Anda di halaman 1dari 19

Krim

FI III
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi, mengandung air tidak kurang
dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar.

FI IV
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Persyaratan krim
a. Stabil selama masih dipakai untuk
mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas
dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.
b. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus
dan seluruh produk yang dihasilkan menjadi
lunak serta homogen.
3. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi
adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi secara merata. Obat harus
terdispersi merata melalui dasar krim padat
atau cair pada penggunaan
Penggolongan krim
1. Tipe a/m, yakni air terdispersi dalam minyak.
Contohnya cold cream. Cold cream adalah
sediaan kosmetika yang digunakan untuk
memberi rasa dingin dan nyaman pada kulit.
2. Tipe m/a, yakni minyak terdispersi dalam air.
Contohnya, vanishing cream. Vanishing cream
adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk
membersihkan, melembabkan dan sebagai alas
bedak
Krim merupakan sistem emulsi sediaan
semipadat dengan penampilan tidak jernih,
berbeda dengan salep yang tembus cahaya.
Konsistensi dan sifatnya tergantung pada jenis
emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau
minyak dalam air (Lachman, dkk., 1994)
Formula dasar krim
1. Fase minyak
adalah bahan obat yg larut dalam minyak,
bersifat asam contoh asam stearat, parafin
liquidum, adeps lanae, cera, vaselin, cetil
alkohol, stearil alkohol.
2. Fase air
adalah bahan obat yg larut dlm air, bersifat
basa.contoh Na tetraborat, TEA, gliserin, PEG,
propilenglikol, Na lauril sulfat, tween.
Komponen krim
1. Zat aktif
Antibiotik, Fungisida ,Antiinflamasi, antihistamin,
antiseptik, analgetik, adstringen, keratolitik
2. Basis krim
Fungsi : sebagai pembawa zat berkhasiat
Basis hidrokarbon, basis absorbsi, basis yang
tercampur dengan air, basis yg larut dalam air
3. Emulgator
Fungsi : mestabilkan emulsi krim.
Contoh : Trietanolamin,Na lauril sulfat
4. Humektan
Fungsi : (Meminimalkan hilangnya air dari
sediaan, meningkatkan kelembaban kulit shg
penetrasi zat berkhasiat akan lebih mudah
contoh : propilen glikol, sorbitol, gliserol
konsentrasi 5-20%
5. Pengawet
Fungsi : mencegah kontaminasi dan
kerusakan oleh jamur dan bakteri
contoh : asam benzoat, nipagin, nipasol.
6.Antioksidan
Fungsi : Untuk menCegah ketengikan pd
sediaan krim akibat reaksi oksidasi pada fase
minyak.
contoh: Na metabisulfit, Vit E,Vit C
Kelebihan sediaan krim
1. Praktis dan mudah dipakai.
2. Mudah dibersihkan atau dicuci dan dihilangkan dari
kulit.
3. Tidak lengket terutama tipe m/a.
4. Basis krim mengandung air dalam jumlah banyak
sedangkan sel hidup biasanya lembab. Hal ini akan
mempercepat pelepasan obat. Selain itu, tegangan
permukaan kulit akan diturunkan oleh emulgator dan
bahan pembantu lain yang terdapat dalam basis krim
sehingga absorbsi lebih cepat. Basis krim yang berair
juga dapat memelihara kelembaban sel kulit yang rusak.
Kelebihan sediaan krim
5. Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat
yang larut air dan larut lemak, maka bentuk
pembawa yang cocok untuk memperoleh
absorbsi yang optimal adalah krim atau basis
salep emulsi (Anonim, 2006).
Kekurangan sediaan krim
1. Sukar dalam pembuatannya karena pembuatan
krim harus dalam keadaan panas.
2. Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan
formula tidak pas.
3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m
karena terganggu sistem campuran terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi disebabkan penambahan salah satu fase
disper secara berlebihan (Kartinah, 2012).
Prinsip Pembuatan Krim

Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan


proses penyabunan (saponifikasi) dari suatu
asam lemak tinggi dengan suatu basa dan
dikerjakan dalam suasana panas yaitu
temperatur 70 – 800C (Anonim, 1995)
Gejala – gejala yang menjadi indikator
terjadinya kerusakan emulsi
1. Creaming adalah proses pada emulsi dengan partikel
yang kurang rapat cenderung ke atas permukaan
sehingga terjadi pemisahan menjadi dua emulsi.
2. Flokulasi adalah penggabungan globul – globul yang
bergantung pada gaya tolak menolak elektrostatis.
3. Koalesens atau penggumpalan adalah proses dimana
droplet dua fase internal mendekat dan
berkombinasi membentuk partikel yang lebih besar.
4. Inversi adalah peristiwa dimana fase eksternal menjadi
fase internal dan sebaliknya. (Anief, 2006)
Evaluasi sediaan krim
1. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi pemeriksaan terhadap
warna, konsistensi, dan bau dari sediaan krim (Attamimi
dkk, 2013). Uji organoleptis dilakukan untuk melihat
tampilan fisik sediaan dengan cara melakukan
pengamatan terhadap bau, warna, dan tekstur sediaan
yang telah dibuat (Anief, 1997).
2. Homogenitas
Dengan cara meletakkan sedikit krim antara dua kaca
objek dan diperlihatkan dengan partikel-partikel kasar
atau ketidak homogenan secaara visual (Attamimi dkk,
2013).
3.Daya sebar
Daya sebar dilakukan untuk menjamin pemerataan
krim saat diaplikasikan pada kulit yang dilakukan
segera setelah krim dibuat. Krim ditimbang sebanyak
0,5 gram kemudian diletakkan ditengah kaca bulat
berskala. Diatas krim diletakkan kaca bulat lain atau
bahan transparant lain dan pemberat sehingga berat
kaca bulat dan pemberat 150 gram, didiamkan 1
menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya.
Daya sebar krim yang baik antara 5 – 7 cm (Garg, et
al, 2002).
4. Viskositas
Penentuan viskositas bertujuan untuk mengetahui
adanya perubahan kekentalan pada tiap formula
krim. Viskositas merupakan sifat penting dalam
formulasi sediaan cair semipadat yang memberikan
gambaran dari tahanan suatu benda cair untuk
mengalir, baik pada saat diproduksi, dimasukkan ke
dalam kemasan, serta sifat-sifat penting pada saat
pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar, dan
kelembaban (Anita, 2008)
5. Penetapan pH
pH sediaan semi padat harus disesuaikan dengan pH
kulit yaitu 4,5 – 6,5 (Anief, 2003) sedangkan menurut
Wasitaatmadja (1997) pH kulit yaitu 4,5 – 7,0.
Tujuannya untuk mengetahui apakah pH sediaan
sesuai untuk pemberian pada kulit. Uji pH dapat
dilakukan menggunakan indikator universal atau pH
meter. Dengan parameter, jika terlalu asam maka
akan menyebabkan iritasi kulit dan jika terlalu basa
maka akan menyebabkan gatal – gatal dan kulit
bersisik (Anonim, 1995).

Anda mungkin juga menyukai