OLEH :
Kelompok 2
Hasnawati (21111179)
Jasmina (21111188)
Jumadi (21111189)
La tunani (21111196)
KENDARI
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami mampu meyelesaikan makalah ini, makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah Evaluasi
Program.
Kami meyadari, dalam penulisan makalah ini masih ada kemungkinan kekurangan - kekurangan karena
keterbatasan kemampuan kami, untuk itu masukan yang bersifat membangun akan sangat membantu
kami dalam penulisan makalah selanjutnya.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini, untuk teman
teman dan semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini dapat
berguna, sebagai karya dari kami dan untuk semua, amin.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………....
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………............
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………….....
B. Saran …………………………………………………………………………………....
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi yang merealisasi atau mengimplementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna
pengambilan keputusan.
Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan.
Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut
atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya. Evaluasi sama artinya dengan kegiatan
supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak
lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian
program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.
Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi
sesuatu hal sebagai hasil pelaksanaan program setelah data terkumpul dibandingkan dengan kriteria
atau standar tertentu. Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengatahui tingkat
ketercapaian program, dan apabila tujuan belum tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak
kekurangan dan sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang
akan diambil. Dalam kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui
keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan.
Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi, di antaranya mampu melaksanakan,
cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari
kalangan internal (evaluator dan pelaksana program) dan kalangan eksternal (orang di luar pelaksana
program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program). Model evaluasi
merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi.
Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat. Biasanya model
evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui
apakah program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Evaluasi
Menurut pengertian bahasa, kata evaluasi berasal dari kata Evaluation dalam bahasa Inggris yang berarti
penilaian atau penaksiran. Beberapa pengertian evaluasi secara umum dikemukakan oleh banyak ahli
terkemuka. Dalam ensiklopedi pendidikan (Soegarda Poerbakawatja, 1976:83) evaluasi mengandung tiga
pengertian yaitu:
1. Suatu proses menetapkan nilai atau jumlah dari suatu taksiran yang sama,
2. Suatu proses untuk menetapkan kepentingan relative dari fenomena-fenomena dari jenis yang
sama atas dasar suatu standart tertentu, dan
3. Perkiraan kenyataan atas dasar ukuran nilai tertentu dan dalam rangka situasi yang khusus dan
tujuan–tujuan yang ingin dicapai.
Kaufmann dan Thomas (1980: 9) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses yang membantu
sesuatu menjadi lebih baik melalui identifikasi dan dokumentasi beberapa perbedaan hasil kegiatan
masa lalu dan sekarang untuk menafsir apa yang akan dilakukan berikutnya.
Worthen dan Sanders (1981: 19) memberikan pendapat tentang definisi evaluasi “Evaluation is the
determination of the worth of a thing. It includes obtaining information for use in judging the worth of a
program product, procedure, or objective, or of the potential utility of alternative approaches designed
to attain specified objectives”. Evaluasi merupakan penentuan nilai suatu hal, yang meliputi
pengumpulan informasi yang digunakan untuk memutuskan nilai keberhasilan suatu program, produk,
prosedur, tujuan, atau manfaat yang pada desain pendekatan alternative untuk mempertahankan tujuan
khusus. Dari pernyataan diatas mengimplikasikan adanya standart atau kriteria tertentu yang digunakan
untuk menentukan nilai (worth) serta adanya sesuatu yang dinilai. Standart yang dimaksud adalah
standar keberhasilan suatu program dikatakan berhasil, dan yang dinilai adalah dampak atau hasil yang
dinilai atau dicapai oleh program itu sendiri.
Evaluasi juga sering dilakukan untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan. Proses
evaluasi suatu pelaksanaan kegiatan dapat menunjukkan informasi tentang sejauh mana kegiatan itu
telah dilaksanakan atau hal-hal yang telah dicapai. Standart atau kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya dapat dijadikan acuan untuk melihat ketercapaian suatu program, kesesuaian dengan
tujuan, keefektifan, keefisienan, dan hambatan yang dijumpai dalam sebuah program.
Stufflebeam dan Shinkfield (1985:159) memberikan definisi tentang evaluasi sebagai berikut:
“The process of delineating, obtaining, and providing descriptive and judgmental information about the
worth and merit of some object goals, design, implementation, and impact in order to guide decision
making, serve needs for accountability, and promote understanding of the involved phenomena”.
Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa Stufflebeam dan Shinkfield menyatakan bahwa evaluasi
adalah proses menggambarkan, mengumpulkan, menyajikan secara deskriptif dan informative tentang
penentuan nilai dan manfaat tujuan dari objek, desain, implementasi, dan dampak untuk pengambilan
suatu keputusan, penyajian keperluan untuk pertanggung jawaban dan mempromosikan pemahaman
terhadap fenomena yang terlibat.
Sejalan dengan beberapa pendapat diatas Chabib Thoha (1996: 1) mengatakan bahwa evaluasi adalah
kegiatan terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan
hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan Brinkerhoff, dkk
(1983: 1-6), evaluasi merupakan sebuah proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat tercapai.
Brinkerhoff menambahkan dalam pelaksanaan evaluasi setidaknya ada 7 elemen yang harus dilakukan
yaitu :
Ditambahkan lagi oleh Suchman dalam Sudarsono (1994:2) bahwa dalam merumuskan evaluasi terdapat
tiga elemen pokok yang harus dinyatakan yaitu:
1. Adanya intervensi yang diberikan secara sengaja terhadap program yang direncanakan.
2. Adanya tujuan atau sasaran yang diinginkan atau diharapakan dan mempunyai nilai positif.
Di dalam melakukan evaluasi, evaluator hendaknya tidak hanya menanyakan perubahan cara yang
dipakai, tetapi juga mengapa suatu program itu berhasil dan yang lain gagal.
Apabila beberapa pendapat diatas diaplikasikan dalam konteks pendidikan maka evaluasi dapat
dikatakan sebagai serangkaian upaya atau langkah-langkah strategis untuk mengambil keputusan
dinamis yang ditujukan pada pembuatan standart proses pembelajaran atau pengajaran. Proses ini dapat
terdiri dari:
Sedangkan apabila diterapkan dalam proses pembelajaran maka evaluasi bisa diartikan sebagai sebuah
proses membandingkan suatu kegiatan pembelajaran di lapangan dengan rencana yang telah dibuat
untuk menentukan sampai sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai.
B. Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan suatu hal atau program dengan langkah
mengetahui keterlaksanaan kegiatan program. Untuk kegiatan pembelajaran IPA, Evaluasi pembelajaran
dapat dilihat dari aspek keterlaksanaan dalam faktor siswa, guru, materi yang dipelajari, sarana belajar,
pengelolaan kelas, dan lingkungan.
Dalam organisasi pendidikan kegiatan evaluasi ini sering disamaartikan dengan supervisi. Secara singkat,
supervise diartikan sebagai upaya mengadakan peninjauan untuk memeberikan pembinaan maka
evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat
dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula.
C. Model Evaluasi
Ada beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program adalah
Stufflebeam, Metfessel, Michael Scriven, Stake dan Glaser. Kauffman dan Thomas membedakan model
evaluasi menjadi delapan, yaitu:
Goal Oriented Evaluation merupakan model yang muncul paling awal. Objek pengamatan dari model ini
adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan, terus-menerus, memonitor seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana
dalam proses pelaksanaan program.
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat dikatakan berlawanan dengan model
yang dikembangkan oleh Tyler. Jika dalam model yang dikembangkan oleh Tyler, evaluator terus-menerus
memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat sejauh mana tujuan tersebut sudah dapat
dicapai, dalam model ini justru menoleh dari tujuan.
Menurut Scriven dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang
menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya
program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (hal
yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebenarnya tidak diharapkan).
Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci
mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya terpenuhi dalam
penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan seberapa jauh masing-masing penampilan tersebut
mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan
khusus ini tidak banyak manfaatnya.
