Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH PERILAKU DAN

PENGEMBANGAN ORGANISASI

OLEH :
Rizkita Dwi Amanah (115030200111004)
Alfan Hudan Dardiri(115030200111015)
Rizka Kurnia Andaru(115030200111016)
Khusnul khotimah(115030201111009)
Almira Nanda Rizky Yani(115030201111008)
Nesya Nandini M.W (115030201111010)
M. Rizki Agung (115030207111004)

KELAS BISNIS A
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
MEI 2012
KPEMIMPINAN,KEKUASAAN
DAN POLITIK
1. KEPEMIMPINAN
Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sebuah kelompok
untuk mencapai suatu visi atau serangkaian tujuan tertentu yang ditetapkan.
Seseorang bisa memperoleh peran pemimpin hanya karena posisinya dalam
organisasi tersebut. Namun, tidak semua pimpinan adalah manajer, demikian pula
sebaliknya, tidak semua manajer adalah pemimpin. Hanya karena suatu organisasi
memberikan hak - hak formal kepada manajernya, bukan jaminan bahwa mereka
mampu memimpin dengan efektif.
Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat agar
efektivitasnya optimal. Di dunia yang serba dinamis seperti sekarang ini, kita
membutuhkan pimpinan - pimpinan yang berani menentang status quo,
menciptakan visi masa depan, dan mengilhami anggota - anggota organisasi untuk
secara sukarela mencapai visi tersebut. Kita juga membutuhkan manajer untuk
merumuskan rencana yang mendetail, dan menciptakan struktur organisasi yang
efesien.

TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Sifat
Teori Sifat Kepemimpinan adalah teori - teori yang mempertimbangkan
berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan para pemimpin dari
mereka yang bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai siat dan
karakteristik pribadi.
2. Teori Perilaku
Teori Perilaku Kepemimpinan adalah teori -teori yang mengemukakan bahwa
beberapa perilaku tertentu membedakan dari mereka yang bukan pemimpin.
Para peneliti di Ohio State University berusaha mengidentifikasi dimensi -
dimensi independen dari perilaku pemimpin. Dimulai dengan lebih dari seribu
dimensi menjadi dua kategori yang pada dasarnya menjelaskan sebagian besar
perilaku kepemimpinan sebagaimana dideskripsikan par karyawan. Mereka
menyebut kedua dimensi ini struktur awal dan tenggang rasa.
Struktur awal merujuk pada tingkat sampai mana seorang pemimpin akan
menetapkan dan menyusun perannya dan peran para bawahannya dalam usaha
mencapai tujuan. Sedangkan tenggang rasa dideskripsikan sebagai tingkat sampai
mana seorang pemimpin akan memiliki hubungan profesional yang ditandai oleh
kesalingpercayaan, rasa hormat terhadap ide - ide anak buah, dan rasa hormat
terhadap perasaan - perasaan mereka.
Pada saat yang bersamaan, kelompok dari University of Michigan
menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan yang mereka namai
berorientasi karyawan dan berorientasi produksi. Pemimpin yang berorientasi
karyawan menekankan hubungan antarpersonal; mementingkan kabutuhan para
karyawan, dan menerima perbedaan - perbedaan individual di antara para
anggota. Pemimpin yang berorientasi produksi yaitu seorang pemimpin yang
menekankan aspek - aspek teknis atau tugas dari suatu pekerjaan tertentu.
Perbedaan antara teori sifat dengan teori perilaku, dalam penerapannya,
terletak pada asumsi - asumsi pokoknya. Teori sifat berasumsi bahwa pemimpin
dilahirkan, bukan diciptakan. Namun, bila ada perilaku - perilaku tertentu yang
mengidentifikasi pemimpin, kita bisa mengajarkan kepemimpinan. Kita bisa
merancang beragam program untuk menanamkan pola - pola perilaku ini dalam
diri mereka yang ingin menjadi pemimpin yang efektif.
Berdasarkan bukti yang ada, teori perilaku, seperti halnya teori sifat,
memberi kita tambahan pemahaman mengenai kepemimpinan yang efektif. Para
pemimpin yang memiliki sifat - sifat tertentu, dan yang menampilkan perilaku
tenggang rasa dan disiplin dalam kerja , memang lebih efektif.
3. Teori Sumberdaya Kognitif
Teori kepemimpinan yang menyatakan bahwa stress secara negatif
mempengaruhi suatu situasi serta kecerdasan dan pengalaman bisa mengurangi
pengaruh sterss yag dirasakan pemimpin. Inti dari teori ini adalah bahwa stress
merupakan musuh rasionalitas. Sulit bagi para pemimpin untuk berpikir secara
logis dan analitis ketika sedang stress. Selain itu, peran kecerdasan dan
pengalaman seorang pemimpin dalam kaitannya dengan efektivitas berbeda
dalam situasi stresstingkat rendah dan tinggi.
Kemampuan intelektual seorang pemimpin berhubungan secara positif
dengan kinerja dalam situasi stress tingkat rendah dan secara negatif dalam
situasi stress tingkat tinggi. Sebaliknya, pengalaman seseorang pemimpin
herhubungan secara negatif dengan kinerja dalam situasi stress tingkat rendah
dan secara positif dalam situasi stress tingkat tinggi. Jadi tingkat stress yang
terkandung dalam situasi menentukan apakah kecerdasan atau pengalaman
seorang individu yang akan memberikan kontribusi bagi kinerja kepemimpinan.
Pada kenyataannya, sebuah kajian menegaskan bahwa ketika tingkat stress
rendah dan pemimpin bersifat direktif (yaitu, ketika seorang pemimpin bersedia
memberi tahu orang mengenai apa yang harus dilakukan), kecerdasan memiliki
peran penting terhadap efektivitas seorang pemimpin.

