yang akan dilepas dengan pecahnya ookista. Sporozoit bersifat motil dan
akan bergerak ke seluruh tubuh vektor, khususnya kelenjar saliva. Sporozoit ini
akan menginfeksi induk semang saat vektor menghisap darah induk semang
(Choidini 2001).
11
Fase Aseksual (Skizogoni)
Fase aseksual terjadi di dalam tubuh induk semang (rodensia). Pada fase ini
terjadi dua siklus, yaitu siklus pre-eritrositik (terjdi di dalam sel-sel hati) dan
siklus eritrositik (terjadi di dalam eritosit). Sporozoit akan menuju sel-sel hati saat
masuk tubuh hospes. Di dalam sel hati, sporozoit akan matang membentuk skizon
induk semang, gametosit ini akan masuk ke dalam tubuh nyamuk dan mengalami
fase seksual (Choidini 2001). Siklus hidup P. berghei secara umum mirip dengan
siklus hidup Plasmodium spp. pada manusia. Fase seksual dan fase aseksual dari
12
2.3 Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Polycarpiceae
Familia : Annonaceae
Genus : Annona
2.3.2 Morfologi
Daun sirsak memiliki panjang 6-18 cm, lebar 3-7 cm, betekstur kasar,
berbentuk bulat telur terbalik bentuk eliptik, ujungnya lancip pendek, daun bagian
atas mengilap hijau dan gundul pucat kusam di bagian bawah daun, berbentuk
lateral saraf. Daun sirsak memiliki bau tajam menyengat dengan tangkai daun
pendek sekitar 3-10 mm. Daun sirsak nomor 4 sampai 5 dari pucuk memiliki
kandungan acetogenins tertinggi. Daun sirsak yang terlalu muda belum banyak
daun yang terlalu tua sudah mulai rusak sehingga kadarnya berkurang (Zuhud,
2011).
13
merupakan senyawa yang memiliki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah
poliketides dengan struktur 30-32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada
menyebabkan kandungan total fenol yang terdapat dalam daun sirsak tergolong
tinggi (Wiart., 2007). Mekanisme kerja dari senyawa ini adalah dengan
penghancuran dinding sel dan presipitasi (pengendapan) protein sel dari parasit
sehingga terjadi koagulasi dan kegagalan fungsi pada parasit tersebut (Prasetya.,
dkk.2013).
2013). Senyawa flavonoid secara in vitro telah terbukti merupakan inhibitor yang
kuat pada lipid peroksidasi, menangkap senyawa oksigen atau nitrogen (ROS atau
2.3.4 Kegunaaan
kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk
diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam
urat, gatal - gatal, bisul, flu, dan lain lain (Mardiana, 2011).
14
2.4 Ekstraksi
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut.
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI., 2000).
a. Cara dingin
seterusnya.
Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
b. Cara panas
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
15
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C)
2.5 Fraksinasi
(padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil
fraksinasi bertingkat diawali dengan pelarut yang kurang polar dan dilanjutkan
2.6 Makrofag
Makrofag merupakan salah satu komponen sistem imun non spesifik dan
16
darah dan akhirnya tinggal di jaringan sebagai makrofag dewasa dan membentuk
memiliki nama yang berbeda-beda tapi semuanya memiliki kesamaan yaitu dapat
mengikat dan memakan partikel asing. Makrofag yang disebut fixed macrophage
tubuh. Sel makrofag merupakan mediator imunitas non spesifik yang paling tua.
dengan neutrofil, namun makrofag mampu berahan hidup lebih lama pada daerah
inflamasi. Oleh karena itu, makrofag merupakan sel dominan pada tahap akhir
proses pemakanan dan penghancuran mikroba oleh suatu sel fagosit (gambar 2).