Model ini pada mulanya juga dirancang oleh Scriven dalam hubungan pengembangan kurikulum. Ia
menyatakan suatu kurikulum mempunyai bentuk yang siap (final). Evaluasi formatif merupakan
pengumpulan data/bukti selama penyusunan dan uji coba dari kurikulum baru. Revisi atau perbaikan
dilakukan berdasarkan bukti-bukti tersebut yang dikumpulkan melalui evaluasi formatif.
Dengan menggunakan evaluasi formatif, evaluator dapat melihat kekurangan dalam pelaksanaan
program/kegiatan, dan dapat juga memantau proses pelaksanaan, sehingga akan dapat membantu
dalam penyempurnaan dan kelengkapan product yang dikembangkan. Karena itu evaluasi formatif dapat
juga disebut dengan evaluasi internal (Internal-evaluation atau Intrinsic-evaluation) karena evaluasi
formatif dilakukan menyangkut isi, tujuan, prosedur/proses, sikap guru, sikap murid, fasilitas dan
sebagainya.
Evaluasi formatif yang dikembangkan Scriven untuk menilai kurikulum pada prinsipnya dapat pula
dimanfaatkan dan digunakan dalam evaluasi proses belajar mengajar, sebagai salah satu kegiatan dalam
pelaksanaan kurikulum. Dalam hal ini evaluasi dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung
pada setiap satuan pelajaran. Informasi tersebut akan dapat menunjukkan kekurangan baik pada guru
maupun pada murid dan komponen lainnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai bahan
dalam penyempurnaan proses belajar mengajar berikutnya.
Berbeda dengan evaluasi formatif, evaluasi summatif lebih diarahkan untuk menguji efek dari
komponen-komponen pendidikan/pembelajaran terhadap murid-murid, atau dapat juga dikatakan
bahwa evaluasi summatif dirancang untuk mengetahui seberapa jauh kurikulum yang telah disusun
sebelumnya memberikan hasil pada siswa antara lain mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hal itu dapat dilihat pada hasil pre test dan post test, antara kelompok eksperimen dan control.
Walaupun Scriven tidak mengarahkan model ini pada evaluasi dalam proses belajar mengajar, namun
pelaksanaan kurikulum tidaklah dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan.
Model evaluasi yang dikembangkan oleh stake menekankan dua jenis evaluasi yaitu deskripsi dan
pertimbangan serta membedakan tiga fase dalam evaluasi program yaitu:
Dalam model evaluasi tersebut ada dua matrix, yaitu description matrix dan judgement matrix.
Description matrix merupakan penggambaran antara intens (goals, objectives) dan observation yaitu
tujuan apa yang akan dicapai dan apa yang akan diamati pada setiap elemen evaluasi, sedangkan pada
judgement matrix adalah penggambaran standart dan judgement. Dalam matrix diatas ada 12 cell, yang
diawali dengan intens antecedents dan pada sel terakhir adalah outcomes.
CSE-UCLA terdiri atas dua kata yaitu CSE dan UCLA. CSE merupakan singkatan dari Center for the study of
Evaluation, sedangkan UCLA adalah singkatan dari University of California in Los Angeles. Dalam model
ini ada lima tahap penting yang harus dilalui, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil
dan dampak. Fernandes mamberikan penjelasan tentang tahap evaluasi CSE-UCLA terdiri atas empat
tahap yaitu 1) Needs Assesment, 2) Program planning,g 3) Formative evaluation, 4) Summative
evaluation.
: evaluasi terhadap hasil Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan
sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata
lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang evaluasi sebagai sebuah sistem.
a. Evaluasi konteks
Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak
terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani dan tujuan proyek. Evaluasi konteks dimulai dengan
melakukan analisis konseptual dalam mengidentifikasikan dan merumuskan domain yang akan dinilai
dan kemudian diikuti dengan analisis empiris tentang aspek-aspek yang dinilai: melalui surve, tes dan
sebagainya. Pada bagian berikutnya melibatkan kedua cara tersebut (analisis konseptual dan analisis
empiris) dalam rangka menemukan masalah utama dalam aspek yang dinilai.
b. Evaluasi masukan
Meliputi pertimbangan tentang sumber dan strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum dan
khusus. Informasi-informasi yang terkumpul selama tahap penilaian hendaknya dapat digunakan oleh
pengalamam keputusan untuk menentukan sumber dan strategi didalam keterbatasan dan hambatan
yang ada.
Evaluasi masukan boleh mempertimbangkan sumber tertentu apabila sumber-sumber tersebut terlalu
mahal untuk dibeli atau tidak tersedia dan dipihak lain ada alternatif yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan program. Demikian juga menyangkut personil-personil yang dapat melaksanakan
program dan diperhitungkan sebaga sumber. Evaluasi masukan membutuhkan evaluator yang memiliki
pengetahuan luas tentang berbagai kemungkinan sumber dan strategi. Menurut Stufflebeam pertanyaan
yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecah masalah yang mendorong terselenggaranya
program yang bersangkutan.
c. Evaluasi proses
Meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan (dirancang) dan diterapkan didalam praktek
(operasi). Seorang penilaian proses mungkin disebut sebagai monitor sistem pengumpul data dari
pelaksanaan sehari-hari. Misalnya saja evaluator harus mencatat kedatangan (presensi) para peserta
penataran yang diadakan secara sukarela. Tanpa mengetahui catatan tentang data pelaksanaan program
tidaklah mungkin mengambil keputusan menentukan tindak lanjut program apabila waktu berakhir telah
tiba.
Tugas lain dari penilaian proses adalah melihat catatan kejadian-kejadian yang muncul selama program
berlangsung dari waktu kewaktu. Catatan-catatan semacam itu barangkali akan sangat berguna dalam
menentukan kelemahan dan kekuatan atau faktor pendukung serta faktor penghambat program. Suatu
program yang baik (yang pantas untuk dinilai) tentu sudah dirancang mengenai siapa yang diberi
tanggung jawab dalam pembagian, apa bentuk kegiatannya, dan bila mana kegiatan tersebut sudah
terlaksana. Tujuannya adalah membantu penanggung jawab pemantauan atau monitor agar lebih
mudah mengetahui kelemahan-kelemahan program dari berbagai aspek untuk kemudian dapat dengan
mudah melakukan remedi.
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjukkan “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program,
“siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan
selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan kepada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan
didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.
Penilaian yang dilakukan oleh penilai dalam mengukur keberhasilan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Pengukuran tujuan tersebut dikembangkan dan diadministrasikan. Data yang dihasilkan dan
sangat berguna bagi administrator dalam menentukan apakah program diteruskan, dimodifikasi atau
dihentikan.
Evaluasi hasil berfungsi membantu penanggung jawab program dalam mengambil keputusan:
meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan program. Evaluasi hasil memerlukan perbandingan
antara hasil program dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil yang dinilai dapat berupa skor tes, data
observasi, diagam data.
Evaluasi kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program adalah sebagai suatu
keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program.
Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah
ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut.
Langkah-langkah atau tahap-tahap yang dilalui dalam mengevaluasi kesenjangan adalah sebagai berikut:
Yaitu melihat apakah kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum.
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan:
Dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan tujuan manakah
yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut tahap “mengumpulkan data dari pelaksanaan program”.
Yakni tahap mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang
diajukan dalam tahap ini adalah .apakah program sudah mencapai tujuan terminalnya?”
Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap
ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil
keputusan, agar mereka dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut.
Kemungkinannya adalah:
a. Menghentikan program
c. Meneruskan
d. Memodifikasi tujuannya
Standar adalah: kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan dengan hasil yang efektif. Penampilan
adalah: sumber, prosedur, manajemen dan hasil nyata yang tampak ketika program dilaksanakan. Kunci
dari evaluasi discrepancy adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
a. Penyusunan evaluasi
Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi rencana, evaluasi proses dan evaluasi
hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut mempengaruhi evaluator dalam mentukan metode dan alat
pengumpul data yang digunakan.
Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat pengumpul data antara lain : pengambilan
data dengan tes, pengambilan data dengan observasi ( bisa berupa check list, alat perekam suara atau
gambar ), pengambilan data dengan angket, pengambilan data dengan wawancara, pengambilan data
dengan metode analisis dokumen dan artifak atau dengan teknik lainya.
b. Teknik wawancara
i. Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada tujuan
monitoring
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi adalah proses menggambarkan, mengumpulkan, menyajikan secara deskriptif dan informative
tentang penentuan nilai dan manfaat tujuan dari objek, desain, implementasi, dan dampak untuk
pengambilan suatu keputusan, penyajian keperluan untuk pertanggung jawaban dan mempromosikan
pemahaman terhadap fenomena yang terlibat.
Evaluasi adalah kegiatan terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan
instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Evaluasi
merupakan sebuah proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat tercapai dalam pelaksanaan
evaluasi setidaknya ada 7 elemen yang harus dilakukan yaitu :
Dalam merumuskan evaluasi terdapat tiga elemen pokok yang harus dinyatakan yaitu:
1. Adanya intervensi yang diberikan secara sengaja terhadap program yang direncanakan.
2. Adanya tujuan atau sasaran yang diinginkan atau diharapakan dan mempunyai nilai positif.
Apabila diaplikasikan dalam konteks pendidikan maka evaluasi dapat dikatakan sebagai serangkaian
upaya atau langkah-langkah strategis untuk mengambil keputusan dinamis yang ditujukan pada
pembuatan standart proses pembelajaran atau pengajaran.
Apabila diterapkan dalam proses pembelajaran maka evaluasi bisa diartikan sebagai sebuah proses
membandingkan suatu kegiatan pembelajaran di lapangan dengan rencana yang telah dibuat untuk
menentukan sampai sejauh mana tujuan pembelajaran dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Allan & Francis. Pearson. Curriculum Foundation, Principles, and Issue Sixth Edition. Prentice Hall. New
Jersey 07632.
Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon
Pendidik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin. 2009. Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman Teoritis Praktis Bagi
Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga, Jakarta: Bumi Aksara
Yusuf, Muri. 2005. Evaluasi Pendidikan. Pilar Penyedia Informasi dan Kegiatan Pengendalian, Penjaminan
serta Penetapan Mutu Pendidikan Terhadap Berbagai Komponen Pendidikan. Padang: Universitas Negeri
Padang.
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
Mengenai Saya
Foto saya
majid zeven
Oleh
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya semua metode dan desain evaluasi dapat digunakan dalam evaluasi program. Secara
umum evaluator program dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu pertama, evaluator yang berorientasi
pada penguasaan dan penggunaan metode. Kedua,evaluator yang berorientasi pada pemecahan
masalah dan tujuan evaluasi. Dana dapula evaluator yang termasuk kelompok kedua-duanya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Semua metode evaluasi dapat digunakan dalam evaluasi program PLS. Menurut Campbell(1963),
Anderson dan Ball(1978),Knok (1980), Babbie (1986), Fowles (1984), Mc Taggart(1993), dan Cresswell
(1994), metode-metode evaluasi program adalah sebagai berikut:
1. Metode Historis
2. Metode Survei
3. Metode Pengembangan
4. Metode Kasus
5. Metode Korelasional
9. Metode Tindakan
Metode yang sering dipakai dalam evaluasi program PLS diantaranya yaitu:
1. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah evaluasi secara sistematis dengan memanipulasi variable-variabel yang
dieksperimen, kemuadian mengamati gejala-gejala yang timbul dalam situasi yang terkontrol. Sebagai
ilustrasi, seorang evaluator bermaksud ingin mengetahui efektivitas penggunaan teknik diskusi pada 2
kelompok belajar. Dengan ciri-ciri yang sama pada kelompok tersebut seperti jumlah,usia,jenis
kelamin,tempat ruangan belajar,tutor,bahan, dll namun dengan teknik pembelajaran yang berbeda
misalnya saja kelompok A menggunakan metode diskusi sedangkan kelompok B menggunakan metode
pembelajaran ceramah. Maka cara mengevaluasi keefektifan metode tersebut yaitu bisa dengan
memberikan pre-test dan post-test sebelum dan sesudah materi. Hasil tes akhir dikurangi hasil tes awal
pada masing-masing kelompok dihitung, dan hasil perbedaan antara kelompok disebut hasil dari
penggunaan teknik diskusi kelompok. Misal hasil rata-rata hasil pretest kelompok 1 adalah 6 dan post
testnya 9. Sedangkan kel 2 pretest 6 dan post tes 9. Perbedaan hasil rata-rata kel.1 adalah 9-6=3
sedangkan kel.2 7-6=1. Jadi perbedaan hasil rata-rata kel.1 dan 2 adalah 3-1=2. Dengan demikian
perbedaan hasil rata-rata tes pada kelompok 1 dan 2 adalah 2, hanya disebabkan karena penggunaan
teknik pembelajaran yang berbeda bukan karena factor lain sebab evaluator sudah menciptakan situasi
yang terkontrol . Pengkondisian yang terkontrol ini sangat penting dalam metode eksperimen sehingga
evaluator mengetahui dengan tepat bahwa hasil eksperimen itu hanya disebabkan oleh variable yang
dieksperimen.
Rancangan evaluasi dengan menggunakan metode ini memuat berbagai patokan sbb:
a. Variabel bebas
b. Variabel terikat
d. Evaluator
e. Kelompok Eksperimental
f. Kelompok Kontrol
g. Pre-test
h. Post-test
Keajegan eksperimen mencakup validitas internal dan eksternal. Validitas internal ditentukan oleh
sejauhmana variable terikat benar-benar merupakan akibat dari perlakuan variable bebas, bukan karena
veriabel lain yang mencampuri sedangkan validitas eksternal ditentukan oleh sejauh mana hasil yang
diperoleh kelompok dalam eksperimen berlaku pula untuk kelompok-kelompok yang sama di luar
eksperimen. Faktor utama yang mempengaruhi adalah ketepatan dalam memilih sampel sehingga betul-
betul mewakili populasinya.
Rancangan desain eksperimen terdiri atas 8 macam yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu
metode eksperimen sungguhan dan semu.
Pola rancang terkontrol sepenuhnya. Rancangan ini terdiri dari 3 kategori yaitu rancangan tes awal dan
tes akhir yang menggunakan kelompok control secara acak, rancangan empat kelompok dan rancangan
tes akhir dengan menggunakan kelompok control acak.
Terdiri dari:
- Rancangan tes awal dan tes akhir dalam kelompok tanpa acak
- Rancangan penyeimbang
- Rancangan serial
- Rancangan serial waktu dengan kelompok kontrol
2. Metode Korelasional
Metode korelasional digunakan dalam evaluasi program yang mengkaji hubungan antara 1 variabel
dengan variable laindalam program PLS. Karakteristiknya yaitu: menghubungkan antara 2 variabel atau
lebih, tingkatan atau besaran hubungan berdasarkan koefisien korelasi, memakai data kuantitatif dan
tidak dilakukan perlakuan atau manipulasi sebagaimana yang dilakukan dalam metode eksperimen.
Tujuan metode ini adalah mengetahui sejauhmana variable-variabel dalam suatu factor mempunyai
keterkaitan dengan variable pada satu atau lebih factor lain berdasar koefisien korelasinya. Langkah-
langkah menggunakan metode evaluasi ini adalah: (1) mengidentifikasi masalah, (2)studi kepustakaan,
(3)merancang kegiatan operasional evaluasi,(4)mengumpulkan data (5)mengolah (6)melaporkan hasil
evaluasi. Secara umum
3. Metode Survei
Metode survei digunakan dalam evaluasi program dengan maksud menjajagi, mengumpulkan,
menggambarkan, dan menerangkan aspek-aspek yang dievaluasi. Dalam kegiatan menjajagi,
mengumpulkan dan mengumpulkan dan menggambarkan data, metode ini berguna untuk mengungkap
situasi atau peristiwa dari akumulasi informasi yang deskriptif. Metode ini tidak mengharuskan untuk
selalu mencari atau menjelaskan hubungan-hubungan, mentes hipotesis, membuat prediksi atau
mencari makna dan implikasi. Survei mungkin menjadi metode yang terbaik bagi pakar ilmu-ilmu sosial
yang berminat dalam pengumpulan data secara langsung untuk menggambarkan populasi yang besar
jumlahnya.