GAYA KEPEMIMPINAN
 Model Fiedler
Model kemungkinan Fiedler menyatakan bahwa kelompik yang efektif
bergantung pada kesesuaian antara gaya interaksi seorang pemimpin dengan
bawahannya serta sejauh mana situasi tersebut menghasilkan kendali dan
pengaruh untuk pemimpin tersebut.

Fiedler mengidentifikasi tiga dimensi kemungkinan yang menurutnya,


menentukan faktor - faktor situasional kunci yang menentukan efektivitas
kepemimpinan. Faktor - faktor tersebut adalah hubungan pemimpin - anggota,
struktur tugas, dan kekuatan posisi. Ketiganya didefinisikan sebagai berikut :
1. Hubungan pemimpin-anggota
Tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa hormat yang dimiliki oleh
bawahan terhadap pimpinan mereka.
2. Struktur tugas
Tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diproseduralkan (yaitu,
terstruktur atau tidak terstruktur)
3. Kekuatan Posisi
Pengaruh yang berasal dari posisi struktural formal seseorang dalam
organisasi; termasuk kekuatan untuk mempekerjakan, memecat,
mendisiplinkan, mempromosikan, dan memberikan kenaikan gaji.

Berdasarkan penelitiannya, Fiedler menyimpulkan bahwa pemimpin yang


berorientasi tugas cenderung bekerja secera lebih baik dalam situasi yang sangat
tidak menguntungkan mereka. Fiedler mengatakan bahwa pemimpin yang
berorientasi tugas bekerja sangat baik dalam situasi - situasi dengan tingkat
kontrol yang tinggi dan rendah, sementara pemimpin yang berorientasi hubungan
kerja sangat baik dalam situasi - situasi dengan tingkat kontrol yang modern.
Terdapat dua cara untuk meningkatkan efektivitas pemimpin. Pertama,
mengganti pemimpin tersebut agar sesuai dengan situasi yang ada. Misalnya,
apabila situasi kelompok dinilai sangat tidak menguntungkan tetapi saat itu
mereka tengah dipimpin oleh seorang manajer yang berorientasi hubungan,
konerja kelompok dapat ditingkatkan dengan mengganti manajer tersebut dengan
seorang manajer lain yang berorientasi tugas. Yang kedua, mengubah situasi agar
sesuai dengan sang pemimpin. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara
melakukan restrukturisasi tugas atau meningkatkan atau mengurangi kekuatan
yang dimiliki oleh pemimpin untuk mengontrol berbagai faktor seperti kenaikan
gaji, promosi, dan tindakan disipliner.
 Teori Stuasional Hersey dan Blanchard
Paul Hersey dan Ken Blanchard telah mengembangkan sebuah model kepemimpinan
yang disebut ”Teori Kepemimpinan Situasional”(Situational Leadership Theory-
SLT).Kepemimpinan situasional adalah sebuah teori kemungkinan yang berfokus
pada para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan cara memilih gaya
kepemimpinan yang benar yang menurut Hersey dan Blanchard bergantung pada
tingkat kesiapan para pengikut.
Penekanan pada para pengikut dalam efektifitas kepemimpinan mencerminkan
realitas bahwa para pengikutlah yang menerima atau menolak pemimpin tersebut.
Istilah kesiapan sebagaimana didefinisikan oleh Hersey dan Blanchard, merujuk pada
tingkat sampai mana orang memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan
tugas tertentu.
Hersey dan Blanchard mengidentifikasikan empat perilaku pemimpin yang
khusus-dari sangat direktif sampai sangat laissez-faire. Perilaku mana yang paling
efektif bergantung pada kemampuan dan motivasi seorang pengikut.SLT berasumsi
bila seorang pengikut tidak mampu dan tidak bersedia, pemimpin harus memberikan
pengarahan secara jelas dan spesifik. Bila para pengikut tidak mampu namun
bersedia, pemimpin harus menampilkan orientasi tugas yang tinggi untuk
mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikut. Apabila para pengikut mampu
namun tidak bersedia, pemimpin harus menggunakan gaya yang suportif dan
partisipatif, Sementara bila karyawan mampu dan bersedia, pemimpin tidak perlu
berbuat banyak.
SLT memiliki daya tarik yang intuitif. Pendekatan ini mengakui arti penting
pengikut dan dibangun di atas logika bahwa para pemimpin bisa mengompensasi
keterbatasan kemampuan dan motivasi dalam diri para pengikut mereka.
 Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota
Teori-teori kepemimpinan yang telah kita pelajari sampai saat ini sebagian besar
mengasumsikan bahwa pemimpin memperlakukan semua pengikut mereka dengan
cara yang sama. Artinya, berbagai teori tersebut berasumsi bahwa para pemimpin
menggunakan gaya yang cukup homogen dengan semua orang di dalam unit kerja
mereka.Teori Peryukaran Pemimpin-Anggota menyatakan bahwa karena tekanan
waku, pemimpin membangun suatu hubungan khusus dengan suatu kelompok kecil
dari para pengikutnya.
Para pemimpin menjalankan LMX dengan cara memberikan semacam
penghargaan kepada karyawan-karyawan yang ingin mereka ajak membangun
hubungan yang lebih dekat dan memberikan hukuman-hukuman kepada orang-orang
yang tidak mereka inginkan dalam hubungan yang lebih baik.Poin utama yang perlu
diperhatikan disini adalah meskipun pemimpin yang memilih, karakteristik-
karakteristik pengikutlah yang menentukan keputusan pengategorian sang pemimpin.
Pemimpin menginvestasikan sumber-sumber daya mereka dengan orang-orang
yang mereka harap bisa bekerja dengan baik. Selain itu “mengetahui” bahwa
anggota-anggota kelompok kesayanganya adalah yang paling cakap, para pemimpin
memperlakukan mereka sedemikian rupa dan tanpa disadari mewujudkan ramalan itu.