Proses fagositosis terjadi dalam beberapa tahap yaitu perlekatan sel fagosit pada
17
enzim di dalam lisosom (Wood, 2006). Makrofag dapat berperan sebagai APC
Makrofag sebagai APC ini akan mengenalkan antigen kepada sel T kemudian
Proses ini akan menghasilkan sitokin dan akan mengaktivasi makrofag untuk
dan sel T untuk memproduksi IFN-γ (Abbas dkk., 2007). Kemampuan makrofag
ROS. Makrofag teraktivasi akan menghasilkan sitokin IL-12 atau IFN-γ yang
18
Aktifitas imunomodulasi suatu tanaman obat dapat diketahui pengaruhnya
Aktivitas fagositosis makrofag adalah jumlah sel makrofag yang secara aktif
peningkatan sistem imun untuk melindungi tubuh jika ada patogen yang mungkin
2.7 Mencit
untuk meneliti malaria, dan didapatkan hasil bahwa binatang mencit adalah yang
paling sesuai untuk penelitian malaria. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan,
yaitu :
19
Plasmodium
Sporozoit masuk ke
Masuk ke hati dalam aliran darah
20
BAB III
METODE PENELITIAN
ekstrak etanol, fraksi n-heksan, etilasetat, dari daun sirsak, karakterisasi sampel,
antimalaria fraksi n-heksan, etilasetat, dari daun sirsak (Annona muricata L) dan
3.1.1 Alat
kertas saring, lemari pengering, neraca kasar, krus porselin, bola karet, eksikator,
Freeze dryer, neraca listrik, oven listrik, alat rotary evaporator, pipet mikro, spuit
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun sirsak yang diperoleh dari daerah Sei
Rotan, etanol 96%, etil asetat, n-heksana, asam khlorida, kalium iodida, iodium,
sublimat, asam sulfat, bismut subnitrat, raksa ( II), seng serbuk, toluen, timbal (II)
21
asetat, aquadest, kloroform, metanol, etilasetat, asam format, aseton, toluena,
Penelitian ini menggunakan hewan coba mencit jantan Bablc dengan berat
badan 25-30 gr dan berumur 8-12 minggu yang diperoleh dari Laboratorium
dkk, 1984), asam sulfat 2 N, Molisch, Mayer, besi (III) klorida 1%, Dragendorff,
Bouchardat, natrium hidroksida 2 N, asam nitrat 0,5 N dan timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling secukupnya
22
3.3.4 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,359 gram raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60
ml. Sebanyak 5 gram kalium iodida pada wadah lain dilarutkan dalam 10 ml air
suling, kemudian keduanya campur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml
Sebanyak 10 gram besi (III) klorida ditimbang, dilarutkan dalam air suling
Sebanyak 0,6 gram bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam 2 ml asam klorida
pekat, lalu ditambahkan 10 ml air suling. Pada wadah lain dilarutkan 6 gram
dengan 7 ml asam klorida pekat dan 15 ml air suling (Depkes RI, 1995).
Sebanyak 4 gram kalium iodida dilarutkan dalam air suling dan sebanyak 2
gram iodium dilarutkan dalam larutan kalium iodida dan dicukupkan dengan air
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga 100
23
3.3.10 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas CO2
membandingkan dengan daerah lain, bagian yang diambil adalah daun segar
nomor empat dan lima dari pucuk, yang diambil di Sei Rotan, kabupaten Deli
(LIPI) Jl. Raya Jakarta – Bogor Km. 46 Cibinong 16911 Bogor – Indonesia.
Daun sirsak dikumpulkan dan dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan
pengering pada suhu 400C hingga kering, kemudian ditimbang sebagai berat
dimasukkan dalam wadah plastik dan diikat, diberi etiket lalu disimpan pada
24
penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar
abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam, susut pengeringan dilakukan
Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur anatomi jaringan yang khas. Dari
pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang
Cara kerja:
Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas dengan
kering. Jika zat berupa pasta, timbang dalam sehelai/lembaran logam dengan
ukuran yang sesuai dengan leher labu. Untuk zat yang dapat menyebabkan gejolak
25
Setelah toluen mulai mendidih, atur penyulingan dengan kecepatan lebih
kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian
tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen jenuh air, sambil
dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada sebuah kawat tembaga
dan telah dibasahi dengan toluen jenuh air. Lanjutkan penyulingan selama 5
menit. Dinginkan tabung penerima hingga suhu ruang. Jika ada tetes air yang
melekat, gosok tabung pendingin dan tabung penerima dengan karet yang
diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluen jenuh air
hingga tetesan air turun. Baca volume air setelah air dan toluen memisah
sempurna. Kadar air yang didapat dihitung dalam persen dengan rumus:
volume II − Volume I
Kadar Air = x 100 %
Berat sampel
Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar
yang telah dipanaskan 105oC dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105 oC hingga
bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut air (Kemenkes, 2013).
kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk
26
cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 oC dan ditara, panaskan
sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut etanol
(Kemenkes, 2013).