Metode survei, dapat menjadi bagian dari metode deskriptif, dan digunakan dalam evaluasi
dengan mengumpulkan data dari sampel dengan menggunakan instrumen pengumpulan data, yaitu
angket dan/atau wawancara, sehingga hasil pengolahan data dapat mewakilii populasi yang relatif besar
jumlahnya.
Karateristik metode survei adalah. (1) data dapat dikumpulkan dari seluruh populassi atau dari
sampel dalam populasi tersebut, (2) pengumpulan data terhadap fakta yang sama, (3) penggunaan data
hasil survei dibatasi oleh ruang dan waktu dalam memecahkan masalah yang situasionaal, (4) data yang
dikumpulkan pada umumnya kuantitatif.
Dalam penyusunan teknik-teknik yang akan digunakan dalam survei, evaluator perlu menerapkan
petunjuk teknis yang tepat untuk setiap teknik. Petunjuk teknis tersebut berkaitan dengan penyusunan
bahan dan pelaksanaan kegiatan wawancara, penyusunan kuisioner, pembuatan skala, pedoman
observasi, analisis isi, kajian data, penggunaan teknik interview, kuisioner, atau skala dan sebagainya.
Petunjuk tentang penyusunan dan penggunaan instrumen evaluasi mencakup pula pengujian kesesuaian
antara tingkatan tugas dengan tingkatan kemampuan perorangan atau kelompok sasaran yang
dievaluasi. Untuk mengetahui penerimaan pesan dari pihak yang mewawancarai oleh pihak yang
diwawancarai, evaluator akan lebih bijaksana apabila menggunakan pewawancara yang memiliki
kesamaan latar belakang dengan pihak yang diwawancarai sperti etnis, jenis kelamin, dan budaya.
Kesamaan latar belakang tersebut berguna untuk menghindari dampak dari pertanyaan yang dipandang
peka oleh pihak yang diwawancarai, pertanyaan yang dianggap kurang relevan dengan tujuan survei,
jawaban yang dipandang kurang lengkap, dan biaya yang berlebihan untuk pengumpulan data. Dalam
kegiatan observasi, pengujian alat pengumpulan data sering digunakan untuk mengkondisikan agar
observasi dapat dilakukan secara sistematis, dalam suasana yang sebenarnya sedang terjadi, dan sasaran
yang diamati tidak merasa terpengaruhi olleh pengamat.
Apabila dibandingkan dengan metode-metode lain, surveii menurut Babbie (1986), memiliki
beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan survei adalah pertama, kegunaannya untuk
menggambarkan karateristik populasi yang besar jumlahnya. Pemilihan sampel secara hati-hati yang
kemudian diikuti dengan penggunaan angket yang terstandar akan memungkinkan para evaluator untuk
memperoleh kejelasan tentang suatu populasi yang besar seperti kelompok belajar disuatu daerah kota,
kabupaten, propinsi dan di tingkat nasional. Kedua,metode luwes penggunaannya. Pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan suatu topik, misalnya kebutuhan belajar masyarakat miskin disuatu
daerah, akan memungkinkan bagi evaluator untuk menganalisis data yang luwes. Ketiga, kuisioner yang
telah dibakukan pada umumnya memiliki kekuatan penting terhadap pengukuran data atau informasi.
Evaluator terikat untuk menggunakan kuesioner dalam menggali informassi dari responden, singkatnya,
kekuatan metode survei mencakup keluasan informasi, fleksibilitas dalam menganalisis data, dan
pembakuan kuesioner.
Selain memiliki berbagai kekuatan, metode survei mempunyai beberapa kelemahan. Pertama,
syarat standardisasi instrumen sering menimbulkan kekakuan dalam penggunaan instrumen tersebut.
Kedua, survei seolah-olah mensyaratkan bahwa rancangan studi tidak harus berubah selama metode ini
sedang digunakan. Evaluator seakan tidak menyadari kemungkinan adanya variabel-variabel baru yang
penting dan ia tidak dapat berbuat apa-apa terhaddap variabel yang penting itu. Survei tidak dapat
mengukur kegiatan sosial, ia hanya dapat menghimpun berbagai laporan pribadi tentang kegiatan masa
lalu yang teringat, atau tentang kegiatan masa datang yang akan dilakukan atau kegiatan hipotesis.
Ketiga, survei pada umumnya lemah pada validitas walaupun memiliki kekuatan dalam reliabilitas.
Contoh penggunaan metode survei adalah (1) sensus kebutuhan belajar dan potensi
pembelajaran di daerah pedesaan, (2) jumlah warga belajar program-program pendidikan luar sekolah di
wilayah seluruh indonesia, (3) jumlah lulusan satuan pendidikan formal yang tidak mampu
berwirausaha, (4) pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun pada masyarakat miskin, (5) daya serap
pendidikan formal dan pendidikan nonformal terhadap penduduk usia sekolah untuk mengikuti program
pembelajaran, (6) sikap dan perilaku tentang kepedulian para pengusaha terhadap pendidikan, dan
sebagainya.
4. Metode Assesmen Ketenagaan
evaluasi dengan menggunakan metode asesmen personalia (ketenagaan) sering dilakukan oleh evaluator
dalam evaluasi program melalui penggunaan pola eksperimen sungguhan dan/atau eksperimen semu.
Tujuan umum asesmen ketenagaan adalah untuk menghimpun data ketenagaan yang terlibat dalam
pendidikan luar sekolah dan sebagai pengaruh pendidikan luar sekolah. Secara khusus, tujuan
penggunaan asesmen ketenagaan adalah untuk menghimpun data tentang kompetensi, sikap, kondisi
fisik dan psikis, dan tenaga-tenaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Dalam hal tertentu
asesmen ketenagaan dapat pula digunakan untuk menghimpun data tentang peserta didik, dan tenaga-
tenaga dari berbagai instansi dan lembaga yang terkait dengan program, serta lulusan program dan
masyarakat yang memperoleh pengaruh dari program. Data yang dihimpun adalah yang berkaitan
dengan kebutuhan, aspirasi, dan potensi untuk perubahan dan pengembangan program.
Sebagai misal, apabila evaluator menyelenggarakan asesmen kebutuhan yang akan digunakan
sebagai masukan untuk pengambilan keputusan tentang penyusunan program perbaikan gizi keluarga,
maka evaluator akan melakukan asesmen tentang sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga sasaran
program mengenai keadaan gizi keluarga yang sedang terjadi di masyarakat. Andaikata evaluator
menemukan data tentang pengetahuan sejumlah keluarga di massyarakat ternyata lebih baik dari yang
diduga sebelumnya, maka evaluator dapat merekomendasikan supaya program perbaikan gizi tidak perlu
dilakukan. Sebliknya apabila pengetahuan gizi keluarga itu betul-betul rendah dan masyarakat
membutuhkan perbaikan gizi maka evaluator perlu memberikan masukan tentang perlunya peningkatan
gizi keluarga. Evaluatorpun dapat menggunakan data yang dikumpulkan untuk membantu penyusunan
aspek-aspek program peningkatan gizi keluarga.
Metode asesmen ketenagaan berhubungan pula dengan keadaan dan perubahan yang terjadi
pada penyelenggara, pengelola dan pelaksana program pendidikan luar sekolah.di samping itu amat
penting melakukan asesmen kepada peserta didik untuk mengidentifikasi kebutuhan, perubahan
perilaku dan pengaruh program terhadap kehidupan peserta didik atau lulusan.
Sedangkan tujuan khusus asesmen ketenagaan dalam evaluasi program: (a) untuk menghimpun
data tentang kompetensi calon tenaga kependidikan, (b) untuk mengidentifikasi data tentang karateristik
calon peserta didik yang akan direkrut dalam suatu program pendidikan luar sekolah yang cocok dengan
kebutuhan belajar dan minat mereka; (c) untuk emngidentifikassi karateristik peserta didik yang sedang
mengikuti program dan untuk mengetahui sejauh mana program tersebut dapat memenuhi kebutuhan
mereka; dan (d) untuk mencandra karateristik penyelenggara, pengelola, dan pengelola yang hasilnya
dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program.
