Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Lereng

Lereng (slope) merupakan suatu permukaan tanah yang miring dengan sudut tertentu
terhadap bidang horizontal. Lereng dapat terjadi secara alamiah atau buatan. Bila permukaan
tanah tidak datar, maka komponen berat tanah yang sejajar dengan kemiringan lereng akan
menyebabkan tanah bergerak ke arah bawah. Bila komponen berat tanah cukup besar,
kelongsoran lereng dapat terjadi jika gaya dorong (driving force) lebih besar dari gaya
perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor. Jenis lereng dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu lereng alam (natural slopes) dan lereng buatan (man made
slopes). Pada kedua jenis lereng ini terdapat beberapa faktor yang membuat stabilitas dari lereng
dapat berkurang sehingga memungkinkan terjadinya keruntuhan suatu lereng

Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi oleh kondisi
geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut, kondisi air tanah
setempat, faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat mekanis yang beroperasi
dan juga dari teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor
pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat
penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau
seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan tetap stabil.

2.1.1 Lereng Alam

Lereng alam adalah lereng yang terbentuk karena proses alam. Material yang membentuk
lereng memiliki kecenderungan tergelincir di bawah beratnya sendiri dan gaya-gaya luar yang
ditahan oleh kuat geser tanah dari material tersebut. Gangguan terhadap kestabilan terjadi jika
tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada
bidang longsor. Lereng alam yang telah stabil selama bertahun-tahun dapat saja mengalami
longsor akibat:
a) Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang berkepanjangan,
pembanguanan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem drainase, dan lain lain.
b) Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang yang
berpotensi longsor
c) Proses pelapukan
d) Gempa
e) Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.

2.1.2 Lereng Buatan

Lereng ini merupakan lereng yang di buat oleh manusia untuk suatu kepentingan yang
berkaitan dengan proyek konstruksi. Lereng buatan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a) Penggalian

Perencanaan pemotongan adalah untuk suatu lereng dengan kemiringan tertentu yang cukup
aman dan ekonomis. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis,
tekanan air akibat rembesan dan cara pemotongan.

b) Lereng timbunan (embankment)

Lereng dengan timbuanan umumnya adalah untuk badan jalan raya, jalan kereta api,dam,dan
tanggul. Sifat teknis tanah timbuanan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan
tanah. Analisis secara terpisah harus dilakuaan pada lereng timbunan, yaitu :

 Kondisi jangka pendek (saat penimbunan selesai)


 Kondisi jangka panjang
 Penurunan muka air seketika (sudden drawdown)
 Gangguan gempa

Lereng timbunan diatas tanah lunak merupakan suatau masalah tersendiri dimana kondisi
tanah lunak perlu mendapatkan perhatian khusus berhubungan dengan masalahkestabilan akibat
meningkatnyatekanan air pori dan masalah settlement jangka panjang.

2.2 Aspek Geologi Pada Kestabilan Lereng


Pemahaman kondisi geologi lokal merupakan unsur yang amat penting untuk memecahkan
masalah kestabilan lereng karena evaluasi kestabilan lereng membutuhkan pendekatan
interdisiplin dan pengetahuanmengenai geologi teknik, mekanika tanah, dan mekanika batuan.

Bila secara ekonomis kurang layak untuk melakukan penyelidikan yang cukup, cara
evaluasi yang sederhana dapat digunakan bila memperhatikan aspek geoteknik dan pengalaman
geologi teknik dari daerah setempat. Sebaliknya bila kondisi geologi setempat relatif seragam,
maka cara analisis dengan penyelidikan tanah yanag memadai akan memberikan hasil yang dapat
diandalkan.

