Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

Teori-Teori Interpretasi Konstitusi


Hakikat dari pengujian yudisial kuonstitusionalitas
undang-undang , seperti proses ajudikasi yudisial pada
umunya, adalah tentang interpretasi yang di terapkan
oleh badan yudisial ketika memberikan judisial
reasoning terhadap putusannya. Dengan makna
ketentuan-ketentuan konstitusi sebagai pivot dalam
pengujian yudisial konstitusionalitas undang-undang
maka interpretasi kontistusional adalah aktivitas
intelektual maka selanjutnya hal ini berimplikasi pada
kebutuhan adanya teori interpretasi konstitusi untuk
menjustifikasi objektivitas pilihan atas metode
interpretasi konstitusi tertentu.

1.Matateori Interpretasi
Di pengaruhi oleh aliran oleh aliran atau tradisi
filsafat hukum tertentu, matateori interpretasi yang
ada telah lazim dikategorikan menjadi teori
formalisme, teori realisme dan teori normativisme.
Teori-teori tersebut pada hakikatnya merupakan
bentuk penerapan aliran filsafat hukum tertentu
kedalam ajudikasi sehingga konsekuensinya lebih di
kenal dengan predikat teori ajudikasi, yaitu: “theories of
how judge do or should decide cases”. Atau lebih tepatnya
tentang. “how should a judge decide what law governs the
case before her?”.Dalam arti demikian maka yang menjadi
fokus teori-teori tersebut adalah judisial reasoning
sebagai spesies dari legal reasoning. Teori-Teori
tersebut sangat penting dalam rangka fungsionalitas
badan yudisial dan hakim, terutama hakikat fungsi
hakim dan makna atau hakikat hukum di dalamnya.
Thomas menyatakan: “a basic understanding of lehal
theory is essential for the complete performance of the judicial
function....To fulfil their judicial function, and to be able to
assesss whether they are fulfilling that function, judge must
explore, examine and know the theoritical framework for their
judicial thinking.”Pernyataan ini sangat tepat sasaran
manakala diyakini bahwa ajudikasi dan_______
Brianleiter, “legal formalism and legal realisme: What is
the Issue?,”16 Legal Theory 2010, h.111.
Robert Justin Lipkin, “Conventionalism, Pragmatism
and Constitutional Revolution ,” 21 UC Davis Law
Review 1988,h.651.
E.W.Thomas, The Judisial Process: Realism ,
Pragmatism, Practical Reasoning and Principles,
Cambrige University Press, Cambrige, 2005,h.1.bdgk.
dengan Aharon Barak, The judge in a Democracy,
Princeton University Press, New Jersey, 2006,h.115-
117. Barak mengklaim aspek aksiologis teori adalah “to
understand the law and the role of the judge.” Oleh karena
itu, Barak menyimpulkan: “Judge need theories of law , and
theories of law need judges.” Pendapat Barak menunjukan
bahwa filsafat hukum dan teori hukum adalah praktikal
(untuk menunjang kepentingan praktik hukum).

