1
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
mikroskopis. Chlorine juga dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan
manusia selain dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak pada air. Sebagai
contoh Chlorine dapat bersifat merusak atau korosif pada kulit dan peralatan, selain
itu Chlorine juga berpotensi merusak sistem pernafasan manusia dan hewan.
Unsur klor dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl-). Ion klorida
adalah salah satu anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami dalam
jumlah lebih banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat
dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl) dan kalsium
klorida (CaCl2). Klorida tidak bersifat toksik pada makhluk hidup, bahkan berperan
dalam pengaturan tekanan osmotik sel. Kadar klorida dalam setiap senyawa
berbeda-beda. Untuk menentukan kadar ion klorida dalam air dapat menggunakan
metode argentometri (Effendi, 2003).
Titrasi Argentometri
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi di mana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi
pengendapan yang mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran; tidak
ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir
titrasi. Hanya reaksi pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. Akan tetapi
metode tua seperti penetuan Cl-¸ Br -, I- dengan Ag (disebut juga metode
argentomeri) adalah sangat penting. (Khopkar, 1990).
Berdasarkan indikator yang digunakan maka titrasi argentometri dibedakan
menjadi tiga yaitu (Underwood, 1999) :
1. Metode Mohr ; menggunakan indikator kalium kromat
2. Metode Volhard; menggunakan indikator larutan Fe3+
3. Metode Fajans; menggunakan indikator adsorpsi seperti fluoresein (C20H12O5)
dan tetrabromo fluoresein(C20H8Br4O5)
2
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
K2Cr2O7 (aq) + 2 AgNO3(aq) → Ag2Cr2O7 + 2KNO3(aq)
Keterangan:
A = mL titrasi dari sampel
B = mL titrasi dari blanko
N = normalitas AgNO3
3
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Standar Baku Mutu Air
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk
Keperluan Higine Sanitasi, Kolam Renang, Sour Per Aqua, dan Pemandian Umum.
Penetapkan Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Media Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi
4
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
koloidal tinggi. Berdasarkan sifat fisiknya bentonit dibedakan atas Na-Bentonit dan
Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na+ yang besar ada antar lapisnya,
memiliki sifat mengembang akan tersuspensi bila didispersikan ke dalam air. Pada
Ca-Bentonit, kandungan Ca2+ dan Mg2+ relatif lebih banyak bila dibandingkan
dengan kandungan Na+. Ca-bentonit bersifat sedikit menyerap air dan jika
didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk suspensi.
Bentonit dapat digunakan sebagai penyangga katalis, sedangkan bentonit yang telah
dimodifikasi dapat digunakan sebagai katalis (Riyanto, 1992).
Adsorpsi merupakan penyerapan zat baik ion atau molekul pada permukaan
adsorben. Bentonit dapat digunakan sebagai bahan adsorpsi karena memiliki
kation-kation yang dapat ditukarkan. Namun kemampuan adsorpsinya terbatas
sehingga perlu diaktifkan baik secara kimia atau fisika. Proses aktivasi secara kimia
dapat menggunakan larutan asam kuat seperti HCl, sedangkan secara fisika dapat
melalui proses pemanasan di furnace (Adel dkk., 2003). Pemanasan pada suhu 100-
200°C menyebabkan bentonit kehilangan molekul air yang mengisi ruang antar
lapis. Pemanasan diatas suhu 500-700°C menyebabkan proses pengeluaran
molekul air dari rangkaian kristal sehingga dua gugus –OH yang berdekatan saling
melepaskan satu molekul air.