Beberapa hal penting dalam aspek geologi yang perlu diketahui adalah :

a) Fabric
Diskontinuitas dalam material geologi mulai dari rentang mikroskopis hingga sebesar
joint dan bidang rekahan. Adanya bidang lemah ini memberikan andil besar pada
kestabilan lereng.
b) Struktur geologi
Posisi joint dan sesar perlu di pelajari sebagai bidang yang menyebabkan longsor.
c) Air tanah
Geologi mempengaruhi aliran air tanah, arah tekanan dan gradiennya dalam suatu lereng.
Adanya airmempengaruhi kekuatan material dengan memberikan perubahan kimiawi dan
larutan, gaya-gaya kapiler, peningkatan tekanan air pori yang berdampak langsung
terhadap kuat geser dan mekanisme pelembekan pada tanah lempung teguh yang
memiliki rekahan
d) Kegempaan
Beberapa longsoran terjadi karena peristiwa gempa. Gaya gempa meningkatkan besarnya
tegangan geser dan pada tanah pasiran memberi pengaruh pada peningkatan tekanan air
pori. Likuifaksi dari lensa pasir dan lanau dapat menjadi penyebab longsoran secara
progresif.
e) Tegangan awal dalam tanah
Gerakan suatu daerah memberikan pengaruh kepada besarnya tegangan awal dilapangan
sebagai akibat berat sendiri material, aktifitas tektonik, erosi dan proses geologi yang
lain.
f) Pelapukan
Menurut Blith dan Freitas (1974), perubahan kimiawi akibat pelapukan dapat terjadi
dalam waktu singkat (hanya beberapa hari saja). Kecepatan dari proses ini tergantung
pada jenis material, iklim, karakterisitik aliran, dan lain-lain.
g) Aktifitas kelongsoran yang terdahulu
Geologi lokal suatu daerah amat berguna untuk mengerti aktivitas longsoran terdahulu
dan pada saat sekarang ini. Pencirian dari suatu daerah dimana pernah terjadi longsoran
terdahulu merupakan pertimbangan yang penting dalam studi mengenai longsoran.

2.3 Analisis Kestabilan Lereng

Dalam praktek, analisis kestabilan lereng didasarkan pada konsep keseimbangan batas
plastis (limit plastic equilibrium). Adapun maksud dari analisis stabilitas adalah untuk
mendapatkan faktor keamanan dari bidang yang potensial. Dalam analisis stabilitas lereng,
beberapa asumsi yang digunakan yaitu:

a) Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat
dianggap sebagai masalah bidang dua dimensi.
b) Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
c) Tahanan geser dari massa tanah pada setiap titik sepanjang bidang longsor tidak
tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata lain kuatgeser tanah
dianggap isotropis
d) Faktor keamanan didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata
sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan
longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang
longsornya, padahal faktor keamanan hasil perhitungan nilainya > 1.

Kestabilan suatu lereng sangat bergantung pada kekuatan geser dari bahan pembentuknya.
Keruntuhan geser pada tanah merupakan akibat adanya gerakan relatif antara butir-butir tanah,
bukan karena butir sendirinya yang hancur. Oleh karena itu, kekuatan geser tanah tergantung dari
gaya-gaya yang bekerja antar butirnya. Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu:

a) Bagian yang bersifat kohesi, tergantung dari macam tanah dan kepadatan butirnya
b) Bagian yang mempunyai sifat gesekan yang sebanding dengan tegangan normal yang
bekerja pada bidang geseran.