Hasil asesmen personalia sering bermanfaat pula untuk menggambarkan karateristik peserta didik
yang terus mengikuti suatu program yang dievaluasi atau peserta didik yang berada dalam suatu
kelompok kontrol dan karateristik peserta didik yang drop out. Hasil asesmen digunakan untuk
menggambarkan karateristik pengelola dan pelaksana yang terus mengikuti program atau yang tidak
berhubungan lagi dengan program dalam tenggang waktu tertentu. Pada umumnya asesmen personalia
lebih mengutamakan pengaruh atau kemungkinan pengaruh suatu program terhadap mereka yang tetap
mengikuti program dan yang tidak lagi mengikuti program, baik lulusan program atau mereka yang tidak
menamatkan program. Di samping itu asesmen personalia dapat menggambarkan sikap pengelola dan
pelaksana terhadap program yang telah berakhir atau yang sedang berjalan.
Sebagaimana halnya penggunaan metode survei, penggunaan asesmen ketenagaan lebih mudah
dikemukakan dalam teori dibandingkan dengan penjabarannya dilapangan. Salah satu sebabnya ialah
kurangnya kepustakaan yang berkenaan dengan penyusunan, pemilihan, pengadminstrasian, penafsiran
data, pengelola dan pelaksana maupun peserta didik atau lulusan. Selain itu setiap disiplin ilmu seperti
pendidikan, psikologi, dan kedokteran memiliki teknik-teknik pengukuran masing-massing dalam
asesmen personalia. Dapat ditandaskan di sini bahwa kejujuran, reliabilitas, dan validitas harus menjadi
prinsip utama dalam asesmen personalia
Teknik pengambilan sampel dalam aesmen personalia serupa dengan sampling dalam metode
survei. Pernyataan-pernyataan khusus dan teknik sampling dengan matrik dapat digunakan dengan
maksud untuk menjaga agar setiap orang atau setiap kelompok tidak usah dikenai asesmen dalam semua
segi. Sampling dengan matrik masih memungkinkan untuk penarikan angka rata-rata (means) dari semua
variabel yang diukur. Di pihak lain, sebagaimana halnya dalam pengambilan sampel untuk menentukan
responden yang akan dikenai kuisioner dan wawancara, karena pertimbangan praktis dan hubungan
kemanusiaan, sampling dengan matrik seperti dikemukakan diatas mungkin kurang efisien. Sebagai
misal, sebagian besar evaluasi program pendidikan luar sekolah berkaitan dengan perilaku pendidik dan
peserta didik yang kurang kepeduliannya untuk membantu evaluator yang melakukan penilaian program.
Mereka memandang bahwa keterlibatan dalam evaluasi program hanya membuang-buang waktu
untukmaksud yang tidak jelas nilai gunanya bagi mereka. Lembaga pendidikan sering meminta umpan
balik kepada para evaluator dalam bentuk skor perorangan yang dapat dipercaya. Sebaliknya, walaupun
para evaluator mungkin memperoleh data kelompok yang dianggap baik yang ditarik dari pernyataan
dan sampling matrik. Namun apabila tanpa asesmen personalia terhadap penyelenggara, pengelola dan
pelaksana program mungkin evaluator tidak mendapatkan data yang cocok dengan kebutuhan pihak-
pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan tentang program tersebut.
peranan evaluator bukan semata-mata pada kegiatan pengumpulan data melainkan pula dalam
menyajikan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan. Dalam keputusan ahli secara sistematik
(Systematic Expert Judgement) maka pemahaman evaluator tentang metode riset ilmu-ilmu sosial dan
pengukurannya sangat diperlukan. Evaluator harus memutuskan pilihannya mengenai metode-metode
evaluasi dan pengukuran yang akan digunakan, memperhatikan tujuan-tujuan evaluasi program, dan
memantau situasi lingkungan dalam dan lingkungan luar suatu program yang akan atau sedang
dievaluasi.
Keputusan ahli secara sistematik yang dicantumkan pada tabel 1, 2, 3 tidak berarti bahwa
keputusan itu hanya dapat dilakukan oleh tim atau kelompok evaluator yang terdiri atas para pakar yang
melakukan evaluassi program. Namun keputusan itu dapat dilakukan pula oleh ahli-ahli di bidang disiplin
ilmu lainnya setelah diminta pendapatnya tentang informasi yang menjadi fokus perhatian dalam
evaluasi program, seperti tentang kebutuhnan untuk memulai atau melanjutkan suatu program
pendidikan luar sekolah yang dievaluasi oleh pakar perencanaan pendidikan, kecocokan konsep-konsep
program dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, perkiraan biaya dan efektivitas penggunaan
dana oleh ekonom dan akuntan yang dinilai oleh evaluator sosial, serta dukungan terhadap program
terutama dukungan dari politisi, ahli-ahli keuangan, dan tenaga pendidikan yang profesional.
Diskusi panel antara pakar dapat memainkan peranan untuk menjelaskan jawaban terhadap
berbagai pertanyaan penting yang berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk menghentikan,
melanjutkan, memperluas atau memodifikasi program. Dalam penggunaan metode ini, evaluasi program
dilakukan oleh suatu tim ahli yang dipilih dari berbagai pakar ilmu dan para evaluator. Keputusan tim ahli
merupakan informasi penting untuk masukan bagi pengambilan keputusan tentang upaya
menghentikan, melanjutkan, memperluas atau memodifikasi program. Para ahli dari berbagai bidang
terkait dapat membantu dalam menilai kebijakan tentang hubungan antara masyarakat dan lembaga
yang melaksanakan program. Keputusan tim ahli penting dipertimbangkan oleh lembaga penyelenggara,
pengelola dan pelaksana program serta oleh evaluator program pendidikan.
Tabel 1, 2, 3 tidak menyinggung secara khusus tentang penggunaan tim ahli dalam mengevaluasi
proses kegiatan dan hasil evaluasi. Penggunaan tim evaluasi dianggap penting terutama apabila kegiatan
evaluasi mencakup berbagai program yang kondisinya bervariasi. Sebagai misal, lembaga perwakilan
rakyat yang terjun ke daerah untuk mengetahui dampak keseluruhan program yang dibiayai pemerintah
seperti pelayanan pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan wajib belajar di masyarakat pedesaan,
penyelenggaraan pusat-pusat pembelajaran bagi anak-anak, pemuda, dan orang tua. Demikian pula tim
ahli diperlukan untuk mengevaluasi proses dan hasil program latihan kerja bagi para pencari kerja. Pos
pelayanan terpadu, pendidikan anak putus sekolah, pelayanan pendidikan bagi orang-orang lanjut usia,
penanggulangan korban narkoba, pendidikan mata pencaharian, pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan kepemudaan, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya. Program-program tersebut sering
muncul dengan nama yang hampir bersamaan, didukung oleh lembaga-lembaga yang hampir sama, dan
menggunakan arahan atau pedoman pelaksanaan yang sama, namun sering pengelolaan program-
program tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang telah
ditetapkan.
Penerapan keputusan ahli secara sistematis dalam evaluasi rangkaian program yang kompleks
oleh Brofen brenner (1975) diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan umum yaitu “Apakah
intervensi awal terhadap suatu program akan efektif?” Ia menemukan evaluasi proyek yang memenuhi
kriteria untuk diangkat dalam analisis gabungan yaitu: data untuk tidak lanjut secara sistematis yang
sekurang-kurangnya tersedia setelah dua tahun intervensi itu dilakukan. Berbagai data yang mirip atau
sama ditemukan dan dapat digunakan untuk kelompok kontrol dalam aspek-aspek karateristik
personalia, dan data bahan perbandingan antara satu proyek dengan proyek lainnya. Generalisasi yang
ditarik dari hasil analisis dibatasi pada situassi dan kondisi tertentu di lapangan.