 Teori Jalan-Tujuan
Teori jalan-tujuan (path-goal theory) merupakan tugas pemimpin untuk memberikan
informasi, dukungan, atau sumber-sumber daya lain yang dibutuhkan kepada para
pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai tujuan mereka.perilaku
pemimpin.House mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan.
 Pemimpin yang direktif yaitu member tahu kepada para pengikut mengenai
apa yang diharapkan dari mereka, menentukan pekerjaan yang harus mereka
selesaikan,dan memberikan imbingan khusus terkait dengan menyelesaikan
berbagai tugas.
 Pemimpiun yang suportif adalah pemimpin yang ramah dan memperhatikan
kebutuhan para pengikut
 Pemimpin yang partisipatif yaitu berunding dengan para pengikut dan
menggunakan saran-saran mereka sebelum mengambil sebuah keputusan
 Pemimpin yang berorientasi pencapaian yaitu menetapkan tujuan-tujuan yang
besar dan mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat baik.

 Beragam Variabel dan Prediksi Kemungkinan


Teori jalan-tujuan menawarkan dua kelas variable kemungkinan yang
menghubungkan perilaku kepemimpinan dengan hasil variable-variabel dalam
lingkungan yang berada diluar kendali karyawan .Faktor-faktor lingkungan
menentukan jenis perilaku pemimpin yang dibutuhkan sebagai pelengkap apabila
hasil pengikut ingin dimaksimalkan, sementara karakteristik personal karyawan
menentukan bagaimana lingkungan dan perilaku pemimpin diinterpretasikan.
Karenanya teori ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi tidak efektif
bila perilaku tersebut tumpang tindih dengan sumber-sumber struktur lingkungan atau
kongruen dengan karakteristik karyawan.

 Model Pemimpin-Partisipasi
Victor Vroom dan Philip Yetton mengembangkan sebuah model pemimpin
partisipasi yang mengaitkan perilaku kepemimpinan dan partisipasi dalam
pembuatan keputusan. Model yang dikembangkan Vroom dan Yetton tersebut bersifat
normatif. Model itu menyediakan serangkaian peraturan yang harus diikuti ketika
menentukan bentuk dan besarnya partisipasi dalam pembuat keputusan.Model
pemimpin partisipasi merupakan sebuah batang tubuh keputusan yang
menginkoporasikan tujuh kemungkinan ( yang relevansinya bisa diidentifikasi
dengan membuat pilihan “ya” atau “tidak” ) dan lima gaya kepemimpinan alternatif.
Peneliti yang bertujuan menguji model pemimpin partisipasi yang asli
maupun yang merupakan hasil revisi belum memberikan hasil yang membesarkan
hati. Kritik umumnya terfokus pada berbagai variable yang dihapuskan dan pada
kerumitan model ini. Teori-teori kemungkinan yang lain menunjukkan bahwa stress,
kecerdasan, dan pengalaman merupakan variable situasional yang penting. Namun,
model pemimpin partisipasi tidak mencakupnya.
2. KEKUASAAN
Definisai Kekuasaan
Kekuasaan merupakan kemampuan yang dimiliki A untuk memengaruhi
perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Kekuasaan boleh saja
ada, tetapi tidak digunakan, karena itu kekuasaan merupakan suatu kemampuan atau
potensi. Seseorang bisa saja memiliki kekuasaan tetapi tidak menjalankannya.
Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini meruoakan fungsi
ketergantungan. Semakin besar ketergantungan B terhadap A, semakin besar pula
kekuasan A dalam hubungan tersebut. Seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri
anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang anda inginkan.