Faktor keamanan (FK) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode. Longsoran
dengan bidang gelincir (slip Surface), F dapat dihitung dengan metode sayatan (slice
method) menurut Fellinius atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama,
cara Fellinius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop. Data yang
diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai FK (Faktor keamanan
lereng) adalah sebagai berikut :
a) Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang
lereng). Meliputi : sudut Kemiringan lereng, tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau
berm pada lereng tersebut.
b) Data mekanika tanah
- Sudut geser dalam (ɸ)
- Bobot isi tanah atau batuan (γ)
- Kohesi (c)
- Kadar air tanah (ω)
c. Faktor Luar
- Getaran akibat kegiatan peledakan,
- Beban alat mekanis yang beroperasi, dll.
Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah yang tidak terganggu
(Undisturb soil). Kadar air tanah (ω) diperlukan terutama dalam perhitungan yang
menggunakan computer (terutama bila memerlukan data γ dry atau bobot satuan isi tanah
kering, yaitu : γ dry = γ wet / ( 1 + ω).
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kestabilan lereng
penambangan adalah sebagai berikut:
1. Kuat Geser Tanah atau Batuan
Kekuatan yang sangat berperan dalam analisa kestabilan lereng terdiri dari sifat fisik
dan sifat mekanik dari batuan tersebut. Sifat fisik batuan yang digunakan dalam
menganalisa kemantapan lereng adalah bobot isi tanah (), sedangkan sifat mekaniknya
adalah kuat geser batuan yang dinyatakan dengan parameter kohesi (c) dan sudut geser
dalam (). Kekuatan geser batuan ini adalah kekuatan yang berfungsi sebagai gaya untuk
melawan atau menahan gaya penyebab kelongsoran.
 Bobot isi tanah atau batuan
Nilai bobot isi tanah atau batuan akan menentukan besarnya beban yang diterima pada
permukaan bidang longsor, dinyatakan dalam satuan berat per volume. Bobot isi batuan
juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan air dalam batuan tersebut. Semakin besar bobot
isi pada suatu lereng tambang maka gaya geser penyebab kelongsoran akan semakin besar.
Bobot isi diketahui dari pengujian laboratorium. Nilai bobot isi batuan untuk analisa
kestabilan lereng terdiri dari 3 parameter yaitu nilai Bobot isi batuan pad a kondisi asli (n ),
kondisi kering (d ) dan Bobot isi pada kondisi basah (w).
 Kohesi
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan dalam
satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar jika kekuatan gesernya
makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian kuat
geser langsung (direct shear strength test) dan pengujian triaxial (triaxial test).

 Sudut geser dalam ()


Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegangan normal
dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Sudut geser dalam adalah sudut
rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan atau gaya terhadapnya yang
melebihi tegangan gesernya. Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka
material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.
Untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan dalam persamaan
berikut:
τnt = σn tan  + c
Dimana :
τnt = tegangan geser
σn = tegangan normal
 = sudut geser dalam
c = kohesi

2.5 Disposal tambang terbuka secara umum


Suatu kegiatan pertambangan umumnya memindahkan tanah penutup untuk mengambil
bahan galian yang berada didalam bumi. Oleh karena itu, diperlukan suatu area tertentu
untuk membuang material tanah penutup tersebut sehingga tidak menutupi area yang masih
mengandung bahan galian yang ekonomis. Tempat penimbunan dapat dibagi menjadi dua,
yaitu wastedump/disposaldan stockpile. Wastedump/disposaladalah daerah pada usatu
operasi tambang terbuka yang dijadikan tempat membuang kadar rendah dan/atau material
bukan bijih. Material tersebut perlu digali dari pit demi memperoleh bijih/material kadar
tinggi, sedangkan stockpiledigunakan untuk menyimpan material yang akan digunakan
pada saat yang akan dating. Stockpilejuga dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan
bijih kadar rendah yang dapat diproses pada saat yang akan datang maupun tanah penutup
atau tanah pucuk yang dapat digunakan untuk reklamasi.
Berdasarkan alasan sosiologis di masyarakat, banyak perusahaan menjauhi nama
wastedump. Istilah yang dipakai adalah disposal area, wasterock storage area, rock piles
dan lain-lain
Disposal biasanya dapat dibuat pada lubang-lubang bekas penambangan ataupun bekas
penambangan kuar, seperti yang terlihat pada gambar 6.1. Ketika lubang tersebut telah
penuh, maka permukaan dari disposal ini akan dututupi dengan lapisan tanah penutup (top
soil) untuk dijadikan daerah penghijauan. Sudah menjadi tanggung jawab tiap perusahaan
penambangan untuk melakukan penghijauan kembali setelah area penambangan ditutup.
Oleh karena itu, suatu area yang berupa lubang atau lerengbekas penambangan harus
disiapkan untuk menjadi disposal area.
Rancangan disposal sangat penting untuk perhitungan keekonomian. Lokasi dan
bentuk dari disposalakan berpengaruh terhadap jumlah gilir truk, biaya operasi dan juml ah
truk dalam satu armada yang diperlukan. Pada umumnya daerah yang diperlukan untuk
disposalluasnya berkisar antara 2-3 kali dari daerah penambangan (pit). Hal ini berdasarkan
pertimbangan diantaranya:

a) Materialyang telah dibongkar (loose material) berkembang 30-45% dibandingkan


dengan material in situ.
b) Sudut kemiringan untuk suatu dumpumumnya lebih landau dari pit.
2.6 Tipe-tipe disposal
Lokasi disposal adalah mined out area (di dalam daerah “Bluezone”) atau areal lain
sebagai tempat penumpukan tanah penutup, waste, reject, atau material lain yang tidak
ekonomis untuk diproses, yang telah mendapat persetujuan oleh QA, Mining Engineering
Control dan STP. Lereng disposal termasuk kedalam lereng timbunan (embankment). Sifat
teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat kepadatan tanah. Ada
tiga tipe disposal di PT. VALE Indonesia Sorowako, yaitu:Induced Flow, Semi Induced
Flow dan Finger disposal
a) Finger Disposal
Finger Disposal adalah disposalyang dibuat maju dengan bantuan dozer. Disposaltipe
ini memiliki ciri-ciri yaitu ketinggian kurang dari 15 meter dengan kemiringan lereng yang
landai kurang dari 400. Dibutuhkan kontinuitas dari material sipil sebagai landasan Dump
Truckagar tidak terjadi longsoran. Jika diperlukan dapat dibuat dykeuntuk melindungi area
yang belum terganggu dan juga untuk meningkatkan kapasitas disposalnya. Sama seperti
tipe dumpingsemi induced flow,material didorong dengan dozer hingga ujung lereng.
Dozer mendorong material buangan dari jarak 7,5 mater dari crest yang merupakan posisi
truk menongkang muatannya.

Karena kemiringannya yang landai, pengaruh gaya gravitasi tidaklah terlalu besar
sehingga dibutuhkan dozer yang lebih banyak untuk mendorong material. Disposal ini
dapat bergerak maju setelah dilakukan pembatuan dengan menggunakan material sipil
seperti slag, material reject, dan material kuari. Kelebihan dari jenis ini yaitu dapat
memaksimalkan kapasitas disposalitu sendiri. Sedangkan kerugiannya, membutuhkan biaya
untuk pembatuan atau kontinuitas material sipil.

b) Disposal Tipe Induced Flow

Induced Flow Disposal adalah tipe disposal yang memanfaatkan beda ketinggial > 15 meter
untuk mendamping material, dengan sudut kemiringan antara 500maksimum 700. Disposaltipe
ini dibangun di atas tanah asli yang stabil (original), pada area blue zoneatau pada area yang
direkomendasikan oleh Engineergeoteknik. Disposal ini juga dilengkapi dengan backstopsebagai
dudukannya (bund wall) setinggi setengah ban roda truk yang terletak pada ujung crestseperti
yang terlihat pada gambar 6.3 dan 6.4. Untuk mendorong material yang cukup pada ke bawah
bisa dengan air. Selain itu, juga diperlukan instalasi alat pemnatauan untuk mengamati ada
tidaknya pergerakan tanah pada lereng, alatnya berupa inclinometer. Alat ini dipasang
menggunakan bor dan ditanam kedalam tanah, kedalaman tergantung kondisi lereng yang akan
diperiksa pergerakannya.
Kekurangan tipe dumpingini yaitu tidak dapat diterapkan pada semua slopekarena batuan
landasannya harus cukup kuat untuk menahan live roaddari truk beserta muatannya hingga ke
crest-nya, kapasitas disposal-nya kurang maksimal dan membutuhkan banyak biaya untuk
pengadaan backstop.