6. Metode Studi Kasus
stusdi kasus dapat diartikan sebagai kajian analisis dan deskriptif secara mendalam dan rinci tentang
suatu program yang diselenggarakan oleh perorangan, organisasi, lembaga, atau masyarakat dalam
konteks lingkungan tertentu ( Anderson, 1975 : 46 ). Evaluasi program yang menggunakan metode studi
kasus bertujuan untuk mengkaji secara intensif latar belakang keadaan saat ini dan interaksi situasi
lingkungan unit social tertentu yang meliputi kasus tertentu seperti individu, kelompok, lembaga, atau
komunitas dalam masyarakat. Kajian ini berkaitan dengan segala hal yang bermakna dalam
perkembangan kasus dengan maksud untuk memahami siklus atau bagian siklus kehidupan kasus
tertentu. Dalam evaluasi program yang menggunakan metode studi kasus akan dilakukan penggalian
data secara intensif dan menganalisisnya secara cermat tentang interaksi antar factor dalam program.
Studi kasus sangat berguna untuk mengembangkan hipotesis yang dapat mengarahkan pada evaluasi
program dalam skala lebih lebih besar dan untuk menghimpun saran – saran mengenai berbagai variable
dan alat pengukuran yang akan digunakan dalam evaluasi program yang berskala besar.
2. Mencermati kasus secara mendalam dengan menekankan pendekatan longitudinal selama kurun
waktu tertentu.
4. Disbanding dengan metode survey yang mengkaji sebagian variable dari unit sampel dan kondisi
yang lebih luas.
Contoh penerapannya antara lain adalah : kajian terhadap keberhasilan keluarga tertentu dalam
pendidikan anak atau kemajuan ekonomi keluarga pergerakan wajib belajar Sembilan tahun melalui
program kelompok belajar paket A dan B diPKBM tertentu.
Studi kasus ini pun berguna untuk memberikan informasi yang sangat berfaidah bagi perencanaan
evaluasi program yang lebih luas, mengenai temuan lapangan mberikan penjelasan seperti contoh atau
ilustrasi mengenai temuan lapangan yang digeneralisasikan secara statistic, dan kegiatan tindak lanjut
hasil evaluasi program. Dengan demikian studi kasus tentang suatu unit atau komponen program yang
dianggap paling efektif dalam mencapai suatu tujuan dapat menunjukkan ciri – ciri unit atau komponen
tersebut dan dapat pula mengidentifikasi teknik – teknik kegiatan yang mempengaruhi pencapaian
tujuan program. Namun studi kasus memiliki kelemahan antara lain karena fokusnya terbatas pada
subyek atau unit social tertentu maka tingkat keterwakilannya terbatas, tidak mungkin dapat menarik
generalisasi untuk populasi luas. Kelemahan lainnya adalah bahwa studi kasus cenderung dipengaruhi
hal – hal subjektif yaitu antara lain kasus yang dipilih atas dasar kemenarikannya, dianggap cocok dengan
konsep yang telah di rancang evaluator, serta interpretasi subjektif dari evaluator sendiri.
Studi kasus mungkin menjadi metode evaluasi program paling penting dalam situasi tertentu, terutama
tatkala fenomena yang akan dievaluasi itu bersifat kusus tetapi mempunyai kaitan dengan fenomena
global. Tahap pokok evaluasi program dengan menggunakan studi kasus adalah merumuskan tujuan –
tujuan evaluasi yang ingin dicapai, menyusun rancangan, pendekatan, instrument, dan langkah – langkah
untuk mencapai tujuan – tujuan evaluasi, mengumpulkan, mengelolah dan menyajikan data serta
melakukan pelaporan studi kasus.
Evaluasi program dengan menggunakan kesaksian ( pengamatan ) informalhingga saat ini sering
digunakan. Beberapa banyak buku sumber yang ditelusuri dalam evaluasi program pada dasarnya
diangkat dari hasil pengamatan informal atau kesaksian ( testimony ). Kesaksian adalah induk dari
berbagai perencanaan dan evaluasi program, seperti program vaksinasi, program kesehatan masyarakat,
dan gerakan pembangunan masyarakat. Kesaksian kadang – kadang didahului oleh pengamatan
informal.
evaluasi program pendidikan luar sekolah dapat menggunakan metode kaji tindak tau disebut pula
metode tindakan kaji tindak, menurut Stephen Kemmis dan McTaggart ( 1980 ) yang di kutip D. Hopkins (
1993 ), adalah “ a form of selfreflection inquiry undertaker by participants in social ( including
educational ) situation in order to improve the rationality and justice of ( a ) their own social or
educational practices, ( b ) their understanding of these practices, and ( c ) the situations in which
practices are carried out.
Beberapa pakar evaluasi mengartikan kaji tindak dengan batasan yang berbeda – beda tetapi
mempunyai kaitan antara satu dengan yang lainnya. Cohen dan mantion ( 1980 ) menyatakan bahwa kaji
tindak adalah evaluasi tindakan di dunia nyata dan pemeriksaan yang cermat terhadap pengaruh
tersebut. Sedangkan Elliot ( 1991 ) memberi batasan bahwa kaji tindak adalah kajian tentang situasi
social dengan maksud untuk meningkatkan kualitas kegiatan yang ada didalamnya, seluruh prosesnya,
yang meliputi telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan dampak serta menjalin
hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri ( self evaluation ) dan perkembangan professional.
Karakteristik kaji tindak menurut D. Sudjana ( 2002 ) adalah :
a. Kajian dilakukan oleh para pelaku dari dalam suatu kegiatan, misalnya kegiatan pembelajaran yang
mengaitkan antara kurikulum ( tujuan pembelajaran, bahan belajar, metode – teknik dan media
pembelajaran dan lat evaluasi hasil belajar ) dengan peserta didik,peserta didik dan lingkungan alam,
social budaya, dan kelembagaan.
b. Berorientasi pada masalah situasional. Masalah ini di telaah dan di diagnosis dalamkonteks tertentu.
c. Kolaboratif yang dilakukan oleh evaluator bekerja sama dengan pihak – pihak lain, yaitu dengan
tenaga – tenaga dari instansi dan lembaga terkait, tokoh masyarakat, pendidik dan sebagainya.
d. Partisipatif, evaluator sebagai pelaku kaji tindak melibatkan subjek yang dievaluasi seperti peserta
didik atau masyarakat setempat dalam proses identifikasi masalah, kebutuhan dan potensi – potensi,
serta kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan.
e. Berdaur ( cyclical ) dalam arti bahwa kaji tindak dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan hasil self
group evaluation terhadap perencanaan, proses pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan atau perlakuan.
f. Kegiatan kaji tindak mencakup rencana ( plan ), tindakan ( action ), pengamatan ( observation ), dan
refleksi ( reflection ).
Kegunaan kaji tindak secara umum adalah untukmenghasilkan inovasi yang diharapakan dapat memiliki
keuntungan relative ( relative advantages ), kecocokan dengan kebutuhan dan budaya setempat
( compatibility ), keragamn ( complexicity ), dapat di coba ( trialibility ), dan dapat diobservasi
( observability ). Secara khusus kaji tindak dapat ( a) meberdayakan diri setiap orang yang terlibat dalam
kegiatan sehingga kepercayaan terhadap dirinya meningkat untuk mengambil prakarsa professional
dalam melakukan perbaikan, perluasan, peningkatan, atau pembaharuan program, ( b ) dapat terjadi
saling membelajarkan antar peserta dalam kaji tindak dengan cara mengalami ( mutually experiental
learning ), ( c ) lembaga penyelenggara kaji tindak dapat menjembatani antara situasi kegiatan dalam kaji
tindak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat, dan ( d ) masyarakat sendiri dapat menerima
pengaruh, langsug tau tidak langsung, dari kegiatan kaji tindak untuk memecahkan masalah yang
dihadapai masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Metode evaluasi ada banyak jenisnya. Metode – metode yang paling sering digunakan dalamevaluasi
program adalah metode eksperimen sungguhan, metode metode eksperimen semu, metode
korelasional, metode survey, metode asesmen ketenagaan ( personalia ), metode keputusan ahli,
metode kesaksian informal, metode studi kasus, metode kaji tindak. Namun dalam penggunaannya
harus disesuaikan dengan situasi kondisi serta maksud dan tujuannya. Hal ini perlu dilakukan agar tidak
menimbulkan kerancuan antara apa yang akan di ecaluasi dengan metode yang digunakan. Garis besar
metode evaluasi adalah sebagai berikut:
· Metode eksperimen digunakan dalam mengevaluasi program pendidikan luar sekolah dalam situasi
yang terkontrol sepenuhnya. Metode eksperimen semu digunakan dalam situasiyang tidak terkontrol
atau terkontrol sebagaian.