MEMBANDINGKAN KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN


Konsep dari kepemimpinan dan kekuasaan adalah saling bertautan. Para
pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan
kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan adalah sarana untuk
memudahkan usaha mereka tersebut. Kekuasaan tidak mengisyaratkan tujuan
melainkan ketergantungan seangkan kepemimpinan mensyaratkan kesesuaian antara
tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaan yang kedua yaitu dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus
padapengaruh kebawah kepada para pengikut. Kepemimpinan meminimalkanpola-
pola pemngaruh ke samping dan ke atas. Kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain
dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagianbesra
menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyan
seperti seberapa suportif semestinya seorang pemimpin?sampai tingkat mana proses
pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut?sebaliknya,
penelitian mengenai kekuasaan cnderung mencakup bidag yang lebih luas dan
terfokus pada takti-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah. Penelitian
tersebut melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat
digunakan oleh kelompok dan juga individu untuk mengendalikan individu atau
kelompok-kelompok lain.

LANDASAN KEKUASAAN
Landasan kekuasaan atau sumber kekuasaan dibagi ke dalam dua kelompok
umum yaitu Formal dan Pribadi.
 Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi.
Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memebri
imbalan atau dari wewenang formal.

Kekuasaan koersif.landasan kekuasaan koersif adalah landasan kekuasaan yang


bergantung pada rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini
karena rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak
patuh. Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau ancaman apliasi, sanksi fisik
yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak, atau
pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.
Di tingkat organisasi A memiliki kekuasaan koersif atas B jika A dapat
memberhentikan, menunda, atau menurunkan pangkat B, dengan asumsi B menhargai
pekerjaannya. Demikian pula, jia A dapat menugasi B dengan aktivitas kerja yang
tidak menyenangkan B atau mengancam B sedemikian sehingga B dipermalukan,
dapat dikatakan bahwa A memiliki kekuasaan koersif atas B. Kekuasaan koersif juga
diperoleh karena seseorang memegang informasi kunci. Dalam sebuah organisasi,
orang yang memiliki data atau pengetahuan yang dibutuhkan orang lain dapat
memuat orang lain bergantung pada mereka.

Kekuasaan imbalan. kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuasaan imbalan .


orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan berbuat demikian ia
akan mendapatkan manfaat positif, karena itu seseorang yang dapat membagikan
imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki
kekuasaan atas orang lain itu. Imbalan ini bisa bersifat finansial seperti pengendalian
tingkat upah, kenaikan upah, dan bonus atau nonfinansial yaitu termasuk pengakuan,
promosi, penugasan kerja yang menarik, kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau
wilayah penjualan yang lebih disukai.
Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika dapat membuang
sesuatu yang bernilai positif dari orang lain atau menimbulkan sesuatu yang bernilai
negatif, anda memiliki kekuasaan koersif atas orang lain. Jika dapat memberi
seseorang sesuatu yang bernilaipositif atau mebuang sesuatu yang bernilai negatif,
anda memiliki kekuasaan imbalan atas orang itu.

Kekuasaan legitimasi. Dalam kelompok atau organisai formal, barangkali akses


yang paling mudah ditemuai pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalaha posisi
steuktural seseorang. Hal ini disebut kekuasaan legitimasi. Kekuasan ini
melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memanfaatkan
sumber-sumber daya organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan mencakup kekuasaan koersif dan
imbalan. namun, kekuasaan legitimasi lebih luas daripada kekuasaan untuk memaksa
dan memberikan imbalan. secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan
wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam sebuah organisasi.

 Kekuasaan Pribadi
Anda tidak harus memiliki posisi formal dalam sebuah organisasi untuk memiliki
kekuasaaan. Banyak diantara perancang cip yang paling cakao dan produktif di
Intel,misalnya, memiliki kekuasaan, tetapi mereka bukan manajer dan tidak
memegang kekuasaan formal. Yang mereka miliki adalah kekuasaan pribadi yaitu
kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik. Dalam bagian
ini, kita akan mengamati dua basis kekuasaan pribadi- keahlian dan rasa hormat serta
kagum dari orang lain.