Timbang seksama 2-3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan dalam
krus porselin yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan ,tambahkan air panas,
aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa
penyaringan dalam krus yang sama. Masukan filtrat ke dalam krus, uapkan dan
pijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji,
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 mL
asam klorida encer selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam
asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan
dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung
27
3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga
Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan
larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas
air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara
terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan
28
3.6.3 Pemeriksaan Saponin
selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang
dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N
ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil
alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).
disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil
sebanyak 2 ml, ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi
warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, RI., 1995).
jam, disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya
terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau
29
3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirsak Secara Maserasi Perkolasi
dengan jenis pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut sebanyak setengah kali
dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak
kental. Hitung rendemen yang diperoleh yaitu persentase bobot (b/b) antara
(Kemenkes, 2013).
30
dikocok, didiamkan sampai terdapat 2 lapisan yang terpisah (± 30 menit), lapisan
etilasetat (lapisan atas) diambil dengan cara dialirkan, dan fraksinasi dilakukan
sampai lapisan etilasetat memberikan hasil negatif dengan pereaksi FeCl3. Lapisan
diperoleh fraksi etilasetat. Lapisan air (sisa) diambil dan dipekatkan dengan rotary
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Depkes., 1979).
homogen dan transparan. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100
ml, cukupkan volume dengan aquadest hingga batas garis. Pada penelitian ini
hingga merata, sediaan suspensi klorokuin dimasukkan ke dalam labu ukur 100
ml, kemudian ditambahkan suspensi Na-CMC ke dalam labu hingga dicapai batas
31
3.9.3 Pembuatan suspensi fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air
daun sirsak
Ekstrak etanol, fraksi n- heksan, fraksi etil asetat dan fraksi air daun sirsak
suspensi Na-CMC lalu digerus hingga merata. Sediaan suspensi ekstrak etanol
daun sirsak dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan
suspensi Na-CMC ke dalam labu hingga dicapai batas volume untuk mendapatkan
pertama terdiri dari 5 kelompok. Setiap kelompok dengan metode 5 hari test untuk
c. Kelompok uji, diberikan suspensi dari fraksi n-heksan daun sirsak dosis
150 mg/kg
d. Kelompok uji, diberikan suspensi dari fraksi etil asetat daun sirsak dosis
150 mg/kg
e. Kelompok uji, diberikan suspensi dari fraksi air daun sirsak dosis 150
mg/kg.
32
terakhir diamati. Kelompok ini bertujuan untuk mengetahui persentase fagositosis
yang menunjukan ekstrak etanol daun sirsak (dosis 150 mg/kg) memberikan
parasitemia dengan mula-mula dibuat hapusan darah yang dilakukan dengan cara
mengambil 1,0-1,5 mikroliter darah dari ekor mencit dengan menggunting ekor
mencit dan diteteskan pada object glass. Tetesan darah tersebut ditipiskan dengan
menggunakan tepi object glass dan ditunggu sampai kering. Kemudian hasil
hapusan ditetesi dengan metanol hingga merata dan ditunggu hingga kering.
dengan air mengalir hingga tidak ada cat yang tersisa kemudian dikeringkan.
eritrosit yang terinfeksi malaria dari 1000 eritrosit. Persen derajat parasitemia
33
adalah jumlah eritrosit yang terinfeksi P. berghei dalam 1000 eritrosit. Persen
Keterangan :
yang telah dimodifikasi oleh (Kusmardi, 2004) dilakukan dua cara yaitu
fisiologis sebanyak 3 ml. Membuat irisan kecil pada kulit menggunakan gunting,
ke dalam tabung dan kemudian disentrifuge 1600 rpm selama 5 menit, kemudian
dicuci dengan PBS sebanyak dua kali. Proses selanjutnya adalah proses purifikasi
makrofag, natan dari hasil sentrifuge di atas dimasukkan ke dalam wadah plastik
yang disebut botol flush, botol flush tersebut sudah berisi medium RPMI.
