Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FARMASEUTIKA DASAR

TENTANG SEDIAAN KRIM

OLEH
MULIA GUNAWAN
227014007

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
1. Pengertian Krim

Menurut Farmakope Indonesia III, krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi

mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Menurut

farmakope IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan

obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Menurut Farmakope Indonesia

V, krim adalah bentuk sediaan stengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut

atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Menurut Formularium Nasional, krim adalah

sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandun air kurang dari 60% dan

dimaksudkan untuk pemakaian luar.

2. Penggolongan Krim

Krim memiliki dua tipe yaitu krim minyak dalam air (M/A) dan air dalam minyak

(A/M), ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika (Juwita et al, 2013). Menurut

Ansel (1987), Krim digolongkan menjadi dua tipe, yaitu :

2.1. Tipe minyak dalam air (M/A)

Krim tipe M/A yang digunakan di kulit akan hilang tidak meninggalkan bekas. Krim

M/A biasanya dibuat menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak

yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alkohol walaupun untuk beberapa

sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih populer .

2.2 Tipe air dalam minyak (A/M)

Krim tipe A/M merupakan krim minyak yang tedispersi ke dalam air. Krim tipe A/M

mengandung zat pengmulsi seperti adeps lanae, wool alcohol atau ester asam lemak dengan

atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misalnya Kalsium (Ca). Krim M/A
dan A/M memerlukan emulgator yang tepat. Jika emulgator tidak tepat, dapat terjadi

pembalikan fase.

Formula dasar krim pada fase minyak yaitu bahan obat larut dalam minyak bersifat

asam. Contohnya seperti asam stearate, paraffin liquidum, cetaceum, cera, dan vaselin.

Formula dasar krim pada dasar air yaitu bahan obatyang larut dalam air bersifat basa.

Contohnya seperti, Natrium tetraborate, TEA, NaOH, KOH, dan Gliserin.

3. Kualitas Dasar Krim

Menurut Anief (2005), krim yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Stabil

Krim harus bebas dari inkopatibiltas, stabilpada suhu kamar, dan kelembaban yang

ada di dalam kamar.

2. Lunak

Zat yang terdapat di dalam krim tidak boleh mengeras sehingga bahan obat yang

terkandung dalam krim dapat dengan mudah dikeluarkan dari wadahnya.

3. Mudah dipakai

Penggunaan krim dujukan untuk mempermudah pengaplikasian bahan obat pada

pasien.

4. Terdistribusi merata

Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan.

4. Kelebihan dan Kekurangan Krim

4.1. Kelebihan krim

Kelebihan sediaan krim adalah:

1. Mudah menyebar merata

2. Mudah digunakan
3. Praktis

4. Mudah dibersihkan atau dicuci

5. Tidak lengket terutama krim tipe M/A

6. Memberikan rasa dingin terutama krim tipe A/M

7. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorbsi tidak cukup beracun

8. Dapat digunakan sebagai kosmetik (Ansel, 2008).

4.2. Kekurangan krim

Kekurangan sediaan krim adalah:

1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim, harus dalam keadaan panas.

2. Mudah pecah disebabkan karena pengadukan tidak konstan.

3. Mudah kering dan mudah rusak bila disimpan tidak ditmpat yang tidak sesuai dngan

petunjuk penyimpanan (Ansel, 2008).

5. Bahan bahan tambahan

Bahan bahan tambahan dalam sediaan krim agar peningkatan penetrasi pada kulit,

antara lain:

5.1. Zat untuk memperbaiki konsistensi

Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal,

selain itu juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan “acceptable”.

Konsistensi yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan

bekas, tidak terlalu melekat dan berlemak.

Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube. Perbaikan konsistensi

dapat dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi diperhatikan ratio perbandingan

fasa. Untuk krim adalah jumlah konsentrat campuran zat pengemulsi.


5.2. Zat pengawet

Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk

meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme.

Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah

ditumbuhi bakteri dan jamur.

Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat mencegah pertumbuhan

mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil paraben 0.12%

sampai 0,18% atau propil paraben 0,02%-0,05%.

5.3. Pendapar

Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas

sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan pendapar harus

diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan,

terutama pH efektif untuk pengawet.

Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan kimia zat aktif atau zat

tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin pengaruh pembawa atau

lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah (tube) seringkali

merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.

5.4. Pelembab

Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk

meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,

mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat

tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.

5.5.Pengompleks (sequestering)

Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk

kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses
pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA,

dsb.

5.6. Anti Oksidan

Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh

cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi, antioksidan terbagi atas :

 Anti oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya: mencegah oksidasi dengan cara bereaksi

dengan radikal bebas dan mencegah reaksi cincin. Contoh: tokoferol, alkil gallat, BHA,

BHT.

 Anti oksidan sebagai agen produksi. Zat-zat ini mempunyai potensial reduksi lebih tinggi

sehingga lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain kadang-kadang bekerja

dengan cara bereaksi dengan radikal bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit.

 Anti oksidan sinergis yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam,

karena adanya sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh: sitrat,

tamat, EDTA.

5.7. Peningkat Penetrasi

Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar

dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit). Syarat-syarat:

 Tidak mempunyai efek farmakologi.

 Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.

 Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan).

 Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.

 Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.

 Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.


 Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.

 Dapat menyebar pada kulit.

 Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.

 Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

6. Metode Pembuatan Krim

Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya

komponen yang tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama sama

di penangas air pada suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas,

komponen yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak.

Kemudian larutan berair secara perlahan lahan ditambahkan ke dalam campuran

lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit

untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.

Selanjutnya campuran perlahan lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus

menerus sampai campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan

leburan lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara

fase lemak dengan fase cair (Munson, 1991).

Dasar-dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat dibagi:

 Reduksi ukuran partikel

Skrining partikel dan penyaringan. Bahan padat dalam suatu sediaan diusahakan

mempunyai ukuran yang homogen. Skrining partikel dimaksudkan untuk menghilangkan

partikel asing yang dapat terjadi akibatadanya panikel yang terflokulasi dan aglomerisasi

selama proses.

 Pemanasan dan pendinginan


Proses pemanasan diperlukan pada saat melarutkan bahan berkhasiat, pencampuran bahan

bahan semisolid pada proses pembuatan emulsi. Pembuatan sediaan semi solid dibutuhkan

pemanasan, sehingga pada proses homogenisasi bahan bahan yang digunakan tidak

membutuhkan penanganan yang sulit, kecuali apabila didalam sediaan tersebut ada bahan

bahan yang termolabil.

 Pencampuran terdiri dari tiga macam :

1. Pencampuran bahan padat.

Pada prinsipnya pencampuran bahan padat adalah menghancurkan aglomerat yang

terjadi menjadi partikel dengan ukuran yang serba sama.

2. Pencampuran untuk larutan.

Tujuan pencampuran larutan didasarkan pada dua tujuan yaitu: adanya transfer panas

dan homogenitas komponen sediaan.

3. Pencampuran semi solid.

Untuk pencampuran sediaan semi solid dapat digunakan alat pencampuran dengan

bentuk mixer planetary dan bentuk sigma blade. Alat dengan sigma blade dapat

membersihkan salep/krim yang menempel pada dinding wadah dan menjamin

homogenitas produk serta proses transfer panas lebih baik.

 Penghalusan dan Homogenisasi.

 Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah penghalusan dan homogenisasi

produk semi solid yang telah tercampur dengan baik.

7. Pengujian Mutu Krim

7.1. Organoleptik

Uji organoleptik lakukan dengan menggunakan panca indra atau secara visual.

Komponen yang dievaluasi meliputi bau, warna, tekstur sediaan, dan konsistensi.
Adapun pelaksanaannya dengan menggunakan subjek responden atau dengan menggunakan

kriteria tertentu dengan menetapkan kriteria pengujiannya (Widodo, 2003).

7.2. Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses

pembuatan krim bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang

diperlukan tercampur secara homogen.

Persyaratannya harus homogen sehingga krim yang dihasilkan mudah digunakan dan

terdistribusi merata saat penggunaan pada kulit. Krim harus tahan terhadap gaya gesek yang

timbul akibat pemindahan produk, maupun akibat aksi mekanis dari alat pengisi. (Anief,

1994).

7.3. Stabilitas

Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi

kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah perlu bahwa pengkajian awal ini

dihubungkan dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui.