Kekuasaan karena keahlian. Kekuasaan karena keahlian adalah pengaruh


yang diperoleh dari keahlian, ketrampilan khusus,atau pengetahuan. Keahlian telah
menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin
berorientasi pada teknologi. Karena pekerjaan semakin terspesialisasi, kita menjadi
semakin bergantung kepada para ahli untuk mencapai tujuan. Jadi, meskipun secara
umum diakui bahwa dokter memiliki keahlian dan dengan demikian memiliki
kekuasaan sebagai ahli- sebagian besar di antara kita mengikuti saran-saran yang
diberikan oleh dokter kita. Anda juga harus mengakui bahwa para spesialis bidang
komputer, akuntan oajak,ahli ekonomi,psikologi iindustri, dan spesialis lain mampu
menjalankan kekuasaan sebagai hasil dari keahlian mereka.

Kekuasaan rujukan. Kekuasaan rujukan didasarkan pada identifikasi terhadap


seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan.
Jika saya menyukai,menghormati, dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan
kekuasaan atas saya karena saya ingin menyenangkan hati anda.
Kekuasaan rujukan berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan hasrat
untuk menjadi seperti orang tersebut. Hal ini membantu menjelaskan misalny,
mengapa para selebriti dibayar jutaan dolar untuk mempromosikan produk-produk
yang diiklankannya. Salah satu cara orang mendapatkan kekuasaan rujukan yaitu
dengan karisma. Sebagian orang memiliki kekuasaan semacam ini yang walaupun
tidak menduduki posisi kepemimpinan formal, mampu memanfaatkan pengaruhnya
terhadap orang lain lantaran dinamisme karismatik, rasa gembira, dan efek emosional
mereka atas kita.

TAKTIK KEKUASAAN
Taktik kekuasaan adalah apa yang orang gunakan untuk menerjemahkan landasan
kekuasaan menjadi tindakan tertentu? dengan kata lain, pilihan-pilihan apa saja yang
dimiliki seseorang untuk memengaruhi atasan,rekan kerja,atau karyawan mereka?dan
apakah ada dari pilihan-pilihan tersebut yang paling efektif?arti sebenarnya dari
taktik kekuasaan yaitu cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam
tindakan-tindakan tertentu.
Penelitian telah mengidentifikasikan sembilan macam taktik pengaruh:
 Legitimasi.mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan
bahwa sebuah ermintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam
organisasi.
 Persuasi rasional.menyajikan argumen-argumen yang logis dan berbagai
bukti faktual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
 Seruan inspirasional.mengembangkan komitmen emosional dengan cara
menyerukan nilai-nilai, kebutuhan,harapan,dan aspirasi sebuah sasaran.
 Konsultasi.meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi
sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana
atau perubahan akan dijalankan.
 Tukar pendapat. Memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa uang
atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
 Seruan pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan tau kesetiaan.
 Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau [erilaku
bershabat sebelum membuat permintaan.
 Tekanan. Menggunakan peringatan,tuntutan tugas,dan ancaman.
 Koalisi. Meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran atau
menggunakam dukungan orang lain sebagai alasan si sasaran agar setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif daripada yang lain. Secara
khusus, bukti menunjukan bahwa persuasi rasional,seruan inspirasional,dan
konsultasi cenderung menjadi cara yang paling efektif diantara kesembilan taktik
yang lain. Anda juga dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan Anda dnegan
cara menerapkan lebih dari satu jenis taktik pada saat bersamaan atau secara
berurutan, sepanjang pilihan-pilihan taktik Anda itu selaras.
Tetapi, beberapa taktik berfungsi lebih bai bergantung pada arah dari pengaruh.
Sebagaimana yang ada dalam Tampilan 14-2, beberapa studi menemukan bahwa
persuasi rasional merupakan satu-satunya taktik yang efektif di seluruh tingkatan
organisasi. Seruan inspirasional sangat baik sebagai taktik memengaruhi bawahan.
Jika tekanan berhasil maka hampir dapat dipastikan bahwa hal ini hanya mampu
berpengaruh ke bawah. Seruan pribadi dan koalisi paling efektif digunakan dengan
upaya-upaya yang memiliki pengaruh lateral. Selain arah engaruh, sejumlah faktor
lain ditemukan juga memengaruhi taktik yang paling berfungsi. Faktor-faktor ini
meliputi pengurutan taktik, ketrampilan seseorang dalam menggunakan taktik,
kekuasaan kerabat seseorang, jenis permintaan dan bagaimana permintaan tersebut
dimengerti,kultur organisasi,serta faktor-faktor kultur tertentu dari suatu negara.
Kiranya akan lebih efektif jika Anda mulai dengan taktik yang “lebih halus” yang
mengandalkan kekuasaan pribadi seperti seruan pribadi dan inspirasional, persuasi
rasional, dan konsultasi. Jika taktik-takti ini gagal,anda bisa beralih ke taktik-taktik
yang”lebih keras” seperti tukar pendapat, koalisi,dan tekanan. Yang menarik,
ditemukan petunjuk bahwa penggunaan suatu taktik halus lebih efektif daripada suatu
taktik yang lebih keras dan bahwa gabungan dua taktik halus,atau sebuah taktik halus
dan persuasi rasioanal, lebih efektif daripada taktik tunggal manapun atau gabungan
taktik-taktik keras.
Beberapa kajian menemukan bahwa sebuah taktik berkemungkinan berhsil lebih
besar jika pihak sasaran atau target memandangnya sebagai bentuk perilaku pengaruh
yang dapat diterima secara sosial, pelakunya memiliki posisi dan kekuasaan pribadi
yang memadai untuk menggunakan taktik itu, taktik itu dapat memengaruhi sikap
pihak sasaran menyangkut permintaan tertentu, digunakan secara trampil, digunakan
untuk meminta sesuatu yang masuk akal,dan selaras dengan nilai-nilai dan kebutuhan
pihak sasaran.
Kita menyadari bahwa kultur di dalam organisasi berbeda antara satu dengan
yang lainnya misalkan sebagian organisasi lebih memiliki suasana hangat,santai,dan
mendukungnya;sebagian yang lainnya lebih formal dan konservatif. Karena itu kultur
organisasi dimana orang bekerja akan berpengaruh dalam menentuka taktik-taktik
yang dianggap tepat. Sebagian kultur mendorong penggunaan partisipasi dan
konsultasi, sebagian lain mendorong pemikiran rasional, dan sebagian lainnya lagi
mengandalkan tekanan. Jadi organisasi itu sendiri akan memengaruhi rangkaian
taktik kekuasaan yang dipandang bisa diterima untuk digunakan.