c. Disposal Tipe semi Induced Flow

Disposal Semi Induced Flow, umumnya sama atau memiliki kemiripan dengan induced flow
tetapi truk hanya bisa dumpingpada jarak tertentu yang diperbolehkan yaitu 12.5 m dari original
crest. Setelah itu tanah penutup di dorong oleh dozer hingga ujung crest. Crest ke toeadalah 30
meter dengan kemiringan lereng antara 260–360. Semi Induced Flowmembutuhkan pembatuan
material sipil pada landasan truk yang akan menongkang untuk menambah daya dukung tanah
agar tidak terjadi longsoran (subsidence). Karena kemiringannya lebih besar, disposaltipe ini
membutuhkan dozer yang lebih sedikit dari pada Fingerflow. Namun batas dorongan dozer pada
disposaljenis ini tidak bergerak maju. Sebagai langkah antisipasi kelongsoran, perlu dilakukan
pemantauan dengan alat extensometer.
Kelebihan dari jenisini yaitu tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan pembatuan di
dumpingarea. Kekurangannya disbanding Disposal Induced Fow adalah mengeluarkan biaya
untuk pengadaan dozer dan apabila dibandingkan dengan fingerdisposal, kapasitas disposal-nya
kurang maksimal.

2.7 Penentuan Parameter Tanah

Penentuan parameter tanah merupakan tahap yang paling penting dalam perencanaan
pembuatan disposal. Kesalahan dalam menentukan parameter tanah yang digunakan dalam
perencanaan disposal dapat berakibat fatal. Oleh karena itu,parameter tanah yang digunakan
harus se akurat mungkin menggambarkan karakter tanah dimana bangunan akan didirikan. Untuk
memperoleh nilai-nilai parameter tanah yang dibutuhkan tersebut dapat dilakukan dengan du
acara, yaitu pengujian di lapangan (in situtest)dan pengujian di laboratorium
1. Uji Sondir (Cone Penetration Test)

Uji sondir dikenal dan berkembang sejak 70 tahun yang lalu. Uji sondir ini dibandingkan
dengan uji geoteknik lapangan lainnya relatif murah dan cepat memberikan hasil data yang
cukup akurat dan detail. Namun kerugiannya antara lain tidak dapat diperoleh sampel untuk uji
laboratorium maupun untuk klasifikasi visual dan tidak dapat menembus lapisan batu maupun
lapisan keras (akan menunjukkan tekanan konus yang besar, dan bahkan tidak dapat diteruskan
sehingga tidak dapat memberikan informasi mengenai lapisan keras tersebut misalnya mengenai
ketebalannya, jenisnya, dan kemenerusannya).

Komponen utama sondir adalah konus yang dalam pengujiannya dimasukkan ke dalam
tanah dengan cara ditekan. Tekanan pada ujung konus pada saat konus bergerak ke bawah dan
tekanan geser pada dinding konus pada saat dinding konus bergeser turun ke bawah diukur dan
hasilnya akan terbaca pada manometer. Tekanan dari atas pada konus, disalurkan melalui batang
baja yang berada di dalam pipa sondir. Demikian juga tekanan yang diderita konus saat ditekan
masuk ke dalam tanah, diteruskan melalui batang baja dalam pipa sondir tersebut ke atas, ke
alatbaca (manometer).

a) Tahanan Ujung Konus (qc)

Pada waktu konus ditekan ke dalam tanah melalui lapisan tanah dengan berbagai kepadatan
yang ditunjukkan dengan kurva hasil uji sondir yang menunjukkan besarnya tahanan konus
qc.

b) Tahanan Geser Lokal (LF) dan Rasio Geser (FR)


Dengan konus tersebut, selain dapat diukur tahanan ujung konus, juga dapat diukur tahanan
pada silinder geser yang disebut tahanan geser lokal. Dari diketahuinya tahanan geser lokal
dan tahanan konus dapat diperoleh besaran Rasio Geser (Friction Ratio = FR)yaitu rasio
antara tahanan geser lokal dengan tahanan konus pada kedalaman yang sama.