Formalisme
Formalisme adalah teori ajudikas paling dominan
dalam paksis ajudikasi. Tidak berarti karena dominan
maka lantas teori_____
Bidang Penerapan praktikal lainnya adalah legislasi
dalam arti luas.
Anthony D’Amato, Analytic Jurisprudence Anthology,
Anderson Publishing Co.,Cincinnati-Ohio, 1995,g.1.
pendapat senada di kemukakan oleh MacCromick:
“theories about the nature of law can be tested out in terms of
their implication in relation to legal reasoning.” Neil
MacCormick, Legal Reasoning adn Legal Theory, Clarendon
Press, Oxford, 1978,h.229.
Dengan Pengertian lain, Berdasarkan penjelasan
Bodenheirmer, semua putusan yudisial (dalam hal ini
judicial reasoning-nya) harus di susun dan di tulis
dengan berdasarkan pada logika supaya persuasif dan
meyakinkan (Holmes sendiri tidak menyangkal hal itu
sebagaimana tampak dari kutipan atas pendapatnya
yang lain). Bahasa putusan yudisial harus logis
meskipun berangkat dari posisi atau pendirian yang
berbeda-beda dalam argumennya(judicial reasoning):
formalis e ,realisme ataukah normativisme.
Dalam putusan yudisial, teori realisme menolak premis
mayor dari judisial reasoning yang rule-bassed
manakala legal rule-nya indeterminate. A fortiori, hal
ini berimplikasi pada penerapan pertimbangan
berdasarkan rule. Dengan sendirinya konsep judicial
legislation adalah hal yang normal atau lazim dalam
judicial reasoning menurut teori realisme.Dikaitkan
dengan konsep experience yang di kemukakan oleh
Holmes,_____
Andrew Halpin , Reasoning with law , Hart Publishing ,
Oxford-Portland,2001,h.143
Hilaire McCoubrey & Nigel D.white , Op.cit., h . 202.
Normativisme
Sub-Judul ini berargumen bahwa memutus menurut
“lex” (yaitu peraturan perundang-undangan dalam
artis luas termasuk undang-undang dasar) dengan
memutus menurut “ius” (hukum) tidak selalu identik
maknanya. Sehingga, legal reasoning serta judicial
reasoning yang lebih dari sekedar merujuk kepada
peraturan perundang-undagan (formalisme) adalah
esensi yang menjadikan teori normativisme khas ,
termasuk dengan realisme (memutus dengan
mempertimbangkan social demands).
Normativisme berbeda dengan formalisme
menyangkut isu hubungan antara hukum dengan
moral: “although we do separate law and morals, we do not
separate them entirely”. Normativisme juga berbeda
dengan realisme, walau sama-sama bertolak dari tesis
Indeterminate legal rules. Normativisme lebih
berorientasi pada penilaian (morality, justice,fairness)
namun realisme kebalikannya, lebih berorientasi pada
fakta (wealth maximization, efficiency, costbenefit).
Normativisme lahir sebagai kritik terhadap formalisme
maupun realisme. Formalisme dikritik karena pendirian
bebas nilanya. Sementara realisme dikritik karena
kecenderungan matematis dan pragmatismenya.
Anotasi
Pada sub-judul ini penulis akan menguji apakah
pendekatan normativisme sebagai teori ajudikasi dapat
dijadikan acuan bertindak yang seyogyanya bagi MKRI
dalam menjalankan fungsi dan kewenangan pengujian
yudisial konstitusionalitas undang-undang pada kasus-
kasus HAM (yaitu pengujian yudisial konstitusional
undang-undang berdasarkan bab XA UUD NKRI 1945).
Berdasarkan pembahasan sebelumnya penulis akan
secara spesifik mengevaluasi kemungkinan
keberlakuan pendekatan normativisme Dworkin
(dengan latar belakang pemikiran Amerika Serikat serta
pandangan berpikir yang liberal) sebagai teori ajudikasi
bagi NKRI. Argumen penulis adalah afirmatif untuk
pendekatan normativisme (khususnya Dworkin).
Ada 2 argumen penulis untuk menjustifikasi pilihan
pendekatan normativisme supaya menjadi teori
ajudikasi bagi NKRI. Pertama, hakikat dari pembelaan
terhadap institusi pengujian yudisial konstitusionalitas
undang-undang berdasarkan pendekatan hak.
Komitmen pada pendekatan hak ini seyogyanya lebih
diperkuat oleh badan yudisial dalam ajudikasi (dengan
judicial activism dan interpretasilebih bebas yang
berorientasi pada kepentingan HAM. Kompatibilitas
pilihan pendekatan normativis dengan ajudikasi
terhadap HAM adalah karena keduanya sama-sma
merefleksi komitmen keadilan berporos pada
kepentingan manusia per se yang seyogiyanya
dilindungi karena pertimbangan haknya. Secara
singkat, padat dan jelas.
Bagaimana mengontrol objektivitas pendekatan
normativisme dalam ajudikasi? Ideal atau nilai-nilai
tersebut harus objektif dan dapat digeneralisasi. Bukan
ideal atau nilai-nilai subjektif(individual). Kembali pada
pemikiran Dworkin, isu ini telah diantisipasi dengan
menekan pentingnya akar sejarah dari nilai/idealyang
diyakini, objektivitas dengan dengan generalisasi dan
dengan konsep integrity.