34
Kemudian diinkubasi selama satumalam pada inkubator CO2 dengan suhu 37ᵒ C.
medium RPMI dari botol flush, dan menambahkan serum dan ditunggu selama 15
menitk untuk melepas sel – sel makrofag yang menempel pada dinding plastik
botol flush. Selanjutnya dilakukan proses pembiakan atau kultur yang dimulai
tabung, dan kemudian disentrifuge 1600 rpm selama 5 menit. Kemudian dihitung
dikultur. Natan hasil sentrifuge tersebut, dengan jumlah sel makrofag rata-rata
5x105 sel dipindahkan ke dalam botol flush untuk dikultur. Sebelumnya botol
flush sudah diberi medium lengkap (RPMI yang ditambahkan Fungizone, dan
sudah dikultur dipindahkan ke dalam tabung, kemudian botol flush diberi serum
kembali untuk mendapatkan makrofag yang cukup banyak, setelah itu dicuci
dengan RPMI. Setelah dicuci dengan RPMI, larutan sel-sel makrofag diberikan
suspensi Lateks, lalu didiamkan selama 5 menit. Jumlah sel makrofag yang
Data yang didapatkan dari hasil penelitian dianalisis dengan program Statistic
35
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar
Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Halaman 165.
Dewi, R.M., R.P. Jekti, dan A. Harijani. 1996. Keadaan hematologis mencit yang
diinfeksi dengan Plasmodium berghei. Cermin Dunia Kedokteran 106:
37-39.
36
Fitriani, J. 2002. Pengaruh Perasan Buah Morinda citrifolia terhadap Fagositosis
Makrofag Mencit Balb/C yang Diinokulasikan Listeria monocytogenes.
[Skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Fitch CD. Chloroquine resistance in malaria. Proc Natl Acad Sci USA. 1986; 64:
1181-87.
Gandahusada S., Herry H., Pribadi W., 1998, Parasitologi, Kedokteran, Edisi
Ketiga, Hal 171-210, FKUI, Jakarta.
Harijanto PN dkk, 2010. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi Kedua. EGC,
Jakarta.
Kayser, O., A. F. Kiderlen, and S.L. Croft. 2000. Natural Products as Potential
Antiparasitic Drugs. www.fuberlin.de/akkayscr/antiparasiticsfromnature.
Kulisic, Z., Tambur, Z., Malicevic, Z., Bakrac, N.A., dan Misic, Z. (2006). White
Blood Cell Differential Count in Rabbits Artificially Infected with
Intestinal Coccidia. J. Protozool. Res. 2006(16): 42-50.
Lawrence, M. 2000. Enlisting a New Ally in The War Againts Malaria. In: Kumar,
S. (ed). Discovery a Publication of the Whitehead institute for biomedical
Reseacrh. Whitehead Institute.
Najera, J,A. 1996. Malaria Control Among refugees and displaced populations.
World Health Organlzatlon Division of Control of Tropical Diseases
Malaria Unit.
37
Neuwinger, H.D. (1996). African Ethnobotany: Poisons and Drugs. Stuttgart:
Chapman & Hall. Halaman 362.
Noble, E.K. and G.A. Noble. (1989). Parasitologi Biologi Parasit Hewan.
Penerjemah: Wadiarto. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Okpako DT. Principles of pharmacology. Cambridge University Press; 1991. p.
228-232.
Oreagba A,. Usman, S., et al. (2013). Evaluation of the Antimalarial Effects of the
Leaf Extract and Fruit Juice of Annona muricata against Plasmodium
berghei Infection in Mice. University of Lagos, P.M.B. 12003, Lagos,
Nigeria.
38
Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy, Pancasila
University, South Jakarta, Indonesia.
39