5
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
6. Kaca arloji 2 buah
7. Magnetic stirrer 1 buah
8. Neraca analitik 1 buah
9. Pipet tetes 1 buah
10. Spatula aluminium 1 buah
11. Statif + klem 1 set
b. Bahan
1. Air PDAM 100 mL
2. Kertas saring 2 lembar
3. Larutan AgNO3 0,1 N secukupnya
4. Larutan K2Cr2O7 0,1 N secukupnya
5. Sampel air 100 mL
6. Bentonit 15 gram
25 mL air PDAM
Volume AgNO3
Reaksi :
Cl- (aq) + Ag+ (aq) → AgCl (s)
Cr2O72- + 2Ag+ (s) → Ag2Cr2O7 (s)
endapan merah bata
6
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
2. Penentuan Kadar Cl- dalam sampel air
25 mL air PDAM
Volume AgNO3
Kadar Cl-
Reaksi :
Cl- (aq) + Ag+ (aq) → AgCl (s)
Cr2O72- + 2Ag+ (s) → Ag2Cr2O7 (s)
endapan merah bata
7
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
VII. HASIL PENGAMATAN
9
-
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl
VIII. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada percoban ke-5 dengan judul “Penentuan kadar Cl-“ ini bertujuan untuk
mengetahui kadar Cl- dalam sampel air. Sampel air yang digunakan diambil dari
sungai Asemrowo di Jl. Margomulyo Industri Raya No. 49, Greges, Asemrowo,
Kota Surabaya, Jawa Timur. Sampel air yang digunakan diambil pada permukaan
sungai dan disimpan dalam wadah botol plastik sebanyak ±2100 mL. Sifat dari Cl-
adalah tidak memiliki daya desinfektan sehingga tidak dapat membasmi
mikroorganisme seperti bakteri, amoeba ataupun ganggang dan lain sebagainya.
Kelemahan lainnya adalah klor telah direduksi menjadi Cl- sehingga kemampuan
untuk mengoksidasi ion-ion logam dan memecah molekul organik tidak dapat
dilakukan lagi. Oleh karena itu untuk mengetahui kelayakan air di daerah tersebut
dilakukan pengujian kadar Cl- dengan menggunakan titrasi argentometri
menggunakan metode Mohr.
Titrasi argentometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang
digunakan untuk menentukan kadar suatu zat yang ditandai dengan terbentukkan
endapan merah bata karena sisa Ag+ yang bereaksi dengan Cr2O72-. Metode Mohr
biasanya dipergunakan untuk mengendapkan ion-ion perak, tiosianat, dan ion-ion
halogen yang salah satunya adalah ion klorida.
Pada percobaan ini titrasi dilakukan dengan 2 alur, yaitu titrasi pada air
PDAM sebagai larutan blanko dan titrasi pada larutan sampel. Titrasi pada larutan
sampel dilakukan dengan 4 variasi yaitu sampel air tanda perlakuan, sampel air
dengan penambahan 3 gram bentonit, sampel air dengan penambahan 5 gram
bentonit, dan sampel air dengan penambahan 7 gram bentonit. Titrasi pada larutan
sampel dilakukan dengan tiga kali pengulangan (tripo) sedangkan pada larutan
blanko dilakukan satu kali pengulangan (single).
Sampel air yang digunakan sebelum diuji harus dipreparasi terlebih dahulu.
Preparasi sampel dilakukan ±4 minggu sebelum percobaan penentuan kadar Cl-
dilakukan yaitu dengan cara 250 ml sampel air dimasukkan dalam gelas kimia.
Kemudian ditambahkan bentonit dengan variasi sebanyak 3 gram; 5 gram; dan 7
gram. Setelah itu diaduh dengan magnet stirer selama 30 menit dan didiamkan
selama 24 jam. Setelah endapan terpisah dengan larutan makan sampel air di saring
10
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
menggunakan corong Buchner dan kertas saring. Warna sampel air sebelum dan
sesudah penambahan bentonit ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Warna sampel air sebelum dan sesudah penambahan bentonit
Warna
Sampel
Sebelum Sesudah
Tanpa perlakuan Keruh Keruh
+ bentonit 3 gram Keruh Keruh kekuningan
+ bentonit 5 gram Keruh Kekuningan
+ bentonit 7 gram Keruh Kekuningan jernih
Penambahan bentonit berfungsi sebagai adsorben dalam sampel air. Sehingga
diharapkan semakin banyak bentonit yang ditambahkan dalam sampel air maka ion
Cl- dalam air semakin berkurang, dalam hal ini berarti kadar Cl- semakin sedikit.