Terakhir, bukti menunjukan bahwa orang di negara yang berbeda cenderung lebih
menykai taktik kekuasaan yang berbeda. Sebagai contoh sebuah studi yang
membandingkan para manajer di Amerika Serikat dan Cina menemukan bahwa para
manajer di Amerika Serikat memandang pemikiran rasional sebagai taktik yang paing
efektif, sedangkan para manajer di Cina lebih menyukai taktik koalisis
 Kekuasaan dalam Kelompok : koalisi
Mereka yang “berada di luar lingkaran kekuasaan” dan berusaha “masuk” ke
dalam kelompok mula mula akan mencoba memperbesar kekuasaan mereka secara
individual. Mengapa puas dengan remah – remah jika kita bisa mendapatkan
keuntungan lebih? Tetapi, jika upaya ini terbukti tidak efektif, alternatifnya adalah
membentuk sebuah koalisi (coalition). Suatu kelompok informal yang di ikat oleh
satu isu perjuangan yang sama. Alasan membentuk koalisi? Adalah dapat
mempersatukan kelompok.
Orang – orang yang menginginkan kekuasaan akan berupaya membangun
landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam banyak contoh, hal ini mungkin sulit,
beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila demikian, upaya akan dilakukan untuk
membentuki koalisi dari dua atau lebih orang di luar kekuasaan yang dengan bersatu,
dapat menggabungkan sumber – sumber daya mereka guna mengungkapkan
kekuasaan.
Tiga prediksi yang dapat kita buat mengenai pembentukan koalisi. Pertama
koalisi dalam organisasi sering kali berupaya memperbesar ukuran mereka sampai
maksimal. Dalam teori ilmu politik, koalisi bekerja secara lain mereka mencoba
meminimalkan ukuran. Prediksi kedua mengenai koalisi yang berkaitan dengan kadar
kesaling ketergantungan di dalam organisasi. Lebih banyak koalisi yang bisa tercipta
bila mana terdapat banyak ketergantungan tugas dan sumber daya. Sebaliknya, akan
terdapat lebih sedikit saling ketergantungan di antara berbagai sub yunit dan lebih
sadikit aktifitas pembentukan koalisibila mana berbagai sub yunit itu mandiri dengan
sumber daya yang melimpah.
Prediksi yang terakhir, pembentukan koalisi akan di pengaruhi tugas tugas
aktual yang dijalankan oleh pekerja. Semakin rutin tugas kelompok, semakin besar
kemungkinan akan terbentuk koalisi. Semakin rutin pekerjaan yang orang lakukan
semakin besar ketergantungan mereka. untuk mengimbangi ketergantungan ini,
membutuhkan koalisi. Ini membantu menjelaskan sejarah terbentuknya serikat –
serikat, khususnya diantara pekerja yang berketrampilan rendah.