· Metode korelasional digunakan dalam evaluasi program dalam mengungkap hubungan satu atau
lebih variable pada unsur program – program tersebut.
· Metode survey dilakukan untuk mengungkap dan mendeskripsikan rincian unsure – unsure
program yang meliputi komponen, proses,dan tujuan program serta hubungannya dengan lembaga –
lembaga terkait dan masyarakat.
· Metode asesmen ketenagaan digunakan untuk mengevaluasi kuantitas dan kualitas personal yang
terlibat dalam program pendidikan luar sekolah, mencakup tenaga penyelenggara, pengelola, pelaksana
dan sasaran atau peserta didikyang dilayani program.
· Metode keputusan ahli digunakan oleh satu atu lebih tim kepakaran yang bertugas mengevaluasi
program pendidikan luar sekolah secara antardisipin, antar sector, antar lembaga.
· Metode studi kasus digunakan untuk mengevaluasi kondisi dan perkembangan suatu program
pendidikan luar sekolah serta hubungannya dengan lingkungan, yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok, lembaga ataukomunitas, dan dampak program bagi individu,kelompok, lembaga, dan atau
komunitas tertentu.
· Metode kaji tindak digunakan untuk mengevaluasi program pendidikan luar sekolah, yang meliputi
proses perencanaan, pelaksana dan evaluasi yang dilakukan secara kolaboratif, partisipatif, dan evaluasi
diri terhadap masalah situasional dalam program, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Beranda
DAFTAR
Windy Widya
Windy Widya
FOLLOW
REGIONAL
Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa (PMPD) Kabupaten Minahasa
Proyek pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan desa (PMPD) dilaksanakan oleh Departemen
Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dimulai sejak tanggal 12 Mar
2001 hingga tahun 2007. Kabupaten Minahasa ditetapkan oleh SK Men PU sebagai lokasi program PMPD
dari 13 Kabupaten lokasi program ditetapkan. Proyek ini bertujuan untuk mengentaskan masyarakat
miskin perdesaan dengan memperbaiki kondisi ekonomi desa dan meningkatkan pendapatan kelompok
miskin, khususnya masyarakat miskin yang tinggal di dekat pusat pertumbuhan. Komponen dari program
ini adalah :
§Pengembangan lembaga keuangan dan ekonomi perdesaan, (LSPBM) dan pengembangan usaha mikro
dan kecil perdesaan.
Desa Toulianh dan Desa Raringis di Kabupaten Minahasa telah menjalankan keempat program diatas.
Untuk mengetahui keberhasilan program PMPD maka diperlukan suatu evaluasi dikedua desa.
B.Metodologi Evaluasi
a.Pencapaian hasil
Kesesuaian hasil yang didapat mengacu pada tujuan program yaitu merefleksikan sasaran pengurangan
pengentasan kemiskinan. Output dan laporan hasil sudah mencerminkan keadaan sebenarnya di
masyarakat dalam meningkatkan akses infrastruktur, efisiensi waktu, penyerapan tenaga kerja dan
lainnya
b.Evaluasi program dan pengawasan mutu
Program melakukan monitoring dan evaluasi secara reguler sebagai bagian dalam pengawasan mutu.
Jenis evaluasi yang dilakukan (proses, metodologi dan dampak) dan hasilnya cukup dipercaya.
Proses seleksi lokasi program telah memprioritaskan pada wilayah miskin. Pemilihan penerima manfaat
program telah mendasarkan pada kelompok warga paling miskin.
d.Organisasi masyarakat
Proses pembentukan dan pemilihan organisasi masyarakat serta pendampingan yang dilakukan untuk
keberlanjutan program. Jenis program pengembangan kapasitas untuk memperkuat keberadaan
organisasi masyarakat.
e.Effektivitas biaya
Rincian komponen biaya program (bantuan ke masyarakat, pengembangan kapasitas, asistensi tehnis
dan administrasi). Anggaran cukup rasional dari sisi biaya per-unit dan keseluruhan. Effektivitas biaya di
tingkat lapangan.
Jenis kegiatan pengembangan kualitas yang diberikan di tingkat lokal (pemerintah daerah, fasilitator
pendamping dan organisasi masyarakat).
g.Kepuasan terhadap program
Transparansi informasi program. Tingkat kepuasan masyarakat dan stakeholder terhadap pelaksanaan
dan hasil program.
h.Keberlanjutan program
Kegiatan oleh dan kepada masyarakat dalam mendorong penerima manfaat untuk melanjutkan program.
C.Evaluasi Program
a.Pencapaian hasil
Variabel
Konsep
Kondisi Faktual
Rumusan Tujuan
Mengurangi masyarakat miskin serta meningkatkan akses masyarakat miskin yang tinggal di dekat pusat
pertumbuhan
Capaian tujuan dari pelaksanaan program sebagian besar tidak spesifik ditujukan untuk masyarakat
miskin, tapi diperuntukkan bagi masyarakat luas di desa tersebut. Sasaran yang spesifik tercapai adalah
ketersedian prasarana dasar di desa (setelah proyek) dan adanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat
desa.
- Fungsi proyek yaitu mendukung percepatan pembangunan pedesaan melalui penyediaan infrastruktur .
- Problem proyek yang umumnya dihadapi yaitu pemberdayaan masyarakat serta kemampuan teknis
warga dalam konstruksi
- infrastruktur telah berfungsi, meski ada kasus yang kualitasnya kurang memadai
- Tidak mampu menampung semua masyarakat miskin untuk menjadi tenaga kerja.
Laporan program menjelaskan bahwa perkembangannya cukup berhasil dalam perluasan akses
masyarakat miskin terhadap seluruh infrastruktur. Sehingga memberi dampak pada perubahan kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik
- meningkatkan akses terjadi pada lokasi yang memilih pembangunan jalan dan jembatan.
- Peningkatan lapangan kerja bertambah hanya pada waktu konstruksi (1–2 bulan)
Monitoring secara struktural dilaksanakan oleh aparat pemerintah sebagai penanggung jawab program,
sedangan Monitoring secara fungsional dilakukan oleh konsultan . Evaluasi dilaksanakan dengan
mereview laporan dan mewawancarai sejumlah pihak yang terkait dengan proyek. evaluasi lebih banyak
mengacu pada dokumen proyek dan pendapat pelaksana proyek.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa monitoring dilaksanakan secara baik, terutama monitoring
fungsional oleh konsultan. Monitoring struktural oleh aparat pemerintah juga dilaksanakan tetapi tidak
sereguler yang direncanakan dalam panduan.
Konsep
Kondisi Faktual
Penetapan Desa
-Ada daerah lain yang lebih miskin yang lebih sesuai sebagai lokasi program
Memberi batasan penduduk miskin dan kaum perempuan sebagai penerima manfaat program simpan
pinjam.
-Kaum perempuan cukup berperan dalam proses pelaksanaan program simpan pinjam
d.Organisasi masyarakat
Kriteria Pengorganisasian masyarakat
Variabel
Konsep (panduan)
Kondisi Faktual
Persiapan
Temu warga/musyawarah desa dilakukan secara formalitas tanpa banyak melibatkan warga miskin dan
kaum perempuan
Pembentukan organisasi
-Pembentukan organisasi dilakukan secara demokratis
Pelatihan pengurus
Pelatihan didasarkan atas dasar kebutuhan latihan (needs assessment) individu, organisasi dan program.
Pelatihan yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan proyek /program dalam bentuk pelatihan
pembangunan prasarana dan pelatihan teknis pembukuan LSPBM.
-Penyusunan rencana pelaksanaan konstruksi yang meliputi ; waktu, tenaga dan bahan yang dipakai
-Pelaksanaan monitoring dan evalusi melalui buku monitoring dan evaluasi keuangan LSPBM oleh
fasilitator dan pengurus.