Sebelum percobaan penentuan kadar Cl- dalam sampel dilakukan, terlebih
dahulu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Persiapan ini dilakukan
untuk mempermudah dan mempersingkat waktu percobaan. Pastikan jika alat-alat
yang akan digunakan telah dicuci terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar tidak ada
bahan pengotor yang ikut dalam percobaan, yang dapat mempengaruhi hasil akhir.
1. Perubahan Blanko
Pada alur pertama yaitu titrasi pada larutan blanko. Titrasi ini digunakan
sebagai pembanding dengan larutan sampel air yang akan diuji. Langkah
pertama yang dilakukan adalah mengukur air PDAM yang berupa larutan tidak
berwarna sebanyk 25 mL dengan gelas ukur. Pengukuran larutan menggunakan
gelas ukur karena mamiliki tingkat keakuratan lebih tinggi dibandingkan
dengan gelas kimia. Air PDAM yang sudah diukur kemudian dimasukkan
dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N yang berupa
larutan kuning jernih. Dihasilkan larutan berwarna kuning jernih. Larutan
K2Cr2O7 berfungsi sebagai indikator dalam titrasi argentometri dengan
menggunakan metode Mohr. Setelah itu sampel dititrasi dengan larutan AgNO3
0,1N yang berupa larutan tidak berwarna hingga dihasilkan larutan berwarna
merah bata. Larutan yang berwarna merah bata menandakan bahwa titik akhir
titrasi telah tercapai. Volume titran yang dibutuhkan dalam titrasi sebanyak 3,7
mL. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
11
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Cl- (aq) + Ag+ (aq) → AgCl (s) [endapan putih]
Cr2O72- (aq) + 2Ag+ (aq) → Ag2Cr2O7 (s) [endapan merah bata]
2. Penentuan Kadar Cl- dalam Sampel Air
Pada alur kedua yaitu titrasi pada laruran sampel, dimana digunakan 4
variasi yaitu sampel air tanda perlakuan, sampel air dengan penambahan 3
gram bentonit, sampel air dengan penambahan 5 gram bentonit, dan sampel air
dengan penambahan 7 gram bentonit. Pada titrasi ini bertujuan untuk
mengetahui kadar Cl- dalam sampel dengan berbagai variasi.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengukur masing-masing
sampel sebanyak 25 ml dengan gelas ukur. Pengukuran larutan menggunakan
gelas ukur karena mamiliki tingkat keakuratan lebih tinggi dibandingkan
dengan gelas kimia. Air sampel yang sudah diukur kemudian dimasukkan
dalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N yang berupa
larutan kuning jernih. Dihasilkan larutan berwarna kuning jernih. Larutan
K2Cr2O7 berfungsi sebagai indikator dalam titrasi argentometri dengan
menggunakan metode Mohr. Setelah itu sampel dititrasi dengan larutan AgNO3
0,1N yang berupa larutan tidak berwarna hingga dihasilkan larutan berwarna
merah bata. Larutan yang berwarna merah bata menandakan bahwa titik akhir
titrasi telah tercapai. Titrasi dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali.