2. Teori-teori Interpretasi Konstitusi yang


saling Bersaing
Ducat menjelaskan hubungan antara penguji yudisial
konstitusionalitas undang-undang dengan interpretasi
konstitusi sebagai berikut: “Judicial review is the power of
courts to pass upon the constitutionality of action taken by any
of the coordinate branches of goverment. Constitutional
Interpretation is concerned with the justification, standards,
and methods by which courts exercise the power of judicial
review.” Dalam konteks ini, Ducat melanjutkan,
interpretasi konstitusi seyogianya
mempertimbangkan:” The logical interconnection among
three element: the justification for the review power, the
standard of constitusional to be applied by the courts, and the
method by which judge support the conclusion that a given
goverment action does or does not violate the constitutional.”
2.1 Originalism
Originalism adalah teori interpretasi historis.
Originalism menurut Mamor adalah sebuah genus: “Is
not the tittle of one particular theory of constitutionalis
interpretation but rather the name of a family of diverse.”
Pengertian dasarnya adalah: “the interpretation of the
constitution should seek to effectuate, or a least be faithful to,
the understanding of the constituional provisions which can be
historically attributed to its framers.”
Secara umum, preferensi terhadap originalism
didukung oleh satu argumen kuat dalam rangka
memajukan constitutional fidelity.Dengan kesetiaan
pada konstitusi maka pengadilan dapat bersikap netral
ketika menghadapi sengketa konstitusional, tidak
masuk ke ranah argumen politik sehingga menjaga
konstitusi tetap dalam domain hukum, yang berbeda
dengan politik. Posisi ini juga lebih bersesuaian dengan
demokrasi: “Judicial reciew, if’ guide by text and original
meaning, ... validates the consent of the governed,’thereby
expressing’a deeply rooted commitment to the idea of
democrazy’.” Terakhir adalah alasan untuk menjaga otentisitas
konstitusi, yaitu mempertahankan konstitusi sebagai “a
document of fixed and legally bindding meaning.” Dalam
diskusi selanjutnya dibawah penulis akan membahas mengenai
dua spesies dari teori originalism yaitu original meaning dan
original intent

2.1.1 Original Intent


Secara historis, teori original intent eksis lebih
dahulu dari teori original meaning: “the history reveals
that contemporary originalist theory has evolved- the
mainstream of original theory began with an emphasis on the
original intentions of the framers but has gradually moved to
the view that the”original meaning” of the constitution is the
original public meaning of the text.” Di Amerika Serikat,
teori original intent melambangkan politik reaksioner
kelompok konservatif terhadap the warren’s court
yang aktivis-liberal. Di bawah kepresidenan Ronald
Reagan yang Republikan, terjadi proses pengantian
sejumlah hakim the supreme court of the United State.
Dalam konteks itu, visi politik konservatif yang di
cerminkan oleh teori original intent dimasukan
kedalam proses nominasi hakim the Supreme Court of
the United State.

2.1.2 Original Meaning


Praktisi utama teori original meaning adalah
justice Antonin Scalia, yang sekaligus dalam posisi
sebagai penentang teori original Intent. Dalam posisi
demikian, sebagaimana telah dijelaskan sebelumya
pada supra sub-judul 2.1.1, teori original meaning
kemudian di pandang sebagai new originalis. Hal
pertama yang akan penulis lakukan disini adalah
memperoleh pengertian teori original meaning dari
praktisinya langsung. Secara pengertian maupun
metodologis yang historis, teori ini berbeda dengan
teori original intent yang menekankan pada intent dari
penyusun konstitusi atau perubahannya. Pada original
meaning makna yang berusaha diperoleh secara
historis dari Undang-undang dasar adalah Original
public meaning ketika undang-undang dasar disahkan .
Dalam original meaning, pendapat penyusun
konstitusu atau penyusun perubahan konstitusi tidak
primer, tetapi dapat diperlakukan sebagai petunjuk
mengenai bagaimana mulanya undang-undang dasar di
pahami(sebagaimana tersirat dari pendapat Scalia).
Pada tataran ini, teori original meaning, tetap dalam
frame konservatif, bermakna lebih positif ketimbang
teori original Intent.
Secara tersirat scholten menyadari bahwa interpretasi
menurut sejarah undang-undang tidak mudah karena
proses menentukan maksud atau kehendak
pembentuk undang-undang tersebut sangat
bergantung pada aspek institusional dari pembentuk
undang-undang itu sendiri: “maksud yang barang kali
dapat ditetapkan andaikata kita hanya berurusan
dengan perundang-undangan satu orang, tidak dapat
dikenal pada pembentuk undang-undang yang terdiri
atas banyak orang. Pendiri Scholten tentang kekuatan
mengikat dari kehendak pembentuk undang-undang
adalah negatif seperti dinyatakan berikut ini: “Bukanya
pembentuk undang-undang yang mengikat kita,
melainkan undang-undang.” Pada bagian lain Scholten
mengakui peranan penting dari interpretasi menurut
sejarah undang-udang dengan menyatakan”
Pertama, untuk menetapkan bagaimana keadaan
hukumnya menurut gambaran dari pembentuk
undang-undang pada saat pembentukan undang-
undang, perubahan apa yang dikehendaki orang dam
mengapa orang menghendakinya, dan kemudian untuk
menyelidiki ruang lingkup bagaimanakah yang di
berikan oleh para pembentuk undang-undang itu
kepada istilah-istilah yang mereka pergunakan.