-Melakukan pelatihan dan penjelasan kepada masyarakat tentang teknis pengoperasian dan
pemeliharaan serta replikasi program prasarana
-Pendampingan persiapan keberlanjutan LSPBM dengan pelatihan terus-menerus dan juga pembentukan
kader pengurus LSPBM
-Belum ada bukti pelatihan oleh fasilitator terhadap prasarana yang telah dibangun
e.Effektivitas biaya
Dokumen
Kondisi Faktual
Efektifitas Biaya
Efektivitas biaya diukur dari biaya yang dikeluarkan dan manfaat dan dampak proyek yang dihasilkan.
-Pembangunan yang dilaksanakan masyarakat pada umumnya mempunyai cost effective yang tinggi
-Volume output yang lebih besar dari rencana semula dibanding dengan jenis pelaksanaan yang bersifat
kontraktual kepada pihak ketiga
Konsep
Kondisi Faktual
Staff Pemda mengambil S1 dan S2 di berbagai jurusan yang terkait dengan bidang perencanaan dan
manajemen infrastruktur desa
Variabel
Konsep (panduan)
Kondisi Faktual
Kinerja teknis
Seluruh kriteria teknis, baik secara kuantitas maupun kualitas telah dipenuhi dan diterapkan dengan
benar
Sebagian besar telah memenuhi kriteria teknis dalam hal volume pekerjaan bahkan terjadi penambahan
volume meski dengan budget yang tetap
Sebagian besar telah menerapkan mekanisme pengelolaan sesuai dengan jadwal waktu dan serapan
anggaran, namun tingkat transparansi dan akuntabilitas masih sangat terbatas; seperti terlihat dalam
laporan pekerjaan yang tidak rinci dalam biaya dan material.
Kinerja keuangan
Beberapa desa telah menerapkan efisiensi dan efektifitas penggunaaan anggaran dengan baik
Kinerja organisasi masyarakat
Terdapat partisipasi masyarakat yang jelas sejak perencanaan, pelakasanaan, pengawasan pembangunan
prasarana sampai pada organisasi masyarakat dan replikasi serta keberlanjutan program.
Informasi (sosialisasi) proyek baik bentuk dan mekanisme belum dapat menjangkau masyarakat marjinal
(buta huruf dan miskin)
h.Keberlanjutan program
Konsep (panduan)
Kondisi Faktual
Keberadaan komponen biaya keberlanjutan.
Terdapat biaya alokasi khusus untuk kegiatan keberlanjutan, terutama dalam penguatan LSPBM.
Kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh Fasilitator, dalam kenyataannya banyak dilakukan dengan metode
sosialisasi satu arah. Keberadaan kader pemberdayaan masyarakat belum fungsional dalam
memfungsikan Pokmas/KPP dalam pemeliharaan sarana.
- Pengelolaan sarana
- Pemberian pelayanan
- Pembiayaan
Dalam pelaksanaannya jenis kegiatan O&P yang lengkap tersebut ditransformasikan dalam waktu yang
singkat sehingga masyarakat tidak mampu memahami pengetahuan tersebut.
Pelaksanaan kegiatan
Pokmas/KPP dan pemerintah desa belum berperan sebagaimana yang seharusnya dilaksanakan yaitu
memberikan bantuan dana desa karena aset yang dibangun merupakan milik desa
D.Kesimpulan
Program ini pada dasarnya sukses dalam pembangunan infrasturktur tetapi belum diikuti dengan
keberhasilan dalam proses pemberdayaan, termasuk keberhasilan dalam penerapan praktek good
governance di tingkat pemerintahan lokal seperti transparansi pengelolaan keuangan proyek,
akuntabilitas dan pelaksanaan mekanisme kontrol. Kesimpulanyang dapat diambil dari hasil evaluasi
terhadap pelaksanaan program PMPD adalah sebagai berikut:
·Prinsip dasar proyek yang dipakai seperti, demokrasi, good-governance, transparansi, keterlibatan
perempuan dan sebagainya sampai saat ini masih terkesan dipaksakan. Nampaknya penerapan local
good governance dalam proyek ini masih jauh dari harapan dan ini disadari baru dalam tahap belajar.
Proses dan praktek transpransi dan akuntabilitas justru lebih terlihat di lingkungan pokmas, di mana
beberapa pokmas telah melakukan pencatatan dan pelaporan keuangan secara reguler dan cukup
transparan
·Proyek PMPD tidak berkelanjutan. Tidak semua hasil kegiatan monitoring evaluasi, pengawasan dan
keluhan masyarakat dijadikan standard dalam mekanisme perbaikan kualitas proyek. Hasil evaluasi juga
menunjukkan kurangnya kegiatan evaluasi proyek yang dilakukan oleh lembaga independen dimana
hanya ada satu laporan evaluasi proyek yang dapat ditemukan oleh tim evaluasi.
·Kualitas teknis sarana infrastruktur yang dibangun, umumnya sudah cukup baik dari segi volume dan
spesifikasi teknis, namun belum dari segi kualitas bahan yang digunakan. Dibutuhkan adanya pedoman
standar biaya serta kualitas minimum bahan yang digunakan untuk membantu memperbaiki kualitas
prasarana yang dibangun. Ukuran partisipasi masyarakat masih terbatas pada kesediaan masyarakat
berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur.
E.Rekomendasi
·Pelaksanaan proyek perlu disosialisasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah jauh
sebelum proyek dimulai, sehingga ada waktu yang cukup bagi pemerintah daerah untuk
mengintegrasikan pembiayaan proyek kedalam sistem perencanaan anggaran daerah (terutama jika
dana pendamping menjadi persyaratan dalam pembiayaan proyek)
·setiap proyek ke depan perlu diawali dengan kegiatan pemetaan sosial-ekonomi desa sebagi dasar
untuk memastikan bahwa penerima manfaat terbesar adalah warga miskin dan potensi infrastruktur apa
yang potensial untuk dibangun. Perlu adanya komponen proyek khusus (selain infrastruktur) yang
dikelola kaum perempuan agar lebih berkembang.
·Program pengentasan kemiskinan melalui infrastruktur desa sebaiknya dilakukan melalui pendekatan
satu sistem kebijakan (one door policy) sehingga ada standarisasi dalam seleksi, perencanaan,
monitoring dan evaluasi baik dari aspek tehnis, keuangan maupun penguatan kelembagaan masyarakat.
·Pemerintah Indonesia sebaiknya memiliki kebijakan untuk tidak melaksanakan proyek pemberdayaan
baik dari APBN maupun negara donor yang siklus pelaksanaan efektif-nya hanya 3-4 bulan. Terlebih lagi
jika dukungan pemerintah daerah dalam penyediaan dana (DIPA) untuk pelaksanaan proyek ini seringkali
mengalami keterlambatan.
Sumber : Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 2007
HALAMAN :
5
6
LIHAT SEMUA
RESPONS : 0
POWERED BY
Ara Manroe
157
Ina Tanaya
440
Irfan Hanif
101
BERI NILAI
AKTUAL
BERMANFAAT
INSPIRATIF
MENARIK
MENGHIBUR
TIDAK MENARIK
UNIK
KOMENTAR
KIRIM
TERPOPULER
321
AS dan Rusia Cekcok atas Pelanggaran Perjanjian Pembatasan Rudal Nuklir Jarak-Menengah (INF)
Sucahya Tjoa
245
Lemak Trans, Lemak yang Banyak Kita Temui dan Mengapa Perlu Diwaspadai
Listhia H Rahman
217
216
NILAI TERTINGGI
Edy Priyatna
Edy Priyatna
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori
FEATURED ARTICLE
Hadi Santoso
Hadi Santoso
4068
TERBARU
Ufqil mubin
2
Kopi dan Buku Sejarah Kehidupan
riski trinaldo
Agustinus Wahyono
Sri Rumani
137
HEADLINE
Kompasiana
1950
Iwan Nugroho
203
Giri Lumakto
87
Lemak Trans, Lemak yang Banyak Kita Temui dan Mengapa Perlu Diwaspadai
Listhia H Rahman
240
TENTANG KOMPASIANA
BANTUAN
FAQ
KONTAK KAMI
JARINGAN