3. POLITIK
Definisi
Perilaku politik (political behaviour) adalah kegiatan yang tidak di pandang
sebagian dari peran formal seseorangdalam organisasi, tetapi dapat
mempengaruhi,atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di
dalam organisasi. Definisi ini mencakup elemen – elemen kunci dari apa yang
dimaksutkan oleh kebanyakan orang ketika mereka berbicara tentang politik
berorganisasi. Selainn itu,definisi ini mencakup berbagai upaya untuk mempengaruh.i
tujuan, kreteria, atau proses – proses yang di gunakan dalam penganmbilan
keputusan ketika kita menyatakan bahwa terkait dengan “distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup luas untuk mencakup beragam
perilaku politik seperti menahan informasi kunci dari pengambil keputusan,
bergabung dalam koalisi, mencari-cari kesalahan menyebarkan rumor, membocorkan
informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan
orang lain di dalam demokrasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi atas
nama atau melawan seseorang atau alternatif keputusan tertentu.
Perilaku politik yang sah (legitimate political behaviour) adalah politik
sehari- hari yang muncull dengan wajar. Hal tersebut seperti membangun koalisi,
menentang kebijakanatau organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang
ketat pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan ke luar organisasi melalui
kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak sah (illegitimate political
behaviour) adalah perilaku politik berat yang menyimpang dan aturan main yang
telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi sabotase, melaporkan
kesalahan, dan protes- protes simbolis seperti mengenakan pakaian nyeleneh atau
memakai bros tanda protes, dan bebderapa karyawan yang secara serentak berpura-
pura sakit agar tidak perlu masuk kerja.
Mayoritas tindakan politik dalam organisasi bersifat sah. Alasan secara
pragmatis adalah bentuk perilaku politik yang tidak sah dan ekstrem jelas membuat
pelakunya berisiko kehilangan keanggotaan dalam organisasi atau menerima sanksi
berat selain, lebih jauh, hasil dan tindakan mereka itu belum bisa dipastikan positif.

REALITAS POLITIK
Politik adalah sebuah kenyataan hidup organisasi. Orang yang mengabaikan
kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Organisasi terbentuk dari individu
dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan konflik untuk memperebutkan sumber daya.
Contoh yang biasa diperebutkan oleh karyawan adalah anggaran apartemen, alokasi
ruamg, tanggung jawab proyek dan penyesuaian gaji.
Sumber daya yang dimiliki organisasi juga ada batasnya, sehingga potensi
berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua konsumen yang
beragam dalam organisasi dapat memenuhi kebutuhannya. Tetapi karena sumber daya
terbatas, tidak setiap kepentingan dapat terlayani. Keuntungan satu orang atau
kelompok sering kali dipahami akan diperoleh dengan mengorbankan orang atau
kelompok lain dalam organisasi. Adanya beberapa kekuatan ini menciptakan
persaingan di antara para anggota untuk memenangkan sumber daya organisaasi yang
terbatas.

Faktor- faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik


Sejumlah faktor yang mendorong perilaku politik adalah sebagian merupakan
karakteriktis individu, yang berasal dari sifat- sifat unik yang direkrut oleh organisasi;
sebagian lainnya adalah hasil dari kultur atau lingkungan internal organisasi.
Faktor individu. Pada tataran individu, para peneliti telah mengindetifikasi sifat-
sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan
dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para
karyawan mampu yang mampu merefleksi diri secara baik (high self monitor),
memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan memiliki kebutuhan yang
tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam perilaku
politik.
Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi, alternatif – alternatif yang
diyakininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut memengaruhi sejauh mana ia
akan memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah. Semakin besar investasi
seseorang dalam organisasi karena harapan akan mendapatkan keuntungan di masa
depan, semakin besar pula kerugian yang harus ditanggungnya jika terpaksa harus
keluar dari sana dan semakin kecil kemungkinan bahwa ia akan menggunakan sarana
politik yang tidak sah.
Jika seseorang memiliki harapan akan kesuksesan yang rendah dalam
menggunakan sarana yang tidak sah, ia tidak mungkin berbuat demikian. Harapan
akan kesuksesan yang tinggi dalam penggunaan sarana yang tidak sah kemungkinan
besar merupakan wilayah orang- orang yang berpengalaman dan berkuasa yang
terampil berpolitik maupun karyawan tidak berpengalaman dan naif yang salah
menilai peluang mereka.
Dapat dinyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Perilaku
politi, yaitu faktor- faktor individu dan faktor- faktor organisasi. Hal- hal yang
termasuk dalam faktor- faktor individu adalah kemampuan merefleksi diri dengan
baik, Pusat kendali internal, Kepribadian High mach (“lincah”), Investasi organisasi,
alternatif pekerjaanyang diyakini ada, dan harapan akan kesuksesan. Sedangkan yang
termasuk dalam faktor- faktor organisasi adalah realokasi sumber daya, peluang
promosi, tingkat kepercayaan rendah, ambiguitas peran, Sistem evaluasi kinerja tidak
jelas, praktik- praktik imbalan zero-sum, pengambilan keputusan yang demokratis,
tekanan kinerja tinggi, dan para manajer senior yang egois.