2.2 Textualism
Titik otak dari teori interpretasi textualism adalah teks,
focusing intently in the words of a given constitutional
provision in splendid isolation.
Satu contoh teori textualism sering dipertautkan
dengan teori original meaning. Sehingga menurut teori
ini semua originalis adalah textualis.
Pengertian ini melahirkan tuntutan kepada pembentuk
undang-undang maupun penyusun konstitusi untuk
menggunakan bahasa yang jelas karena secara
prospektif hal ini akan berkorelasi dengan daya kerja
dari undang-undang dasar. Karena semakin tinggi
tingkat kekaburan atau abstraksi dari kata2 yang
digunakan maka hal itu akan mempersulit keberlakuan
teori interprestasi ini .
Satu contoh kasus menarik adalah olmstead v.United
states 1928 tentang perolehan barang bukti untuk
proses hukum melalui penyadapan telepon tanpa satu
surat perintah pengadilan (warrant). Kasus ini diuji
kedepan the supreme court of the United States
dengan dasar pelanggaran terhadap the amandement
IV of the constitution of the United State yang
menjamin constitusional setiap orang.
Tetapi bagaimana dengan constitusi ( undang-undang
dasar) yang merupakan the supreme law of the land ?
Pada konstitusi , makna sistem adalah internal , bahwa
ketentuan –ketentuan konstitusional didalamnya
adalah satu kesatuan pengaturan. Teknik ini digunakan
amar ketika menjustifikasi argumentnya tentang
eksistensi asas separation of powers dan checks and
balance didalam the constitution of the united state.
Sistem pada konstitusi sesungguhnya juga dapat
bermakna eksternal , manakala diakui eksistensi dari
pengaturan supranational , dalam hal ini hukum
internasional. Terhadap yang terakhir ini penulis
berargumen afirmatif dengan implikasi interpretasi
UUD 1945 harus konsisten atau kohern dengan hukum
internasional.

2.4 Puprosive Interpretation


Praktisi hukum yang mengkaji secara spesifik dan
komprehensif isu puprosive interpretation adalah
Aharon Barak, President of the Israeli Supreme Court.
Menurut Barak esensi dari teori intrepretasinya adalah
Purposive interpretation begins with the idea that
interpretation is about pointing the legal meaning of
the teks along the spektrum of its semantic meanings.
Semantic meaning sets the limits of interpetation . The
interpreter may not give the teks a meaning that its
language can not bear .A system of interpretation
estabilishes criteria for determining the legal meaning
of the teks , within its semantic boundaris . in purposiv
interpretation , that criterion is the purpose of the
teks. Its the contexs according to which the teks
interpreted purpose is the goals, interest, and values
that the text seeks to actualize. It is a legal concept .
The interpreter determines purpose according to the
criteria that purposive interpretation is estabilishes.
That purpose has to compenents : Subjective and
objective.

2.5 Contextual interpretation


Pendekatan kontekstual sebagai teori interpretasi
dibangu dengan tesis : “the content of the legal rules
must be considered not as being objectively fixed, but
as being estabilished by consensus within the relevan
comunity. Interpretasi kontektual dengan demikian
menuntut atau menghendaki sensitivitas interpreter
terhadap latar belakang faktual dari isu hukum yang
sesungguhnya untuk mmenghindari ketidakadilan .
Allan menyatakan “the right aplication of rules to
cases where the contecs makes it inapropiate treatens
the esential conection betwen law and justice . Dalam
pengertian demikian teori ini dapat dimaknai sebagai
bentuk penghalusan atas teori interpretasi tekstual.
Namun penulis berpendapat lebih jauh bahwa konteks
menurut teori teks and structure adalah berbeda
dengan konteks yang dimaksudkan disini . Pada teori
teks and structure, konteks masih dalam batasan
linguistik atau gramatical dari teks . Konsep konteks
yang dikehendaki dari teori ini adalah segi
kemasyarakatan ( yang tentunya berbeda pula dengan
original intent pada supra sub-judul 2.1.1 )
Camock membangun argumen justifikasi untuk teori
interpretasi contextual sebagai berikut/ “ the fact that
the evoleves over time, to take acount of emerging
social needs values shows that it is not fixed
independently of the participan, but is indeed responsif
to the changing consensus. Pemahaman seperti ini
sangat dekat dengan sosiological jurisprudence c.q.
realism sebagai landasan teoritisnya . Tuntutan yang
timbul dari dasar teoritis ini adalah interpretasi
seyogyanya dilakukan konsisten dengan tuntutan
masyarakat yag terus menerus berubah sebagai
konteks .