Volume titran yang dibutuhkan dalam titrasi ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Volume AgNO3 yang dibutuhkan dalam titrasi sampel air
Sampel Replikasi mL sampel mL AgNO3
Sampel Air I 25 mL 6,6 mL
II 25 mL 6,8 mL
III 25 mL 7,4 mL
Sampel Air + 3 gram I 25 mL 10,8 mL
Bentonit II 25 mL 10,3 mL
III 25 mL 10,4 mL
Sampel Air + 5 gram I 25 mL 11,5 mL
Bentonit II 25 mL 11,5 mL
III 25 mL 11,3 mL
Sampel air + 7 gram I 25 mL 13,9 mL
Bentonit II 25 mL 14,1 mL
III 25 mL 13,7 mL
Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
12
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Cl- (aq) + Ag+ (aq) → AgCl (s) [endapan putih]
Cr2O72- (aq) + 2Ag+ (aq) → Ag2Cr2O7 (s) [endapan merah bata]
Dalam proses titrasi ini, AgNO3 dengan Cl- akan lebih dulu membentuk
endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah AgCl mengendap seluruhnya,
barulah mulai terbentuk Ag2Cr2O7 yang berwarna merah bata. Jika dilihat dari
Ksp-nya, yaitu Ksp Ag2Cr2O7 sebesar 2x10-12 yang lebih kecil dari Ksp AgCl
yakni sebesar 1x10-10, sehingga yang seharusnya terlebih dahulu mengendap
adalah Ag2Cr2O7. Namun karena AgCl merupakan garam monokovalen
sedangkan Ag2Cr2O7 adalah garam divalent maka Ag2Cr2O7 memerlukan lebih
banyak titran untuk mengendap dibandingkan dengan AgCl yang bervalensi
satu. Adapun reaksi yang terjadi dalam titrasi ini adalah sebagai berikut :
Cl- (aq) + Ag+ (aq) → AgCl (s) KspAgCl1x10-10
Cr2O72- (aq) + 2Ag+ (aq) → Ag2Cr2O7 (aq) KspAg2Cr2O7 2x10-12
Penambahan bentonit berfungsi sebagai adsorben dalam sampel air.
Bentonit akan menyerap ion Cl- dan ketika bentonit disaring maka ion Cl- akan
hilang bersama bentonit sehingga kadar Cl- dalam sampel menjadi berkurang.
Tetapi tidak dalam percobaan ini, dimana sampel air dengan penambahan
bentonit yang semakin banyak, dibutuhkan volume titran dalam titrasi yang
semakin banyak. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori, dimana semakin
banyak bentonit yang ditambahkan dalam sampel air maka ion Cl- dalam air
semakin berkurang, dalam hal ini berarti kadar Cl- semakin sedikit. Hal tersebut
dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya :
a. Kesalahaan ketika preparasi, dimana sampel yang digunakan dalam
pengujian kadar Cl- telah dipreparasi jauh-jauh hari (±4 minggu sebelum
pengujian kadar Cl- dilakukan) sehingga pengotor yang tidak diharapkan
termasuk Cl- sisa mengendap kembali.
b. Kesalahan ketika penyimpanan, dimana larutan sampel yang digunakan
sudah terkontaminasi dengan udara atau pengotor lainnya karena kurang
rapatnya penutup plastik yang digunakan.
c. Kesalahan waktu titrasi, dimana alat dan bahan yang digunakan kurang
bersih hingga masih terdapat pengotor yang mempengaruhi volume titrat
dalam titrasi.
13
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
d. Kesalahan praktikan, kurang teliti atau jelinya praktikan dalam melakukan
titrasi dan pengamatan perubahan warna yang terjadi. Dimana pengamatan
perubahan warna dalam titrasi dilakukan secara subjektif, sehingga
penilaian setiap orang berbeda-beda.
Setelah dilakukan titrasi maka dapat dihitung kadar Cl- dalam sampel air
dengan rumus sebagi berikut:
(𝐵 − 𝐴) × 𝑁 𝐴𝑔𝑁𝑂3 × 35,450 × 1000
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑙 − =
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Dimana,
A = mL titrasi dari sampel
B = mL titrasi dari blanko
N = normalitas AgNO3
Sehingga kadar Cl- dalam sampel air ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4. Kadar Cl- dalam sampel air
Sampel Replikasi Kadar Cl- (mg/L) Rata-rata (mg/L)
Sampel Air I 41,122
II 43,958 45,849
III 52,466
Sampel Air + 3 I 100,678
gram Bentonit II 93,588 96,424
III 95,006
Sampel Air + 5 I 110,604
gram Bentonit II 110,604 109,659
III 107,768
Sampel air + 7 I 144,636
gram Bentonit II 147,472 144,636
III 141,800
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 kadar klorida maksimum yang
diperbolehkan yaitu 250 mg/Liter, sehingga dapat dikatakan bahwa air sungai
Asemrowo di Jl. Margomulyo Industri Raya No. 49 Greges Asemrowo Surabaya
tersebut masih layak untuk digunakan karena kadar Cl- dalam sampel air baik tanpa
perlakuan atau dengan perlakuan (penambahan bentonit) masih dibawah ambang
batas.