Dalam pemakaian konus, pembacaan ada dua tahap, yaitu:

 Pembacaan pertama, pembacaan tahanan pada ujung konus C (pada tahap ini, di dalam tanah,
hanya bagian ujung konus yang bergerak masuk ke dalam tanah).
 Pembacaan kedua, pembacaan tahanan ujung plus geser C + F (pada tahap ini, bagian ujung
konus beserta selimut geser bersama-sama bergerak masuk ke dalam tanah).
 Selisih bacaan kedua dan bacaan pertama, (C + F) –C = F

Sampel tanah untuk tes laboratorium tidak akan didapatkan melalui uji sondir, tetapi berbagai
percobaan telah memberikan berbagai korelasi antara nilai yangdidapat dari uji sondir terhadap
parameter-parameter tanah. Suatu perkiraan koreksi antara tahanan penetrasi konus dan
parameter kekuatan geser yang diusulkan oleh Meyerhof diberikan pada gambar berikut:

Parameter kohesi dapat dikorelasikan dengan persamaan berikut :


Untuk melakukan uji laboratorium terlebih dahulu dilakukanpengambilan sampleyang bisa
dilakukandengan pengeboran atau test pit (untuk medan berat yang susah diakses bagi mesin
bor). Terdapat berbagai teknik pengeboran tergantung dari jenis tanah, beberapa teknik yang
dapat dilakukanyaitu antara lain pengeboran manual, pengeboran bilas, dan pengeboran inti.
Berikut adalah uji-uji penyelidikan tanah yang dilakukanuntuk di laboratorium.

1. Penentuan Indeks Properties (Sifat Fisik Tanah)


a) Kadar Air (Water Content)
Kadar air tanah adalah kandungan air tanah yang ditentukan dari perbandingan antara
berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat bagian padat (solid) dari tanah dan
dinyatakan dalam persen (%). Komposisi massa dan volume tanah terdiri dari:
Percobaan ini dilakukandengan membandingkan berat tanah basah dengan berat tanah setelah
dikeringkan dalam oven ±18-24 jam

b) Berat Isi (Unit Weight)


Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan berat volume tanah basah. Berat isi /
volume tanah adalah perbandingan antara berat tanah total termasuk air yang terkandung
di dalamnya dengan volume tanah total. Percobaan dilakukanmenggunakan ring, lalu ring
ditekan sampai terisi oleh sample. Berat tanah akan didapat dari pengurangan berat
sample dan ring dikurangi berat ring, jika hasilnya dibagi dengan volume ring maka akan
didapat berat isi tanah.
c) Berat Jenis (Specific Gravity)
Uji ini bertujuan untuk mencari harga specific gravity(Gs) dari butiran tanah dengan alat
bantu piknometer, yaitu dengan membandingkan berat isi butir tanah dan berat air pada
suhu tertentu (misal 20o). Jika hasil Gsyang diperoleh <2,00 maka termasuk tanah
organik.
2. Uji Geser Langsung (Direct Shear Test)

Dengan alat geser langsung kekuatan geserdapat diukur secara langsung. Contoh yang akan
diuji dipasang dalam alat dan diberikan tegangan vertikal (yaitu tegangan normal) yang konstan.
Kemudian contoh diberikan tegangan geser sampai tercapai nilai maksimum. Tegangan geser ini
diberikan dengan memakai kecepatan bergerak (strainrate) yang konstan, yang cukup perlahan-
lahan sehingga tegangan air pori selalu tetap nol. Percobaan uji geser langsung ini hanya dapat
dilakukan untuk kondisi tanah yang memiliki kondisi drained(Wesley, 2012: 238).

Gambar 12. Alat geser langsung (Craig, 1989 : 94).