2.6 Anotasi
Berdasarkan pembahasan di atas tampak bahwa
batas-batas masing-masing teori interpretasi konstitusi
secara tradisonal semakin menyempit dan kabur
(khususnya ketika pembahasan dilakukan semakin
detail menyangkut kelemahan dan kekuatan)
Langkah-langkah evolusioner untuk memperbaiki
kelemahan dalam masing-masing teori pada gilirannya
melahirkan teori interpretasi yang karakternya hybrid,
kehilangan otensitas tradisional. Hal ini berimplikasi
pada keprcayaan terhadap satu teori interpretasi
adalah tidak niscaya lagi, terutama ketika berangkat
dari satu pra pemahaman spesifik bahwa hasil
interpretasi seyogyanya sebaik dan setepat mungkin
sebagai judicial reasoning yang menjustifikasi putusan
seperti menjadi aspirasi dari teori ajudikasi
normativisme.
Sebagai catatan penutup, praksis Interpretasi konstitusi
dengan interpretasi peraturan perundang-undangan
biasa seyogyanya dibedakan karena karakter masing-
masing produk hukum yang berbeda. Dalam
interpretasi peraturan perundang-undagan biasa,
interpretasi yudisial sangat dibatasi oleh isu separation
of powers, sehingga sangat dimaklumi jika orientasi
interpretasinya bersifat jangka pendek mengingat
peraturan perundang-undangan biasa lebih mudah
diubah ketimbang undang-undang dasar. Kutipan atas
judicial opinion Chief Justice Dickson, the supreme
Court of Canada dalam kasus Hunter v. Southam, inc
1984 untuk kesekian kalinya dirasa sebagai doktrin
paling memuaskan