14
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis, dapat disimpulkan bahwa
penentuan kadar Cl- dalam sampel air dapat dilakukan dengan titrasi argentometri
dengan metode Mohr dan dihasilkan kadar Cl- yang berbeda pada setiap variasi
(sampel tanpa perlakuan, sampel air dengan penambahan 3 gram bentonit, sampel
air dengan penambahan 5 gram bentonit, dan sampel air dengan penambahan 7
gram bentonit) yaitu 45,849 mg/L; 96,424 mg/L; 109,659 mg/L; dan 144,636 mg/L.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa air sungai Asemrowo di Jl.
Margomulyo Industri Raya No. 49 Greges Asemrowo Surabaya masih layak untuk
digunakan karena kadar Cl- dalam sampel air baik tanpa perlakuan atau dengan
perlakuan (penambahan bentonit) masih dibawah abang batas yang ditetapkan oleh
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 bahwa kadar klorida maksimum
yang diperbolehkan yaitu 250 mg/Liter.
X. DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, & Suharno. (2012). Dasar – Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah.
Yog-yakarta: Gosyen Publishing.
Linsley, R.K. dan J. Franzini. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Penerjemah Djoko
Sasongko. Jakarta: Erlangga
15
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Lampiran 1. Perhitungan
Sampel Replikasi mL sampel mL AgNO3 Kadar Cl- (mg/L)
PDAM I 25 mL 3,7 mL
Sampel Air I 25 mL 6,6 mL 41,122
II 25 mL 6,8 mL 43,958
III 25 mL 7,4 mL 52,466
Sampel Air + 3 I 25 mL 10,8 mL 100,678
gram Bentonit II 25 mL 10,3 mL 93,588
III 25 mL 10,4 mL 95,006
Sampel Air + 5 I 25 mL 11,5 mL 110,604
gram Bentonit II 25 mL 11,5 mL 110,604
III 25 mL 11,3 mL 107,768
Sampel air + 7 I 25 mL 13,9 mL 144,636
gram Bentonit II 25 mL 14,1 mL 147,472
III 25 mL 13,7 mL 141,800
Replikasi II :
𝑚𝑔 (6,0 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 43,958 ⁄𝑙
16
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Replikasi III :
𝑚𝑔 (7,4 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 52,466 ⁄𝑙
Replikasi II :
𝑚𝑔 (10,3 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 93,588 ⁄𝑙
Replikasi III :
𝑚𝑔 (10,4 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 95,006 ⁄𝑙
Replikasi II :
𝑚𝑔 (11,5 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 110,604 ⁄𝑙
Replikasi III :
17
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
𝑚𝑔 (11,3 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 107,768 ⁄𝑙
Replikasi II :
𝑚𝑔 (14,1 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 147,472 ⁄𝑙
Replikasi III :
𝑚𝑔 (13,7 − 3,7) 𝑥 0,01 𝑥 35,45 𝑥 1000
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) =
25 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶𝑙( ⁄𝑙 ) = 141,800 ⁄𝑙
18
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Lampiran 2. Gambar Kerja
Foto Keterangan
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
19
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Gambar 4. Sampel air (tanpa
bentonit) sebelum diberi
perlakuan.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
20
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-
Gambar 7. Sampel air + 3 gram
bentonit setelah dititrasi dengan
setelah dititrasi dengan AgNO3
berubah warna menjadi merah
bata.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
21
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN : PENENTUAN KADAR Cl-