Adanya pengotoran dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi

tersebut. Ketidakstabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat

obat yang digunakan sekarang adalah konstituen kimia yang beraneka ragam. Secara kimia

proses kerusakan yang sering meliputi hidrolisis dan oksidasi (Ansel, 1989).

Untuk mengevaluasi kestabilan emulsi dengan cara sentrifugasi. Umumnya diterima

bahwa shelf life pada kondisi penyimpanan normal dapat diramalkan dengan cepat dengan

mengamati pemisahan dari fase terdispersi karena pembetukan krim atau penggumpalan bila

emulsi bila dipaparkan pada sentrifugasi. Sentrifugasi jika digunakan dengan bijaksana,

merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi emulsi (Lachman, dkk., 1994).
Tujuan pengujian stabilitas obat adalah untuk memberikan bukti tentang mutu suatu bahan

obat atau produk obat yang berubah seiring waktu dibawah pengaruh faktor faktor

lingkungan seperti suhu, kelembapan dan cahaya.

Tujuan pengujian tersebut adalah untuk menetapkan suatu periode uji ulang untuk

obat tersebut atau masa edar untuk produk obat dan kondisi penyimpanan yang

direkomendasikan uji stabilitas untuk menetapkan masa edar suatu produk harus dilakukan

sesuai dengan kondisi iklim ditempat produk obat tersebut akan dipasarkan (Watson, 2009).

 Stabilitas fisika

Sifat sifat fisika seperti organoleptis, keseragaman, kelarutan, dan viskositas tidak

berubah. (USP XII, p.1703)

 Stabilitas kimia

Secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan perubahan warna, pH, dan bentuk sediaan

(USP XII, p.1703). Sediaan dibuat pada pH 3 6 diharapkan tidak mengalami perubahan

potensi.

 Stabilitas mikrobiologi

Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama waktu edar. Jika mengandung

pengawet, harus tetap efektif selama waktu edar. Mikroorganisme yang tidak boleh

ditemukan pada sediaan: Salmonella sp., E. coli, Enterobacter sp., P. aeruginosa,

Clostridium sp., Candida albicans (Lachman, p.468).

 Stabilitas toksikologi

Pada penyimpanan maupun pemakaian tidak boleh ada kenaikan toksisitas (USP XII,

p.1703)

 Stabilitas farmakologis

Selama penyimpanan dan pemakaian, efek terapetiknya harus tetap sama (USP XII

p.1703).
7.4. Uji pH

Harga pH adalah harga yang ditunjukkan oleh pH meter yang telah dibakukan dan

mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda indikator yang

peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda pembanding yang sesuai

seperti elektroda kalomel dan elektroda perakperak klorida.

Pengukuran dilakukan pada suhu ±250° C, kecuali dinyatakan lain dalam masing

masing monografi (Ditjen POM, 1995 ). Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan alat

bernama pH meter. Karena pH meter hanya bekerja pada zat yang berbentuk larutan, maka

krim harus dibuat dalam bentuk larutan terlebih dahulu.

Krim dan air dicampur dengan perbandingan 60g : 200 ml air, kemudian diaduk

hingga homogen dan dibiarkan agar mengendap. Setelah itu, pH airnya diukur dengan pH

meter. Nilai pH akan tertera pada layar pH meter (Widodo, 2003).

7.5. Keseragaman

Sediaan Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode,

yaitu keseragam bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk

sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif.

Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman bobot , dilakukan untuk

sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil dari bets yang sama untuk penetapan

kadar (Ditjen POM, 1995).

Persyaratan Krim

Persyaratan krim sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut :

1. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari

inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.

2. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang dihasilkan menjadi

lunak serta homogen.


3. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan

dihilangkan dari kulit.

4. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau

cair pada penggunaan. (Widodo, 2013).

7.6. Evaluasi daya sebar

Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian

bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri rentang waktu

1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat

sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).

7.7. Evaluasi penentuan ukuran droplet

Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel,

dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian

diperiksa adanya tetesan tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya.

7.8. Uji aseptabilitas sediaan

Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner dibuat

suatu kriteria, kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan

pencucian.

Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing masing kriteria. Misal untuk

kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut (Wade, 1994).

Anda mungkin juga menyukai