3. Interpretasi Konstitusi Menurut UUD NRI


1945
Sub-judul ini berargumen bahwa tidak ada
ketentuan yang mengatur tentang teori interpretasi
konstitusi yang seyogyanya digunakan dalam
menginterpretasikan UUD NRI 1945, khususnya dalam
pengujian yudisial konstitusionalitas undang-undang
oleh NKRI. Pilihan atas teori interpretasi konstitusi
diserahkan pada interpreternya-nya yang paling
otoritatif, yaitu hakim sesuia asas independensi
yudisial. Namun , UUD NKRI 1945 sebagai hukum
materil dalam rangka pengujian yudisial
konstitusionalitas undang-undang tetep memiliki
tuntutan supaya diinterpretasikan dengan tepat.
Argumentasi justifikasinya adalah, meskipun UUD NKRI
1945 adalah supreme law of the land, namun
penerapannya tidak boleh sewenang-wenang.
Sehingga adalah aspirasi yang wajar jika
interpretasinya konstitusi, seperti halnya interpretasi
yuridis pada umunya, harus tetap dilakukan secara
cepat.
Ada enam the modalities of constitutional
interpretation yang “generally accepted as composing
the standrad model of constitutional interpretation”,
yaitu:
1.history, which looks to the original intentions of the
words of the constitution as constitution.
2.text, which look to the meaning of the words of the
constitution as they would be interpreted by an
average contrmporary american today
3.sturcture , which infers rule from the relationships
that the constitution mandates betwwen the structure
it creates
4.doctorine, which generates and applies rules from it
creates
5.ethos, which derives rules from those traditions that
are reflected in the US constitutional practice
6.prudence, which balance the costs and benefit of a
proposed rule.
Dalam fungsi yang diinginkannya , pendapat di ats tidak
secara fisik menentukan kriteria aspirasional tentang
interpretasi konstitusi yang tepat atau sebaliknya.
Bobbit hanya memberi pedoman umum bahwa
modalitas nomor 1-3 adalah diperuntukan bagi yuris
yang menganut pendirian strict construction. Pendirian
strict construction di sini padanannya adalah teori
ajudikasi formalisme. A contrario, selebihnya adalah
bagi yuris yang tidak menganut pendirian strict
construction.
Teori interpretasi konstitusi yang menurut penulis
paling koheren dengan tuntutan konstitusi normatif
adalah teori interpretasi purposive karena lebih dapat
mengungkap secara mendalam sifat aspirasional
konstitusi. Khususnya dalam hal ini adalah HAM.
Penulis sependapat dengan argumen justifikasi Barak
atas teori interpretasi purposive sebagai teori
interpretasi konstitusi berikut ini : “As is the case for
other legal texts , the purposive interpreter learns
these purposees from language of the text and from
external sources. Without negating the applicability of
subjektive purpose, purposive interpretation favor
objective purpose subjective purpose, purposive
interpretation favors objective purpose in
constitutional interpretation.” Kedalam makna
konstitusi dengan teori interpretasi purposive tidak
hanya di tentukan oleh sumber internal. Tetap juga
sumber eksternal yang luas sehingga interpretasinya
yang demikian lebih luwes dan secara presumtif lebih
mampu menjawab isu-isu hukum yang problematika
termasuk pengayaan melalui praktik pendekatan
perbandingan.
Berdasarkan praktik hukum yang di pandang
representatif dalam isu interpretasi konstitusi dan
perlindungan HAM, Jayawickrama merumuskan
sejumlah prinsip Interpretasi sebagai Berikut:
1. The rules of statutory interpretation ought not to
be applied
2. The draftman’s intention is irrelevant
3. A broad , liberal, generous, and benevolent
construction should be given, not a narrow,
pedantic, literal or technical interpretation. A bill
of Right must be broadly construed in favour of
the individual rather than in favour of the state
4. A hierarchical approach to right must be avoided
when interpreting a human right instrument
BAB V
PENUTUP
Secara keseluruhan buku ini berargumen bahwa
konstitusi, termasuk UUD 1945 sebagai konstitusi
indonesia , sangat penting fungsinya dalam rangka
perlindungan HAM. Undang- undang NKRI 1945
adalah konstitusi HAM. Secara formal klaim ini
dijustifikasikan oleh keberadaan bab XA UUD NKRI
1945 . Secara substansi semua konstitusi termasuk
UUD NKRI 1945, dipresumsikan sebagai bentuk
penjaminan terhadap ham dalam konteks fungsi
kodratinya to contitute a goverment.
Penegakan konstitusi secara yudisal oleh NKRI
melalui pengujian konstitusionalitas UUD sejalan
dengan hakikat UUD NKRI 1945 sebagai konstitusi
HAM yaitu melindungi HAM dari interfensi
pembentuk UUD .
Premis mayor buku ini konsepsikan dengan istilah
pendekatan normatifisme konstitusional yang
melahirkan tuntutan konstitusi normatif
Penulis juga meyakini bahwa dalam kasus HAM
perangan pendekatan natural law dan natural right
sangat penting untuk memperkuat jaminan
konstitusional atas perlindungan HAM. Sehingga
kekurangan yang ada dalam proses
konstitusionalisasi HAM tersebut dapat
dikembalikan kepada hukum kondrat.
Pada isu yang lebih spesifik yaitu status UUD NKRI
1945 penulis berargument bahwa pendekatan
normatifisme konstitusional dan tuntutan
konstitusi normatif juga aplikabel. UUD NKRI 1945
seperti konstitusi pada umumnya, juga erat atau
bahkan harus syarat dengan nilai-nilai atau ideal
yang universal sifat jangkauanya sebagai konstitusi
HAM, penulis meyakini UUD NKRI berada di
kontrol hukum kodrat dan hukum kodrati.
Terakhir tentang isu bagaimana seharusnya
interpretasi konstitusi dilakukan sebagai premis
mayor penulis mendalilkan bahwa hakikat
konstitusi menentukan bagaimana seharusnya
interprestasi tersebut dilakukan . Jika pendekatan
normatif konstitusional diikuti secara konsiten
makan pendekatan dalam interpretasi konstitusi
yang berbanding lurus dengan itu adalah
pendekatan normatifisme.
Sebagai catatan penutup penulis bahwa dalam
menjalankan fungsi dan kewenanganya untuk
melakukan pengujian konstitusionalitas Undang-
undang maka NKRI seyogyanya dalam posisi lebih
memajukan atau meperkuat HAM supa konsisten
dengan visi UUD NKRI 1945 sebagai konstitusi
HAM.

Anda mungkin juga menyukai