Benda uji dibebani gaya vertikal (N) melalui pelat beban (loading plate) dan secara berangsur-
angsur akan timbul tegangan geser dengan membuat pergeseran di antara kedua bagian kotak
tersebut. Gaya geser (σ) diukur bersamaan dengan perpindahan geser (Δl). Biasanya perubahan
tebal benda uji (Δh) juga diukur. Harga tegangan geser runtuh diplot terhadap tegangan
normalnyauntuk mendapatkanparameter-parameter kekuatan geser

2.8 Mengatasi Kelongsoran Lereng

Dalam menghadapi persoalan bagaimana caranya memperbaiki atau menstabilkanlereng


pada suatu daerah yang terjadi kelongsoran. Menurut (Wesley, 1977) ada dua cara untuk
membuat lereng supaya menjadi lebih aman dan mantap, yaitu :

a) Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak, yaitu dengan mengubah bentuk
lereng. Cara yang dilakukan yaitu :
 Membuat lereng lebih datar, yaitu dengan mengurangi sudut kemiringan,seperti terlihat
pada Gambar 13
 `Memperkecil ketinggian lereng, lihat Gambar 14. Cara ini hanya dapat dipakai pada
lereng yang ketinggiannya terbatas, yaitu dalam hal kelongsoran yang bersifat “rational
slide”.

Gambar 13. Memperkecil sudut kemiringan lereng (Wesley, 1977).

Gambar 14. Memperkecil Ketinggian lereng (Wesley, 1977).


b) Memperbesar gaya melawan, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
 Dengan memakai counterweight yaitu tanah timbunan pada kaki lereng, lihat Gambar
15.
 Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng, seperti terlihat pada Gambar 19

Gambar 15. Penanganan dengan Counterweight (Wesley, 1977).

Gambar 16. Mengurangi tegangan air pori (Wesley, 1977).


 Dengan cara injeksi, yaitu dengan menambah tanah timbunan pada kaki lereng,
membuat selokan secara teratur pada lereng dengan mengurangi tegangan air pori pada
tanah, dengan menambahn bahan kimia atausemen dipompa melalui pipa suapaya
masuk ke dalam lereng.
 Dengan cara mekanis, yaitu dengan membuat dinding penahan atau dengan memancang
tiang. Cara ini dilakukan jika lereng tersebut mempunyai tingkat kelongsoran yang kecil.

2.9 Metode Elemen Hingga Plaxis

Plaxis (Finite Elemen Code for Soil and Rock Analyses) merupakan suatu rangkuman
program elemen hingga yang telah dikembangkan untuk menganalisis deformasi dan stabilisasi
geoteknik dalam perencanaan-perencanaan sipil.

Grafik prosedur-prosedur input data (soil properties) yang sederhana mampu menciptakan
model-model elemen hingga yang kompleks dan menyediakan outputtampilan secara detail
berupa hasil-hasil perhitungan. Perhitungan program ini seluruhnya secara otomatis dan
berdasarkan pada prosedur-prosedur penulisan angka yang tepat. Konsep ini dapat dikuasai oleh
pengguna baru dalam waktu yang relatif singkat setelah melakukan beberpa latihan (Plaxis,
2012).

Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan adalah mengenai nilai-nilai parameter pada tanah
yang didapat dari hasil penyelidikan tanah dalam hal ini adalah tanah hasil penyelidikan
geoteknik di lokasi rencana disposal. Data tersebut digunakan sebagai input, adapun prosedur
dari program plaxis antara lain sebagai berikut :

a) Menentukan title(judul), model, dan elemen pada kotak serta menuliskan perintah atau
tujuan yang akan dipakai.
b) Menuliskan dimensi tanah dari kasus yang akan dipelajari, yaitu sepanjang ke kiri, ke
kanan, ke atas, dan ke bawah.
c) Merangkai bentuk dimensi dari tanah tadi kemudian diberi beban.
d) Menentukan nilai parameter tanah dengan menekan tombol Maerial Setsantara lain,
kohesi, rasio poisson, dan lain sebagainya.
e) Prosedur selanjutnya dapat dipahami lebih lanjut dan lebih jelas lagi pada literatur yang
diperoleh dari program plaxis.

Anda mungkin juga menyukai