PENGERTIAN POLITIK DALAM PRGANISASI


Pengertian politik dengan politik dalam organisasi hampir bersinggungan.
Konsep-konsep kekuasaan, influence (pengaruh), resources (sumberdaya), interest
(kepentingan), merupakan sejumlah konsep yang melekat di dalam definisi politik
maupun politik organisasi. Politik tidak selalu berarti buruk. Politik adalah media
kompetisi gagasan antar sejumlah pihak yang berbeda guna mencapai tujuan masing-
masing. Sedangkan politik keorganisasian adalah tindakan-tindakan yang diambil
untuk memperoleh dan menggunakan power (kekuasaan) dalam hal pengendalian
sumber daya organisasi demi mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak
terhadap pihak lain.

PERILAKU POLITIK DALAM ORGANISASI

Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi,


pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancamnya kehilangan sumber daya,
orang dapat terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka
miliki. Tetapi perubahan apa pun,khususnya yang mengimplikasi realokasi sumber
daya dalam organisasi secara signifikan, berkemungkinan merangsang timbulnya
konflik dan meningkatkan politisasi.
Keputusan promosi senantiasa ditengarai sebagai salah satu tindakan paling
poitis dalam organisasi. Peluang promosi atau kemajuan mendorong orang untuk
bersaing mendapatkan sumber daya yang terbatas dan mencoba secara positif
memengaruhi hasil keputusan.
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat
perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Karenanya,
tingkat kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan tingkat perilaku politik
dan secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.
Kegiatan politik didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak disyaratkan sebagai
bagian dari peran formal seseorang, semakin besar ambiguitas peran semakin banyak
seseorang dapat terlibat dalam kegiatan politik dengan peluang kegiatan itu terlihat
kecil. Apabila kultur sebuah organisasi menekankan pada pendekatan zero-sum atau
menang-kalah dalam kebijakan alokasi imbalannya, karyawan akan semaki n
termotivasi untuk melibatkan diri dalam politisasi. Pendekatan zero-sum menganggap
imbalan sebagai harga mati sehingga keuntungan apa pun yang didapat satu orang
atau kelompok harus diperoleh dengan mengorbankan orang atau kelompok lain. Jika
saya menang,anda harus kalah!Praktik semacam ini mendorong seorang karyawan
untuk menjelek-jelekkan karyawan lain dan membesar-besarkan peran diri sendiri.
Saat ini para manajer di berbagai organisasi di dorong untuk ebih bersikap
demokratis. Manajer diminta untuk lebih terbuka terhadap masukan dari para
karyawan dalam proses pengambiln keputusan dan mau mendengarkan saran dari
kelompok dalam proses yang sama. Tetapi tidak semua manajer menganut demokrasi.
Banyak manajer menggunakan kedudukan untuk melegitimatisi kekuasaan dan
membuat keputusan yang bersifat sepihak. Para karyawan semakin merasakan
tekanan besar untuk meningkatkan kinerja mereka sehingga besar kemungkinan
mereka terlibat dalam proses politisasi.
Persepsi politik dalam organisasi mempunyai hubungan yang negatif terhadap
kepuasan kerja. Persepsi terhadap politik dalam organisasi juga cenderung
meningkatkan kecemasan dan stres kerja. Selain itu tingkat perputran karyawan
meningkat dan dapat menurunkan kinerja karyawan.

TAKTIK MEMAINKAN POLITIK DALAM ORGANISASI

 Meningkatkan ketidakmampuan mengganti.


Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu
melakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit
tersebut dikatakan sebagai memiliki ketidakmampuan mengganti.
 Dekat dengan manajer yang berkuasa.
Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan
dengan manajer yang sedang berkuasa.
 Membangun koalisi.
Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki kepentingan yang
berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh
kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan keinginanya.
 Mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Dua taktik untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan
kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi
yaitu mengendalikan agenda dan menghadirkan ahli dari luar.
 Menyalahkan atau menyerang pihak lain.
Manajer biasanya melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak
dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka
anggap sebagai pesaingnya.
 Memanipulasi informasi.
Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi informasi. Manajer menahan
informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif, mengubah
informasi untuk melindungi dirinya.
 Menciptakan dan menjaga image yang baik.
Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi
tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga
hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan
orang-orang penting dan hal yang sejenisnya.
 Etika Berperilaku secara politis
Berperilaku politik secara etis tidah ada standart-standart yang dapat membedakan
apakah kegiatan berpolitik yang kita jalankan itu etis atau tidak etis. Tetapi ada
beberapa pertanyaan yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan etis
atau tidaknya berperilaku politis. Dan pertanyaan itu ditujukan kepada diri sendiri.
Pertanyaannya adalah apa guna berperilaku seperti itu? Selain itu sebelum berbuat
demikian hendaknya menimbang dan memikirkan apakah hal yang dilakukan sepadan
dengan resikonya. Dan yang terakhir adalah apakah kegiatan politik selaras dengan
standar kesetaraan dan keadilan. Tetapi, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
tersebut sering diperdebatkan dengan berbagai cara agar praktik-praktik yang tidak
etis menjadi etis.

Anda mungkin juga menyukai